Minna~!

Kenalkan, saya deeys :3 sebenernya saya sudah lama loh di fandom ini terus akhirnya melanglang buana ke fandom lain deeeh xD #dor

Okey, deeys kangen sama fandom ini terus pengen nge-re-upload fic lama deeys yang dulu belum selesai . Jadi, enjoy the story minna~

Warnings: OOC?, AU, typo bertebaran, straight pairing.

Disclaimer: Persona 4 punya De-#dibekep. Bukan, Persona4 punya ATLUS semata #pundung


"Karena secara tak langsung, kau sudah terjebak dalam permainan ini. Permainan semesta yang disebut, cinta."


"Sudah dengar? Katanya ada murid pindahan dari Tokyo."

"Sudah, dia masuk ke kelas ."

"Maksudmu King Moron? Oh! Kasian sekali, baru masuk sudah mendapat wali kelas seperti King Moron"

"Benar, semoga saja kelas 2 nanti kita tidak mendapat King Moron itu."

"Uh aku ngeri ngebayanginnya. Diajar oleh King Moron. Hii-"

Aku merapikan buku dan peralatan tulisku yang masih ada di meja. Aku menoleh sebentar untuk melihat para teman kelasku yang masih asik ngobrol tentang senpai baru itu. Semua ucapan mereka membuatku penasaran, tak sengaja kudengar bahwa katanya senpai itu memiliki rambut silver atau abu-abu, entahlah-yang indah, serta wajahnya yang tanpa ekspresi membuat dia terlihat begitu keren.

Aku menarik nafas panjang lalu kembali merapikan bukuku lagi dan bersiap untuk pergi ke ruangan musik.

"Mau pergi Ayane-chan?" salah satu dari teman kelasku yang sedang asik membicarakan senpai baru itu bertanya.

"Ah... I-iya Megumi-chan," jawabku pelan."Oh begitu, hati-hati di jalan," balasnya sambil tersenyum padaku. Aku tersenyum kecil dan mengucapkan terimakasih lalu segera pergi meninggalkan kelas menuju ruang musik.

QAQ

Aku memasuki ruangan musik yang kosong. Hanya ada kursi-kursi yang sudah ditata sedemikian rupa supaya terlihap mirip Concert Hall. Uh, mungkin berlebihan untuk menyebutnya Concert Hall yah toh ini hanyalah ruang musik, ruang musik yang biasa dibuat kami–klub musik-untuk berlatih.

Aku duduk di salah satu kursi kosong yang tersedia. Aku memilih untuk duduk di pojok ruangan, dimana tempatku biasa duduk. Terkena sinar matahari sore yang entah kenapa menyegarkan wajahku. Aku mengeluarkan trombone milikku dan mulai berlatih memainkan lagu yang akan kami-oke, aku memang seorang anggota kslub musik tetapi yah, aku jarang dipilih untuk main dalam sebuah pentas, mereka bilang aku terlalu pemalu- hah. Nah, karena aku tidak terpilih untuk pentas yang akan klub musik mainkan di Inaba Munincipal Hospital ada Ryuki senpai, pemain trombone senior. Dan aku tahu aku tak mungkin bisa sebagus Ryuki senpai.

Mungkin aku tak pantas bermain trombone. Aku termasuk kecil untuk anak seusiaku ditambah lagi dengan potongan rambut yang seperti apel ini. Tapi entah kenapa aku sangat menyukainya makanya kupilih model rambut ini.

Aku memandang sekeliling, hari sudah hampir gelap. Aku memutuskan untuk pulang sampai tiba tiba-

Cklek

Seorang anak laki laki, yang tak mungkin satu angkatan denganku karena aku tahu dia lebih tua. Dan jangan tanya kenapa aku tahu.

Ia memperhatikan sekeliling dan mungkin kaget saat melihat ruangan yang kosong. Aku juga melihatnya dan ah, rambut silver yang indah, mata abu-abu yang indah, indah sekali.

Aku terus memperhatikannya hingga tanpa sadar mata kami saling bertemu. Dengan cepat aku segera menunduk, bermaksud mengalihkan pandanganku.

Aku masih menunduk dan bisa kulihat bahwa ia berjalan menuju ke arahku.

"Halo."

Dengan mengumpulkan segenap kekuatan, aku memberanikan diri untuk melihatnya. Oke, itu terdengar sedikit berlebihan.

"Ko.. konichiwa senpai," balasku pelan. Ia memandangku tajam dengan iris abu-abu miliknya "Bagaimana kau tahu bahwa aku senpaimu?" tanyanya.

Benar apa kata mereka, ia tidak punya ekspresi sama sekali dan yang entah kenapa membuat dirinya semakin-menarik.

