Detective Conan/Case Closed © Aoyama Gosho

.

Warn : OOC, Typo(maybe), AU, dll.

.

Happy reading!

.

Sera langsung murung dan berwajah kesal saat lagi-lagi ia diberhentikan polisi di persimpangan. Ia memandang galak polisi dengan surai pirang pucat dan berkulit gelap tersebut.

"Apa salahku?"

Amuro memberinya instruksi agar lebih menepi lagi.

"Kau bersepeda sambil menggunakan headset. Itu berbahaya dan kau bisa kecelakaan," terang Amuro.

"Kenapa kau begitu peduli pada keselamatanku? Ini kan hidupku, jadi terserah apa yang ingin kulakukan," bela Sera.

"Karena aku seorang polisi, maka dari itu aku peduli pada keselamatan warga sipil."

Sera memicingkan matanya. "Oh ya? Atau kau hanya ingin bicara padaku? Jangan-jangan kau naksir padaku..." Sera mengecek name tag di seragam polisi itu. "...Amuro-san."

Amuro hanya menyeringai kecil. "Kau masih seperti bocah di mataku Nona."

Sera cemberut kesal.

"Jadi apa hukumanku? Kau hanya akan memperingatiku saja kan? Aku sudah hafal dengan apa yang akan kau katakan, jadi aku bisa langsung pergi?"

Amuro berkacak pinggang. "Ini sudah ketiga kalinya dalam seminggu. Kau kira aku akan melepaskanmu begitu saja? Ikut aku ke pos polisi."

"Kau berlebihan Amuro-san. Ini hanya pelanggaran kecil." Sera mencoba membela dirinya lagi.

"Pelanggaran kecil untuk ketiga kalinya. Pertama, bersepeda tanpa menghidupkan lampu saat malam hari. Kedua, kau berboncengan dengan temanmu. Dan kali ini kau menggunakan headset saat berkendara. Itu semua sudah ada larangannya dan kau belum lupa kalau aku sudah memberimu peringatan jika kau melanggar untuk yang ketiga kalinya kau akan mendapatkan hukuman. Sekarang, ikut aku ke pos, aku akan mencatat semua pelanggaran lalu lintas yang kau lakukan dan memberimu peringatan."

Sera melenguh. "Yang benar saja. Kau berlebihan Amuro-san."

"Aku menjalankan tugasku dengan baik," ujar Amuro disertai senyuman.

.

.

.

"Sera, kenapa kau jalan kaki? Biasanya naik sepeda kan?" tanya Ran.

"Aku kena skor dari Amuro-san tidak boleh naik sepeda selama tiga hari," jawabnya setengah kesal mengingat kemarin sore ia mendapat ceramah panjang dari polisi itu sampai malam. Ia jadi pulang telat dan tidak bisa mengerjakan PR-nya karena terlalu lelah.

"Kau kan bisa diam-diam melakukannya." Sonoko memberi nasehat sesat.

"Polisi itu sudah menelepon kakakku dan jika aku masih melanggarnya ia harus datang ke pos untuk membebaskanku. Aku tidak mau merepotkannya," jawab Sera.

"Benar juga. Itu sepeda yang diberikan kakakmu kan? Kau sangat menyukai hadiah itu."

"Ya. Dan aku tidak mau kalau sepedaku sampai disita oleh polisi sialan itu."

"Ngomong-ngomong, sepertinya ia sedang menilang remaja SMA lagi. Lihat di sana."

Sera dan Ran menoleh ke arah yang ditunjuk Sonoko. Memang benar, Amuro sedang menilang sepasang remaja yang naik sepeda berboncengan. Laki-laki yang mirip Shinichi dan seorang gadis yang sepertinya temannya, si gadis berulang kali meminta maaf pada Amuro.

"Dia mirip Shinichi ya? Di mana sekolahnya? Sepertinya aku tahu seragam hitam itu," ujar Sonoko.

"Iya, dia mirip."

"Dan yang cewek juga mirip Ran," lanjut Sonoko.

Sera tidak mendengarkan pembicaraan kedua temannya yang terus membicarakan kemiripan mereka dengan dua remaja yang ditilang itu. Ia melangkah ke tepi jalan dan mengambil nafas dalam-dalam.

Sera berteriak. "AMURO-SAN MENYEBALKAN!"

Amuro menoleh dengan panik karena diteriaki begitu dan dia langsung melotot saat tahu yang melakukannya adalah Sera. Gadis itu menjulurkan lidahnya mengejek pada Amuro dan lari dari sana meninggalkan Ran serta Sonoko.

"Ada apa dengannya?" tanya Ran bingung.

"Well, sepertinya dia punya dendam pribadi pada polisi itu," sambung Sonoko.

.

.

.

