Blaze Yang Ternista

Sebuah Boboiboy Fanfic karya LightDP AKA LightDP2.

Author note:

-Boboiboy dan seluruh karakter yang terkandung di dalamnya adalah milik pemegang hak cipta, saya hanya pinjam saja karakter-karakternya

-Fanfic ini adalah request dari Instagram. Dari obrolan author fudan dengan seorang author/artist fujo mengenai Blaze yang mayoritas digambarkan berbaju armles atau tanktop sampai akhirnya tercetus ide fanfic ini...

-Warning: Elemental sibblings. tanpa super power, OOC (mungkin ?), typo.

-Dalam fanfic ini umur karakter utama adalah sebagai berikut dari yang tertua:

Boboiboy Halilintar: 17 tahun

Boboiboy Taufan: 17 tahun.

Boboiboy Gempa: 17 tahun.

Boboiboy Blaze: 16 tahun.

Boboiboy Thorn: 16 tahun.

Boboiboy Ice: 15 tahun.

Boboiboy Solar: 15 tahun.

.

.

.

Selamat Membaca.

.

.

.

Siapa yang tidak kenal dengan BoBoiBoy Blaze? Salah satu dari tujuh bersaudara kembar bermarga BoBoiBoy yang sangat mudah dikenali dari suaranya yang sedikit sengau dan mulai pecah. Belum lagi gayanya berpakaian yang juga mudah dikenali, warnanya pasti merah tua, hitam atau kombinasi keduanya dan pastinya selalu model armless atau tanktop.

Memang berpakaian seperti itu terasa lebih nyaman, adem, dan membuat Blaze yang berbadan atletis itu lebih bebas bergerak. Selain itu juga bonus bagi penggemar-penggemar rahasianya yang suka sekali mencuri-curi pandang mengintip tubuhnya yang atletis itu atau ketiaknya yang masih polos itu melalui sela-sela pakaian armless atau tanktop-nya itu.

Disamping penampilan fisiknya yang menggoda, Blaze juga mempunyai keunikan tersendiri yang cukup menggemaskan. Berbeda dengan adik kembarnya, Thorn yang super polos, Blaze ini terkenal sebagai bocah yang bandel, dan jahil. Ada yang berkata bahwa polosnya Blaze itu tertarik semua kedalam Thorn sewaktu mereka berdua dilahirkan. Atau kebalikan, sifat usilnya Thorn yang banyak tertarik ke dalam Blaze.

Konon menurut legendanya Blaze ini bisa mati karena bosan kalau tidak jahil atau tidak berulah barang sehari saja, dia . Entah betul atau tidak, tapi belum ada yang bisa mengkonfirmasi legenda tersebut.

Seperti yang terjadi pada siang hari yang panas ini.

Blaze nampak berbaring di atas ranjang, di dalam kamarnya yang berbagi dengan adik kembarnya, Thorn.

Kedua kakinya terbujur lurus dan saling bersilangan. Sebelah tangannya berada di belakang kepala sementara yang sebelah lagi terkulai di samping kepala melewati bantal. Celana pendek dan tanktop hitam melengkapi penampilannya yang sedang pundung, muram, tegang sembari memamerkan kedua ketiaknya.

Patut dan sewajarnya Blaze pundung siang itu. Mengikuti bujuk bisikan setan, untuk kesekian kalinya ia bolos dari sekolah dengan alasan sakit. Masalahnya, ia lupa kalau hari itu ada ulangan Bahasa Inggris. Karena absen, Blaze harus mengikuti ulangan susulan. Masalahnya lagi, gurunya meminta surat keterangan wali murid mengenai absennya.

Artinya Blaze harus minta surat keterangan dari kakaknya, Gempa.

Itulah yang menyebabkan Blaze pundung. Meminta surat keterangan absen palsu dari Gempa sama saja dengan menghampiri guru dan berkata, "Pak, saya ijin bolos ya?" Belum lagi kakaknya yang terkenal disiplin itu pasti mengamuk dan mengutus algojo merangkap kakak tertua, Halilintar.

