My Vampire Knight!!

Hiro Mashima owned Fairy tail

Zashiiy owned My Vampire Knight!!

Pair; Natsu x Lucy

Warning; miss typo, EYD, OOC, etc

Author nya masih pemula, harap dimaklumi gee hee~~

XxXxX

Chapter 1 Tidak terduga.

Kegelapan yang menaungi kota Magnolia membuat penduduknya takut untuk keluar pada malam hari. Lampu jalan yang dipasang meredup dengan sendirinya. Seorang gadis berambut pirang dan bermata bulat berwarna caramel mengutuk sedari tadi karena lupa membawa jaket dikarenakan suhu udara sangat dingin. Ia meraih ponselnya dan mengetik nomer seseorang.

"Hey Cana! Sebenarnya dimana rumah seseorang yang kau maksud? Aku tidak menemukannya dari tadi! Apakah alamat yang kau berikan benar atau salah sih?!" Lucy Heartfillia menyerocos tanpa henti.

"Hey nona berhenti berteriak, alamat yang ku berikan seratus persen benar. Coba kau hubungi Macao, dia sang pelayan di rumah itu."

"Ya sudah aku akan meneleponnya, Awas kau!" Lucy mematikan sambungan teleponnya dan beralih menelepon Macao-- sang pelayan--

"Halo dengan Macao-san? Aku Lucy anak dari Jude Heartfillia. Ayahku sudah memberi tahu tentang hal ini bukan? Jadi bisa tolong berikan alamat lengkapmu?" tidak ada sahutan dari telepon. Lucy dengan jengkel mematikan ponselnya. Saat Lucy siap berbalik seseorang menepuk pundaknya, Lucy sudah bersiap untuk berteriak tetapi Macao sudah duluan menyeretnya ke dalam mobil mewah.

Sesampainya di kediaman tuan Igneel. Macao membawa Lucy pada Igneel. Sebenarnya ini rumah atau istana? batin Lucy terkagum-kagum saat melihat kediaman tuan Igneel.

"Tuan, ini nona Heartfillia, saya permisi." Lucy masuk ke ruangan megah dengan canggung saat melihat seorang lelaki tua berperawakan tinggi dan tegap memunggunginya.

"Selamat datang Lucy, aku Igneel." sapanya ramah saat melihat Lucy ketakutan.

"Um paman apa ayahku sudah memberi tahumu? Kalau aku boleh bertanya, aku diperintahkan kesini untuk apa?" Igneel mengangguk pelan.

"Kau akan tinggal disini Lucy, ayahmu menitipkan kau padaku dan istriku. Mendiang ibumu juga berpesan pada istriku. Kau akan kami rawat disini." Kepalanya menjadi berputar-putar, tidak mengerti pokok masalahnya.

"Tetapi paman ayahku tidak berkata apapun padaku! Jadi aku tidak mengerti tiba-tiba aku harus tinggal disini!"

Gadis itu jatuh menangis, sedangkan Igneel menghela nafas gusar.

"Kita akan membicarakannya nanti. Istirahatlah, kami sudah menyiapkan kamar untukmu." Lucy berjalan keluar ruangan dengan lunglai, seorang pelayan membawakan barang-barangnya ke kamar barunya. Ponsel dari sakunya bergetar, nama Cana muncul di layar ponselnya, dengan lemas ia mengangkat telponnya.

"Hey Lucy bagaimana liburanmu? Menyenangkan? Aku jadi iri padamu," terdengar cibiran dari seberang sana.

"Sama sekali tidak menyenangkan! Kau tahu? Teman ayahku bilang aku akan tinggal disin! Maksudnya apa Cana?! Argh aku kesal sekali hari ini! Asal kau tahu saja, rumah yang ku bayangkan tidak seperti yang kuharapkan! Tempat ini sangat pantas disebut istana!" Cana tertawa terpingkal-pingkal diseberang sana.

"Hey nona justru kau harus senang! Istana! Pasti megah seperti di film Barbie yang suka kau tonton itu! HAHAHA!!" perempatan siku muncul di dahi si cantik.

"Megah seperti jidatmu! Tempat yang sekarang aku tempati menyeramkan Cana! Seperti istana di film horor yang suka ku tonton! Jauh dari keramaian dan tentunya aku takut!" tawa Cana di seberang makin meledak.

"Sudahlah hari ini seharusnya kau bersenang-senang. Sampai jumpa pirang! Aku akan meneleponmu saat waktu ku luang. Ja nee~!" sambungan mati sepihak.

