"Aaahhh… aagghhhh… huuunnn…. Yyesss… there.. th-there…" suaraku yang memantul di dinding kamarmandi itu karena ulah seorang manusia berkulit coklat matang yang melampiaskan nafsu hewannya itu melebihi seekor panther yang ada di musim kawinya. Saat kubuka mata aku melihat uap nafasku yang ada di dinding kaca shower yang mengembun seolah mencoba menutupi perbuatan abnormal kami berdua. Terutama diriku seorang manusia yang melawan takdir hidupku membiarkan seorang pria berambut biru gelap itu merusak dan menenggelamkanku dalam nafsu yang tak tahu entah darimana awalnya membuat aku ingin dan ingin lagi… setiap hentakan yang ia ciptakan aku bisa merasakan tubuhku merespon bergerak bergidik karena sebagian tubuh manusia itu yang ada di dalam diriku membuat aku seperti betinanya tempat ia melampiaskan nafsunya itu. tubuhku dibuatnya bebas bergerak tapi tetap dalam kontrolnya saat sekarang ini kedua tanganku tak dipegangnya tapi aku tetap tak bisa kemana-kemana karena dua kakiku yang dipegang oleh kedua tanganya mengangkang. Dan sekarang…
"Not yet…" ucapnya dia menarik tubuhnya dan tubuhku keluar dari showertub kami yang membuatku reflek harus berpegangan pada lenganya yang dapat kurasakan otot-ototnya yang menegang karena memegang kendali atas tubuhku.
"Wheree..?" desahku yang dalam keadaan mengambang mencoba tetap di atas permukaan di laut birahi yang dia berikan padaku.
"Heree…" ternyata dia membawaku dan dirinya berdiri di depan kaca. Membuat kedua mataku melihat sebuah pantulan seorang pria yang berkulit hitam itu membuka tubuh pria yang berambut pirang berkulit putih dengan hanya membuka kedua kakinya, dari pantulan kaca itu aku dapat melihat sosok diriku mengangkang menghadap kaca. Aku menolak untuk melihat pantulan itu karena membuatku malu.
Tapi, ternyata dia malah membuatku semakin malu dengan berbisik di telingaku yang merupakan titik lemahku dia berkata jorok padaku, "Oh, lihat siapa pria putih tampan itu sayang. Look how eager his body want my dick." Sambil berkata seperti itu dia memajukan tubuhnya dan mengarahkan kejantananya agar kedua mataku bisa melihatnya. "here.. look…" ucapnya dengan mulai memompa birahinya dalam tubuhku lagi. Mulutku ikut menganga karena terkejut dengan pompaanya yang mencoba membuatku keluar lagi untuk ke-tiga kalinya dengan hanya bagian tubuhnya itu. "Ahh,ahh,ah, aahhh,, nyyaahh.." ritme suaraku yang menandakan bagaimana dia menggauliku.
"Kise… jangan meronta dengan kakimu yang masih terkilir," bisik Aomine yang kedua tangan kekarnya menompang membuka kedua kakinya yang gemetaran.
Ya, aku bisa merasakanya… diriku sebentar lagi akan cum untuk yang ketiga kalinya.
RING…! RING…! RING…!
"Oh tidak… teleponku bunyi Kise, aku lepas dulu ya?" tanyanya yang membuatku sadar teleponya berdering terus daritadi.
"Nyaahh.. noo.. don't pull out.. please… Im almost.." diriku yang bergelayutan persis seperti kucing yang sedang dimandikan mengerang memintanya agar aomine tak melepas kenikmatan yang sedari tadi ia pompa pada tubuhku.
"Nah, aku lepas dulu yaa.. nanti aku buat kamu lebih enak lagi, percaya padaku, Kise…" ucapnya lalu terkikik di telingaku.
"Noo! Noo..!" erangku dan mencengkram kedua lengan besar hitamnya itu agar tak lepas. "Ahh…ahhh…" aku merasakan kekosongan yang sedikit demi sedikit terasa. Reflek aku menggerakan pinggulku sendiri untuk mencengkramnya lebih erat agar tak keluar dari tubuhku.
"Uggghhh… kau benar-benar mau cum huh? come here baby lemme make you come in the right place." Dia bergerak membuat bagian tubuhnya yang ada di tubuhku itu bergerak tak terkendali lalu dia berhenti melangkah di kursi merah dimana ia meletakan baju seragam hitamnya yang bertuliskan Touo Gakuen.
"Oh noo.. not there.. its gonna dirt-dirtyy… noo.. noo..!" erangku tapi aku juga tak bisa menahan lebih lama lagi kenikmatan yang ia berikan padaku.
"Nah, I cant even move my leg again, im gonna come soon too Kise..." dia memompa tubuhku semakin cepat dan dengan posisi hewan kawin itu adalah posisi tepat bagaimana dia bisa mencolek dan menggosok prostate glandku dengan mudah untuk ia permainkan.