"Aargh!" Blaze merutuk sembari menggaruk-garuk kepalanya dan mengacak-ngacak rambutnya. "Gimana caraku minta surat keterangan nih!" Ketusnya lagi seorang diri. Jalan pikirannya sudah benar-benar buntu.

Blaze bisa membayangkan dirinya seperti disidang. Gempa sebagai hakimnya, Halilintar sebagai jaksa penuntut merangkap eksekutor, dan Taufan sebagai pengacaranya. Mungkin ditambah Solar sebagai panitera

Ada sedikit rasa penyesalan dalam diri Blaze yang masih belum mau menghadapi vonis dari Gempa. Walaupun penyesalan itu bukan karena bolosnya, melainkan menyesal tidak mengajak Thorn dan kakaknya, Taufan untuk ikutan bolos. Kalau begitu minimal ia tidak harus menghadapi vonis Gempa seorang diri.

"Kak Blaze kenapa?" Sebuah suara terdengar dan terlihat adik Blaze yang terkecil, Solar yang berpakaian singlet putih dan celana pendek sekolah yang juga putih, menyembul dari balik daun pintu yang dibuka tanpa diketuk.

"Lain kali ketuk dulu pintunya dong!" Ketus Blaze yang belum beranjak dan masih berbaring gelisah di atas ranjangnya.

"Dih... Macam kamar Kak Hali aja mesti pakai prosedur gitu," ujar Solar yang cengar-cengir saja melihat kakaknya yang sedang sewot dan sensi.

Blaze mendecih saja seperti kakak tertuanya yang disebut namanya oleh Solar.

"Tumben kamu sudah pulang, kak?" Tanya si adik yang menatapi kakaknya yang masih tebar ketiak di atas ranjangnya.

Mendadak Blaze meneguk ludah. 'Duh, dia bakalan tahu kalau aku bolos sekolah lagi,' batinnya dalam hati sementara otaknya berkutat mencari jawaban yang tepat untuk adiknya ini.

"Aku lagi ngga enak badan, kepalaku pusing... Makanya aku ijin pulang." Jawab si kakak sembari menaruh tangannya di atas keningnya, berpura-pura pusing.

"Oh begitu... Lalu mampir di Timezone ya?"

"Iya, aku mampir di Time..." Blaze mendadak terdiam ketika ia dengan tidak sengaja mengiyakan pertanyaan Solar. "Eh, NGGA!. Aku langsung pulang!" Koreksinya yang sebetulnya sudah terlambat dan samasekali tidak mempan. Sekarang pura-pura pusingnya menjadi pusing sungguhan.

"Waaah... Kak Blaze bolos lagi yaaaa?" Tanya Solar dengan melagu dan menyeringai.

"Aku ngga bolos!" Blaze kembali menyangkal.

"Jujur saja deh, kak.. Aku dan Ice melihat kamu di Timezone dekat sekolah waktu kita berdua pulang."

"Bukan aku!"

"Kayaknya ngga banyak, dan cuma Kak Blaze deh yang aku tahu kepedean masuk Timezone sambil tebar ketek begitu..." Ujar Solar sembari menggelengkan kepala.

"Macam kamu ngga, Sol!" Ketus Blaze sembari menunjuk adiknya yang bersinglet saja itu.

"Hey, aku tebar ketek begini cuma dirumah ya? Ngga kayak kakak yang kepedean tebar ketek dimana saja, kapan saja!... Macam bagus dilihat..."

Blaze langsung mendelik begitu mendengar ledekan adiknya yang paling kecil dan terkadang paling menyebalkan itu. "KELUAR KAU!" Pekiknya sembari melempar bantal dan gulingnya kearah Solar yang cekikikan berlari keluar kamar

"Minta perang ya kau, Solar... Okelah kalau begitu." Sebuah seringaian licik mengulas pada bibir mungil Blaze. "Tidak perlu Trio Troublemaker untuk mengurusmu, Solar... Cukup aku seorang."