"KAU! DASAR PEMABUK!!" teriak Lucy kesal.

"Apa yang harus aku lakukan ya Tuhan..."

XxXxX

"Ohayou Lucy-sama. Baju seragam dan perlengkapan lainnya sudah kami siapkan, permisi." Lucy mengangguk dan mengucapkan terimakasih. Diliriknya baju seragam yang tergantung rapih. Aneh, Lucy melihat lambang dari seragam itu, disakunya berlambang kelelawar dengan mata merah. Ada-ada saja jaman sekarang, batinnya menertawakan. Ia memakai seragam itu yang sangat pas ditubuhnya yang errr... sexy. Rambutnya diikat kuda menyisakkan poninya, bibirnya di poles lipgloss. Gadis cantik iru membuka isitas barunya, lengkap. Alat tulis maupun buku sudah tersedia di dalam sana. Dengan satu tarikan nafas panjang ia membuka pintu dan menuju lantai bawah.

"Ohayou paman dan bibi." Sapa Lucy ramah melihat sepasang suami istri duduk dengan tenang.

"Ohayou Lucy, aku Grandine apa kau masih mengingatku?" Lucy menggeleng perlahan. Grandine tersenyum hangat dan menyuruh Lucy duduk di sampingnya.

"Wendy! Cepat turun dan panggil Natsu!" Igneel sudah tidak sabaran dengan sarapan paginya.

"Baik ayah! Ohayou minna, ohayou Lucy-san." Gadis belia berambut biru tua yang dikuncir dua itu datang dengan seragam yang berbeda dengan senyuman cerianya.

"Ohayou, um Wendy?" Wendy mengangguk ceria dan mengambil posisi duduk di seberang gadis pirang tersebut.

"Wendy dimana Natsu?"

"Natsu-san bilang sebentar lagi." seseorang yang menjadi bahan pembicaraan turun. Lucy menoleh, rambut salmonnya, mata onyx-nya, rahang tegas nya, tubuhnya yang tegap dan errr... tampan. Mata onyx milik Natsu bertubrukan dengan mata caramel milik Lucy. Gadis itu bersemu, pemuda itu berpaling dan berjalan dengan angkuh melewati Lucy yang termangu.

XxXxX

Bisik-bisikkan saat terdengar saat Natsu dan Lucy melewati koridor sekolah. Fairy Tail High School, sekolah paling elit di Jepang. Dengan fasilitas yang luar biasa dan hanya busa dimasuki oleh kalangan elit dan tentu menyimpan rahasia. Lucy tercengang melihat kelasnya, seperti aula konser! Dilengkapi 3 AC dengan 30 siswa. Sunggu menajubkan!

Bel masuk berbunyi nyaring, seorang guru cantik nan sexy masuk ke dalam kelas. "Ohayou, hari ini kita kedatangan murid baru, Lucy silahkan," posisi guru itu sekarang digantikan oleh Lucy.

"Saya Lucy Heartfillia, senang bertemu dengan kalian semua." Senyuman manis terpatri di wajah cantiknya. Semua murid terpana kecuali pemuda berambut salmon. Matanya hanya lurus memandang lurus ke luar jendela.

"Ya Lucy kau duduk di sebelah Levy." Gadis berambut biru muda dengan dengan bandana melambaikan tangannya. Lucy duduk dan mengeluarkan bukunya. Pelajaran dimulai dengan tenang tetapi ada yang menjanggal setiap pergantian jam selalu ada yang bergantian ke toilet.

"Ano Levy-chan apa mereka baik-baik saja?" tanya Lucy khawatir.

"Um... mereka baik-baik saja kok Lu-cha-- sensei aku izin ke toilet!" Lucy terperanjat kaget melihat teman barunya juga tiba-tiba ke toilet. Sebenarnya ada apa sih? Memang aku sebau itu ya? Gadis itu mulai menciumi aroma tubuhnya sendiri, tidak ada yang salah, ia seratus persen wangi.

"Lihat apa yang kau perbuat, kau seperti parasit disini." Bisik seseorang tepat di belakang Natsu, pemuda itu berkata sedingin sembilu, seperti ada goresan tak kasat mata di hati Lucy saat mendengar bahwa dirinya adalah parasit. Lucy menunduk, mengepalkan kedua tangannya. Tidak berani menatap teman sekelasnya yang bergantian ke toilet, entah kenapa.

"Lu-chan kau baik-baik saja?" Tanya Levy setelah kembali dari toilet.

