Hi, there!

Ini ff pertama yang gue upload ke web ini ^^ yoroshiku~

Well, inti cerita sih tentang pairing Eri x Umi, tapi Umi-nya gue buat versi cowok. Selain itu Nico, Honoka, dan Rin juga gue buat versi cowok dan anggota lainnya tetap cewek.

Jadi, kompetisi Love Live di ff gue ini adalah kompetisi antar school idol yang pesertanya hanya boleh anak-anak SMA. Anggota dalam grup school idol boleh terdiri dari cewek semua, cowok semua, atau campur cowok-cewek dengan jumlah paling banyak 9 orang dalam satu grup. Kurang lebih gitu dulu penjelasannya biar kalian enggak bingung, hehe ^^ let's check it out!

SINOPSIS

Ayase Eri adalah seorang siswi kelas 3 di SMA Otonokizaka yang menjabat sebagai ketua OSIS. Eri adalah seorang gadis yang berkepribadian tegas dan disiplin hingga ia ditakuti namun juga dikagumi oleh seluruh siswa di sekolah. Namun pada suatu hari seorang siswa kelas 2, Kousaka Kazuya mengajukan izin pembentukan klub school idol bersama kedua sahabatnya, Minami Kotori dan Sonoda Takumi. Karena beberapa insiden dan interaksi dengan sang penulis lirik lagu di klub tersebut, alias Sonoda Takumi membuat Eri yang keras kepala memiliki perasaan yang tak pernah ia alami sebelumnya. Apakah Eri menyukai Takumi? Dan apakah Takumi memiliki perasaan yang sama terhadap Eri?

Let's Be School Idols!

"SMA Otonokizaka akan ditutup sebagai bentuk kontribusi terhadap pembangunan dan tata kota", itulah pengumuman yang sukses membuat seorang Kousaka Kazuya jatuh pingsan di awal semester ketiganya.

Kazuya pun tersadar dari pingsannya di UKS, kemudian ia berjalan dengan gontai kembali ke kelasnya setelah memastikan pengumuman yang baru membuatnya nyaris semaput itu bukan mimpi.

"Oh, kau sudah sadar, Kazuya?" sapa Sonoda Takumi, teman sekelas sekaligus sahabatnya sejak kecil.

"Uhuh…" jawab Kazuya lemas sambil membenamkan wajahnya di atas meja.

"Pengumumannya benar-benar mendadak, sih, ya?" kata Minami Kotori, satu-satunya anak perempuan di trio osananajimi itu. "Padahal waktu libur musim dingin ibuku belum bilang apa-apa tentang hal ini, lho,"

Ibunya Minami Kotori adalah kepala sekolah SMA Otonokizaka jadi wajar kalau Kotori paling tahu info terbaru tentang segala permasalahan di sekolahnya.

"Kamu benar-benar mencintai sekolah ini, ya, Kazuya-kun?" tanya Kotori.

Takumi menepuk bahu Kotori. "Kotori, kurasa kau salah paham,"

"Eh?"

Kazuya pun bangkit sambil menggebrak meja. "Gimana, nih?! Aku belum belajar sama sekali untuk ujian masuk ke sekolah lain! Kalau sekolah kita ditutup, nanti aku sekolah di mana?!"

Kazuya tampak panik dan bingung dengan gaya childish khasnya.

"Ano, Kazuya-kun?" Kotori mencoba menjelaskan yang sebenarnya pada Kazuya.

"Kalian sih enak, nilainya bagus-bagus! Sedangkan aku…" Kazuya masih heboh sendiri.

Takumi menghela nafas. "Makanya, bisa enggak kamu tenang dulu? Sekolah kita baru akan ditutup setelah semua angkatan di sekolah ini lulus dan jumlah murid baru yang mendaftar kurang dari kuota yang ditargetkan sekolah! Paham?"

"Eh?" Kazuya cengo namun lega karena sekolahnya tidak saat itu juga ditutup.


"Hahahaha, untunglah sekolah kita enggak langsung ditutup!" kata Kazuya sambil melahap rotinya.

"Dasar, baru istirahat pertama saja kau sudah ngemil," komentar Takumi. "Kalau aku ketahuan begitu di rumah, aku bisa dibabat habis sama ayahku,"

"Ahahahaha, wajar, lah! Kamu 'kan harus terus menjaga dietmu supaya badan kamu tetap atletis, Takumi-kun!" balas Kazuya. "Namanya juga pewaris dojo, beda denganku yang pewaris toko kue tradisional Jepang,"

"Kalian punya kesulitan masing-masing, ya, sebagai pewaris usaha keluarga?" komentar Kotori.