.

.

.

-Cklek-

Blaze mengunci pintu kamarnya sebelum menutup tirai jendela kamarnya rapat-rapat. Bulat sudah tekad dan niatnya berperang melawan Solar yang berani-beraninya menyindir kedua ketiaknya yang menjadi perhatian para penggemar rahasianya.

Masalah sepele sih sebetulnya, namun karena mood nya yang sedang buruk dan kebetulan Solar mencari penyakit, jadilah bendera perang dikibarkan.

Selembar kertas kosong dan sebuah pulpen diletakkan di atas meja belajar. Lampu kamar dimatikan dan sebuah lampu belajar dinyalakan menyorot kepada selembaran kertas itu.

Strategi dan rencana perang disusun diatas kertas itu. Dimulai dari cara memancing Solar keluar kamar dan jebakan-jebakan apa saja yang akan dibuat oleh si kakak yang mendendam.

Coretan demi coretan, gambar demi gambar, tulisan demi tulisan tertumpah di atas kertas itu. Pengalamannya selama menjadi prankster dan troublemaker baik disekolah maupun dirumah dicurahkan untuk menjahili adiknya yang paling kecil.

Dengan detail Blaze menyusun dan merancang cara bagaimana ia akan menjahili Solar. Namun ia juga tahu bahwa ada kemungkinan korban yang kena peluru nyasar, yaitu Ice, adiknya satu lagi yang setanggal lahir dan sekamar dengan Solar. 'Ah sudahlah, Ice ini, ngga bakal ngelawan balik, palingan ngambek.' Batin Blaze sembari merancang rencana prank-nya

Beberapa menit berlalu dan Blaze dengan bangga mengamati hasil akhir rancangannya, yang sebenarnya lebih mirip corat-coret cakar ayam. "Sekarang waktunya belanja..." Gumam Blaze seorang diri sembari melipat-lipat kertas yang berisikan rancangan rencana untuk menjahili Solar.

Perlahan-lahan dengan hampir tak bersuara, Blaze membuka kunci pintu kamarnya sebelum mengendap-ngendap keluar kamar dan pergi meninggalkan rumah untuk berbelanja beberapa alat-alat yang diperlukannya.

Hanya butuh waktu sebentar bagi Blaze untuk membeli alat-alat yang diperlukan untuk menjahili adiknya. Apalagi alat-alat dan bahan-bahan yang diperlukan itu sangat mudah diperolah di toko dan supermarket terdekat di daerah rumahnya. Entah barang apa saja yang dibelinya, namun di salah satu kantung belanjaan di tangannya terdapat sekotak es krim.

Sekembalinya di rumah, Blaze langsung menjalankan rencana yang telah disusun dan dibuatnya. Namun ia tetap berhati-hati, jangan sampai menjadi senjata makan tuan. Mimpi buruk para prankster adalah ketika mereka terkena atau termakan jebakannya sendiri.

.

.

.

Sementara itu di dalam kamar yang dihuni oleh Solar dan Ice...

Selesai mengerjakan semua PR dengan bekerja sama, Solar dan Ice lebih memilih untuk bersantai saja di dalam kamar mereka.

Kedua kakak-beradik kembar seumur itu sedang berada di atas ranjang milik solar dalam keadaan gelap-gelapan karena lampu penerangan sudah dimatikan dan tirai jendela kamar juga ditutup rapat. Satu-satunya penerangan adalah laptop milik Solar yang diletakkan di sisi ranjang, di atas sebuah bangku dan ditatap oleh kedua kakak beradik kembar.

Biasanya Ice cenderung lebih suka tidur siang namun kini ia memiliki hobby yang baru jejak Solar membeli sebuah laptop. Hobby barunya itu ialah menghabiskan waktu menelusuri video-video secara acak di Youtube. Atau terkadang Solar sering memperlihatkan channel-channel bertemakan dokumenter kepada Ice, meskipun yang diajak menonton dokumenter seperti itu lebih sering tertidur daripada menonton sampai habis.

