Sebulan telah berlalu semenjak Changmin dan Yunho tidak jadi bertemu. Sejak itu pula Changmin tidak pernah lagi bertemu dengan Yunho. Ia tidak tahu apa yang terjadi dengan pemuda itu. Sesering apapun ia mencoba menunggu Yunho di depan pintu apartemen Yunho, tetap saja pemuda itu tidak pernah muncul. Changmin lelah. Ia hanya ingin tahu apa yang sebenarnya terjadi dengan Yunho.

Perlahan Changmin berbalik lalu mulai berjalan meninggalkan apartemen Yunho. Kemana lagi harus mencari Yunho? Pemuda itu telah berjanji akan memberikan hadiah untuk kelulusannya. Namun lebih dari itu, alasan Changmin ingin bertemu dengan Yunho adalah rasa rindu.

"Seharusnya kau tidak perlu lagi ke sini!"

Changmin berhenti berjalan ketika mendengar kalimat itu. Ia mengangkat wajahnya lalu menatap wanita separuh baya yang kini tengah berjalan ke arahnya. Changmin menarik nafas perlahan.

"Nyonya Kim!" serunya lirih.

"Seharusnya kau tidak perlu menemui Yunho lagi."

"Tapi-"

"Tidak cukupkah kau membuatku kehilangan putraku, Changmin!" ujar Nyonya Kim mulai meneteskan air matanya.

"Apa maksud anda Nyonya Kim. Aku-" lagi lagi ucapan Changmin disela oleh Nyonya Kim.

Nyonya Kim memegang kedua lengan Changmin. Air matanya tidak berhenti mengalir, "Dia kehilangan ingatannya semenjak kecelakaan itu."

"Apa?" entah kenapa ada rasa sakit di hati Changmin. Inikah alasan ia tidak lagi bertemu dengan Yunho?

"Kumohon Changmin! Tinggalkan Yunho. Biarkan dia hidup tanpa kau. Aku ibunya! Sudah cukup aku kehilangan Yunho selama ini."

Nyonya Kim melepaskan kedua tangannya lalu perlahan berjalan meninggalkan Changmin yang tengah meneteskan air matanya.

.

.

.

DBSK Fanfiction

Present

November with Love © Ran Hime

DBSK © Themselves

Mimi Homin Vers © Chonzakajaejae

Drama, Hurt/Comfort

HoMin slight YooMin, YunJae

M Rated

Yaoi, OOC, Typo, etc.

.

.

.

Chapter 1

Changmin terbangun dari tidurnya ketika ia mendengar ponselnya berbunyi. Ia menghela nafas. Untuk kesekian kalinya, ia selalu memimpikan masa lalunya setiap kali tidur. Sampai kapan ia harus dihantui akan kenangan itu? Sampai kapan ia akan terus mengingat laki-laki itu. Sekeras apapun ia mencoba melupakan laki-laki itu, nyatanya kenangan itu semakin kuat. Lima tahun sudah berlalu, tapi semua tetap tidak berubah.

Changmin mengambil ponsel di meja di depannya. Ia melihat nama Yoochun yang sedang menghubunginya. Ia menarik nafasnya perlahan lalu mulai menjawab panggilan tersebut.

"Hallo!" ucapnya dengan suara serak

"Changmin-ah! Kau baik-baik saja, kan?" ada nada khawatir di kalimat itu.

"Aku hanya kelelahan Yoochun."

"Kau tidak lupa kan kita mempunyai janji dengan Direktur Kim."

"Aku akan bersiap-siap." Serunya lalu menutup telephonnya.

Changmin termenung menatap gambar di komputernya. Sampai kapan akan seperti ini. Ia terus berjuang dan menunggu. Tapi tetap saja tidak ada hasilnya.

Changmin beranjak dari duduknya lalu berjalan ke arah kamar mandi. Bersiap untuk bertemu dengan salah satu pemegang saham di Picttoon, tempat dimana ia bekerja. Yoochun bilang jika itu bisa membuat karirnya semakin baik.

.

.

.

Changmin keluar dari kamar mandi. Ia mengernyit bingung ketika melihat gorden jendela apartemennya terbuka. Bukankah tadi tertutup? Ia berjalan ke kamarnya lalu berganti pakaian.

Ketika berada di meja kerjanya, ia dibuat bingung lagi. Ia ingat betul jika tadi ia meletakkan kopinya di samping mejanya, namun dalam waktu dua puluh menit ia tinggal sisa kopi itu sudah tidak ada, yang tersisa hanya ponselnya.