Amuro mendesah. Berkali-kali ia sudah menghela nafas lelah dan memandang kesal gadis SMA yang duduk di hadapannya.

"Apa lagi yang kau lakukan kali ini? Menaiki motor tanpa SIM itu merupakan pelanggaran lalu lintas."

Sera memalingkan wajahnya.

"Siapa yang memberimu izin menaikinya?"

"Tidak ada."

"Lalu kenapa kau melakukannya?"

"Karena kau melarangku naik sepeda jadi aku naik motor saja." Sera menjawabnya dengan seringai.

Amuro berkedut kesal. "Kau mau mempermainkanku ya? Harusnya kau tidak lewat di depanku kalau mau melakukan itu."

"Jadi boleh?!"

"Tentu saja tidak!" tukas Amuro tegas.

Sera menyilangkan kakinya dan melipat kedua tangannya di dada. "Lagian kenapa kau bertugas malam hari? Bukankah jatahmu hanya sampai sore saja?"

Amuro memicingkan mata. "Kau menyelidikiku?"

Sera mendadak salah tingkah. "Aku hanya mengantisipasi agar tidak tertangkap olehmu lagi."

"Hanya itu?"

"Ya. Hanya sebatas itu."

"Katakan, seberapa banyak kau tahu tentangku?"

"Kenapa aku harus tahu?"

"Aku akan membebaskanmu jika kau mengatakannya." Amuro mengedipkan matanya.

Dan Sera tergiur dengan tawaran itu.

"Amuro Tooru, usia 29 tahun. Lahir dan besar di Jepang tapi memiliki darah campuran, sangat mencintai negaranya dan membenci Amerika terutama agen FBI mereka. Kau juga memiliki teman baik di kepolisian bernama—"

"Berhenti," kata Amuro. Ia memandang Sera tajam. "Kau menguntitku ya? Kau bisa dikenakan pasal atas tindak kejahatanmu ini lho."

"Kau menjebakku!"

Amuro tersenyum menang. "Kau tidak bisa membela diri lagi, Sera-chan. Oke, sekarang kembali ke pertanyaan tadi. Kenapa kau naik motor?"

"Aku hanya ingin keluar mencari makan, karena jaraknya jauh dari rumahku makanya aku naik motor."

Amuro mencatat keterangan itu. "Aku akan menghubungi orang tuamu untuk menjemputmu."

"Ibuku di luar negeri."

"Kakakmu?"

"Dia bekerja di luar negeri, ibuku pergi untuk mengunjunginya."

"Kakakmu yang satu lagi?" tanya Amuro untuk yang ke sekian kalinya.

"Kau. Kenapa kau tahu aku punya dua kakak? Seingatku aku tidak pernah membicarakan mereka," ujar Sera.

Amuro memperlihatkan buku catatan yang tadi ditulisnya pada Sera. Tertera profil lengkap gadis itu di sana, serta pelanggaran yang sudah pernah dilakukannya.

Sera kesal dengan itu, tapi ia tetap santai. "Kakakku yang satunya juga sedang tidak ada di sini, ia di luar kota untuk turnamen shogi. Kau tidak bisa melakukan apa-apa padaku Amuro-san."

"Tapi kau akan tetap mendapatkan hukuman karena tidak ada yang bisa menjaminmu. Sepertinya tidak ada keluargamu yang di rumah bukan berarti sebuah keberuntungan," kata Amuro.

Sera meletakkan kepalanya di meja. "Kenapa kau kejam padaku?"

"Aku hanya melaksanakan tugas."

Sera menegakkan badannya dan menggebrak meja. "Selalu alasan itu lagi. Lalu, apa hukuman untukku?"

"Kau akan mendapatkan denda atas pelanggaranmu itu dan melakukan sidang di kantor—"

"Tidak bisakah kau melepaskanmu? Kumohon..."

Amuro hanya diam saja dan berwajah datar.

"Aku janji tidak akan mengulanginya lagi," ucap Sera. "Aku ada ujian sebentar lagi, tolong jangan membebaniku, kumohon."

"Tidak."

"Kumohon?" Nadanya berubah menjadi merajuk.

"Maaf, meskipun aku bersimpati padamu aku tidak bisa—"

"Ah, Sera-san?"

"Ah! Anda—"

"Ya. Ini aku. Terima kasih sudah membantu kami menghentikan perampok yang kabur dua hari yang lalu. Ngomong-ngomong, kenapa kau ada di sini?" tanya officer polisi itu.

Sera tersenyum senang. Ia mendapatkan tiket keluar dari masalahnya. "Yah, sebenarnya aku melakukan pelanggaran lalu lintas yang kecil. Karena aku sudah membantu polisi menangkap pencuri itu, bisakah aku dibebaskan kali ini saja?"

