GIVE ME A CHANCE TO BE YOUR FATHER AGAIN – Chapter 1 of 2
Characters : Akashi Masaomi, Akashi Seijuurou dan chara lainnya
Disclaimer : Kuroko no Basuke © Tadatoshi Fujimaki
Warning : Abal, aneh, hanya imajinasi, kayaknya ada typo, OOC, ada OC mohon maaf bila ada kesamaan ide.
A/N : Hola minasan! Ini fanfic kedua saya di fandom ini. Selamat menikmati! Dan, semua nama selain chana KuroBas adalah karangan saya. Ah iya, untuk Akashi Seijuurou saya akan tulis dengan sebutan 'Seijuurou' dan untuk Akashi Masaomi akan saya tulis dengan 'Masaomi' sebagai pembeda
Summary : Kalau kau diberi satu kesempatan lagi untuk mengulang hidupmu, bisakah kau memanfaatkannya dengan baik tanpa mengulangi kesalahan yang sama untuk kedua kalinya?
DON'T LIKE DON'T READ
Rakuzan telah dikalahkan.
Ya, pertandingan sengit melawan Seirin dengan hasil 105-106 telah berakhir sejak tiga jam yang lalu. Kekalahan pertama yang dirasakan seorang Akashi Seijuurou.
Jadi begini rasanya kalah?
Rasanya …. Entahlah, dia sendiri tidak bisa mendeskripsikannya.
Pemilik marga Akashi itu tersenyum sedih. Bukan karena kekalahan yang dialaminya, melainkan karena besok dia akan segera pulang, kembali ke mansion Akashi. Kira-kira, apa yang akan Ayahnya katakan jika tahu seorang Akashi telah dikalahkan? Padahal, nilai-nilainya di sekolah semuanya sempurna tanpa celah, kemenangan Rakuzan di Inter High ….
"Apa ya, yang akan dia katakan nanti?" ucapnya.
Saat ini, dirinya telah kembali menjadi Seijuurou yang dulu, dimana sisi oreshi yang mengontrol penuh atas tubuhnya. Namun, bukan berarti remaja scarlett ini tidak tahu apa yang sudah sisi bokushi-nya lakukan.
Akan mencongkel matanya bila Rakuzan dikalahkan.
Memang tidak sepenuhnya dirinya yang mengatakan hal itu, namun seorang Akashi tidak akan mengingkari janji. Maka, di sinilah dia, di depan kaca ruang ganti, dengan sebilah cutter dengan mata pisau tipis yang didapatnya disalah satu loker, entah milik siapa mulanya. Tangan kurus itu nampak bergetar, namun janji harus ditepati.
Perlahan, didekatkan pisau cutter itu ke depan wajah, disibaknya poni merah yang menghiasi dahi, bersiap mencongkel keluar mata sewarna darah warisan mendiang Ibunya.
PLAAAAK!
Pisau cutter terlempar beberapa meter di lantai, sebelum sempat mengeluarkan bola matanya.
Heran, ditolehkan kepalanya untuk melihat siapa gerangan yang menampik tangannya.
Mayuzumi Chihiro.
"Apa yang kau lakukan?" tanya anggota tim inti paling tua tersebut.
"Lalu, apa yang kau lakukan?" balasnya, "Mayuzumi-san?"
Alis Mayuzumi berkerut. Sufiks –san?
"Aneh rasanya kau memanggilku begitu," ucap pemilik netra abu-abu tersebut. "Aku kemari karena kau tak kunjung keluar, semuanya sudah menunggu," katanya. "Kau belum menjawab pertanyaanku."
"Mencongkel mataku dan mempersembahkannya pada Rakuzan atas kekalahan yang kita terima," jawab Seijuurou.
Sekelibat, ekspresi ngeri terpancar dari wajah Mayuzumi, sebelum kembali ke ekspresi awalnya, "Untuk apa? Siapa yang mau menerima bola mata mengerikan milikmu itu?" ejeknya sarkas, "Lupakan semua yang kau katakan di lapangan, jangan berulah yang tidak-tidak di sini."
Seijuurou menatap seniornya, "Seorang Akashi selalu menepati janji."
Mayuzumi menghela napas, "Lalu, setelah mencongkel keluar matamu, apa yang akan kau lakukan? Membuat kami semua panik? Membawamu ke rumah sakit?" kejarnya, "Asal kau tahu saja, kehilangan matamu, berarti kau menyerah pada basket."
Menyerah pada basket. Kalimat tersebut cukup membuat pewaris tunggal Keluarga Akashi tertegun.