"Seharusnya kau biarkan apartemenmu seperti ini." Seru seseorang di belakang Changmin.

Changmin berbalik lalu mendapati Changmin berbalik lalu mendapati Yoochun tengah tersenyum kepadanya.

"Udara dan sinar matahari akan membuatmu lebih baik, Changmin-ah! Dan kurangi kopimu. Aku tidak mau dokter Park akan marah kepadaku."

Changmin meraih ponselnya cuek lalu berjalan mendekati Yoochun, "sudahlah, jangan cerewet!" serunya lalu mengajak Yoochun untuk pergi.

.

.

.

ooO~ Ran Hime~Ooo

.

.

.

"Apa aku harus ikut?" Yunho tidak habis pikir dengan Jaejoong. Jaejoong bilang jika Jaejoong akan bertemu dengan salah satu penulis terbaik di perusahaanya. Tapi kenapa ia malah harus ikut. Ia tahu, hari ini ia tidak ada jadwal pertemuaan dengan klien-nya. Namun bukan bearti ia bisa sesuka hati meninggalkan pekerjaanya. Dan lagi, apa yang harus dilakukan olehnya nanti ketika mereka telah bertemu. Ia tidak mengerti dengan apapun tentang Pictton.

"Kau hanya perlu ikut," seru Jaejoong sembari memasang dasinya. Sembari mengutuk sebal karena Yunho terlalu bersemangat bercinta, "Di sana tidak hanya kita bertiga. Ada Direktur Park yang menemani penulis Shim."

"Direktur Park?"

"Iya!" Jaejoong berbalik lalu menatap Yunho dengan wajah bingung, "sudahlah, ayo berangkat."

Jaejoong meraih tangan Yunho lalu mengajaknya segera berangkat.

Yunho menatap punggung Jaejoong yang tengah menyeret tangannya. Ia tidak pernah berkomentar setiap kali kekasihnya itu mengajaknya untuk bertemu klien. Namun entah kenapa saat ini, ia merasakan perasaan yang aneh ketika Jaejoong mengajaknya untuk bertemu dengan salah satu karyawannya.

.

.

.

ooO~ Ran Hime~Ooo

.

.

.

Yoochun membukakan pintu untuk Changmin. Ia tersenyum menatap wajah Changmin. Ia tahu jika pemuda itu tengan sebal kepadanya karena perlakuan darinya. Apa salahnya jika ia membukakan pintu mobil untuk Changmin? Itu adalah bentuk rasa pedulinya kepada Changmin. Tidak ada salahnya ia membukakan pintu mobil untuk orang terpentingnya, kan?

Namun Changmin berpikir lain. Ia seorang laki-laki. Seharusnya ia membukakan pintu untuk seorang gadis yang sedang diajaknya kencan, bukannya malah dibukakan oleh laki-laki.

Yoochun hanya menggeleng. Changmin tidak pernah berubah semenjak pertama kali ia bertemu. Ia lalu meraih tangan Changmin yang kini ada di depannya.

"Seharusnya kita berjalan berdampingan dan saling berpegangan seperti ini." Godanya membuat pipi Changmin merah menahan marah.

"Kau pikir kita sedang berkencan!"

"Apa?" Yoochun pura-pura terkejut lalu tertawa, "jika kau berpikir kita sedang kencan maka aku akan senang sekali."

"Mimpi saja!" Changmin menghempaskan tangan Yoochun lalu berjalan lebih cepat, "Dan tidur saja supaya kita tetap terus kencan dalam mimpimu"

"Tapi aku mau yang nyata Changmin-ah."

"Nanti kalau aku akan mati baru kita akan kencan."

"Changmin-ah!" seru Yoochun sembari mengejar Changmin yang lebih dulu masuk ke dalam restoran.

.

.

.

Sepeluh menit telah berlalu, akan tetapi tamu yang ditunggu belum juga datang. Changmin meemasang wajah sebal. Orang kaya semua sama. Sudah membuat janji lalu datang hanya tersenyum. Ia menggoda Changmin dengan mengatakan jika ia juga orang kaya. Apakah ia pernah terlambat? Changmin menatap Yoochun lalu meminum tehnya. Ada baiknya ia tidak lagi bicara sampai Direktur Kim datang, dari pada Yoochun semakin membuatnya uring-uringan.

Tidak lama setelahnya dua orang laki-laki datang lalu berjalan mendekatinya. Changmin terkejut melihat salah satu dari orang tersebut berdiri di depannya. Reflek ia berdiri lalu menatap dalam pria tersebut. Membuat Yoochun juga berdiri karena melihat orang yang telah ia tunggu sudah datang. Mereka membungkuk memberi salam.