"Tumben Kak Blaze ngga ada suaranya lagi" Ujar Ice ketika channel Youtube yang ditontonnya sedang menampilkan iklan. "Tadi aku dengar sempat marah sampai teriak-teriak."

"Kak Blaze lagi sensi, Ice..." Jawab Solar. Sejenak ia meregangkan tubuhnya dengan mengulet akibat pegal karena terlalu lama menonton channel youtube di laptopnya itu dengan duduk meringkuk. Dihempaskan badannya itu keatas kasurnya dan kedua tangannya diletakkan dibelakang kepala, persis seperti kakaknya, Blaze, yang diledeknya siang tadi

"Tumben dia bisa sensi?" Tanya Ice sembari melirik ke arah Solar yang masih tetap mengenakan singlet putih dan celana putih seragam sekolahnya. "Ada masalah apa dia... Lalu kenapa kamu ikutan tebar-tebar ketek begitu seperti Kak Blaze sih... Geli ngeliatnya!"

"Ooh, jadi kalau aku yang tebar ketek, kamu geli ngeliatnya, kalau Kak Blaze ngga?"

"Solar, badan Kak Blaze atletis, masih enak dilihatnya... Badanmu seperti papan cucian!"

Buru-buru Solar menurunkan kedua tangannya yang langsung dilipat di depan dada. "Iya deh... Tapi ada benarnya juga lho Kak Blaze. Memang enak berpakaian seperti itu... Lebih sejuk, lebih bebas juga rasanya."

"Ngga deh, terima kasih... Aku ngga pede seperti kalian berdua. Aku cukup baju biasa saja," ujar Ice sembari menunjuk kaus oblongnya yang berwarna biru muda polos.

-BLARR!-

Suara ledakan keras terdengar yang membuat Solar dan Ice tersentak kaget.

"APA ITU!?" Teriak Solar yang langsung meloncat bangun dari ranjangnya.

Ice tampak terlihat pucat karena terkejut. "Petasan?" Tanyanya sembari mengelus-elus dadanya yang berdegup kencang akibat suara ledakan yang baru saja didengarnya.

"Ayo kita lihat... Bunyinya seperti dari dalam rumah." Tanpa membuang waktu, Solar langsung membuka pintu kamarnya. Baru saja selangkah ia keluar dari kamarnya itu ketika terlihat sebuah botol plastik bergulir mendekati kakinya. "Apa-"

-BLAR!-

Belum sempat Solar bereaksi ketika botol itu meledak dan mengeluarkan uap yang berbau sangat menyengat. Belum lagi uap itu membuat seluruh badannya yang hanya terbalut singlet itu terasa lengket dan gatal.

"Astaga, Solar?!" Ice yang melihat itu langsung menghampiri adiknya.

"GATAL!" Teriak Solar yang menggaruki badannya. Semakin digaruk, malah semakin menyebar rasa gatalnya itu.

Dari lantai paling bawah terdengar suara cekikikan Blaze.

"Ini pasti ulah Kak Blaze." Tanpa membuang waktu, Ice langsung berlari menuju tangga rumah. Sayangnya ia tidak melihat beberapa biji buah mainan Lego yang sengaja diletakkan tersebar pada di anak tangga teratas. "ADUH!" Jerit Ice ketika telapak kakinya yang terlanjang menginjak biji mainan Lego itu. Secara refleks ia mengangkat dan memegangi kakinya yang terasa sakit. "Eh? So-Solar, TOLONG!" Waktu terasa berjalan lambat ketika Ice kehilangan keseimbangan dan terjun bebas menuruni semua anak tangga sampai ke lantai terbawah rumahnya.

"Alamak... Ice?" Dengan hati-hati Solar menghampiri kakaknya yang tergeletak di atas lantai.

