Dan disinilah – kupikir kisahku berawal dari sini...
Dahan-dahan pohon yang terus kulewati seakan tak ada habisnya, bahkan cahaya kecil yang kulihat jauh didepan mata semakin terasa menjauh seolah apa yang kulakukan saat ini adalah hal yang percuma
Aku sudah selesai dengan misiku! Jadi kupikir aku perlu cepat-cepat pulang!
Udara malam yang berdesir cukup kencang disela-sela batang pohon terasa menusuk kulit, meski malam ini bulan tak nampak namun aku cukup tahu untuk menempatkan kakiku pada dahan tiap-tiap pohon yang kulewati
Yah – mau bagaimana lagi? Aku tak sabar untuk pulang ke rumah
Hyuuga Hanabi – yang sekarang mungkin bisa disebut sebagai Uzumaki Hanabi?
Dia istriku dan begitulah kenyataannya. Saat ini ia tengah sendirian dirumah tanpa seseorang pun yang berada disampingnya sekedar untuk menemani – itulah sumber kekhawatiranku
Mungkin banyak orang yang berpikir – bagaimana seorang Uzumaki Naruto yang seorang Jounin Special bisa menikahi seorang putri bungsu dari keluarga Hyuuga seperti Hanabi? Banyak alasan yang bisa aku ataupun Hanabi ucapkan namun satu hal yang pasti –
- cinta merubah segalanya, apa itu cukup berlebihan?
Bahkan tanpa kusadari sedikitpun, cahaya yang sedari tadi kulihat perlahan mulai menerang dan terasa semakin mendekat
Ah! Aku tak sabar untuk menemui istri tercintaku!
:: Innocence ::
Disclaimer :: This is Purely Fanfiction. Made only to bring about entertainment of romance for those who read
Rating :: M for some reason
Genre :: Romance, Family
Warning :: OOC[?], Typo, Miss-Typo, Alternate Reality, Fluff[?], Implicit Lemon[?], EBI/EYD perlu perbaikan, dll
Ini merupakan Fan-Fanfiction dari Fiksi karya Shinn Kazumiya yang berjudul – Lavender. Setting diambil setelah NaruHana menikah namun belum mempunyai seorang anak
Setelah beberapa menit, aku akhirnya sampai juga didepan gerbang desa Konoha
Awalnya aku tak menyangka – Uzumaki Naruto yang gagah ini akan cepat sampai ke Konoha dimalam hari seperti ini, padahal awalnya kupikir aku akan sampai di desa setidaknya besok pagi
Wajar sih, misi yang kuambil kali ini cukup untuk bisa dibilang berat yaitu misi rank-A. Meski cukup sulit setidaknya aku bisa mengambil hasil dari misiku yang mungkin cukup banyak kali ini
"Oh! Naruto kah?"
Sejenak aku menoleh kearah samping – mendapati dua siluet pria yang tengah menjaga pos gerbang
Mereka berdua adalah Kotetsu-san dan Izumo-san...
"Yo!" sapaku sambil berjalan mendekati pos yang tengah dijaga mereka berdua itu
Sekilas aku berpikir apa mereka tak bosan selalu menjaga gerbang seperti ini setiap hari bahkan sampai malam hari? Aku tahu kalau mereka berdua adalah seorang Chuunin namun bukan berarti tidak bisa mengambil misi lain semacam misi rank-C bukan?
"Selesai dengan misi Rank-A mu heh?"
"Ha'i Izumo-san, meski capek namun rasanya aku ingin cepat-cepat pulang"
"Haaa~ enak ya punya istri cantik macam Hanabi-hime~"
*Pleetak!*
"Apa yang kupikirkan Kotetsu!"
Aku tertawa pelan ketika dua sahabat sejati itu bersenda gurau. Mereka memang mengungkit-ungkit istriku namun kupikir tak apa – toh Kotetsu-san pun memanggil istriku dengan sebutan Hime
Bukankah artinya ia menghormati Hanabi ku?
"Maa... aku juga khawatir padanya, makanya aku pulang lebih cepat" ucapku sambil menggaruk kepala belakangku – ini hanya sebuah kebiasaan kok!
"Aku paham dengan perasaanmu Naruto, tadi aku melihat Hanabi-hime jalan-jalan dengan Sakura-san dan Temari-san juga Hinata-hime, kupikir ia merasa agak gimana gitu mengingat Sakura-san telah mempunyai seorang anak begitu juga dengan Temari-san dan Hinata-hime"
"Jadi kapan kau ingin memiliki seorang anak, Naruto?"