"Maaf, kami terlambat!" seru Jaejoong dengan penuh penyesalan.

"Tidak masalah Direktur Kim. Kami juga baru saja sampai.

"Perkenalkan, Jung Yunho. Tunangan saya."

Yoochun menjabat tangan Yunho lalu memperkenalkan diri. Sedangkan Changmin menatap dalam Yunho. Ada rasa ridu yang kembali hadir. Disaat ia baru saja menerima takdir Tuhan, ia malah dipertemukan kembali lagi dengan Yunho, Jung Yunho. Apa Tuhan sedang ingin mempermainkan dirinya? Ia sudah cukup lelah dengan ini semua. Tidak bisakah ia hidup dengan damai tanpa Keluarga Jung di sekelilingnya. Changmin hampir saja menangis jika tidak mendengar suara Yoochun yang tengah memanggilnya.

"Kau tidak apa-apa?" seru Yoochun cemas. Changmin hanya mengangguk lalu menjabat tangan Yunho.

"Jung Yunho!"

"Shim Changmin!"

Mereka berempat duduk lalu mulai berbincang-bincang. Jaejoong cukup terkesan melihat Changmin dan karirnya. Sebagai penulis yang baru lima tahun, itu adalah prestasi yang membanggakan karena Changmin sudah mampu bersaing dengan para seniornya. Bahkan yang Jaejoong dengar, pengunjung Picttoon semakin meningkat semenjak Changmin bergabung dengan perusahannya.

Changmin hanya tersenyum mendengar pujian dari Jaejoong. Pikirannya melayang setiap kali matanya bertatapan dengan mata Yunho. Lima tahun mereka tidak bertemu dan mengapa pertemuan pertama mereka setelah sekian lama harus seperti ini. Apakah Tuhan memang akan mengabulkan do'anya. Ia menutup mata.

.

.

.

ooO~ Ran Hime~Ooo

.

.

.

Changmin membuka mata perlahan. Rasanya kepalanya begitu berat. Ia mengerjap beberapa kali hingga ia melihat wajah cemas Yoochun. Ia tersenyum lemah. Sudah berapa kali ia selalu saja berakhir di rumah sakit? Apakah waktunya memang tidak banyak lagi?

"Changmin-ah!" Yoochun menggenggam tangan kiri Changmin. Matanya bahkan memerah akibat menangis. Bocah di depannnya memang senang sekali membuatnya khawatir. Tiba-tiba pingsan.

"Aku tidak apa-apa Yoochun! Aku baik-baik saja!"

Air mata Yoochun perlahan mengalir. Sudah berapa kali Changmin selalu mengatakan akan hal itu. Selalu berkata seperti itu lalu masuk rumah sakit lagi.

"Apa aku harus melupakan semua? Aku tersiksa jika harus seperti ini."

"Changmin-ah!"

Sebelum Changmin melanjutkan kalimatnya, dokter datang lalu menanyakan keadaan Changmin. Ia mengambil map yang di bawa suster lalu memasang wajah seriusnya.

"Dari yang aku lihat, ada baiknya Changmin-ssi mulai menjalani perawatan."

"Tolong lakukan apapun demi Changmin, dokter!" ujar Yoochun sambil menggenggam tangan Changmin dengan erat.

"Jika aku tidak melakukannya, berapa lama waktu yang aku punya.."

"Changmin-ah!" bentak Yoochun. Ia tidak suka jika Changmin menyerah. Tujuh tahun Changmin bertahan, haruskah semua sia-sia.

"Hanya waktu yang akan menjawabnya Changmin-ssi."

Changmin menutup matanya. Air matanya mengalir begitu saja. Hanya waktu yang akan menjawab semuanya. Ya, hanya waktu.

"Namaku Jung Yunho!"

"Ayo kita kencan!"

"Kita akan bertemu jam tujuh di menara jam. Tunggu aku Changmin-ah."

"Dia kehilangan ingatannya semenjak kecelakaan itu."

"Kumohon Changmin! Tinggalkan Yunho. Biarkan dia hidup tanpa kau. Aku ibunya! Sudah cukup aku kehilangan Yunho selama ini."

Haruskah Changmin benar-benar membiarkan Yunho hidup tanpanya? Lima tahun ia bersembunyi dan hari ini ia dipertemukan kembali dengan Yunho.

.

.

.

To be Continue