"Eh aku ingin bertanya Levy-chan, apa karena aku mereka semua bergiliran ke toilet?" Levy mematung kemudia ia tertawa renyah.

"Tidak Lu-chan bukan karenamu atau siapapun, mungkin karena kita sekelas makan makanan kue buatan Erza hehehe,"

(Erza: HUACHIM!!)

Lucy mengangguk mengerti. "Sudah jangan dipikirkan lagi ne? Ayo bel istirahat sudah berbunyi semenit yang lalu."

Sesampainya dikantin Lucy disambut ileh teriakan heboh yang memanggil nama 'Natsu'

"Ada apa Levy-chan?" dengan muka malas Levy menjawab. " Natsu itu terkenal dengan ketampanan dan sifat cool nya. Maka dari itu semua siswi disini sangat memujanya, kecuali aku tentunya." Lucy ber'oh' ria. Disudut kantin sudah terlihat Natsu dan teman-temannya. Cowok berambut raven dan suka bertelanjang dada bernama Gray Fullbuster, cowok dengan banyak tindikkan dengan rambut panjangnya yang hitam dan runcing bernama Gajeel Redfox, cowok dengan wajah kalem dan mempunyai poni yang menutupi sebelah matanya bernama Rogue Cheney, sedangkan pemuda dengan kacamata dan rambut jingganya bernama Loke dan yang terakhir cowok berambut biri dan mempunyai tato di salah satu kelopak matanya bernama Jellal Fernandez. Kelima pemuda tampab itu sering dikelilingi banyak siswi dan sedikit membuat Natsu risih.

Lucy dan Levy menjejakkan kakinya pada lantai kantin, suasana yang semula ramai mendadak berubah menjadi hening. Semua tatapan beralih kepada Lucy, empu yang ditatap mendadak kaku. Tatapan mengimitidasi membuat Lucy berubah seperti manekin.

"Hey! Jangan menatapnya seperti kau ingin memakannya hidup-hidup!" Teriakan Levy berhasil membuyarkan tatapan mereka. Diujung sana, kelima pemuda tampan yang menatap Lucy beralih menoleh pada Natsu.

"Jadi ada manusia di sekolah kita? Aku melihatnya pagi tadi kau berjalan beriringan dengannya, apa dia teman baru mu?" Natsu mendengus pelan dan bangkit dari duduknya.

"Sepertinya menarik jika aku mencicipinya sedikit saja." Pancing Gray yang sukses membuat Natsu menoleh dan kembali berjalan.

"Tipikal Natsu, terlalu cuek." Sahut Gajeel yang sedang asyik menggerogoti besi. Makhluk satu ini suka sekali dengan benda berbau besi.

"Jangan bermain-main dengan Natsu, Gray. Jika terjadi apa-apa denganmu, gadis yang selalu memujamu akan membuat sekolah kamu kebanjiran." Gray mendelik tidak suka.

"Aku hanya memancingnya saja, jangan katakan apapun pada gadis gila itu." Perempuan yang dimaksud Gray adalah Juvia Lockser, perempuan yang menyukai, menyayangi, dan selalu memuja Gray.

"Dia memang manusia istimewa, bau darahnya benar-benar menggiurkan." Jellal, tatapan tajamnya masih tertatap pada Lucy.

"Ia bagus dijadikan kekasih ku yang ke 25." Celetuk Loke yang dibalas toyoran oleh ketiga temannya.

XxXxX

Bel pulang sudah berbunyi sejak lima menit yang lalu. Lucy masih berada di depan lokernya, menyusun buku paketnya dan beberala baju ganti. Hari sudah semakin larut, suara burung gagak terdengar. Seusai merapikan, ia melangkahkan kakinya ke luar gedung sekolah. Ia sudah mengatakan pada Virgo untuk tidak menjemputnya hari ini karena ia mendapat pelajaran tambahan. Sebelum pulang ke rumah atau tepatnya istana, Lucy pergi ke minimarket untuk membeli camilan, tentang uang? Beruntungnya ia masih punya sedikit dan sialnya jalan utama menuju mini market di blok karena ada perbaikan jalan yang sudah rusah dan sialnya ia harus melewati gang sempit dan juga gelap, ya mau tidak mau. Lolongan seriga membuat Lucy bergidik ngeri, minimarket sudah di depan mata. Tetapi matahari sudah kembali ke peraduannya dan digantikan oleh bulan.

Kaki jenjangnya melangkah lebih cepat masuk ke dalam minimarket, mata caramelnya menelusuri setiap rak. Selesai membeli camilan ia buru-buru keluar untuk kembali. Di tengah jalan yang sepi, gelap dan dingin.