Sesaat aku melihat delikan mata yang tajam dari Izumo-san kearah Kotetsu-san – itu bukan pertanyaan yang sensitif kok! Jadi aku bisa memahami hal itu
Yah..? Sasuke sang Nanadaime Hokage serta istrinya yaitu Sakura memang telah dikaruniai seorang anak yang bernama Uchiha Sarada – seorang gadis kecil yang akan menjadi penerus clan Uchiha yang hampir punah
Aku bahkan yakin! Anak itu bakalan menjadi Shinobi yang hebat seperti kedua orang tuanya
Begitupun dengan pasangan Shikamaru dan Temari. Aku bahkan sedikit tak percaya jika seorang pemalas seperti Shikamaru bahkan mempunyai seorang anak yang bernama Nara Shikadai, namun kuharap anaknya tidak mengikuti sifat ayahnya mengingat Temari bisa dibilang wanita yang cukup galak
Dan Hinata – suami dari Hyuuga Kou pun telah memiliki anak lucu yang bernama Hinako. Yup! kupikir aku cukup senang mempunyai keponakan lucu dan menggemaskan sepertinya
Aku sendiri belum pernah terlintas untuk memikirkan bagaimana kedepannya. Itu semua kuserahkan pada Hanabi namun sepertinya ia ingin sekali menggendong seorang bayi?
"Aku tak tahu, namun doakan saja aku Kotetsu-san!"
"Haha! Baiklah kalau begitu terima ini!"
Kotetsu-san melemparkan sesuatu padaku dan dengan sigap aku tangkap – Itu sebuah kopi kaleng yang cukup dingin
"Ah! Arigatou Kotetsu-san!" ucapku sambil tersenyum seraya membuka kopi kaleng yang kini berada dalam genggamanku
"Douitashimashita, kalau begitu cepatlah pulang Naruto. Kau bisa melaporkan misimu esok hari"
"Kalau begitu, aku pamit ya Kotetsu-san! Izumo-san!"
.
.
.
.
Dan kini aku sampai pada apartemenku...
Sekilas terlihat kecil dari luar, namun kuyakin banyak yang tidak menyangka jika didalamnya cukup luas untuk ditempati – ruang tamu yang digabungkan langsung dengan dapur, dua kamar tidur serta satu kamar mandi yang terasa pas bagiku [Tau apartemennya Minato di Naruto RTN kan?]
Aku berdiri didepan pintu, tanganku sudah semenit berada didepan pintu yang siap untuk mengetuk dan langsung mengetuknya
*Ckleeek..*
"Tadaima!"
Aku mendorong pintu apartemenku dengan perlahan – gelap, dan itulah yang bisa aku deskripsikan sekarang
Ruang tamu terasa gelap tanpa penerangan dari lampu, sejenak aku berpikir apa Hanabi telah tidur atau pertanyaan lain semacam itu?
"Moshi-Moshi~ Hanabi-chan?"
Aku berjalan pelan kearah ruang tamu yang gelap itu sembari memanggil Hanabi. Aku memang tak ada niatan untuk membangunnya lalu menyuguhkanku segelas kopi jika ia telah tertidur – aku merasa tak enak jika aku melakukan seperti itu
Namun pertanyaanku adalah – kenapa pintu tidak dikunci?
Aku lalu mencari tombol untuk menyalakan lampu – lalu setelahnya aku dapat!
*Ctak!*
"Ha-Hanabi?"
Dan setelah lampu berhasil aku nyalakan, aku tersenyum lembut...
Hyuuga Hanabi – istriku tercinta kini tengah terduduk disofa dengan mata tertutup, kedua tangannya kini memeluk sebuah bantal kecil yang berada diatas perutnya, wajah cantiknya sekilas terlihat cukup lelah namun aku merasakan hal yang lain –
- ia kesepian, kupikir begitu?
Aku lalu berjalan pelan menuju kearahnya dengan senyum lembut yang senantiasa aku ciptakan diwajahku. Dengan pelan aku berusaha agar langkah kakiku tidak bersuara dengan keras agar tidak membuatnya terbangun
Aku akhirnya duduk disofa empuk itu, dan setelahnya aku menggeser tubuhku agar lebih dekat dengan Hanabi yang masih tertidur
Menolehkan kepalaku kearahnya, entah kenapa hatiku sekarang terasa sedikit lega...
Tidurnya cukup pulas, tubuhnya yang dibalut baju tidur berwarna putih polos membuat kesan cantik melekat begitu kuat pada dirinya,tangan mungilnya yang melingkar pada bantal itu serta bibir plum nya yang terasa begitu manis...