Dengan susah payah, Ice dibantu berdiri oleh Solar dan dipapah menuju sebuah sofa yang terletak di ruang tengah rumahnya. "Aduuuh, pinganggku sakit," keluhnya sembari memijit-mijit pinggang dan punggungnya setelah ia terduduk di atas sofa.

Solar baru saja akan ikutan duduk di sebelah Ice ketika ia merasakan sengatan pada bokongnya. "HIAAA!. Apa itu?!" Teriaknya dengan kesakitan dan langsung meloncat bangun dari atas sofa yang hendak didudukinya.

"Paku payung!" Ice menemukan beberapa buah paku payung yang diselipkan di bawah kain pelapis sofa itu dengan sisi tajamnya menghadap ke atas.

"Kena kau, Solar!" Ledek Blaze yang berada di ambang pintu dapur.

"KAK BLAZE!" Ketus Solar dan Ice hampir bersamaan ketika melihat si kakak bandel yang masih cekikikan diatas penderitaan mereka berdua.

"Kapok?" Tanya Blaze di sela tawa cekikikannya. Sayangnya Blaze tidak melihat Solar dan Ice berbisik-bisik berdua. Namun ia sempat melihat ketika kedua adiknya itu saling mengangguk dan beranjak mendekat dirinya dengan tatapan mata yang tajam dan raut muka yang bisa disamakan dengan serigala yang kelaparan.

Bahkan tatapan mata kedua adiknya itu membuat Blaze meneguk ludah. "Mau apa kalian?" Tanya Blaze sembari beranjak mundur sementara kedua adiknya masih melangkah mendekati dirinya. Menyadari ada yang tidak beres, si kakak bandel langsung merapal jurus andalannya ketika dalam keadaan terdesak, Jurus Langkah Seribu.

"ICE!, TANGKAP DIA!" Teriak Solar sebelum berlari mengejar kakaknya.

"SINI KAU KAK BLAZE!"

Kali ini Blaze menyesal telah berbuat kesalahan besar. Kesalahan itu baginya bukanlah membuat kedua adiknya itu murka, namun lupa untuk memasang jebakan atau perangkap untuk kedua adiknya yang tengah mengejarnya sekuat tenaga sampai ke halaman belakang rumah mereka.

Blaze memang atletis dan biasa berolahraga. Sementara Solar adalah seorang kutubuku dan Ice juga bukan orang yang aktif. Namun dua melawan satu bukanlah kejar-kejaran yang seimbang. Kali ini Blaze mempelajari hal itu dengan cara yang tidak elit dan menyakitkan...

Karena hanya dalam hitungan detik saja, Blaze sudah tergeletak di atas rumput dengan Solar menduduki bagian perutnya sementara Ice menduduki bagian kakinya.

Sempat Blaze memberikan sedikit perlawanan, namun usahanya langsung terhenti ketika Solar menindih kedua tangan kakaknya yang jahil itu dengan kedua kakinya.

"Hegh!, Solar!, Lepas!" Teriak Blaze yang masih mencoba meronta dibawah tindihan kedua adiknya itu.

"Ooh, tidak bisa, Kak Blaze..." Desis Solar sembari memaksa kedua tangan kakaknya itu terentang selebar-lebarnya. "Jangan harap lepas sebelum kami selesai dengan kamu, kak."

"Awas ya, nanti kubalas kalian!" Ancam Blaze dengan wajah yang dibuat segalak mungkin.

"Ngga usah pura-pura galak, kak!" Tanpa peringatan, Solar menghujamkan kedua jarinya pada ketiak Blaze yang terpampang.

"HIAH!" Blaze langsung tersentak kaget ketika kedua ketiaknya terasa ngilu. "Jangan!" Wajah galak dibuat-buatnya langsung bertukar menjadi wajah memelas.

"Sol, coba kamu telepon kak Gempa deh... Biar dia ngga kaget" Ujar Ice.

