Unforgiven Hero

(Remake by chronossoul)

.

VIXX Leo & VIXX N (GS)

.

Introducing :

A Pink Eunji

JYJ Jaejoong (GS)

Super Junior Heechul (GS)

Kahi (former member of After School)

EXO Xiumin (GS)

~ Chapter 01 ~

"Oppa sangat menyedihkan," Eunji menoleh ke laki-laki di sebelahnya, yang kebetulan kakaknya.

"Bukan urusanmu."

Eunji mendengus lalu menyesap minuman kalengnya dan meletakkannya di dashbor mobil.

"Sampai kapan oppa mau begini terus? Sampai dia menjadi nenek-nenek dan tetap tidak menyadari keberadaan oppa?"

"Sttt." Taekwoon bahkan tidak menoleh ke wajah adiknya yang duduk di sebelahnya, tatapannya lurus ke depan, ke pintu keluar sebuah gerbang kampus.

Tak lama sosok yang dicarinya itu keluar, dengan senyum manis yang sudah dihafalnya, sedang bercanda bersama teman-temannya.

"Dia tersenyum." gumam Taekwoon lega.

"Tentu saja dia tersenyum, dia berhasil lulus dengan predikat cum laude," tukas Eunji dengan gusar, "Dan itu karena siapa coba?"

"Aku tidak mau membahasnya..."

"Itu karena oppa! Semua karena perjuangan oppa!" Eunji tidak mempedulikan peringatan kakaknya dan terus melanjutkan.

"Dan sekarang oppa bahkan tidak bisa memberi selamat kepadanya, malah mengintip dari jauh seperti ini. Benar-benar menyedihkan!"

Taekwoon terus menatap sosok itu sampai menjauh, menghilang di dalam angkutan umum yang dikendarainya.

"Dia bahkan masih naik bus umum. Aku harus mengusahakan kendaraan untuknya. Supaya dia tidak perlu capek berpanas-panasan naik bus umum lagi."

Perkataan itu semakin membuat Eunji gusar karena kakaknya itu tidak memperhatikan kata-katanya.

"Oppa menyedihkan, sampai kapan oppa menghukum diri sendiri seperti ini?"

Sepi. Tampaknya Taekwoon mengganggap pertanyaan Euni itu tidak perlu dijawab. Dua kakak beradik itu terdiam di dalam mobil mewah yang sengaja di parkir agak jauh dari kampus, agar tidak mencolok. Taekwoon sibuk dengan pikirannya sendiri, pikirannya melayang ke masa sepuluh tahun lalu, saat usianya masih 18 tahun. Kaya, tampan, punya kuasa, dan tidak tahu tentang rasa tanggung jawab...

.

.

10 tahun yang lalu

"Ini mobil hadiah ulang tahunku, baru ada dua di negara ini." gumam Taekwoon bangga pada teman -temannya waktu itu.

Semua temannya mengagumi mobil sport warna merah yang diparkir Taekwoon di lapangan itu.

"Daebak, mobil ini enak sekali dibawa ngebut!" seru salah satu temannya.

"Tentu saja, namanya juga mobil sport."

"C'mon Let's try." seru salah seorang temannya yang lain.

Taekwoon tertawa bangga dengan kesombongan masa mudanya waktu itu. Malam itu mereka mabuk-mabukan dan berpesta pora.

Dan malam itu pula Taekwoon belajar bahwa kesenangan sesaat kadangkala bisa merenggut nyawa orang yang tidak bersalah. Mobil yang dia kendarai dalam keadaan mabuk, menabrak sebuah taksi yang berjalan pelan di jalur berlawanan.

Pengemudi taksi itu, lelaki tua yang tidak tahu apa-apa, tewas seketika.

Tentu saja semua permasalahan dapat dibereskan dengan cepat. Ayah Taekwoon adalah pengusaha yang sangat berpengaruh karena harta dan kekuasaannya yang melimpah.

Tidak ada yang mempermasalahkan kenapa Taekwoon mengendarai kendaraannya dalam kondisi mabuk berat, uang jaminan sudah disiapkan. Taekwoon sendiri waktu itu lebih mencemaskan keadaannya daripada memikirkan supir taksi tua yang tewas itu. Toh supir taksi itu lebih beruntung langsung tewas, tidak merasakan sakit seperti dirinya.

Limpanya terbentur keras, bengkak, sehingga memerlukan perawatan dan pengobatan khusus, dan rasa sakitnya sungguh tidak terkira. Bahkan Taekwoon sempat menyalahkan supir taksi yang menurutnya kurang ajar. Kenapa bisa ada di jalan yang berlawanan dengan dirinya sehingga membuatnya tertabrak.