Dalam hatiku berkata syukurlah Hanabi ku tak apa-apa! Padahal sudah sedari tadi aku menahan kekhawatiranku hingga sampai didepan rumah
"Hanabi..."
Aku mencoba merangkul tubuhnya – membawanya pada diriku dan mencoba membaringkan tubuhnya dan menjadikan kedua pahaku untuk menjadi bantalan kepalanya
Hati ini serasa berdegup dengan cukup cepat setelah melihat Hanabi yang masih tertidur dipangkuanku, surai coklatnya kini tergerai bebas serta bibirnya yang rasanya ingin sekali kukecup meski hanya sekali
Aku mengelus surai coklatnya dengan lembut dan dengan penuh kasih sayang, tangan kiriku mencoba menggenggam salah satu tangannya yang masih memeluk bantal dengan erat
"Aku khawatir loh... Hanabi-chan..."
"Ummm~"
Setelahnya, aku mendapati wajahnya yang sedikit bereaksi, tubuhnya yang sedikit bergetar dan membuatku berpikir apakah ia bangun karena kelakuanku?
Kelopak matanya terbuka dengan sayu, menampilkan mata terindah tak pernah kulihat sebelumnya, bibir manisnya sedikit bergetar seolah ingin mengatakan sesuatu
"Konbanwa!"
"..."
"Kakak? E-Eh?!"
Dan yah.. dia terkejut karena diriku yang menyapanya
Sedikit terkejut ketika tubuhnya perlahan terbangun dan duduk diatas kedua pahaku, alisku terangkat sebelah ketika matanya kini menatapku dengan pandangan yang terasa begitu dalam
"Hanabi?"
"Kakak enggak apa-apa kan?! Kakak enggak terluka karena misi kakak kan?!"
"Aku enggak apa-apa kok! Justru akulah yang khawatir padamu karena kamu kesepian disini tanpa diriku..."
Senyumnya mengembang dengan mata yang terlihat menatapku begitu lembut, entah aku tak tahu apa yang ia rasakan saat ini? Namun aku cukup lega ketika ia bisa kembali mengeluarkan senyum manisnya
"Kakak!"
*Hug!*
Dan ia memelukku saat ini...
Ini terasa hangat, kedua tangannya saat ini melingkar dibelakang leherku dengan sangat erat. Sesaat aku merasa tak enak jika pelukan ini hanya sebelah pihak maka akupun ikut melingkarkan kedua tanganku pada punggungnya dan mencoba membawa tubuhnya agar lebih dekat denganku
Yah... seharusnya ia percaya padaku bahwa aku akan kembali dengan selamat toh aku juga sudah tiba dirumah dan sudah seharusnya aku yang mengkhawatirkannya sebagai seorang suami. Namun malah sebaliknya, ialah yang khawatir padaku
"Aku ada disini kok! Aku hanya milik Hanabi selamanya" setidaknya itulah yang aku katakan untuk membuat rasa khawatir Hanabi mereda
Perlahan ia melepaskan pelukannya padaku, wajahnya kian dekat padaku bahkan tak jaraknya pun tak sampai lima centimeter. Aku terpaku pada matanya yang kini seakan menghipnotis diriku serta bibirnya yang bergetar dengan hawa yang terasa hangat
*Cup!*
Dan yah...
Bibirku dikecup oleh bibir manisnya, kupikir hal seperti ini tidak terlalu buruk...
.
.
.
.
Dan sekarang?
Aku tertawa pelan mendengar celoteh Hanabi, saat ini ia tengah duduk dipangkuanku dan bersandar pada dada bidangku – meski aku menyuruhnya agar duduk saja disebelahku namun ia enggan dan tidak mau
"Lalu setelahnya? Aku ditinggalkan Sakura-san, Temari-san, dan Nee-chan karena mereka sibuk dengan anak-anak mereka"
"Hihi~ lalu? Apa Hanabi kesayanganku ini tak punya keinginan untuk menggendong anak seperti mereka?"
Dia tersipu malu – aku rasa seperti itu...
"Ka-"
"Kakak Mesum!"
Aku tertawa pelan ketika melirik diriku dengan tatapan yang begitu tajam dengan tubuh yang sedikit menggeliat pertanda melawan. Namun meski begitu itu pertanyaan yang wajar bukan?
Lagipula –
"Hanabi-chan, aku ini suamimu lho! kenapa kamu harus memanggilku dengan sebutan kakak?"