"Ya, kehilangan matamu sama saja dengan kau menyerah pada basket," ulangnya. "Kau pikir, dengan kehilangan matamu kau bisa tetap bermain basket hanya mengandalkan pendengaran? Mungkin bisa, tapi pikirkan berapa waktu yang harus kau lewati untuk mencapainya."
Akashi Seijuurou tersenyum tipis.
"Tidak usah tersenyum, kau mengerikan," Mayuzumi membalikkan badan, "Ingat saja kata-kataku barusan. Sudahlah, pelatih dan lainnya sudah menunggu daritadi."
"Mayuzumi-san," seucap kata dari Seijuurou membuat Mayuzumi berhenti dan menoleh, "arigatou."
Tanpa menjawab, siswa kelas 3 itu langsung melangkah keluar.
Ketika mereka tiba di depan stadion, sebuah bus berwarna putih tampak terparkir di pinggir jalan, bersama dengan tim inti Rakuzan –Mibuchi, Nebuya dan Koutarou. Tanpa mengindahkan tatapan lelah kawan-kawan setimnya serta omelan dari Mibuchi, Mayuzumi segera menaiki bus dengan langkah ringan, seolah tidak terjadi apa-apa sebelumnya.
"Oi, lama sekali kalian. Kami semua sudah menunggu!" seru Nebuya dengan kesal.
"Maaf, ada hal yang kurenungkan tadi," ucap Seijuurou.
"Mou, sudahlah Sei-chan. Lupakan saja semuanya, ini pertandingan. Kalah adalah hal yang wajar," Mibuchi berkata dengan bijak, "Sebaiknya sekarang kita segera masuk ke dalam bus dan kembali ke asrama. Aku lelah."
Usai Mibuchi menyelesaikan ucapannya, semua anggota Rakuzan menaiku bus mereka dan kembali ke asrama SMA Rakuzan di Kyoto.
Seijuurou merasa aneh, kepalanya pening dan tubuhnya terasa pegal. Sendinya ngilu dan napasnya terasa berat.
Gawat, sepertinya dia sakit, atau, efek hatinya yang terguncang karena merasakan kekalahan?
Menghela napas berat, Seijuurou memutuskan tidur sebentar.
- GIVE ME A CHANCE TO BE YOUR FATHER AGAIN -
Istirahat adalah hal yang paling nikmat dilakukan setelah tubuh merasa pegal luar biasa. Tidur di kasur yang nyaman dengan selimut hangat, atau sekadar duduk santai sambil minum teh bisa jadi pilihan untuk merilekskan diri. Namun, itu semua tidak berlaku bagi Akashi Seijuurou. Usai bersih-bersih diri, dirinya tenggelam dalam pelajaran-pelajaran mengenai bisnis yang dipelajarinya lewat tumpukan buku yang dipinjam dari perpustakaan dan internet.
Lelah? Jelas. Namun, hal ini harus dilakukannya demi Ayahnya yang gila pekerjaan dan sangat keras padanya.
Seijuurou merengangkan badan, sejujurnya jika ditanya dia pasti akan memilih untuk segera tidur dan mengistirahatkan tubuh. Kapan terakhir dia makan? Ah iya, tadi pagi. Dia tidak sempat makan siang sebelum bertanding karena sibuk mengatur strategi. Jika dia keluar dan makan malam, maka dia akan kehilangan waktu untuk menyerap semua informasi mengenai bisnis.
Menyedihkan.
Sebenarnya, Seijuurou berbagi ruangan dengan tiga orang siswa lainnya. Siswa dari kelas yang berbeda namun dari angkatan yang sama. Kesukaan mereka juga berbeda-beda, asal mereka juga berbeda-beda. Saat ini, remaja pewaris tunggal keluarga Akashi itu hanya seorang diri, karena ketiga temannya telah kembali. Sejujurnya, ketiga orang yang berbagi kamar dengannya sedikit merasa takut dengan sisi bokushi miliknya. Kira-kira, jika mereka sudah kembali nanti, apakah mereka akan bisa sedikit lebih akrab karena niki sisi oreshi-lah yang menguasai tubuh seorang Akashii Seijuurou?
Mata crimson itu tertuju pada sebuah buku yang belum sempat dikemasnya dalam tas untuk kepulangan besok. Diambilnya buku tebal bersampul abu-abu dengan tulisan emas tersebut. Sekali lihat, kalian juga tahu bahwa itu adalah buku hasil belajar yang sudah dilaluinya. Buku itu dia terima pagi ini, sebelum persiapan untuk pertandingan. Ah, angka-angka sempurna tiap mata pelajaran menghiasi setiap kolom. Peringkat satu kelas dan umum berhasil diraihnya.
