Vocaloid © Crypton Future Media, Internet, Power FX, Yamaha, et cetera.
Semua judul lagu, sinetron, iklan, yang nyempil di sini bukan milik saya.
No copyright infringement is intended.
Warning inkonsistensi bahasa, alay, absurd, pairing bertebaran, et cetera. Kesamaan ide harap dimaklumi.
a/n republish dengan pembenahan plot. Cerita awal cuma fokus ke perkembangan interaksi YuumaLuka. Tapi, setelah dipikir-pikir, sayang kalo cuma muter ke situ aja. Jadi, saya coba kembangin dan bikin sub-plot. Semoga bisa menghibur.
"Romance is one of the fundaments of life, a crucial element, like bread and water."—Aziz Abdo on Crescent by Diana Abu-Jaber.
.
.
.
Falling in Love
by datlostpanda
#1
Jatuh cinta adalah sebuah fase yang dialami semua orang. Terutama bagi anak muda, yang memang hormonnya sedang berkembang. Tertarik dengan lawan jenis adalah hal yang wajar. Walau memang, berada dalam kondisi ini mampu membuat beberapa hal jadi lebih sulit dijelaskan, karena logika terlanjur dijungkirbalikkan.
Orang yang sudah jadi korban kebrutalan panah asmara akan merasakan betapa menderitanya melihat dinding-dinding akal sehat miliknya memburam. Mereka akan lakukan apa pun untuk orang yang mereka kasihi. Makanya, sering kita mendengar kalimat; seseorang rela mendaki gunung tertinggi dan mengarungi lautan terdalam hanya untuk orang yang mereka cinta. Kalimat barusan memang kaya akan majas hiperbolis, tapi benar adanya.
Sekali lagi, jatuh cinta adalah sebuah proses yang normal. Sehat, malah.
"Yang tidak wajar itu adalah tidak berani kenalan." Kaito menyindir.
Yuuma, selaku objek yang dijadikan bahan sindiran, memasang wajah masam.
Semua percakapan mereka bermula pada jam istirahat.
Siang itu, cuaca cerah dan keadaan begitu tenang. Langit amat indah dengan warna biru dan putih. Perpaduan harmonis pun tercipta. Bel istirahat makan siang telah berbunyi dan, seperti biasa, keempat sahabat karib—Kaito, Yuuma, Gumiya, serta Mikuo— duduk membentuk bujur sangkar di atas atap sekolah. Seekor burung gereja lewat di atas kepala mereka.
Awalnya, keempat remaja tanggung itu hanya duduk bersila sambil menghabiskan makanan mereka. Sampai sebuah celetukan Mikuo terdengar. "Seminggu lagi, klub voli ada sparring sama Utau Gakuen."
Ketiga temannya mengangguk-angguk.
Utau Gakuen adalah adalah sekolah yang termasuk berprestasi dalam segi olahraga, terutama voli. Sekolah tersebut telah dua tahun terakhir ini mengadakan latih tanding rutin dengan Crypton Gakuen, tempat Kaito dan kawan-kawan menimba ilmu. Kebetulan saja, Mikuo ikut eskul voli dan telah menjadi anggota tetap tim sejak kelas satu.
"Tahun ini klub yang datang cuma klub laki-laki lagi?" Gumiya bertanya disela kunyahan rotinya. Tahun lalu, dia ikut menonton pertandingan antara klub voli putra sekolahnya dengan Utau Gakuen. Pertandingan yang lumayan seru, walau akhirnya Crypton Gakuen harus mengaku kalah unggul. Libero klub putra Utau Gakuen tidak bisa dianggap remeh.
"Katanya, sekarang tim putrinya juga ikut."
Kaito langsung menelan rotinya dalam satu kunyahan saat mendengar jawaban Mikuo. "Tahun lalu memang mereka tidak ikut?"
Mikuo menggeleng. "Tahun kemarin, tim putri mereka memang berhalangan hadir." Mikuo berhenti untuk menghabiskan susu kotaknya. Rasa stroberi—eits, jangan salah paham. Meski tampang Mikuo garang macam security, hatinya selembut Hello Kitty.
"Kenapa?" Yuuma, yang sedari tadi diam, ikut buka suara.
"Kapten tim mereka cedera parah. Kudengar, tahun ini mereka baru ganti kapten."