Semua permasalahan dibereskan dengan cepat oleh ayahnya. Taekwoon langsung di kirim ke Amerika untuk menjalani pengobatan. Sampai 6 bulan kemudian setelah kecelakaan itu, dia pulang ke Korea Selatan.

Ibunya, Kim Jaejoong atau setelah menikah dengan ayah Taekwoon berubah marga menjadi Jung Jaejoong, seorang perempuan Korea yang juga memiliki kewarganegaraan Amerika, mengingatkannya saat dia tiba dirumah.

"Kau tidak pernah ingin tahu tentang mereka?" tanya ibunya waktu itu.

Taekwoon yang saat itu merasa bosan karena masih harus beristirahat di rumah dan tidak bisa keluar rumah menatap ibunya dengan marah.

"Buat apa eomma? Bukankah appa sudah memberikan tunjangan yang sepadan untuk mereka? Mungkin malahan lebih banyak dari yang bisa dihasilkan supir taksi itu ketika dia hidup."

Kesombongan membuat suaranya terdengar keras.

Sang ibu menggelengkan kepalanya. "Supir taksi itu memiliki istri yang berduka dan seorang anak yang masih membutuhkan biaya sekolah. Apakah kau tidak menyesal atas kehilangan yang dialami anak kecil itu, Woonie?"

Taekwoon merasa terganggu mendengar ucapan Ibunya, "Sebenarnya apa yang eomma inginkan dariku?"

"Eomma hanya ingin merasa sedikit lega, eomma ingin kau kesana dan meminta maaf langsung. Bahkan selama ini hanya pegawai appa yang datang kesana dan mengurus semuanya."

Taekwoon mencibir, "Mereka itu keluarga miskin, kalau Taekwoon datang kesana dan menunjukkan penyesalan, mungkin mereka akan meminta tambahan tunjangan lagi."

"Kalau begitu beri saja. Kau sudah mengambil nyawa seorang ayah, Taekwoon. Berapapun harta yang kau berikan, itu tak akan tergantikan."

Dan datanglah Taekwoon keesokan harinya, dengan diantarkan sopir dalam mobil mewah. Tentu saja tak lupa membawa buket bunga di tangannya.

Ternyata mobil tidak bisa masuk ke kompleks itu, Taekwoon masih harus berjalan melewati gang sempit dan rumah-rumah tak terurus dengan bau yang mengganggu indra penciumannya. Dengan jijik dipandanginya lumpur di sepatu mahalnya, dia akan membuang sepatu ini, putusnya jengkel.

Rumah itu sederhana, terletak di ujung gang, tetapi tampak paling bersih di antara semua rumah yang berdesak-desakan di sana. Kelihatannya seseorang berusaha meletakkan pot-pot mungil berisi bunga mawar untuk menutupi pagar jelek yang menyedihkan di depan rumah itu. Ketika Taekwoon mengucapkan permisi di depan pintu, seorang gadis remaja, mungkin usianya beberapa tahun di bawahnya muncul di ruang tamu dan menatapnya curiga.

Gadis itu cantik, dengan warna kulit yang tidak biasa bagi orang korea, agak gelap namun tampak eksotis dan itu membuatnya semakin terlihat manis, itu yang Taekwoon pikirkan pertama kali melihatnya. Cantik, manis, dengan tatapan mata yang cerdas, dan meskipun hanya berpakaian sederhana, tetap saja tidak bisa menahan keterpesonaan Taekwoon.

"Siapa?" tanya gadis itu hati-hati.

Taekwoon memasang senyumnya yang paling mempesona, selama ini banyak perempuan yang mengejarnya. Dia tidak pernah meragukan pesonanya.

"Saya... saya datang kemari untuk minta maaf atas kecelakaan itu, maaf saya baru bisa kemari. Saya baru pulang dari Amerika setelah menjalani perawatan medis karena luka setelah kecelakaan itu."

Hanya kalimat itu yang bisa ia keluarkan. Karena setelah kalimat itu, Taekwoon bahkan tidak bisa mengingat dengan jelas apa yang terjadi.

Yang bisa diingatnya adalah jeritan histeris penuh kemarahan sang gadis, tetangga-tetangga yang berdatangan untuk memisahkan mereka karena sang gadis tiba-tiba menyerangnya dengan tamparan bertubi-tubi. Bunga-bunga berserakan dihancurkan, dan ancaman penuh kebencian keluar dari gadis kecil itu.