Dulu, mendiang Ibunya akan memuji dan membanggakan dirinya setiap kali melihat nilai-nilai yang sempurna dan prestasinya tersebut. Sekarang, tidak ada lagi yang melakukan hal itu padanya. Jika Ibunya masih hidup, mungkin dia bisa sedikit berbangga diri saat memperlihatkan buku laporan tersebut. Kalau Ayahnya … rasanya mustahil pria itu akan memujinya.
Dibukanya smartphone ber-casing merah miliknya. Tangannya menari-nari pada touchscreen untuk memasuki sebuah folder berisi foto. Foto yang tidak akan pernah dia hapus atau lupakan objeknya.
Foto Ibunya, Akashi Shiori.
"Ibu, apa kabar?" bisiknya pelan entah pada siapa, "Aku rindu padamu Ibu."
Kepala berhiaskan mahkota merah itu merebah di meja, "Sebentar lagi aku ulang tahun. Ini kali kelima aku berulang tahun tanpa dirimu," katanya. "Tidakkah kau ingin datang sebentar saja dan menemaniku di hari ulang tahunku?"
Pemilik marga Akashi itu terkekeh pelan, "Mustahil ya?"
Sial, kenapa dia jadi melankolis begini?
- GIVE ME A CHANCE TO BE YOUR FATHER AGAIN -
Sinar matahari membangunkan Seijuurou.
Ah, dia tertidur di meja belajarnya ternyata. Diliriknya jam di atas meja belajarnya. Pukul 9 pagi. Udara dingin menyapa kulitnya. Ya ampun, semalaman dia tidak menutup jendela. Haha, jika dia sekarang berada di mansion Akashi, sudah pasti Ayahnya akan marah dan menyindirnya habis-habisan. Dia membuka smartphone-nya yang ternyata berisi banyak sekali pesan dari teman-teman timnya.
Ya ampun, dia bahkan tidak mendengar jika tadi pagi Mibuchi sempat mengetuk kamarnya untuk berpamitan. Dengan mata berat, remaja bermarga Akashi itu membalas semua pesan yang masuk dan meminta maaf. Pesan terakhir datang dari Tanaka, Butler kepercayaan keluarga Akashi yang sudah lama bekerja mansion, menanyakan apakah dia ingin dijemput atau tidak.
Tidak perlu, aku akan pulang naik kereta. Terimakasih.
Send
Lebih baik menikmati sedikit kebebasan sebelum sampai di neraka.
Ah, dia merasa sangat lapar. Apa masih ada makanan di bawah ya? Dengan pelan, Seijuurou bangkit dari kursinya.
BRUKKK!
Dan jatuh terjerembab ke lantai.
Apa? Kenapa? Kepalanya terasa sakit, dia masuk angin? Menyusahkan saja. Sakit tidak sakit, pelajaran dari Ayahnya akan tetap diterimanya. Sial, bertambah saja alasan untuk Ayahnya menekannya nanti. Kekalahannya atas Seirin, dan ketidak mampuan tubuhnya untuk menerima pelajaran bisnis akan keluarga Akashi. Rasanya, dia tidak ingin kembali dan tetap berada di sini, di asrama Rakuzan. Meski dia tahu itu mustahil.
"Sebaiknya aku makan dulu dan istirahat sebentar. Aku akan naik kereta nanti sore."
Dengan sempoyongan, dia menutup jendela dan menyalakan pemanas, kemudian keluar dari ruangan dengan pelan. Toh, siswa di Rakuzan yang belum kembali juga tinggal sangat sedikit, hampir mustahil akan ada yang melihatnya dalam kondisi memalukan seperti ini.
Sesampainya di aula makan, kenyataan pahit kembali menyerang. Sarapan prasmanan yang biasanya tersedia gratis untuk tiap siswa ternyata sudah habis tidak bersisa. Yah, wajar saja, siswa Rakuzan yang ada di asrama saat ini bisa dihitung dengan jari, wajar bila para koki hanya memasak dalam jumlah yang jauh lebih sedikit untuk menghindari pemborosan makanan. Terlebih, pasti banyak juga pekerja dapur yang sudah pulang terlebih dahulu.
Sebenarnya, seorang koki berbaik hati ingin memasakkan satu hidangan untuk sarapan Seijuurou, mungkin karena melihat kondisinya yang kuyu dan pucat, namun ditolaknya dengan halus. Sebagai gantinya, Seijuurou hanya minta sebotol air hangat dan sepotong roti, karena dia yakin, dirinya juga tidak akan mampu menelan banyak-banyak.