Semuanya ber-oh ria mendengar jawaban Mikuo. Mereka terdiam selama beberapa detik, sampai Gumiya memecahkan hening sambil berkata; "Nanti nonton, yuk!"
Sebagai siswa pengangguran yang tidak ikut eskul apa pun, Makoto Gumiya memang rajin menonton sesi latih tanding yang digelar beberapa eskul. Tapi, yang paling sering dia lihat adalah basket, voli, dan sepak bola. Alasannya mudah, karena teman-temannya tersayang ada di masing-masing eskul tersebut (Kaito di sepak bola, Mikuo di voli, sementara Yuuma di basket).
Karena Gumiya anak baik, dia selalu senang memberi teman-temannya semangat. Setiap pertandingan digelar, dia adalah penonton yang paling heboh bersorak.
(Pernah sekali, Gumiya nonton para anak basket yang sedang latih tanding dengan mengenakan kaos bertuliskan; "DUKUNG YUUMA". Tentu saja, Yuuma langsung melempari yang bersangkutan dengan bola basket dan botol bekas minuman.)
Kali ini pun, Gumiya semangat melihat latih tandingnya. Apalagi, ia sudah dapat kepastian bahwa tim putri Utau Gakuen akan bermain. Sekedar informasi, para siswi Utau Gakuen terkenal cantik-cantik dan pintar. Lumayan, sambil nonton voli, sekalian cuci mata dan jual pesona. Siapa tahu, bisa ada yang diajak kenalan. Mengikuti kata pepatah, sambil menyelam, minum air.
Makoto Gumiya, 17 tahun, frustasi menjadi jomblo.
Ajakan ini dijawab oleh Kaito dengan menyeruput susu kotak. "Aku tidak mengerti aturan voli."
"Tidak apa-apa. Lihat saja." Gumiya memasukkan sampah bekas rotinya ke kantung plastik. "Lagipula, kudengar kamu punya teman dari Utau Gakuen, 'kan?"
Kaito mengingat-ingat seseorang yang sudah lama tidak ia temui, kemudian menghela napas tidak kentara. "Kami sudah lama tidak ketemu. Kemungkinan besar, dia sudah lupa."
"Ya, jangan begitu. Coba dulu."
Kaito terdiam sejenak, berpikir-pikir. "Oke, deh." Akhirnya ia menyanggupi. Toh, tidak ada salahnya ketemu teman lama. "Kau mau ikut juga, Yuuma?"
"Pergi saja tanpa aku." Yuuma menjawab malas. Sebelah tangan mengibas ringan, tanda tak berminat.
Gumiya mendecakkan lidah. "Ayolah. Sekali-sekali."
"Tidak tertarik."
"Kenapa selalu bilang tidak tertarik?" Gumiya menendang kaki Yuuma, pelan. "Hei, yang kita bicarakan ini, 'kan, siswi Utau Gakuen! Bagaimana bisa tidak tertarik?"
"Aku setuju." Kaito mengamini. Bagaimana Yuuma bisa tertarik?
Memang, sih, selama ini mereka mengenal Yukio Yuuma sebagai murid yang cuek—bahkan dengan murid perempuan sekalipun. Saking cueknya, dia malah kelihatan seperti tidak berminat dengan anak perawan.
Kaito masih ingat betul waktu Rinto menggembar-gemborkan berita dia sudah jadian dengan seorang anak kelas satu, seluruh anak laki-laki di kelas heboh. Jiwa bujang kesepian mereka berontak. Hanya Yuuma tetap terlihat kalem. Entah dia benar-benar tidak peduli, atau justru sudah putus asa dengan title Jomblo Suci. Sampai sekarang tidak ada yang tahu ("Jangan-jangan Yuuma homo!" Dan celetukan tak bertanggung jawab Mikuo diabaikan begitu saja oleh semua orang).
"Aku punya sudah punya incaran."
"Siapa, sih?" Mikuo kesal dengan kenyataan bahwa salah satu teman baiknya, yang terkenal dengan predikat jomblo suci, sudah punya kecengan dan menolak cerita.
Yuuma nyengir, kemudian menjelaskan dengan kalimat puitis, sarat hiperbolis. "Dia itu bidadari dari Nirwana. Dewi berparas paling jelita. Hatiku sudah sukses dicuri sampai ke akar-akarnya."