"Jangan pernah kau menampakkan wajahmu di muka kami! Kau manusia hina yang bersembunyi di balik kekuasaan appa mu, manusia pengecut, tidak bertanggung jawab! Kau pikir nyawa manusia bisa diganti semudah itu dengan uang? Kami memang miskin, tapi kami punya harga diri! Jadi sebelum kau bisa menunjukkan kalau kau punya harga diri, jangan berani-berani menunjukkan mukamu di depan kami!"

Hari itu, Taekwoon diberitahu oleh seorang tetangga, ibu gadis itu yang jatuh sakit karena tak kuat menahan kepedihan, meninggal semalam dalam kondisi sakit parah, menyusul ayahnya. Dan hari itu juga, Taekwoon menyadari, bahwa perbuatannya telah menghancurkan hidup sebuah keluarga.

"Mereka sama sekali tidak mau menerima uang tunjangan dari keluarga ini, itulah yang mengganjal di hati eomma." sang ibu menatap Taekwoon sedih.

"Gadis itu membenciku eomma, baru kali ini aku menerima tatapan kebencian seperti itu."

Taekwoon masih terpekur shock dengan kejadian yang baru di alaminya. Sang ibu hanya menatapnya sedih.

"Gadis itu kehilangan ayahnya dengan tragis, dan ibunya pula, apalagi yang bisa dilakukannya selain menumpahkan kebencian kepadamu, penyebab semua ini?"

"Dia sebatang kara, dan dia tidak mau menerima bantuan dari kita, lalu aku harus berbuat apa, eomma?"

Ibunya menatap Taekwoon dengan kebijaksanaan yang diperolehnya dari pengalaman hidupnya bertahun-tahun.

"Mungkin kau harus memulainya dari dirimu sendiri dulu Taekwoonie..."

.

.

"Mau sampai kapan kita parkir di sini? Gadis itu sudah pergi sejak tadi," suara Eunji memecahkan keheningan, hampir membuat Taekwoon berjingkat karena kaget.

"Melamun lagi ya? Akhir-akhir ini kebiasaan melamun oppa semakin parah."

Taekwoon menarik napas lalu memundurkan mobilnya keluar dari parkiran, "Gomawo, sudah menemaniku menunggu dia."

Eunji menatap kakaknya seksama, lalu tatapannya berubah penuh sayang. Kejadian kecelakaan itu sudah lama, tetapi kakaknya menanggung beban rasa berdosa itu di pundaknya tanpa henti. Hingga seolah-olah Taekwoon sudah lupa bagaimana caranya tersenyum.

"Aku sayang padamu oppa, aku tidak tahan kalau kau terus-terusan dalam kondisi seperti ini."

Taekwoon terdiam, tidak menanggapi. "Dia sudah lulus kuliah, nilainya bagus, dia pasti akan diterima di perusahaan yang juga telah susah payah oppa siapkan untuknya." Eunji menatap Taekwoon penuh arti, lalu mendesah ketika Taekwoon tidak mengatakan apa-apa, "Bukankah ini waktunya oppa berhenti?"

"Berhenti apa?"

"Berhenti memikul tanggung jawab ini seolah-olah oppa tidak akan pernah termaafkan."

Cengkeraman Taekwoon di roda kemudi semakin erat, "Aku memang tidak akan pernah termaafkan."

"Kejadian itu sudah lama berlalu, gadis itu bahkan mungkin sudah kehilangan kesedihannya dan menjalani hidup dengan bahagia..."

Taekwoon mengernyit menggelengkan kepala, membantah apapun yang berusaha diucapkan oleh adiknya.

"Tidak. Aku yang merenggut semua kebahagiaannya. Sebelum semua bisa aku kembalikan kepadanya dalam kondisi utuh, aku tidak akan berhenti."

"Oppa sungguh menyedihkan." Eunji menatap kakaknya dengan pandangan jengkel, merasa seperti kaset yang rusak karena mengulang-ulang kalimatnya terus-menerus, "Aku berdoa semoga suatu saat nanti gadis itu tahu, siapa yang berada di balik hidupnya yang berjalan dengan begitu mudah selama ini."

~ Unforgiven Hero ~

"Surat panggilan untukmu." Ibu asrama menyerahkan surat yang terbungkus rapi dalam amplop berbahan kertas mahal itu.

Hakyeon mengernyitkan kening, dibacanya kop di amplop surat itu yang ditulis dengan tinta emas elegan dengan emblem lambang perusahaan yang sangat bonafit. Perusahaan ini bergerak di bidang jasa konstruksi dan sangat terkenal, Hakyeon tahu emblem perusahaan ini, dan dia mengenal perusahaan ini, yang sering disebut-sebut oleh dosennya, dan juga sering muncul di berbagai media massa terutama yang menyangkut literatur bisnis dan keuangan.