- hal seperti itu sedikit membuatku bingung
Aku tahu – umurku dengan Hanabi memang terpaut jarak beberapa tahun, dengan kata lain ia masih dibilang muda dan umurnya pun dibawahku. Dan kami ini pasutri kan? Bukankah sudah seharusnya memanggil Anata dan Tsuma seperti keluarga baru yang lain?
Lagipula aku tak mungkin memanggil Hanabi dengan sebutan Darling bukan? I-Itu sedikit terdengar memalukan!
"Lalu apa yang kakak mau?"
"Panggil aku sayang!"
"Um..."
"Kakak sayang~ begitu?"
Aku hanya bisa terpaku ketika ia menyebutkan sebutan itu dengan nada yang terdengar begitu manis, bahkan aku tak sadar bahwa saat ini ia tengah menahan malu dengan pipi yang tersipu malu karena melakukan hal itu
Kedua tanganku kini melingkar pada perutnya yang mulus dan ramping mencoba memeluknya lebih dalam meski dari belakang, aroma lavender tercium di indra penciumanku ketika secara tak sengaja aku menghirup aroma tubuhnya
Inilah Hanabi dimataku – seorang istri yang terkadang agak childish namun aku cukup menyukainya. Sifatnya yang terkadang lugu membuatku sangat dan sangat mencintainya bahkan lebih dari diriku sendiri
Ini bukan pencitraan atau semacamnya karena pada kenyataannya aku memang mencintai Hanabi seperti itu – bahkan dulu aku rela menolak perasaan Hinata yang mencintaiku karena aku lebih memilih Hanabi
"Kakak~ pelukanmu terlalu erat..."
"Biarin! Aku gak mau lepasin kamu!"
Hanabi tertawa renyah – sedikit terasa membahagiakan ditelinga
Kedua tanganku perlahan mengelus perut Hanabi yang begitu halus yang dibalut baju tidurnya, indra penciumanku seakan tergila-gila oleh aroma tubuhnya yang begitu harum hingga membuat lidahku terjulur dan menjilati lehernya
Dia menggeliat, mungkin terasa geli baginya?
Aku bahkan sesekali menggigit kecil telinganya dan membuatnya kembali menggeliat kecil, tangan kecilnya kini mencubit pahaku seolah memberitahu bahwa ini tidak boleh –
- Namun apa boleh buat? Dia terlihat begitu menggoda malam ini
Aku tahu bahwa ia tak mengenakan bra sama sekali dibalik baju tidurnya yang berwarna putih polos hingga membuat lekuk tubuhnya tercetak jelas dengan sempurna, tubuhnya memang lebih pendek dariku namun itu bukanlah masalah, toh bukannya wanita yang pendek itu termasuk wanita idaman bukan? apalagi kalau macam Hanabi
"Kakak~ jangan disini Uh..."
Desahan Hanabi terdengar jelas ditelingaku mencoba memohon, namun aku tak peduli sih...
"Kakak~"
Desahannya kembali menusuk telingaku ketika kedua tanganku saat ini berada diatas kedua payudaranya yang menggoda – terasa halus dan lembut, aku meremas dada empuknya dengan perlahan diatas baju tidurnya
"Kakak! Hentikan~ Umm~"
"Hanabi? Apa kau mau seperti mereka? Menggendongnya dan menyayanginya seperti mereka?"
Remasanku pada dadanya semakin terasa kuat
"Aah~ Kakak! dikamar saja daripada disini..."
"Baiklah, sayang!"
Dan selanjutnya?
Aku menggeser tubuh Hanabi kesamping agar tak lagi duduk dipangkuanku, lalu setelahnya aku berdiri dan menghadap didepannya dengan tangan terulur pada Hanabi dan ia menggapainya
"Hup!"
Dan kupikir berat badannya tidak terlalu berat? Membawa tubuhnya ala bridal seperti ini terlihat seperti pasangan romantis bukan? atau hanya aku saja yang berpikir seperti itu?
Sejenak aku menatap wajah Hanabi. Sorot matanya seakan menatapku dengan tajam seolah meyakinkanku dengan apa yang akan kita lanjutkan setelah ini
"Aku ingin malam ini, jadi? Apa itu tak boleh, sayang?"
"Bukan begitu kak –" bibirnya bergetar dengan hawa yang hangat, matanya pun mengarah kearah yang lain "- yang terpikirkan dikepalaku adalah, apa aku bisa memuaskanmu?"
"Apa yang kamu pikirkan? Seharusnya akulah yang berkata seperti itu"
"U-Um..."