"Ide bagus"

"Ja-Jangan Kak Gempa!" Blaze yang mulai panik langsung menggelengkan kepalanya tanpa daya. Wajahnya menegang ketika Solar meraih ponsel miliknya dari balik saku celana.

"Nah, nomer Kak Gempa..." Tanpa memperdulikan tatapan horror si empunya ponsel, Solar langsung menghubungi nomer Gempa dan mengaktifkan louspeaker ponsel milik Blaze itu

.

"Halo? Blaze, ada apa?"

"Bukan kak, ini Solar."

"Hah? Solar? Ngapain kamu pakai ponsel Blaze? Tumben-tumbenan dikasih."

"Begini kak... Aku sama Ice dikerjain Kak Blaze... Sekarang Kak Blaze sudah kami tangkap."

"Tangkap? Maksudmu?"

"Ini Kak Blaze kutindih bersama Ice... Boleh kami balas ngerjain Kak Blaze?"

"Hooo Boleh, boleh. Harus malah."

"Oke Kak Gempa."

-Tuut... Tuut... Tuut-

.

Wajah Blaze langsung memucat ketika Solar mengakhiri pembicaraan teleponnya dengan Gempa

"Ice, sikat! Kak Gempa ngasih ijin!" Pekik Solar sembari menyeringai.

"Ice? Kamu-"

Blaze belum sempat menyelesaikan pertanyaannya ketika ia merasakan jari-jemari kecil menari pada cekungan telapak kakinya yang tidak terlindung.

"HUAA!. ICE! AH.. AHAHAHAHA! JA-JANGAN HIAAAA! STOP AAAHAHAHAHA!" Blaze meronta sejadi-jadinya dibawah tindihan badan kedua adiknya ketika kedua telapak kakinya dikelitiki oleh Ice.

Napas Blaze langsung terengah-engah ketika ice berhenti mengelitiki telapak kakinya. "Ja... Jangan kaki." Pintanya di sela-sela tarikan napasnya.

"Ketek saja kalau begitu. Oke, Solar, giliranmu," Ice balas menjawab.

"SO... SOLAR! AHH.. AAAHMPUUN!" Kembali Blaze menjerit dan meronta ketika Solar mendaratkan dan menarikan jari-jari pada pinggangnya yang tidak terlindung oleh baju tanktop longgar yang ia pakai.

Blaze mendelik horror ketika dilihatnya jari-jari Solar beranjak naik mendekati kedua ketiaknya yang terpampang bebas. "Ja... Jangan... Jangan ketek aku! Ja..HAHAHAH! HIAAH! HEHEHEHE! AAHHAHAHAHA!" Blaze tidak mampu berhenti tertawa sampai berderai air mata ketika Solar mengelitiki kedua ketiaknya.

Berontak sejadi-jadinya tidak membuahkan hasil apapun, malahan semakin membuatnya kehabisan napas. "Ah... Ahm.. Phuun... Sh.. Sho...Lar!. Na... Napasku!" Jerit Blaze seperti tercekik.

Beruntunglah Blaze karena Solar menarik mundur jari-jari kedua tangannya menjauh. "Kapok kak?" Tanya Solar yang masih menyeringai. Tak disangka Solar juga memiliki sifat sadis.

"Awas kau Solar, Ice... Aku balas-"

"Lanjut, Sol. Kak Blaze belum kapok!"

"Tunguu! HUAA... STOP! AAAHAHAHEHEHE.. HIAAA! Aaampuuun!" Kembali Blaze jejeritan sembari tertawa tidak karuan ketika kedua ketiaknya dikelitiki dan ditusuk-tusuk dengan jari oleh Solar sementara kedua telapak kakinya dikelitiki oleh Ice yang sudah bernapsu untuk membuat kakaknya kapok.