"Ssh nona manis, mau kutemani?" Sial! Rutuk Lucy saat melihat dua orang dengan penampilan khas preman, satu dengan rambut cepaknya dan satu lagi dengan rambut kribonya. Kaki Lucy seperti tertanam pada tanah tidak bisa berlari dan mulutnya bungkan tidak bisa berteriak meminta tolong.

Lelaki itu mencondongkan tubuhnya, tangannya mencengkram pergelangan Lucy, gadis itu memberontak tetapi sialnya mulutnya di bekap oleh lelaki satunya. Kuku lelaki itu yang tajam melukai pergelangan Lucy dan menimbulkan luka yang mengerikan. Gadis itu menangis ketakutan berharap ada yang menolongnya, tetapi lelaki itu sedikit lagi berhasil mengambil ciuman pertama Lucy sebelum suara gaduh membuat Lucy membuka matanya.

Rambut salmon, Lucy sangat hafal, wajahnya murka menahan amarah dan matanya berubah menajdi kelam dengan hebatnya dengan satu langkah saja Natsu berhasil membuat dua laki-laki itu lari terbirit-birit. Natsu berbalik menatap Lucy yang menggigil dan ketakutan, arah matanya tertuju pada pergelangan gadis itu, sungguh luka yang mengerikan.

"Pakai ini." Pemuda itu melemparkan sapu tangan pada Lucy. Dengan sigap Lucy menangkap sapu tangan yang dilempar olehnya. "Terima Kasih."

"Jangan terlalu percaya diri." Natsu berbalik dan berjalan menjauh dari Lucy. Gadis itu berlari dan dengan cepat ia mencekal pergelangan Natsu.

"Natsu aku ik--" Natsu langsung menangkap tubuh gadis itu yang ambruk, suhu tubuhnya sangat dingin. Pemuda itu mendengus.

"Merepotkan."

XxXxX

"Lucy-san kau sudah sadar?" Gradasi yang blur kini sudah tergantikan dengan sosok gadis berambut biru. Lucy sedikit mengerang saat merasakan kepala nya yang berdenyut-denyut.

"Lucy kau sudah sadar?" Grandine datang dengan segelas susu dan semangkuk bubur yang dibawanya.

"Sebenarnya apa yang terjadi denganku?" Tanya Lucy sedikit ragu. Grandine menaruh nampan tersebut dan duduk diranjang tepat di samping gadis pirang tersebut.

"Kau pingsan Lucy. Natsu yang membawamu pulang."

"Aku, Igneel dan Wendy sangat khawatir saat melihatmu tidak sadarkan diri dalam keadaan pergelanganmu yang terluka." Lucy merona dan melirik luka di pergelangan tangannya yang sudah di perban rapih.

"Aku sudah mengobatimu Lucy-san." Lucy menoleh dan tersenyum sendu.

"Terimakasih banyak. Maaf aku sangat merepotkan disini." Grandine memeluk Lucy begitupun dengan Wendy.

"Lucy aku ingin bercerita tentang sesuatu, kau ingin mendengarnya?" Lucy mengangkat wajahnya dan menatap Grandine dengan penasaran

"Tentang apa bibi?"

18 tahun yang lalu

"Layla selamat! Bayimu sangat cantik dan lucu! Mirip sekali denganmu." Grandine tertawa sambil menciumi pipi tembam seorang bayi. Grandine memindahkan bayi itu kepada sahabat karibnya, Layla Heartfillia.

"Ya kau sangat mirip dengan ku." Layla tertawa sembari mengelus pipi tembam sang bayi. Suara pintu yang dibuka membuat Layla dan Grandine menengok serentak.

"Bagaimana dengan bayi kita Layla?!" Jude masuk dengan keringat yang membasahi sekujur tubuhnya, Layla menunjukkan bayinya kepada Jude.

"Jude!!!" Suara bariton membuat orang yang berada di dalam kamar tersebut berdecak sebal. Itu Dragneel sahabat Jude.

"Kau berisik sekali Igneel ini rumah sakit!" Grandine berbisik tajam pada Igneel. Igneel mendapat cubitan ganas yang di dapat oleh Grandine.

"Hei! Jadi siapa nama bayi kalian?" Tanya Igneel penasaran tingkat kuadrat.

"Kami akan menamakannnya..."

"...Lucy Heartfillia."