Perusahaan ini benar-benar didirikan dari bawah, ownernya yang menurut gosip masih muda, memulai usaha ini setelah pulang dari sekolahnya di Amerika. Dia mendirikan perusahaan dengan sistem yang serupa dengan joint ventura dengan penanaman modal dari perusahaan asing yang bergerak di bidang sejenis. Dan kemudian dalam waktu lima tahun sudah merajai jajaran perusahaan konstruksi yang patut diperhitungkan.

Sebuah surat panggilan? Itu benar-benar membuat Hakyeon bingung, dia tidak pernah merasa mengirimkan lamaran ke perusahaan ini. Perusahaan ini terlalu bonafit untuk seorang fresh graduate seperti dirinya. Tapi bagaimana mungkin ada surat panggilan kalau dia tidak pernah mengajukan surat lamaran?

Ibu asrama tersenyum melihat keragu-raguan Hakyeon, "Sudah buka saja, mungkin isinya benar-benar panggilan kerja untukmu."

"Tapi aku tidak pernah merasa mengirimkan lamaran ke perusahaan ini, eomoni." Hakyeon terbiasa memanggil Ibu asramanya dengan sebutan eomeoni.

Ibu asrama ini sudah seperti ibu kedua baginya, ketika dia sebatang kara dan kedua orang tuanya meninggal dulu, Hakyeon memutuskan untuk berhenti sekolah dan mencari pekerjaan. Kebetulan waktu itu seorang tetangganya mengenalkannya dengan Heechul eomoni, seorang pegawai yang bertanggung jawab terhadap sebuah asrama putri yang saat itu sedang membutuhkan pembantu dan teman untuk menunggui asrama milik sebuah yayasan swasta tersebut.

Kim Heechul adalah seorang janda tanpa anak yang hidup sendirian, dan kehadiran Hakyeon sangat membantunya. Bahkan kemudian Heechul eomoni mengusahakan beasiswa untuk Hakyeon agar dia bisa melanjutkan sekolahnya. Dan kemudian semua terasa mudah bagi Hakyeon, beasiswanya terus berlanjut hingga Hakyeon bisa lulus kuliah, tentu saja sebagian biaya hidupnya harus Hakyeon tanggung sendiri. Dia sekolah sekaligus bekerja sebagai pegawai asrama putri tersebut, mengurus administrasinya, bahkan kadang menjadi pegawai kebersihan kalau sedang tidak ada tenaga kebersihan.

"Mungkin itu rekomendasi dari Universitasmu, kau kan lulusan terbaik." Heechul eomoni tersenyum lembut, "Ayo, bukalah."

Dengan enggan dan sedikit takut-takut, Hakyeon merobek amplop itu, sebelumnya dia memastikan kalau amplop itu benar-benar ditujukan padanya. Setelah yakin dia mengeluarkan kertas surat yang tak kalah elegan dengan amplopnya itu dan mulai membaca isinya

Dengan Hormat,

...maka kami memanggil anda untuk menjalani rangkaian interview...

Hakyeon mengerutkan keningnya, membacanya berulang-ulang.

"Bagaimana?" Heechul eomoni tampak begitu optimis dan penasaran.

Hakyeon tersenyum, "Memang surat panggilan pekerjaan..."

"Kau harus datang."

"Tapi, eomoni... aku masih bingung..."

Heechul eomoni menggelengkan kepalanya, menelan semua bantahan Hakyeon, "Tidak semua orang berkesempatan sepertimu Hakyeonie, kau harus datang memenuhi panggilan kerja itu."

Hakyeon terdiam, mengerutkan kening, tapi pikirannya melayang, hidupnya terasa begitu mudah, seolah-olah Tuhan mengulurkan tangan-Nya langsung dan membantunya. Dia mendapatkan semuanya dengan begitu mudah, rumah asrama yang menampungnya gratis, beasiswa demi beasiswa untuk melanjutkan sekolahnya, ibu asrama sebagai pengganti orangtuanya. Pekerjaan yang sangat fleksibel yang memungkinkannya bekerja sambil sekolah, sekaligus menyediakan uang untuk kebutuhan pribadinya. Dan sekarang, begitu luluspun, tawaran pekerjaan langsung datang kepadanya, dan tidak tanggung-tanggung, langsung di sebuah perusahaan bonafit berkelas tingggi.