Dan setelah itu, kupikir kau tahu kami akan kemana?
.
.
.
.
*Bruuk!*
Hanabi kini terbaring telentang diatas kasur, tubuhnya saat ini sangat polos tanpa ada sedikitpun kain yang menghalangi, cahaya yang tidak terlalu terang seakan menjadi latar terbaik untuk keadaan seperti ini
Aroma lavender yang begitu memabukkan...
Mataku seolah tak lepas dari wajah Hanabi yang kini menatapku dengan sendu, mempersilahkan raganya untuk kumiliki seutuhnya
"U-Uh~"
Aku merasakan itu...
Aku tak pernah memikirkan apa yang Hanabi rasakan ketika tangan ini merasakan sensasi yang luar biasa kenyal nan empuk, kulit halus nan putih seakan menjadi anugerah tersendiri yang ia miliki saat ini
Bibirnya bergetar menahan desahan panjang, tubuhnya perlahan menggeliat ketika aku mencoba menggerayangi tubuhnya secara perlahan – namun aku masih merasa sedikit ragu
Ini belum seberapa...
Jujur aku ingin lebih dari ini...
Tubuhku hanya berjarak beberapa centimeter diatas Hanabi, hawa yang terasa begitu hangat seakan menghapus angin dingin yang terasa menusuk kulit, tangan yang menggerayangi seluruh tubuh berkulit putih seolah tak pernah puas
"Mmmh~ Kakak~"
Hanabi menggeliat – aku merasakannya...
Kedua tangannya membentang lebar seakan tak tahan dengan semua rangsangan yang melanda dirinya, semua yang telah ia rasakan seakan terasa baru kali ini terjadi meski dulu pernah terjadi
Wajahnya terlihat sedikit ekspresif. Aku tak tahan untuk menatap wajahnya yang begitu manis nan cantik
Lidah menjilat leher, tangan yang meremas payudara serta semua sensasi yang terasa seolah membuatku menjadi gila untuk malam hari ini
Bukankah aku cukup beruntung?
"Kak~ Uh~"
Hanabi merasakan itu...
Ketika sensasi yang membuat tubuhnya menegang saat bagian intimnya kini aku tusuk dengan jari tengah tangan kiriku. Ini masih belum seberapa...
Hanabi kembali menggeliat dengan desahan tertahan, tusukan di lubang yang ia miliki semakin kupercepat tanpa peduli apa yang saat ini Hanabi rasakan. Meski aku tak mengerti apa yang tengah kulakukan – namun kutahu bahwa ini hanyalah untuk Hanabi
"Sayang..." ucapku
Matanya terlihat begitu sayu namun masih bisa untuk menatapku dengan pandangan yang begitu jelas, memohon untuk menyudahi tusukan dibagian intimnya yang terasa semakin panas dan membuatnya tak tahan
Hanabi sayang~ tahanlah sebentar...
Aku seperti ini karena aku ingin memuaskanmu – bukankah itu yang telah aku ucapkan padamu sayang? Aku ini suamimu dan aku berhak untuk memilikimu seutuhnya, dan sebaliknya, sudah hak kamu untuk memiliki diriku seutuhnya
Aku mencintaimu lebih dari mencintai diriku sendiri. Itu bukanlah kebohongan yang terkadang kulakukan atau hal semacam itu, namun aku tak bisa menemukan kalimat lain yang pantas untuk menggantikan kalimat itu
"Kakak~ cium aku..."
Hanabi-chan ku meminta padaku...
Matanya tertutup rapat, bibirnya bergetar dengan hawa yang sama. Aku terpaku pada istriku sendiri untuk beberapa detik namun tusukanku pada lubangnya bukan berarti berhenti sampai disitu saja
Ini terasa begitu memabukkan. Bahkan aroma yang menguar dari tubuhnya benar-benar membuatku tergila-gila hingga jarak antara wajahku dengan wajahnya tak lebih dari sekitar dua centimeter saja
Mulutku terbuka sedikit, mencoba memberi celah...
*Cup!*
Ia menciumku, tanpa memberi aba-aba...
Matanya terpejam mencoba menikmati sensasi baru yang melanda, membawa pikiran melayang keudara ketika bibirku dihisap pelan olehnya bahkan tanpa sedikitpun kuperintah
Ini terasa berbeda, tidak seperti yang dulu
Meski ia perempuan, namun bukan berarti aku mau mengalah pada istriku sendiri, aku juga ikut turut menyesap bibirnya yang begitu terasa lembut nan manis – mencoba menyedot semua liur yang ia miliki dan kurasakan dengan lidahku sendiri
Apa itu menjijikkan? Kupikir itu hal yang wajar?