"Amuro-san, apa pelanggarannya?"

"Dia—"

"Kumohon! Ini hanya pelanggaran kecil. Aku berjanji tidak akan mengulanginya lagi," ucap Sera sungguh-sungguh.

"O-oh, baiklah. Amuro-san, lepaskan saja dia."

"Eh? Tapi—"

"Dia juga sudah berjasa pada polisi. Kalau begitu aku akan mengecek keadaan dulu."

Sera tersenyum menang setelah officer polisi itu pergi. Bahkan tawanya pecah melihat wajah kesal dari Amuro.

"Nah, Amuro-san, cepat berikan kunciku. Aku mau pulang," pinta Sera. Ia sudah berdiri dari duduknya tadi.

"Aku yang akan mengendarainya."

"Heh? Lalu aku akan naik sepedamu itu?"

"Bodoh! Itu milik kantor, aku akan meninggalkan motorku di sini dan kau akan kuantar pulang."

"Eh?"

Sera melongo. Amuro pergi ke lokernya dan mengambil jaket serta helmnya yang di simpan di atas lemari loker lalu berjalan keluar. Ia menaiki motor Sera.

"Ayo."

"Eh? Kenapa kau harus mengantarku pulang? Aku bisa sendiri," jawab Sera.

"Kau pikir aku akan membiarkanmu melanjutkan pelanggaranmu?"

Sera menggeleng.

"Kalau kau tidak mau aku bisa membawanya pulang. Kebetulan bensin motorku juga tinggal sedikit," lanjut Amuro. "Apa kau mau naik dan kuantar atau pulang jalan kaki?"

Sera dengan kesal menyeret kakinya dan naik ke boncengan Amuro. Ia memakai helmnya agak kasar.

"Berpeganganlah."

"Seperti aku mau saja."

Amuro menyeringai di balik kaca helmnya. "Akan kutunjukkan bahayanya naik motor."

Amuro melajukan motor itu dengan kecepatan yang sangat tinggi, ia juga beberapa kali menyalip kendaraan lain dengan agak sembrono. Sera tentu saja terkejut dengan itu, ia refleks berpegangan pada pinggang Amuro.

"Kau mau membunuhku hah?" serunya.

"Ya. Aku mau membunuh keteledoranmu. Kupastikan kau tidak akan naik motor sebelum memiliki SIM lagi."

Amuro menambah kecepatannya. Sera langsung mempererat pegangannya, ia bahkan beralih memeluk Amuro dari belakang karena takut.

"Hei, rumahku sudah kelewatan. Aku tinggal di hotel yang tadi."

"Aku tahu," balas Amuro. "Tapi bukannya kau mau cari makan? Aku tahu tempat makan yang enak."

Sera termenung. Ia tersenyum.

"Ternyata kau baik juga," katanya sambil menatap Amuro melalui kaca spion.

"Bukankah menyenangkan naik motor dengan kecepatan seperti ini?"

"Ya."

"Kalau begitu lepaskan tanganmu dan rentangkanlah," saran Amuro.

"Kau gila?! Aku bisa jatuh."

Amuro menoleh ke belakang. "Tidak akan. Karena aku akan menjagamu supaya tidak jatuh."

Sera terdiam. Mata mereka bertemu selama beberapa detik tadi.

"Cobalah."

Kenapa Amuro tampak sangat keren barusan?

"Jangan melamun. Cobalah, aku akan menurunkan kecepatan."

"O-oke..."

Sera melepaskan pelukannya dan ia menjauhkan tangannya dari tubuh Amuro. Ia merentangkan kedua tangannya secara perlahan dan angin yang berlawanan arah langsung menerpa tubuhnya. Ia menikmati sensasi itu.

"Ini menyenangkan," ujarnya.

Amuro tersenyum melihat wajah gadis itu lewat kaca spion. Tiba-tiba ia memiliki ide untuk menjahili Sera. Ia menaikkan kecepatan lagi secara tiba-tiba.

Brukh!

Tubuh Sera huyung ke depan dan ia langsung berpegangan erat pada tubuh Amuro.

"Hei, hati-hati! Kau hampir membuat jantungku copot!"

"Ah, maaf." Amuro melengkungkan bibirnya senang.

.

.

.

"Kau...!"

Sera memamerkan senyumnya dengan giginya yang menyembul keluar. "Aku lupa dengan janjiku. Tapi aku langsung menyerahkan diri kok. Dan aku sadar dengan kesalahanku. Kau tidak harus menghukum orang baik sepertiku."

Amuro menghela nafas lelah melihat gadis itu kembali melakukan pelanggaran.

"Jadi, apakah kau mau mengantarku pulang lagi Amuro-san?"

Amuro tersenyum. "Apa boleh buat?"

...

..

.

Owari

.

..

...