5 tahun kemudian

"Grandine boleh aku meminta sesuatu?" Tanya Layla dengan wajah pucatnya yang tersenyum, semua orang yang berkumpul di dalam kamar rumah sakit itu terlihat sedih, terutama gadis kecil berambut pirang yang sedang memeluk boneka.

"Tolong jaga Lucy ya?" Pintanya dengan suara parau. Jude sudah menangis dalam diamnya, Grandine meraung-raung di pelukan Igneel. Lucy, gadis itu terdiam dengan tetesan air mata. Tidak mengerti apa yang ibunya katakan. Layla terbatuk, bibirnya sepucat mayat, tubuhnya kini sudah mendingi, tangannya yang kurus itu meraih tangan Lucy dan mengenggamnya lembut.

"Lucy jika kau sudah besar nanti jangan nakal ya? Kau harus jadi perempuan yang tanggu dan pemberani. Mama sangat sayang padamu..." bibir pucat Layla mencium pipi tembam si gadis kecil dan memeluknya erat. Kini tatapannya beralih ke Jude, tangan kirinya meraik tangan Jude yang terulur, diusapnya lembut tangan sang suami.

"Jaga anak kita ya, aku menyayangi kalian berdua." Kini tatapannya beralih pada Grandine dan Igneel, hanya seulas senyum yang ia pancarkan, matanya perlahan memejam, genggaman pada tangannya mengendur dan nadinya melemah.

"Mama!! Jangan tinggalkan aku sendiri!" Atmosfer menjadi tegang saat gambar di alat elektrodiagraf berubah menjadi lurus. Jude syok sembari memeluk Layla, Grandine menangis di pelukan Igneel, Lucy gadis yang berumur 5 tahun itu menangis yang sudah dingin dan kaku.

Air mata Lucy berhasil meluruh, gadis itu menangis di pelukan Grandine.

"Layla dan Jude sangat menyayangimu, dulu saja aku tidak diperbolehkan menggendongmu lama-lama." Grandine tertawa pelan mengingatnya.

"Tetapi mengapa aku sama sekali tidak mengingatmu bibi?" Dahi Lucy mengkerut-mengkerut. Grandine tersenyum samar dan mengambil semangkuk bubur.

"Makanlah kau pasti sangat lapar, bibi ingin mandi dulu. Hari ini sangat panas! Yare yare." Wendy tertawa melihat kelakuan sang ibu, padahal hari ini sudah larut, tetapi keinginan untuk mandi pun masih ada.

"Lucy-san aku juga mau ke kanar dulu ya oyasumi."

"Terimakasih Wendy." Wendy mengangguk dan menutup pintu kamar dan menyisakan Lucy yang sendirian di kamar megahnya.

Suara pintu terbuka membuat Lucy menoleh, hampir saja bubur di mulutnya menyembur jika tidak cepat-cepat di telan.

"A-ap-apa yang kau lakukan disini bodoh?!" Lucy berbalik dan menutupi matanya dengan kedua tangannya.

"Ini rumahku jadi bebas jika aku ingin kemanapun." Natsu, pemuda itu dalam keadaan shirtless.

" Tapi P-pakai bajumu bodoh!" Sudah bisa dibayangkan muka Lucy sekarang.

"Kau menjatuhkan ini gadis bodoh dan tadi badanmu sangat berat." Balasnya datar dan menaruh sekantung plastik yang tadi Lucy jatuhkan. Lucy membalikkan tubuhnya, pemuda itu sudah memakai bajunya.

"Kalau begitu kenapa kau tidak biarkan aku saja disana?" Sergah Lucy sengit.

"Tadinya aku ingin meninggalkanmu disana, membiarkanmu ditemukkan oleh serigala lalu dimakkan dan disisakkan tulangnya lalu dibuang oleh tukang sampah. Sudah kubilang kau itu seperti parasit." Balasnya lebih lebih datar. Lucy menghentakkan kakiknya emosi, benar-benar! Itu sangat kejam Natsu, sungguh.

Dengan aura sengit yang Lucy keluarkan, gadis itu berdiri tepat di depan tubuh tegap Natsu dan menatap tajam onyx milik Natsu.

"Tenang saja aku akan pergi dari sini. Tapi sebelumnya tolong titipkan ucapan terimakasihku pada keluargamu. Aku pamit." Lucy mendorong tubuh Natsu ke samping agar Lucy bisa keluar dari sana, secepatnya.

"Dasar aneh." Mengapa Lucy sangat sensitif ya?

TBC

Minna! aku pemula nih gee hee mohon bimbingannya ya! Oiya ini ceritanya lanjut atau gimana hehehe?

r

n

R