"A..Aku maaf, aku mendengar percakapan teman sekelasku. Dan satu satunya murid yang memiliki rambut abu-abu adalah seorang murid pindahan kelas 2. Dan itu pasti senpai bukan?" tanyaku ragu. "Ma..maaf aku tak bermaksud untuk sok tahu," tambahku.

Aku terdiam saat memandang orang yang ada di depanku ini, kehabisan kata saat melihat iris abu-abu miliknya.

"Oh ya? Wah, sepertinya memang sudah resiko menjadi murid pindahan," balasnya tanpa ekspresi yang berubah. Tak bisa dibilang apakah dia senang, sedih, atau apa. Aku tak tahu, tak bisa dibaca.

"Sebelumnya, maaf senpai. Ada perlu apa datang kesini?" tanyaku pelan. "Ah iya, aku dengar tadi pagi katanya klub musik membuka pendaftaran baru? Aku mau daftar" balasnya. Aku memandangnya tak percaya "Oh! Senpai mau daftar? Seharusnya senpai datang bukan hari ini, tetapi hari Senin, Selasa, dan Sabtu. Kami berlatih pada hari itu dan senpai bisa langsung datang," jelasku semangat. Diam sebentar, ia lalu mengangguk mengerti "Jadi, aku salah hari? Lalu apa yang kau lakukan disini?" tanyanya lagi.

Ahh, dia bertanya dia bertanya. Dia bertanya tentang diriku, yang entah kenapa membuat hatiku berdetak tidak karuan.

"Aku, sedang berlatih senpai. Dan kebetulan aku yang bertugas untuk merapikan paperwork klub musik." jawabku sambil berusaha menyembunyikan senyuman yang sedikit berlebihan ini.

"Yap, aku yang mengerjakan semua paperwork di Klub Musik ini, perkenalkan aku Ayane Matsunaga," seruku pelan. Dia memandangku tak percaya, yah meskipun masih dengan poker face miliknya. "Kau mengerjakan semua paperwork disini? Semuanya?" tanyanya. Aku mengangguk pelan, "Yah, itu sudah tugasku kurasa, lagipula aku masih seorang kouhei dan permainan trombone ku tidak seberapa bagus. Jadi aku akan berusaha mengerjakan apapun yang aku bisa membantu klub musik ini," jawabku jujur sambil tersenyum.

Dia tak merespon apapun, melainkan semakin tajam memandangku dengan iris abu-abunya yang dalam sekejap menjadi salah satu hal favoritku.

"Oh iya, dan aku Souji. Souji Seta." Dia mengulurkan tangannya yang dengan malu tapi mau kujabat secara perlahan. "A.. Arigatou Souji senpai," ucapku malu.

Hening lagi, ah kurasa hari ini bertemakan hening. Tapi ini bukanlah sebuah hening yang awkward, melainkag hening yang membuat hati berdebar-debar. Aneh? Entahlah, aku tak tahu apa yang terjadi.

Aku mengerling sedikit jendela di sebelahku dan ternyata tanpa kusadari hari sudah semakin gelap, kurasa sudah saatnya untuk pulang.

"Se-senpai, hari sudah semakin gelap. Kurasa sudah saatnya untuk pulang. A-aku masih harus merapikan beberapa paperwork yang ada."

"Perlu bantuan?"

Wajahku memerah seketika saat mendengar, merah sekali. Senpai pasti menyadari ini, aku bahkan tak tau bagaimana cara untuk menyembunyikannya. Kuharap ada sebuah plastik untuk menutup mukaku kali ini.

"Ah.. merepotkan senpai pasti. Tidak usah, terima kasih."

"Tidak, sama sekali tidak. Lagipula, hari sudah semakin gelap. Tak baik bila kau sendirian disini," katanya datar dan yang entah kenapa bisa hatiku berdegup kencang. Rasanya seperti mau copot.

Akhirnya, Souji senpai membantuku merapikan paperwork yang ada, dan kami pulang bersama karena entahlah, dia bilang bahwa tidak baik anak perempuan pulang sendiri pada malam hari dan dia bertanggung jawab karena sudah menahanku di ruang musik.

Sampai di depan Junes, kami berpamitan karena arah rumah kami yang berbeda.

"Terima kasih sudah mengantar senpai," ucapku pelan. Ia hanya mengangguk cepat dan kemudian pergi menuju arah rumahnya.

Aku memandang sosok Souji senpai dari belakang, badan tegap, rambut yang berwarna abu-abu, gakuran yang kerahnya dinaikan dan kancingnya tak ditutup, dan tatapan matanya yang tajam. Aku tak butuh kata kata puitis untuk melukiskannya, entah kenapa kehadiran Souji senpai sendiri sudah menjadi suatu puisi untukku. Entahlah, apakah aku terjebak dalam permainan semesta? Ya, permainan semesta yang disebut cinta.


Chapter 1 selesai^^/

Jadi,bersediakah anda semua RnR?

Mari ramaikan fandom Persona Indonesia~! #dor