Aku bukanlah pria yang pandai untuk melakukan sesuatu, bahkan ciuman seperti ini pun aku perlu diajari terlebih dahulu oleh Hanabi hingga membuatku tahu bagaimana cara untuk memuaskannya
Mencoba masuk kedalam kegelapan – lidah Hanabi kini menerobos celah yang sengaja kuberikan padanya, mengeskplorasi seluruhnya bahkan mengabsen satu persatu deretan gigi putih bersih yang kumiliki
"Mmmh~"
Lenguhan desahan panjang menjadi irama merdu yang terdengar menusuk telinga, hawa panas yang begitu terasa seakan mendominasi daripada angin dingin yang menusuk kulit, cahaya yang redup seakan tak menghalangi apa yang saat ini kulakukan pada istriku sendiri
Ini bukan berarti aku menyiksa istriku sendiri – ini hanya sebuah kegiatan yang tak lebih untuk memuaskan istriku sendiri
Apa itu salah?
Dan selanjutnya –
- Hanabi melepaskan ciumannya...
Benang saliva menjadi penghubung, mengkilap dalam cahaya yang meredup hingga angin malam pun tak bisa memutuskannya. Bibir yang terpisah semakin jauh dalam jangkauan
Seketika kucabut jariku pada lubang yang ia miliki ketika rasa basah melanda jari tengahku, sejenak kulihat Hanabi yang menutup matanya dengan ekspresi yang seolah menahan sesuatu
Dia mencapai puncak pertamanya?
"Sayang?"
"..."
"Kakak~ jangan tusuk aku seperti itu, aku ingin yang lebih besar..."
Dasar! Ucapannya benar-benar membuatku berpikir dua kali
Jadi inikah Hanabi ketika di ranjang? Sifat childish seperti biasanya digantikan dengan wanita yang haus akan seks begitu?
Bau khas yang sedikit menyengat tercium di indra penciumanku, tanganku yang kini telah bosan dengan gumpalan daging yang suatu saat mengeluarkan susu itu kini beralih menggerayangi tubuh Hanabi
"Ssssh~"
Desahannya kembali tertahan dengan bibir bawah yang digigit pelan, kenikmatan yang melanda seakan menjadi satu-satunya pemuas nafsu yang menggelora di dalam diri
Kedua tanganku kini benar-benar menggerayangi lekuk tubuh Hanabi, mengelus lembut pinggul, dada, perut, dan semua yang bisa memuaskannya
"Kakak~ jangan~!"
"Aaahnn~"
Sialan! Desahannya benar-benar membuatku gila!
Ekspresi Hanabi terlihat begitu menikmati apa yang saat ini dilandanya ketika lidahku menjilat-jilati ketiaknya yang putih bersih, mencoba memberi rangsangan yang sedikit berbeda dibanding tusukan pada lubangnya beberapa saat yang lalu
"Kakak..."
"Ada apa, sayang?"
"Aku ingin sekarang..."
.
.
.
Selanjutnya –
- Hanabi saat ini berada dibawahku dengan tubuh yang telentang bebas berbanding terbalik dengan kedua kakinya yang terangkat keatas bertopang pada bahuku mengingat saat ini aku berada didepannya
Pandanganku tak lepas dari bibirnya yang bergetar pelan, entah kenapa aku ingin sekali kembali mengecupnya...
"Kakak~"
Ia memanggilku dengan sebutan itu lagi...
"Tusuk aku..."
Itu sebuah permohonan bukan?
Seperti yang terlihat sekarang – kejantananku benar-benar tepat berada didepan lubangnya sekarang, mengacung keras bak menantang sedalam mana lubang yang akan diterobosnya nanti
Itu bukanlah sebuah lelucon, kau tahu?
Kedua tanganku kini memegang pinggulnya yang begitu ramping, pandanganku sendiri pun telah beralih pada matanya yang menatapku – mencoba meyakinkan diriku untuk menghilangkan semua keraguan yang ada
Ini sudah kedua kalinya kan?
Bukan itu maksudku, aku tak bisa mengingat bagaimana sensasi malam pertama yang kualami bersama Hanabi. Membayangkan ekspresinya yang begitu kesakitan membuatku tak ingin menyakiti Hanabi untuk yang kedua kalinya
"Hanabi-chan..."
"Jangan ragu kak, tusuk aku sepuasmu..."
"Tapi kamu gak apa-apa kan?"