Ada hening panjang selama Kaito, Mikuo, dan Gumiya mencerna makna ucapan Yuuma, sebelum akhirnya bisa membalas;
"Nirwana itu daerah mana?"
"Di sekolah kita ada yang namanya Dewi?"
"Akar hati itu … temennya akar serabut?"
"…"
Yukio Yuuma, 17 tahun, gagal menjadi pujangga.
Berbanding terbalik dengan prediksi ngaco kawan-kawannya, tersangka yang telah mencuri hati Yuuma adalah gadis yang sudah tidak asing lagi.
"Megurine Luka."
Kaito dan Gumiya saling lirik, sementara dahi Mikuo langsung membentuk kerutan. Mereka tak percaya dengan apa yang barusan mereka dengar; Yuuma baru saja bilang bahwa ia suka pada Megurine Luka. Oke. Kuping mereka masih sehat, 'kan?
"Megurine Luka?" tanya Kaito, memastikan. "Maksudmu Megurine si wakil ketua kelas 2-1? Yang judes itu?"
"Memangnya yang mana lagi?" Yuuma mengangkat bahu. "Cuma ada satu Megurine di sekolah ini."
Yap. Hanya ada satu Megurine di Crypton Gakuen. Megurine Luka.
Megurine Luka adalah seorang murid di kelas 2-1, menjabat sebagai wakil ketua kelas. Gadis itu cantik dengan rambut merah muda panjang, mata biru yang bulat, serta kulit bening putih terawat seperti model di salah satu iklan pemutih kulit.
Beda dengan Kaito yang dituduh mengidap penyakit panu akut karena punya kulit yang kelewat putih, Luka justru dipuji pintar merawat diri. Mentang-mentang Luka perempuan, Kaito seenaknya dibilang panuan. Ini namanya diskriminasi pria!
("Warna kulitku memang sudah begini sejak lahir! Bukannya panu!" Kaito berteriak di depan matahari terbenam. Dramatis.)
Memang benar Luka cantik, tapi dia terkenal sangat dingin, judes, dan bermulut tajam. Ibarat bunga, Luka adalah mawar berduri, indah sekaligus berbahaya. Meski begitu, masih banyak siswa yang terkena panah asmara dan nekat mengutarakan cinta pada Luka. Tentu saja, mereka semua ditolak dengan sadis.
Osuga Meito adalah salah satu korban. Dia pernah memotong urat malu dengan menyatakan perasaannya pada Luka dan langsung ditolak dengan alasan yang sangat tidak rasional.
"Maaf, aku tidak mau jadi pacar kamu."
"Kenapa?"
"Habisnya…. Kamu bau ketek sih."
Kamu bau ketek.
Bau ketek.
Bau. Bau. Bau.
B. A. U.
Kata-kata Luka membuat Meito merasa seperti ditampar bolak-balik. Sungguh alasan yang super sekali untuk memadamkan api cinta seorang pria. Apa kalian tahu betapa hancur harga diri Meito saat itu?
Setelah penolakan tragis itu, Rinto datang untuk menghibur. Rinto bilang, tidak apa-apa. Mungkin Luka bukan jodohnya.
"Mungkin nanti kamu akan bertemu dengan gadis yang lebih baik lagi," hibur Rinto. Ah, dia memang sahabat yang baik. Walau kadang suka berisik, setiap pagi selalu menyalin pekerjaan rumah Meito, dan dicurigai akan tumbuh sebagai pemuda madesu, tapi rasa solidaritasnya bukan barang imitasi. Tidak perlu diragukan lagi.
Sayang, hiburan dari Rinto sama sekali tidak berguna. Meito tetap terpukul. Dia terlalu syok mendapati kenyataan baru ditolak perempuan dengan alasan bau ketek.
Astaga, apa ketiaknya benar-benar bau? ("Tidak, Meito. Kau tidak bau.") Kenapa dia tidak pernah sadar? ("Oi, oi, kau dengar aku tidak, sih?") Kenapa teman-temannya tidak pernah bilang? Sudah seberapa kronis baunya sekarang? Apa harumnya sudah bisa menandingi bunga bangkai di penangkaran? ("Oke, cukup. Badanmu wangi, kok.") Ah, pantas saja waktu di kereta tadi pagi gadis SMA yang duduk di sampingnya tiba-tiba saja pindah ("SUDAH KUBILANG KAU TIDAK BAU!").