Hakyeon tersenyum dan otomatis memandang ke atas, ke titik khayalan yang dibayangkannya.

"Hei malaikat pelindungku," bisiknya pelan kepada langit, "Kau pasti sudah bekerja sangat keras, bernegosiasi dengan Tuhan untuk membuat hidupku begitu mudah, terima kasih ya."

~ Unforgiven Hero ~

Hakyeon merapikan rok setelan kerjanya yang sedikit kusut dengan gugup. Bus yang dinaikinya sangat penuh dan sesak sehingga penampilan Hakyeon jadi tidak serapi ketika dia berangkat tadi. Dan sekarang disinilah dia berdiri, di lobi mewah perusahaan ini dengan keragu-raguan dan kecemasan yang tampak jelas.

Aku telah berbuat kesalahan dengan datang ke sini, ini bukanlah tempatku...

Hakyeon mengusap keringat di dahinya ketika petugas resepsionis yang ramah tersenyum kepadanya, mengundangnya mendekat.

"Ada yang bisa saya bantu?" Resepsionis itu mungkin kasihan melihat Hakyeon yang gugup dan kebingungan seperti salah tempat.

"Eh... ini..." Hakyeon mengeluarkan surat panggilan interview yang diterimanya kemarin. Dia mengeluarkannya dengan hati-hati seolah itu harta karun berharga dan menunjukkannya kepada sang resepsionis, "Saya mendapatkan panggilan interview di perusahaan ini hari ini."

Resepsionis itu menerimanya dan mengerutkan kening, dia adalah pegawai berpengalaman dan tahu, bahwa surat panggilan ini tidak main-main, dikirimkan langsung oleh sekretaris sang owner. Bahkan ditandatangi langsung oleh owner mereka... Ini bukan surat main-main, ini surat penting...

"Sebentar, saya akan menelepon." sikap resepsionis yang ramah dan mengasihani itu langsung berubah serius dan dia meninggalkan Hakyeon untuk mengangkat telepon.

Jantung Hakyeon langsung berdegup kencang, pikiran-pikiran buruk langsung menerpanya, apakah dia salah? Apakah surat itu surat palsu, mungkin sekedar lelucon untuk mengerjai Hakyeon? Astaga! Kenapa tak pernah terpikirkan di benaknya tentang kemungkinan itu?

Hakyeon memandang sekeliling dengan gelisah, apakah dia akan diusir? Apakah dia akan dipermalukan?

Rasanya lama sekali ketika resepsionis itu akhirnya kembali dari belakang. Dia sudah berhasil menguasai diri rupanya, senyum ramahnya sudah kembali, "Interview akan dilakukan di lantai lima, saya akan meminta petugas kami untuk menemani anda ke atas."

Seorang petugas entah muncul dari mana dengan ramah menemani Hakyeon melangkah masuk ke lift menuju ke lantai lima.

"Mari nona, silahkan duduk dulu di situ, saya akan memberitahukan kedatangan anda."

Hakyeon duduk di sofa sambil tetap mengerutkan kening, memberitahukan kedatangannya? Kenapa seolah-olah dia adalah tamu yang sudah ditunggu dan bukannya salah satu calon pegawai yang akan menghadapi test? Dan dimana yang lainnya? Hakyeon memandang ke sekeliling yang sepi, dia menyangka akan di interview bersama calon-calon pegawai lainnya, tetapi ternyata dia cuma sendirian.

"Silahkan nona. Beliau berkenan menemui anda."

Masih dengan bertanya-tanya Hakyeon melangkah memasuki ruangan itu, sebuah ruangan rapat kecil yang mungkin difungsikan untuk mewawancarai calon pegawai.

Seorang perempuan cantik, lebih tepatnya terlihat lumayan imut karena gaya rambutnya yang berponi depan, telah menunggunya di sana, dengan setelan kantornya yang terlihat mahal dan menarik.

"Selamat siang, silahkan duduk," gumamnya datar mempersilahkan.

Dengan canggung Hakyeon duduk di hadapan perempuan itu, "Saya Eunji, HR Manager di perusahaan ini, mungkin anda bertanya-tanya kenapa anda bisa mendapat panggilan di perusahaan ini. Kami memperoleh rekomendasi dari universitas anda, bahwa anda adalah lulusan terbaik di sana."

Rupanya kata-kata Heechul eomeoni ada benarnya, dia dipanggil karena rekomendasi dari kampusnya...

"Baik, pekerjaan yang akan ditawarkan kepada anda adalah staff inti dari direksi. Maksud saya, anda akan bekerja sebagai bawahan langsung dari Owner kami..."