"Lah? Bukannya nanti kamu bakal jadi penerus ibumu?" goda Kazuya.

"Aduh, Kazuya, masa' kau lupa?" kata Takumi sambil menepuk jidatnya. "Kotori 'kan mau jadi fashion designer!"

"Oh iya, aku lupa!" kata Kazuya. "Maaf, ya, Kotori-chan?"

Tiba-tiba ada seorang siswi dengan pita hijau (anak kelas 3) menghampiri mereka bertiga yang saat itu tengah mengobrol di halaman. Gadis itu tampak seperti blasteran Jepang dan Russia dengan rambut pirang yang dikuncir satu dan matanya yang berwarna biru muda.

"Hei, kalian bertiga," sapa gadis itu dengan dingin.

Kazuya, Takumi, dan Kotori yang sadar akan kasta mereka sebagai anak kelas 2 pun langsung berdiri dengan sigap. "I, iya?"

Kazuya menyikut Takumi pelan. "Siapa, sih, kakak kelas ini? Sok akrab banget!"

"Ngaco! Dia Ayase Eri, si ketua OSIS, tahu!" jawab Takumi.

"Minami-san," panggil ketua OSIS.

"I, iya?" jawab Kotori gugup atau mungkin takut.

"Apakah ibumu, maksudku… kepala sekolah berubah pikiran mengenai pengumuman hari ini?" tanya ketua OSIS.

"Tidak, senpai," jawab Kotori. "Aku juga belum mendengar ada perubahan lagi,"

"Oh, begitu? Terima kasih," jawabnya sambil berbalik dan kembali berjalan bersama wakil ketua OSIS, Toujo Nozomi.

"Ano, senpai! Apakah sekolah kita akan benar-benar ditutup?" tanya Kazuya.

Eri menatap Kazuya dengan tajam. "Memangnya kamu bisa apa kalau sekolah ini ditutup? Lebih baik kalian diam saja, karena ini bukan urusan kalian!"

Eri pun berjalan mendahului Nozomi.

"Sudah, ya," kata Nozomi pada mereka bertiga sambil mengekori Eri.


"Aku pulang," kata Kazuya sambil membuka pintu toko kue tradisional Jepang yang juga merupakan tempat tinggalnya.

"Duh, Kazuya! Udah ibu bilang, kalau mau masuk rumah itu lewat pintu belakang!" tegur ibunya Kazuya sambil tetap sibuk melayani para pembeli. "'Kan enggak enak dilihat sama pembeli, nak!"

"Iya, bu, maaf…" jawab Kazuya loyo. "Besok aku enggak akan mengulanginya,"

Kazuya berjalan gontai menuju ruang keluarga dan mendapati adiknya satu-satunya, Kousaka Yukio sedang tidur-tiduran sambil membaca majalah.

"Aku pulang," kata Kazuya sambil ikutan ngedeprok di ruang tamu.

"Oh, onii-chan? Selamat datang," sambut Yukio tanpa mengalihkan pandangannya pada majalah yang dibacanya.

Kazuya menghela napas sambil membenamkan wajahnya di atas meja pendek di ruangan itu.

"Kenapa, sih? Lemes banget kayaknya?" tanya Yukio risih sambil duduk di samping Kazuya.

"Ho-oh," Kazuya hanya asal jawab.

"Mau coklat? Tapi dalamnya ada kacang merahnya, sih," tawar Yukio sambil menyodorkannya sepotong coklat.

"Itadakimasu," Kazuya menerima tanpa basa-basi dan langsung melahapnya.

"Tunggu, di dalamnya ada kacang merahnya, lho?" Yukio memperingatinya lagi.

Kazuya langsung melek. "Apaan, nih? Kacang merah?!"

"'Kan, udah aku bilangin tadi," sungut Yukio.

"Arrrgh! Aku benci pasta kacang merah!" Kazuya merajuk seperti bocah.

"Yang isi kacang putih juga ada, kok," kata Yukio.

"Aku lebih benci lagi yang satu itu!" seru Kazuya.

Ibunya tiba-tiba sudah ada di ruangan itu. "Kazuya! Jangan teriak-teriak kalau kamu enggak suka kacang merah! Kamu 'kan anak pemilik toko kue tradisional Jepang, malu dong sama pembeli!"

"Iya, bu, maaf…" kata Kazuya.

Setelah ibunya berlalu, Kazuya melirik pamflet yang diletakkan oleh Yukio di atas meja. Karena penasaran ia mulai membuka pamflet itu.