"Kenapa kakak berpikir seperti itu?"
Pertanyaan yang tak memerlukan jawaban itu seakan meyakinkanku dan menghilangkan semua keraguan ini...
Dan sekarang akan kucoba!
Aku mencoba memajukan selangkanganku, membiarkan batang kejantananku menerobos masuk kedalam lubang Hanabi dan semakin dalam maka semakin terasa sempit, dindingdidalam sana seperti menekanku dan membuatku keenakan
"Aaaah~"
Hanabi merasakan itu...
Aku tak lagi melihatnya kesakitan seperti dulu, kepalanya kini mengadah keatas dengan ekspresi yang berbeda dengan apa yang aku bayangkan sebelumnya
Satu-satunya sumber rasa nikmat yang melandanya adalah sesuatu yang kini menusuk kedalam lubangnya, terasa berkedut namun terasa nikmat berbeda dengan tusukan yang kuberikan pada Hanabi sebelumnya
Ia bilang ia ingin yang lebih besar – itu sebuah kode bagiku...
"Kak~ Ah~!"
Sensasi ini benar-benar menggila! Sodokan keras kuberikan pada selangkangan Hanabi tanpa sedikitpun rasa ampun, semakin keras maka terdengar jelas suara yang seperti alunan melodi mesum
Rona merah melanda pipi Hanabi namun ia tak menyadarinya sama sekali. Bukan karena ia tak peduli, namun kenikmatan yang ia rasakan melupakan semua itu
"Sayang~ aku ingin keluar"
Aku berkata jujur...
"Kakak~ lebih keras~"
Ini perintah! Maka akan kulakukan dengan sepenuh hati!
Tusukan yang kuberikan padanya sedikit kupercepat dan mungkin lebih cepat dari yang sebelumnya? Juniorku yang terus maju-mundur didalam tubuhnya seakan diperas habis dan dijepit dengan kuat oleh dinding yang menekanku dengan begitu kuat
"Aahn~ Kakak terlalu kuat~ Aaaahh~"
Hanabi mulai meracau tak jelas, matanya terbuka sebelah dengan ekspresi yang terlihat menggambarkan apa yang saat ini ia rasakan, atau mungkin ia sudah hampir mencapai puncak keduanya?
Aku tak peduli itu sih...
"Sayang~ " ucapku disela menyodok lebih dalam kedalam tubuh Hanabi "- aku boleh kan keluar didalam?"
"Bo-Boleh kok~!"
Dan beberapa menit setelah aku terus menusuk lebih dalam lubang Hanabi tanpa ampun, bahkan kedua tangan yang berada dipinggul Hanabi seolah selangkangan istriku ini untuk lebih dekat dan membuat kejantananku masuk lebih dalam
Dan?
"Aaaaaahhnn~"
"Sayang~"
Aku menembakkannya didalam vagina Hanabi hingga terasa dengan itu, istri tersayangku ini pun ikut mencapai puncaknya hingga membuat kejantananku yang masih menancap amat dalam didalam tubuhnya terasa basah hingga cairannya sendiri keluar dari lubangnya
*Bruuk!*
Aku tak kuat lagi...
Tubuhku kini ambruk dan tepat berada diatas tubuh istri tersayangku, mencoba sesekali membayangkan sensasi nikmat yang baru saja melanda diri begitu juga dengan Hanabi yang sama denganku
"Kak..."
"Ada apa, Hanabi?"
"Aku ingin lagi..."
Dan yah?
Kupikir malam ini akan berakhir menjadi malam yang panjang...
Gaya apa selanjutnya? Atau mungkin aku dapat bonus lebih hingga membuatnya mau menghisap batang kejantananku lalu menusuk lubang anusnya begitu?
.
.
.
.
.
- Tiga minggu kemudian...
Dan sekarang?
Aku duduk disofa yang terasa begitu empuk dengan tubuh yang serasa malas untuk melakukan sesuatu. Bahkan kopi yang berada diatas meja tepat didepanku pun sudah sedari tadi tidak kuminum meski hanya sekali
Aku menoleh kearah jam digital yang berada diatas lemari kecil disudut sana – 10.00 AM ya?
Uzumaki Hanabi – dirinyalah yang saat ini kutunggu
Beberapa hari belakangan, ia merasakan mual-mual dan hal-hal lainnya. Itu sedikit membuatku khawatir mengingat ia istriku dan aku tak terbiasa untuk melihat istriku sakit
Aku menyarankannya untuk pergi ke rumah sakit untuk memeriksa keadaannya namun apa?