Otak Hakyeon serasa dicubit, Staff Direksi? Kenapa untuk jabatan sepenting staff direksi, perusahaan ini mengambil seorang lulusan baru sepertinya? Bukankah untuk jabatan seperti itu biasanya sebuah perusahaan akan mengambil dan mempromosikan pegawainya yang sudah lama mengabdi untuk naik jabatan? Tapi pertanyaan-pertanyaan di otak Hakyeon langsung terabaikan ketika dia berusaha berkonsentrasi penuh atas wawancara resmi yang mulai dilakukan oleh HR Manager yang imut itu.

Wawancara berlangsung lama, dan begitu resmi, Hakyeon menjawab semua sesuai kemampuannya, dan setelah pertanyaan terakhir dijawab, Eunji terdiam agak lama dan menatap catatan di mejanya.

Perempuan itu lalu menatap Hakyeon lama seolah-olah ingin membaca isi hati Hakyeon, "Kalau anda diterima, seberapa cepat anda bisa mulai bekerja di perusahaan kami?"

Hakyeon tergagap, tidak menduga akan ditanya selugas itu, biasanya mereka akan menyalamimu, kemudian mengatakan akan melakukan evaluasi dan akan menghubungi beberapa waktu nanti bukan?

"Saya bisa kapan saja," jawab Hakyeon cepat.

Eunji menganggukkan kepalanya, "Anda diterima, saya ingin anda siap dan mulai bekerja Senin depan. Cukupkah waktu untuk mempersiapkan semuanya? Dalam tiga hari?"

Hakyeon menganggukkan kepalanya meski masih merasa seperti mimpi, "Baik. Saya akan bersiap."

Eunji berdiri dan mau tak mau Hakyeon ikut berdiri juga, perempuan itu lalu menyalami Hakyeon dengan senyum aneh.

"Semoga sukses di perusahaan ini." Dia lalu melepaskan tangannya dan melangkah keluar, "Sampai bertemu lagi, anda bisa keluar sendiri kan." dan dengan langkah cepat dan tegas, wanita itu meninggalkan Hakyeon sendirian.

Meninggalkan Hakyeon yang masih terpaku di tengah ruangan itu, menahan keinginan kuat untuk mencubit dirinya sendiri, secepat ini prosesnya? Mimpikah ia...?

~ Unforgiven Hero ~

"Sudah beres," Eunji meletakkan berkas-berkas itu di meja Taekwoon.

"Gomawo," Taekwoon tersenyum menatap adiknya, "Bagaimana?"

"Dia kebingungan," Eunji mencibir, "Semua ini terlalu mudah. Kalau aku jadi dia, pasti juga akan sebingung dia, dan oppa sudah membuatku melanggar aturan perusahaan dalam merekrut pegawai."

Taekwoon tersenyum miris, "Perusahaan ini punyaku, dan aku juga yang berhak menentukan penerapan aturan itu."

Eunji mengangkat bahunya, "Yah... lagipula siapalah aku, bisa dibilang kau merintis perusahaan ini demi gadis itu... sekarang keinginanmu sudah tercapai Taekwoon oppa."

"Panggil aku Leo kalau berada disini."

Eunji meringis.

"Dia pasti akan tahu suatu saat nanti, Woonie oppa," dengan keras kepala Eunji tetap memanggil kakaknya dengan panggilan 'Taekwoon atau Woonie Oppa'. "Appa kita bisa dibilang pengusaha dengan nama besar. Suatu saat nanti dia pasti akan bisa menghubungkan namamu dengan appa, dan identitasmu pasti akan terbongkar."

Taekwoon diam tidak membantah kebenaran yang terasa jelas di ucapan Eunji, matanya menerawang.

"Dia akan tahu, nanti, setelah aku bereskan semuanya untuknya."

"Dan oppa pikir dia akan berterimakasih pada oppa nantinya?"

Taekwoon menggeleng dan tersenyum.

"Ini bukan tentang pemberian dan rasa terima kasih... ini tentang hutang yang dibayar, Eunji. Dan tidak pernah ada orang yang wajib berterimakasih atas hutangnya yang dibayarkan. Yang ada, yang berhutang itulah yang wajib mengucapkan terima kasih."

Eunji mendesah, menatap kakaknya dengan sedih.

"Aku cuma bisa mendoakan oppa, semoga semua baik-baik saja." Dan menyerahkan semuanya pada Tuhan, sambung Eunji dalam hati. Meskipun dia mulai merasa tidak yakin, sebab kalau seperti kata orang-orang bahwa Tuhan itu Maha Pemaaf, kenapa Dia membiarkan kakaknya menanggung dosa dan rasa bersalahnya selama bertahun-tahun?