"Heh? Aku baru tahu di UTX ada artis," komentar Kazuya setelah sampai ke halaman yang membahas tentang A-RISE, grup school idol di sana.

"Onii-chan ini betul-betul tidak tahu apa-apa, ya?" kata Yukio sambil menaikkan sebelah alisnya. "Hampir seluruh sekolah menengah atas di seantaro Jepang punya school idol, tahu,"

"Heh? Pantas saja sepertinya kamu tertarik untuk masuk ke sekolah ini, ya?" kata Kazuya.

Kazuya yang telmi pun berpikir sebentar dan langsung heboh. "Hei, Yukio! Berarti kau enggak masuk ke SMA Otonokizaka, dong?!"

"Onii-chan! Reaksimu lemot parah!"

Kazuya membuka pintu geser dan memanggil-manggil ibunya. "Ibuuuu! Yukio enggak mau masuk ke Otonokizaka, Bu!"

"Duh, kalian ini kenapa lagi, sih? Ibu sedang sibuk, nanti saja, ya!" balas ibunya dari bawah. "Ibu juga sudah tahu, kok, kalau Yukio ingin masuk ke sana!"

"Tapi, 'kan…" Kazuya sebal dengan reaksi ibunya yang biasa saja.

"Lagipula, bukannya SMA Otonokizaka akan ditutup tahun depan? Sia-sia saja bukan kalau aku mendaftar ke sana?" lanjut Yukio.

"Itu enggak akan sia-sia! Aku, Takumi-kun, dan Kotori-chan akan melakukan sesuatu untuk membatalkan penutupan sekolah!" Kazuya tetap ngotot.

Yukio menghela nafas. "Onii-chan ini benar-benar keras kepala!"


Keesokan harinya, Kazuya berangkat ke sekolah lebih awal karena ingin melihat UTX. Begitu sampai di depan sekolah itu, dia ternganga-nganga melihat gedung pencakar langit yang merupakan gedung sekolah itu. Siswa dan siswi sekolah itu masuk sambil menempelkan hp-nya pada detektor absensi. Suasana mewah dan canggih benar-benar terlihat jelas dari balik kaca.

Kemudian layar LCD besar yang terdapat di atas pintu masuk menampilkan A-RISE yang memberi sambutan hangat pada orang-orang yang berkumpul di sekolah itu. Semua yang menonton langsung berseru dengan heboh, termasuk salah satu siswi yang juga dari SMA Otonokizaka. Siswi itu datang bersama sahabatnya, pemuda berambut orange yang berkelakuan seperti kucing.

"Ano, memangnya mereka ini seterkenal apa, sih?" tanya Kazuya pada seorang pemuda seusianya yang memakai kacamata hitam dan masker. Pemuda itu juga dari Otonokizaka karena ia mengenakan dasi hijau di dadanya dan cardigan pink dalam blazer seragamnya.

Pemuda itu membuka maskernya. "Hah?! Kau ke sini, tapi enggak tahu apa-apa?!"

"Ma, maaf!" kata Kazuya ketakutan.

"Mereka itu A-RISE, tahu! School idol nomor satu di Jepang saat ini," jelas pemuda itu dengan agak ketus.

"Tapi suatu saat aku lah yang akan mengalahkan mereka dan jadi nomor satu!" lanjut pemuda itu pelan.

Kazuya pun minggir karena sepertinya tidak kuat dengan kehebohan itu. "Ini dia yang harus kulakukan!"


Begitu sampai di kelas, Kazuya meletakkan majalah-majalah yang memuat tentang school idol di atas meja Kotori. Tumpukan majalah itu sampai menghalangi Kotori dan Takumi yang tengah asyik mengobrol.

"Lihat, lihat! Bukankah mereka keren?" tanya Kazuya sambil memperlihatkan foto-foto grup school idol di salah satu majalah.

"Hmm… school idol, ya?" kata Kotori.

"Iya! Mereka saat ini sedang tenar-tenarnya, lho!" lanjut Kazuya dengan berapi-api. "Bukankah kalau kita mencoba menjadi seperti mereka akan membawa dampak baik bagi sekolah? Iya, 'kan, Takumi-kun?"

Saat menoleh, Takumi sudah tidak ada di bangku tadi. Sontak Kazuya segera mengejarnya dan mendapatinya berjalan dengan sok cuek.

"Oi, Takumi-kun! Aku belum selesai ngomong, tahu!" seru Kazuya kesal.

"Apaan, sih?" Takumi tampak tidak tertarik.

"Maksudku, mereka ini, lho…" Kazuya menunjuk-nunjuk majalah itu lagi.

"Kau ingin kita bertiga jadi school idol, 'kan?" kata Takumi tepat sasaran.