Aku yang memberi saran, namun aku tak boleh ikut dengan senyum manis yang ia tinggalkan padaku..
Haah... aku benar-benar bosan disini sendirian...
*Ckleek!*
Suara itu masuk begitu keras ditelingaku, reflek aku langsung menoleh kearah pintu rumah dengan cepat!
Hanabi – istriku kini berada didepan pintu dengan senyum misteriusnya...
Apa yang terjadi?
"Hanabi..."
Ucapku mencoba memberitahunya untuk memberitahu apa yang terjadi padanya
Alisku terangkat sebelah dengan hati yang merasa sedikit was-was ketika langkah kaki Hanabi kini semakin mendekat kearahku, senyum itu bahkan tak sedikitpun luntur dari wajah manisnya
Ada apa dengan Hanabi ku hari ini?
"Sayang?" ucapku ragu ketika ia kini berada didepanku...
"Kakak sayang~"
"I-Iya?"
"Kakak tahu ada kabar baik apa hari ini?"
"Etto... aku bisa bermalas-malasan bersamamu?"
"Bukan itu!"
Aku tertawa garing, tak biasanya Hanabi seperti ini. Apa ada sesuatu yang membuatnya bahagia?
"Kakak sayangku~"
"I-Iya?"
"Kakak..."
"I-Iya sayang?"
"Aku –"
"Ya?"
"..."
"Aku Hamil!"
"E-EH?! A-Are?!"
Aku terpaku dengan ekspresi bodoh, Aku hamil – katanya?!
Lantas aku berdiri dengan ekspresi yang cukup terkejut, sorot mataku menatap Hanabi dengan pandangan yang begitu dalam seolah meminta penjelasan panjang
Maksudku –Ini bukan bohongan kan?!
"Kamu Hamil?!"
"Ha'i! Ketika aku memeriksanya ke rumah sakit yang dikelola Sakura-san, Sakura-san bilang padaku kalau aku hamil!"
Aku tak bisa berekspresi lebih dari ini!
Entah kenapa aku merasa amat bahagia, sedikit rasa iriku pada Sasuke dan Shikamaru serta yang lainnya seolah terbayar sudah!
"Kakak Sayang~"
*Hug!*
Hanabi memelukku dengan begitu erat, ekspresinya terlihat begitu bahagia sama denganku. Kedua tanganku pun secara tak sadar membalas pelukannya dengan lembut
Awalnya kupikir ini hanyalah mimpi. Mendengar apa yang istriku katakan bahwa ia hamil terasa seperti sebuah kepalsuan yang nyata namun ini adalah nyata! Bukan sebuah kepalsuan!
Hanabi yang begitu kucintai kini tengah mengandung anakku!
Apa yang membuatku bisa lebih bahagia dari itu?
"Selamat Kakak! Kakak bakal menjadi ayah!"
"Selamat juga kepadamu sayang! Kamu juga akan menjadi ibu!"
Dan yah...
Kupikir inilah kisahku...
Uzumaki Naruto dengan istri tercintanya Hyuuga Hanabi!
.
.
.
'Kakak~'
.
'Iya'
.
'Nama apa yang akan kita berikan nanti...'
.
'...'
.
'Tunggu saja sayang, aku pasti akan memberi nama yang terbaik untuk anak kita!'
.
.
.
.
.
.
:: Fin ::
[A/N] :: Jujur sih – aku serasa punya istri khayalan sendiri pas nulis fiksi ini *Plak!*
Well, bagaimana Oneshot kali ini? Meski tergolong lemon kurang asem, aku sedikit mencoba menaburkan sedikit plot lho didalamnya ~.~/
Niat bikin ini sebenarnya merujuk ke Romance yang manis-manis dan ingin kubuat menjadi Fluff, namun entah kenapa malah merujuk ke Implicit Lemon *Sweatdropped* toh lagipula apa ada Fluff yang wordnya sampai 4k?
Seperti yang aku katakan Note atas – ini merupakan Fan-Fanfiction dari fiksi karya Shinn Kazumiya yang berjudul Lavender. Jadi kalo mau tahu alur cerita fiksi ini mendingan baca dulu punyanya Author Shinn ya! ~.~
Oh ya! Tinggalkan jejakmu dikolom review ya! Semua akan kuterima kok dengan tangan terbuka!
Dan sebagai ucapan terakhir, salam dan sampai jumpa di Oneshot berikutnya~! Berdoalah agar kita bisa bertemu lagi di fandom yang berbeda ~.~/
.
Bye Bee~
.
- Sign :: Hana Natsuki