Besoknya, bencana melanda Crypton Gakuen. Setengah dari jumlah keseluruhan murid yang hadir tiba-tiba saja pingsan di tempat. Sebagian kejang-kejang, beberapa mengaku indera penciumnya berhenti berfungsi. Ini semua karena Meito!
Pagi itu, Meito datang ke sekolah dengan badan yang luar biasa wangi. Saking wanginya, sampai orang yang berdiri dalam radius 100 meter bisa mencium bau Meito yang bikin pusing.
Di saat teman-temannya sibuk menggerutu tentang bau menyengat di seantero sekolah, Kaito justru memikirkan sesuatu. Jika badan Akaito wangi karena setiap hari mandi kembang tujuh rupa dan air tujuh sumur, mungkin Meito tadi pagi mandi pakai air parfum tujuh merk sampai baunya bisa sedahsyat ini.
(Spertinya Meito belum tahu bahwa sekarang sudah ada seseorang yang menciptakan benda untuk meminimalisir bau badan. Nama benda itu adalah: Deodoran.)
Entah sudah berapa banyak adik kelas yang pingsan dan dilarikan ke UKS akibat mencium aroma badan Meito hari itu. Ibu penjaga kantin marah-marah karena tidak ada anak yang punya selera makan setelah menghirup aroma Meito. Kalau begini, tinggal tunggu waktu sampai para aktivis Peduli Lingkungan Hijau datang, mengguyur Meito dengan bensin, kemudian membakarnya hidup-hidup karena sudah menimbulkan pencemaran udara.
Sementara itu, Megurine Luka justru melenggang dengan santai, seolah tak terjadi apa pun. Padahal secara tidak langsung bencana ini terjadi gara-gara dia. Kalau memang tidak suka dan tidak mau jadi pacar Meito, sebaiknya jujur saja. Jangan pakai alasan bau badan segala. Gara-gara itu, kesehatan paru-paru seluruh penghuni sekolah jadi terancam. Ini namanya merugikan orang banyak. Luka bisa dikenakan pasal berlapis dan dipenjara seumur hidup!
"Kenapa bisa suka sama Luka?" pertanyaan Gumiya membuyarkan lamunan singkat Kaito.
Ketiga pemuda itu kompak menatap lurus pada Yuuma. Penasaran.
Yuuma menggaruk belakang kepalanya canggung. Matanya bergerak-gerak, seperti malu. Gumiya, Mikuo, dan Kaito langsung melotot horror. Alamak, orang ini benar-benar sedang jatuh cintaaaa! Kalau saja ini anime shoujo, mungkin Gumiya dan Kaito akan kompak berteriak, "Moe, Moe, Kyun~!"
Sayang, ini bukan anime shoujo, dan mereka terlalu geli menyebut sesama jenisnya dengan sebutan moe. Mereka masih normal, tolong. Lagi pula tampang Yuuma lebih mirip maling motor yang sudah berulang kali keluar-masuk penjara.
Yuuma menghela napas dalam-dalam. Mulai bercerita. Tentang hari itu, hari pertama matanya menangkap sosok Luka. Hari pertama masuk sekolah—sekaligus hari pertama ia jatuh cinta.
(setahun yang lalu….)
Semua ini gara-gara Mizki. Kakak perempuannya yang satu itu benar-benar keterlaluan. Dia membangunkan Yuuma limabelas menit sebelum jam wekernya sempat berbunyi dan memaksanya berangkat lebih cepat.
"Mulai sekarang kau adalah murid SMA! Kau harus mengubah kebiasaanmu—dimulai dengan berangkat lebih pagi!"
Jadi, di sinilah Yuuma. Berjalan menuju sekolahnya yang baru. Crypton Gakuen. Jalanan hari ini dipenuhi kelopak sakura, tanda semester baru sedang dimulai. Suhu juga masih lumayan dingin, namun cukup hangat untuk mulai beraktifitas. Beberapa orang berjalan sambil menyembunyikan telapak tangan ke saku. Sebagian tertawa ceria bersama rekannya.