"Eh?! Kau ini cenayang, ya?!" Kazuya kaget karena Takumi langsung tahu apa yang diinginkannya.

"Bodoh, semua orang juga tahu kalau kelakuanmu begitu!"

"Baiklah, kalau begitu enggak usah bertele-tele," Kazuya menempel seperti anak kucing. "Kau mau 'kan ikut denganku dan Kotori-chan menjadi school idol?"

"Aku menolak," jawab Takumi tegas.

"E, eh?! Kenapa?!"

"Kau berniat mengundang perhatian para calon siswi baru, 'kan? Kalau iya, bukan berarti kau bisa asal memutuskan dan berkata coba-coba!"

"Ugh, tapi…"

"Kau pikir mereka melakukannya karena main-main? Mereka ini serius berlatih untuk menjadi profesional!" lanjut Takumi.

Takumi mengambil jeda sebentar. "Menjadi idol itu adalah ide yang buruk!"


"Haaah… tidak biasanya Takumi-kun menolak ajakanku sampai segitunya," desah Kazuya sambil memandang langit di atap sekolah. "Padahal kupikir itu ide yang bagus,"

Mizu ga nakucha taihen

Kawaicha dame dayo minna no yume no ki yo sodate…

Tiba-tiba terdengar suara nyanyian yang indah diiringi dengan alunan piano dari ruang musik. Kazuya yang penasaran pun mengintip siapa gerangan yang tengah bernyanyi seindah itu.

Saa, aishiteru banzai! Koko de yokatta

Watashi tachi wa ima ga koko ni aru…

Aishiteru banzai! Hajimatta bakkari

Ashita mo yoroshiku ne, mada gooru janai…

Sang siswi kelas 1 yang merupakan pemilik suara emas tersebut pun mengakhiri permainannya sambil menghela nafas. Kazuya yang tengah mengintip pun bertepuk tangan dan bersorak heboh. Tentu saja, siswi itu agak kaget menyadari kehadirannya.

"Sugoi! Sugoi! Sugoi! Aku sampai tersentuh mendengarnya, lho!" komentar Kazuya sambil masuk ke ruang musik. "Suaramu indah sekali, jago main piano, dan kamu juga memiliki penampilan yang menawan untuk menjadi idol!"

Sontak wajah gadis itu pun bersemu merah. "E, eh?"

"Mungkin ini agak tiba-tiba, tapi maukah kamu bergabung denganku membentuk grup school idol?" ajak Kazuya.

Gadis itu memasang wajah sinis. "Nani sore? Imi wakannai!"

Gadis itu pun berlalu sambil menutup pintu dengan agak kasar.

"Ya iyalah, ya..." kata Kazuya lemas setelah ditolak gadis itu.


Takumi menarik napas panjang dan memasang kuda-kuda untuk menarik busurnya. Ia berusaha fokus di titik sasaran. Beberapa detik sebelum ia melepas anak panahnya, perhatiannya menjadi teralihkan karena ia membayangkan bagaimana dirinya menyapa para fans-nya di atas panggung begitu menjadi school idol nanti. Alhasil, tembakannya meleset.

"Takumi? Kau meleset?" teman-teman satu klubnya pun bingung.

"E, enggak! Tanganku agak licin tadi!" jawab Takumi ngeles.

Tapi percuma saja, tembakan-tembakan yang ia luncurkan selanjutnya pun sama melesetnya.

Kazuya sialan! Aku jadi tidak bisa fokus latihan! rutuk Takumi.

"Oi, Takumi! Pacarmu datang, tuh!" kata salah satu temannya sambil menunjuk Kotori yang baru saja tiba di dojo klubnya.

Wajah Takumi pun langsung merah padam mendengar temannya menyebut Kotori sebagai pacarnya. "Tu, tunggu! Dia bukan pacarku, bodoh!"

"Hahaha… iya, nih! Oda-kun bisa saja!" kata Kotori sambil menepuk punggung Oda, teman yang tadi menggoda mereka. "Takumi-kun, aku ada perlu sama kamu, nih. Mau enggak kamu jalan sebentar denganku?"

"Ah, iya!" Takumi pun segera mengikuti Kotori.

"Di luar dugaan, tepukannya Kotori-chan sakit banget!" keluh Oda begitu keduanya sudah jauh.


"Ampun deh si Kazuya itu! Gara-gara ide anehnya itu aku jadi tidak bisa fokus latihan!" keluh Takumi.

"Hihihi, sudahlah…" Kotori mencoba menenangkannya.