"Kise, kise… ahh… jangan pernah beri aku tatapan seperti itu lagi!" erang Aomine yang juga hampir mencapai puncak kenikmatanya. Sembari menggigit leher Kise yang sebagian tertutup rambut pirangnya Kise hanya bisa merespon "No..noo.. baju basketmmuu… aahhhh… ahhhh.. aaahhhmm—!" dia mengunci kedua bibirku saat aku cum, diriku juga dapat merasakan bagaimana pantatku naik memberikan jalan bagi Aomine yang sebentar lagi akan keluar, tapi….
"Kise…? Jangan mencengkramku erat-erat, aku tak bisa berge—," Aomine yang dapat merasakan kekasihnya yang ingin keluar lagi saat dia hendak mencapai puncaknya pun membantu pasanganya dengan menarik bongkahan pantat Kise ke atas dan…
"Ah, ah, ah…! Aominechiii...! aku, aku…ahh…"
Ya, dan untuk kedua kalinya, Kise yang kedua tanganya bertumpu pada punggung kursi menodai seragam hitam Aomine dengan cairan dari tubuhnya yang terlihat kontras sekali dengan warna hitam seragam Aomine. Segera selesai percintaan itu selesai, Aomine yang sembari menggendong tubuh Kise yang basah karena keringat yang tak kunjung berhenti keluar dari tubuhnya berjalan ke luar dari kamar mandi dan perlahan dia baringkan ke ranjang.
"Akan kuambilkan handuk dan pocari—," Aomine yang selesai mengenakan brief-nya itu melenggang pergi namun dicegat Kise.
"Aominechi, apa kau masih marah padaku?" tanya Kise lemah sembari menarik selimut kuning untuk menutupi tubuhnya.
"Haah…?" Jawab Aomine yang membuka lemari es-nya.
"Saat bermain basket denganmu, tak pernah sekalipun aku memandang rendah dirimu," lagi, Kise berkata dengan nada yang menggantung.
BRRAAAKK!
Dibantingnya pintu lemari es sebelum berjalan kembali ke kamarnya dimana Kise yang masih berbaring. Ditenggaknya sebagian isi pocari sweat yang harusnya ia berikan pada Kise. "Satsuki yang menelponku barusan." Aomine yang melirik Kise dari pantulan kaca lemari bajunya hanya dapat melihat punggung putih Kise. "Haaahh…. Kalian semua itu berlebihan." Aomine yang mulai bersandar pada punggung Kise tertawa kecil sebelum melanjutkan perkataanya, "Aku sudah tahu kalau kau juga tak suka dengan strategi permainan tim-mu saat melawanku, hanya saja aku kesal dengan ekspresimu saat itu seolah-olah kau mencomoohku dengan, 'Apa level permainan ini mulai terasa susah bagimu, huh?'"
"Dengan tambahan gerakan permainanmu selanjutnya yang mulai turun satu level seolah mencoba membuat permainan sedikit lebih mudah bagiku untuk bermain, aku yakin kau hanya menggunakan alasan cedera pada kakimu untuk membuatku menang, khan?" batin Aomine.
"Maafkan aku. Aku takkan pernah mengulanginya lagi, Aominechi…" lirih sekali saat Kise mengucapkan kalimat tersebut.
"Heh, bocah. Ngapain kau minta maaf, huh?" Aomine yang membalik badanya agar tanganya dapat mengelus rambut pirang Kise yang masih basah itu tetap terasa lembut di sela-sela jemarinya. "Lagipula, daripada kau menyesali perbuatanmu dengan hanya sebuah ucapan minta maaf kenapa tak kau buktikan penyesalanmu saat kita bertanding di Winter Cup nanti, huh?" ucap Aomine yang nadanya mulai lembut saat di akhir kalimatnya. "Hmm…?" dengung Aomine yang berbisik didekat telinga Kise.
Tanpa diduga Kise yang sedari tadi memunggungi Aomine bangun dari tidurnya dan dengan suara lantangnya menjawab Aomine, "HAHA…! TENTU SAJA! AKU TAK SUDI MINTA MAAF PADAMU! TAPI JANGAN SAMPAI KALAH SEBELUM MENGHADAPKU DI SEMI FINAL NANTI, YA…!" Kise tertawa terbahak-bahak mengejek Aomine. Tapi, Aomine yang diejek malah ikut tertawa sembari memeluk Kise di dekapnya, hanya saja tawa Kise berhenti saat lidah Aominechi menyelusup masuk di sela telinga kirinya, sembari berbisik, "Thanks,"
Kise yang tawanya mulai berhenti mulai menyandarkan dagunya pada pundak kekasihnnya yang dari dulu merupakan idolanya bermain basket membiarkan kekasihnya menyalurkan rasa cinta yang tak dapat diungkapkan dengan kata-kata semata.