Di saat Yuuma hanyut memerhatikan keadaan sekitar, sesosok manusia sempurna melintas. Rambut sewarna bunga musim semi tergerai panjang sepunggung. Mata gadis itu biru jernih seperti langit musim panas. Kulitnya putih seperti susu. Badannya tinggi dan proporsional. Memakai seragam sekolah yang sama dengan Yuuma—dia juga murid Crypton Gakuen. Dia berjalan mendahului Yuuma dengan sepatu hitam dan kaus kaki tinggi. Dia bersama seorang teman; perempuan, memakai kacamata dengan bingkai merah, rambutnya hijau sebahu. Wangi parfum vanilla yang manis menyeruak saat sosok itu lewat.
Gadis merah jambu itu sempat menoleh sebentar pada Yuuma. Mata mereka bertemu. Dunia langsung bergerak dengan slow motion. Kelopak sakura berhenti di udara. Mengambang, gravitasi seperti menghilang dalam sepersekian sekon. Biru melebur di dalam emas. Lalu saat gadis itu kembali berpaling di detik berikutnya, dunia kembali normal. Lirikan singkat, tapi iris Yuuma membesar dan jantungnya seakan meledak. Hanya satu detik, tak berarti, tapi Yuuma bersumpah tidak akan pernah menghapus ingatan itu dari dalam kepalanya. Tidak akan.
Di detik itu pula, Yukio Yuuma positif jatuh cinta.
(flashback selesai.)
Itu adalah rahasia yang selama ini Yuuma pendam setahun terakhir. Sebuah rahasia yang sedikit saja dia bagi dengan sahabat-sahabatnya. Dan sahabatnya—dalam hal ini Kaito, Mikuo, dan Gumiya— berjanji untuk ikut menyimpan rahasia ini. Tapi, ada kalanya Kaito dan Gumiya merasa gemas sendiri. Bagaimana tidak? Sudah seahun lebih, dan Yuuma masih belum berani mengambil langkah untuk kenalan dengan Luka. Jangankan kenalan, mau mengajak ngobrol saja dia sudah keburu asma duluan.
Cemen? Banget.
Padahal, baik Kaito, Mikuo, maupun Gumiya yakin, semakin banyak waktu yang mereka lewati, semakin akut pula gejala suka yang Yuuma pendam terhadap Luka. Yuuma bahkan pernah berspekulasi jika warna rambut mereka berdua bisa sama karena faktor jodoh.
"Ini pasti namanya takdir! Kami sudah diikat oleh benang merah, aku yakin!"
Yah, mau jodoh atau permainan takdir sekalipun kalau tidak berusaha meraih sekuat tenaga juga tidak akan dapat, 'kan? Dan ini adalah masalah sesungguhnya. Yuuma terlalu pengecut untuk memulai.
Yuuma hanya berani mengamati Luka dari jauh. Melihat gadis itu berinteraksi dengan teman-temannya sambil sesekali tertawa. Dia hanya bisa jatuh cinta diam-diam. Seperti yang terjadi sekarang ini.
Beberapa menit lalu, bel pulang telah berbunyi. Yuuma dan Mikuo berjalan menyusuri kodidor menuju ruang klub. Kebetulan, hari ini Yuuma ada jadwal latihan. Sementara Mikuo harus ke ruang klub voli untuk mengambil seragam baru. Ruang klub olahraga di sekolah mereka memang bersebelahan, omong-omong.
Mikuo membawa beberapa lembar kertas. Kumpulan latihan soal yang gurunya berikan seminggu lalu. Karena waktu itu tidak masuk dan guru yang bersangkutan sudah kehabisan copy, Mikuo terpaksa pinjam milik Yuuma untuk kemudian difotokopi sendiri.
Saat keduanya lewat di depan kelas 2-1, seperti biasa, Yuuma diam-diam melirik ke dalam. Matanya berhasil menemukan Luka yang sedang berdiri di dekat pintu bersama seorang teman perempuannya. Tertawa, bercanda.
Hari ini Luka menguncir rambutnya ke belakang. Kulitnya putih bersih, terbalut seragam. Tulang pipinya tipis, dagunya lancip, sementara lehernya jenjang. Konsentrasi Yuuma pun buyar.
"Yuuma," panggil Mikuo, "ini ada dua jenis soal. Bab I dan Bab II. Aku pisah, ya?"
"Jangan dipisah."
"Kenapa?"
"Nanti kangen."
"…"
Oke, sepertinya Yuuma butuh terapi.
[to be continued]
review is love.
sign,
datlostpanda