~ Unfogiven Hero ~

"Ini ruanganmu," Seorang perempuan yang lebih tua darinya menunjukkan sebuah ruangan kecil di sudut yang terletak di lantai paling atas gedung megah itu.

"Seluruh staff direksi berjumlah delapan orang—termasuk dirimu, kami bertugas untuk memfasilitasi kegiatan owner perusahaan ini, yaitu Mr. Leo. Tugasmu adalah membantu Mrs. Xiumin, sekretaris direksi terutama karena dia akan cuti hamil beberapa bulan lagi. Kau harus bisa memback up semua pekerjaannya selama dia cuti nanti. Jadi sekarang dia yang akan menjadi mentormu," kata perempuan itu, yang ternyata bernama Mrs. Kahi. Ia mengedikkan bahu ke arah seorang perempuan muda yang tadi tidak sempat dilihatnya.

Mrs. Xiumin, perempuan muda cantik yang kelihatan montok karena sedang hamil besar itu tersenyum padanya, dan Hakyeon merasa lega karena mentornya itu kelihatannya sangat baik.

"Mrs. Kahi memang kelihatan ketus, tapi dia sangat baik, dia bisa dibilang wakil direktur utama disini. Dia yang menghandle semuanya kalau Mr. Leo sedang tidak ada di tempat. Ah, tidak perlu formal denganku, panggil saja Xiumin." Xiumin menjelaskan sambil tersenyum ketika mereka duduk bersama dan Xiumin menerangkan tugas-tugasnya.

"Pemilik perusahaan ini namanya Mr. Leo?" Hakyeon sudah tahu sebenarnya, karena penasaran kemarin dia membeli dan membaca berbagai majalah bisnis yang menyangkut perusahaan ini. Dan sesuai dengan keterangan dosennya sewaktu mencontohkan perusahaan ini sebagai materi kuliahnya, pemilik perusahaan ini masih muda. Muda dan cemerlang karena bisa membangun bisnis sesukses ini dalam waktu yang begitu singkat.

"Ya, kau akan sering bertemu dengannya nanti, apalagi saat aku cuti melahirkan nanti. Bisa dibilang pekerjaanmu adalah mengatur seluruh jadwal dan keperluannya," Xiumin tersenyum dan matanya menerawang, "Jangan kuatir, Mr. Leo tidak seketus Kahi, dia sangat baik dan tenang, tidak pernah meledak marahnya... dan sangat tampan." Xiumin mengedip nakal, "Biarpun wajah beliau sedikit murung yang mengarah ke tanpa ekspresi, seperti ada sesuatu yang selalu tersimpan di benaknya, membuatnya susah tersenyum, tapi walaupun begitu..." Xiumin mengedipkan matanya lagi, "Dia adalah bujangan paling diincar disini, kesan misteriusnya malah membuatnya semakin memiliki banyak penggemar. Sayang dia begitu penuh rahasia, tidak pernah terlihat dia dekat dengan siapapun."

Hakyeon mengernyit, muda, kaya, sukses, dan cemerlang, tetapi tidak pernah dekat dengan satu perempuanpun? Xiumin tertawa, bisa membaca apa yang ada di pikiran Hakyeon.

"Dia bukan gay," bisiknya pelan, "Sebenarnya ini rahasia, tapi aku pernah mengatur beberapa pertemuan beliau dengan perempuan-perempuan cantik dari kalangan atas. Tapi hubungan mereka sambil lalu saja, Mr. Leo tidak pernah menjalin hubungan lama dengan satu wanita," Xiumin mengehela napas dengan dramatis, "Lelaki setampan itu... dan kau tidak boleh jatuh cinta kepadanya Hakyeon, daripada kau nanti patah hati seperti yang dialami beberapa karyawan di sini yang berani memendam perasaan kepada Mr. Leo. Mereka semua berujung patah hati, karena Mr. Leo sedikitpun tidak akan melirik mereka."

Aku tidak akan jatuh cinta kepada 'Mr. Leo' itu. Hakyeon tersenyum dikulum, berpikir dalam hati, dari ceritanya, lelaki itu terdengar terlalu sempurna. Sempurna dan pemurung, ralatnya, sama sekali bukan tipe lelaki idaman Hakyeon, karena kekasih yang diimpikannya adalah lelaki biasa, yang ceria dan bisa membuatnya tertawa setiap saat.