"Sejak masih bocah dia selalu saja nekat begitu!" lanjut Takumi. "Asal mengajak kita melakukan hal-hal aneh dan gara-gara itu kita juga ikut repot kena batunya!"

Kotori mengenggam lengan Takumi dan menatapnya lurus. "Tapi, Takumi-kun, apakah kamu pernah menyesalinya?"

Wajah Takumi memanas ketika kedua matanya dan gadis yang ia sukai bertemu. Kotori menatap Takumi lekat-lekat. Takumi yang tak bisa menyembunyikan rona merah di wajahnya hanya bisa sedikit berpaling.

Memang dari sekian banyak ajakan Kazuya yang badung itu masih ada kenangan indah yang bisa mereka dapatkan dari pengalaman itu, seperti salah satunya melihat matahari terbenam dari atas pohon walaupun mereka hampir terjatuh karena dahannya patah.

Saat sampai di belakang sekolah, Kotori dan Takumi mendapati Kazuya tengah latihan dance sendirian. Meski berkali-kali terjatuh karena tersandung kakinya sendiri Kazuya terus bangkit.

"Nee, Takumi-kun, sepertinya aku ingin mencobanya," kata Kotori.

Hati Takumi pun luluh dan ia pun mengulurkan tangannya pada Kazuya. "Tidak ada gunanya latihan sendiri, bukan?"

"Takumi-kun? Tunggu, berarti kamu…"

"Iya, aku akan menemani kalian berdua membentuk grup school idol," jelas Takumi.


"Apa-apaan ini?" tanya Eri keesokan paginya saat Kazuya, Takumi, dan Kotori menghadapnya sambil menyerahkan formulir untuk membentuk klub school idol.

"Formulir untuk pembentukan klub school idol!" jawab Kazuya mantap.

"Sekali lihat aku juga tahu," kata Eri.

"Heh? Jadi kau menyetujuinya?" Kazuya sudah kegirangan.

"Tentu saja tidak," jawab Eri. "Untuk membentuk suatu klub baru dibutuhkan paling sedikit lima orang anggota, kalian tahu?"

"Tapi kudengar banyak klub yang bahkan anggotanya kurang dari itu dan sudah diresmikan!" sela Takumi.

"Aku yakin saat mendaftar mereka memiliki lima anggota," balas Eri.

"Sudahlah, kalian hanya perlu mencari dua orang lagi, bukan?" Nozomi menengahi.

"Dua orang lagi… baiklah, kalau begitu kami permisi," kata Kazuya.

"Tunggu!" seru Eri. "Kenapa kalian membuat klub school idol di saat seperti ini?"

"School idol itu 'kan sedang tenar-tenarnya!" ujar Kazuya. "Oleh karena itu, kami ingin memanfaatkan peluang ini demi menyelamatkan sekolah dari penutupan,"

"Karena itulah, aku tidak akan menyetujuinya meskipun kalian sudah berjumlah lima orang," sela Eri.

"Eh? Kenapa?"

"Kegiatan klub itu ada bukan untuk merekrut murid baru" kata Eri. "Ide yang tergesa-gesa tanpa dipikir matang-matang tidak akan bisa mengatasi permasalahan yang dihadapi sekolah ini,"

"Jangan buang-buang waktu kalian dengan ide yang konyol ini," lanjut Eri. "Sebaiknya kalian fokus memikirkan apa yang harus kalian lakukan di dua tahun terakhir kalian di sekolah ini,"


"Jangan murung begitu," Kotori berusaha menyemangati Kazuya sekeluarnya mereka dari gerbang sekolah. "Kamu tidak melakukan hal yang salah, kok, Kazuya-kun,"

"Aku juga yakin ketua OSIS juga mengerti akan perasaan kita," tambah Takumi.

"Tapi, kalau kita tidak mendapat persetujuan mendirikan klub, kita tidak akan bisa mendapatkan izin menggunakan auditorium ataupun mendapatkan ruang klub," Takumi pun mulai pesimis. "Kita tidak akan bisa melakukan apapun,"

"Iya juga, ya," sahut Kotori. "Sekarang kita harus bagaimana?"

"Apa yang harus kita lakukan?" tanya Takumi.

Datte kanousei kanjitanda

Souda, susume…

Koukai shitaku nai me no mae ni

Bokura no michi ga aru…

Kazuya mulai menyanyikan lagu Susume→Tomorrow yang kemudian diikuti oleh Takumi dan Kotori yang merasa semangat kembali.

"Ternyata, memang aku harus melakukannya!" kata Kazuya begitu selesai bernyanyi. "Kalau kubilang lakukan, ya, lakukan!"