Bahkan wajah Blaze mulai memerah karena kehabisan napas. Seluruh badannya sudah banjir keringat akibat meronta dan berontak dibawah tindihan badan kedua adiknya. Namun belum ada tanda-tanda kedua adiknya untuk menyudahi siksaannya. Sebaliknya, semakin Blaze jejeritan dan menggeliut, kelitikan mereka malah semakin menjadi.

"FUAAAH!" Perlawanan terakhir, Blaze menghentakkan badan dan tangannya yang ditindih Solar. Kali ia berhasil menarik tangannya dari bawah kedua kaki Solar yang menahannya.

-Greb!-

Sepasang tangan orang ketiga mencengkeram dan menahan kedua tangan Blaze.

"Mau kemana, Blaze?" Tanya orang ketiga itu yang tidak lain adalah...

Blaze hanya bisa menengadah dari posisinya. Ulu hatinya berasa terjun bebas ketika ia melihat wajah orang ketiga yang akan ikutan menyiksanya. "Kak Hali?!"

"Yap, aku dengar dari Gempa kalau kamu menjahili Solar dan Ice. Tadinya aku malas terlibat urusan beginian... Tapi aku bertemu Thorn yang bilang kalau kamu ngga masuk kelas, ngga ikut ulangan," lirikan mata sang kakak tertua menajam. "Bolos sekolah, Itu tidak bisa dimaafkan... Solar, lanjut!"

"Baik Kak Hali!" Sahut Solar dan Ice dengan serempak.

"TOLOOONG! SOLAAAR!. HUAA AH AH AHAHAHAH HIAA." Blaze hanya bisa jejeritan ketika kedua ketiaknya ditusuk-tusuk, dipijit-pijit, dan dikelitiki bergantian kanan-kiri oleh jari-jari Solar.

Belum lagi kedua telapak kakinya yang dikelitiki dengan kuku oleh Ice.

Ngilu, geli, ngilu, geli, hanya itu yang Blaze rasakan. Otaknya serasa seakan-akan sedang dimasukkan ke dalam blender dan digiling sampai lumat. Wajahnya sudah benar-benar memerah dan banjir keringat. Tidak ada ampun baginya sampai...

Cairan hangat kekuningan mengalir membasahi celana yang dikenakan Blaze.

"Hiaa!" Solar memekik terkejut dan segera bangun dari posisinya yang menindih Blaze. "BLAZE NGOMPOL!" Serunya sebelum tertawa terpingkal-pingkal sembari menunjuk celana Blaze yang basah total.

Demikian juga Ice yang biasanya pendiam jadi ikutan tertawa melihat hasil kerjasamanya dengan Solar.

"Ampun... Solar... Ice... Maaf... Aku kapok." Lirih Blaze yang pada akhirnya menyerah juga. Tubuhnya yang terkulai kelelahan terlihat berkedut-kedut.

-Ckrek!-

Halilintar tidak menyia-nyiakan kesempatan sekali seumur hidup itu dan langsung mengambil foto Blaze yang tengah ternista itu. 'Tugas selesai, Gem. Benar kata Thorn kalau Blaze hari ini bolos sekolah. Sisanya urusanmu... Dan,Taufan, ini hasil didikanmu ya?' Dikirimlah foto itu kepada dua orang yang kemungkinan akan saling beradu otot juga. "Sekali tepuk kena dua lalat." Gumam Halilintar dengan seringai sinis.

"Belum selesai, Blaze... Sebentar lagi Gempa pulang... Bersiaplah." Halilintar hanya tersenyum manis saja membayangkan Blaze yang bakal diganyang lagi oleh Gempa.

Terdengarlah pintu depan rumah dibuka

"Panjang umur, itu pasti Gempa... Solar, Ice, ayo, kita harus jaga kedai."

"Hik... Hik... Matilah akuuu..." Blaze hanya bisa sesegukan lirih ketika dilihatnya Gempa yang cemberut sudah bertolak pinggang menatapnya sementara tangan kakaknya yang sebelah lagi menarik Taufan pada daun telinganya yang sudah merah menyala.

.

.

.

Tamat.