Dan lelaki itu bukan Mr. Leo, aku tidak akan pernah jatuh cinta kepadanya. Hakyeon merasa yakin.

Meskipun keyakinan manusia kadangkala bisa bertentangan dengan kehendak Tuhan….

~ Unforgiven Hero ~

Dia ada disini.

Taekwoon menelan ludahnya, merasa konyol karena kegugupannya. Astaga! Dia yang selama ini menghadapi begitu banyak orang dengan percaya diri sekarang merasa gugup hanya karena seorang perempuan biasa yang bahkan tidak akan mengenalinya.

Taekwoon berdehem menenangkan diri.

Tetapi perempuan ini bukan perempuan biasa, perempuan inilah yang entah sadar atau tidak, telah mengubah seluruh kehidupannya, telah mengubah seluruh cara pandangnya terhadap kehidupan. Perempuan inilah yang sekarang telah menjadi tujuan hidup Taekwoon. Kebahagiaannya adalah tujuan hidup Taekwoon. Setelah menarik napas panjang, Taekwoon melangkah masuk ke ruangan kantor staff direksi. Kahi sedang berdiri di dekat pintu dan langsung mengangguk kepadanya.

"Selamat pagi, Mr. Leo." sapanya hormat.

Taekwoon mengangguk tak kentara, matanya berputar ke sekeliling ruangan, di mana Hakyeon? Seharusnya dia mulai bekerja hari ini kan?

Kahi sepertinya menyadari apa yang dicari oleh Taekwoon, dia termasuk orang kepercayaan Taekwoon yang tahu rencana bosnya itu ketika memasukkan Hakyeon keperusahaan ini.

"Dia sedang di kamar mandi, Mr. Leo."

Taekwoon mengangguk, merasa sedikit malu karena wakil direksinya ini menyadari apa yang dicarinya.

"Suruh dia menghadap ke ruanganku nanti," gumamnya setelah berdehem dan melangkah masuk ke dalam ruangannya.

Di dalam ruangannya, Taekwoon merasa begitu susah berkonsentrasi, berkali-kali dia melemparkan pandangan ke pintu dengan gelisah. Kenapa Hakyeon lama sekali?

Taekwoon merasa bahwa detik pertemuan inilah nanti yang akan menentukan langkah ke depannya. Dia harus memastikan bahwa Hakyeon tidak akan mengenalinya. Tentu saja dia tetap harus menghadapi resiko bahwa Hakyeon tetap akan mengenalinya. Siapa yang bisa mengukur kekuatan ingatan seseorang? Apalagi ingatan tentang kejadian buruk biasanya akan lebih kuat melekat. Dan jika Hakyeon mengenalinya, maka selesailah sudah semuanya.

Taekwoon merasakan jantungnya berdenyut, dia tidak akan siap. Dia tidak akan siap jika Hakyeon mengenalinya dan kemudian membencinya dengan kebencian yang sama seperti yang ditunjukkan di pertemuan pertama mereka di masa lalu. Semoga Hakyeon tidak mengenalinya. Taekwoon masih merapalkan doa singkat itu berulang-ulang bagai mantra, ketika sebuah ketukan pelan di pintu mengalihkan perhatiannya.

"Masuk," gumamnya penuh antisipasi.

~To Be Continued~

Masih dalam masa berkabung dan sedih. Tapi, ini jalan hidup yang jjong oppa pilih, kita harus tetap tegar, gak boleh sedih terus, hidup ini harus terus berjalan. Seperti kata tante saya waktu ibu saya meninggal. Saya masih punya ayah saya, kakak saya, semua keluarga yang saya sayang dan lima sahabat rempong saya, juga kembaran saya si Hana. ^^

Jjong oppa, titip salam untuk ibu, nenek, dan dua kakek saya di surga ya~ You really did a good job, oppa~ :')

.

Ottokajiiiii? Jadi juga akhirnya dibikin LeoN hahaha XD

Saya tau, ffnya HyukBin belom tamat, dan saya udah main posting ff ini aja huhu. FF ini masih satu sodara sama ff RaKen yang 'A Romantic Story About Jaehwan', jadi nanti RaKen bakal ada cameo sedikit di ff ini. HyukBin juga jadi cameo, tapi ff ini sama sekali nggak ada hubungannya sama ff 'After The Honeymoon' yaaa. ^^

Maaf jika ada typo yang bertebaran. :)

Terimakasih sudah menyempatkan baca ff ini. Silahkan ditunggu chapter selanjutnya ^^

Arigatou~ Thank you very Gamsa~ :*