Usai menerima sebotol air dan sepotong roti, Seijuurou memutuskan untuk segera kembali ke kamar dan menghangatkan diri di sana. Tidur sebentar lagi sepertinya pilihan yang bagus. Lupakan saja sejenak masalah bisnis itu, toh, Ayahnya juga tidak sedang melihatnya sekarang.
Sesampainya di kamar, Seijuurou merasa bersyukur karena suhunya sudah jauh lebih hangat. Pemanasnya bekerja dengan baik. Dengan sedikit enggan –karena rasa mual, dilahapnya roti tersebut dan segera diminumnya air hangat sebelum mendingin. Seijuurou membereskan buku-buku dan sisa barangnya yang akan dia bawa pulang. Hal yang sama juga dilakukan tiga teman sekamarnya. Terlihat salah satu mejanya masih berisi beberapa buku yang ditinggalkan, baju yang tergantung di tiang gantungan, dan beberapa hal lainnya.
Total satu koper besar dan satu tas olahraganya. Beberapa barang seperti seragam sekolah, beberapa baju ganti dan barang-barang yang tidak terlalu dia perlukan selama liburan ditinggalnya untuk semester berikut. Toh, dia masih akan menempati kamar ini sampai lulus nanti.
Padahal hanya sedikit yang dilakukan, namun badannya terasa pegal luar biasa. Efek pertandingan semalam kah? Tapi, rasanya mustahil. Tidak pernah selelah ini sebelumnya. Segera saja, pemilik rambut merah itu merebahkan diri di kasur dan jatuh tertidur.
- GIVE ME A CHANCE TO BE YOUR FATHER AGAIN -
Kembali pemilik marga Akashi itu terbangun, jam dinding telah menunjukkan waktu pukul tiga sore kurang dua pulih lima menit. Bus umum akan singgal di halte depan sekolahnya lima belas menit lagi. Waktu yang cukup untuk berbenah diri dan meninggalkan sekolah. Dia masih merasa pusing, namun tidak sesakit tadi pagi.
Setelah merasa semuanya sudah beres, Seijuurou keluar dan mengunci pintu asramanya. Dengan perlahan, Seijuurou meninggalkan sekolahnya dan menuju halte bus. Tidak menunggu waktu yang lama sebelum bus berwarna kuning itu datang dan membuka pintunya. Akashi Seijuurou masuk ke dalam dan memilih bangku deretan belakang untuk duduk.
Butuh waktu sekitar tiga puluh lima menit untuk sampai ke stasiun kereta. Kembali buku bisnis itu terbuka dihadapannya. Meski kepalanya berdenyut-denyut, Seijuurou tetap berusahan memahaminya. Dieratkannya mantel coklat yang dikenakan untuk mendapat kehangatan lebih. Sendinya terasa sakit semua. Mungkin tadi sebaiknya dia minta dijemput saja. Tapi, jika dia meminta itu sekarang, dia akan semakin kedinginan di luar. Jarak Tokyo-Kyoto tidak dekat.
Sesampai di stasiun, Seijuurou memilih untuk mampir dan makan sesuatu karena perutnya benar-benar tidak bisa dikompromi sekarang. Duduk pada sebuah kedai sederhana, dengan menu semangkuk ramen dan segelas ocha, Seijuurou mengisi perut.
Aneh rasanya jika melihat seorang Tuan Muda dari kalangan terhormat memakan makanan yang terbilang tidak selevel dengannya. Namun, saat ini, yang benar-benar diinginkan oleh Seijuurou untuk makan adalah makanan hangat yang mudah dicerna.
Usai menyantap makanan, Seijuurou segera masuk ke dalam kereta yang kebetulan bertepatan datang dengan selesainya dia makan. Kereta cukup sepi, sehingga dia leluasa untuk memilih dimana dia bisa duduk dengan nyaman.
Tinggal hitungan jam sampai akhirnya dia harus kembali ke kungkungan mansion Akashi.
- GIVE ME A CHANCE TO BE YOUR FATHER AGAIN -
Jam di atas meja kerja Akashi Masaomi hampir menunjukkan pukul sembilan malam, ketika sudara ketukan terdengar.
"Masuk."
Pintu kayu dengan ukiran itu terbuka, menampilkan sesosok pria paruh baya yang merupakan kepala Butler kepercayaan keluarga Akashi, Tanaka. "Tuan Besar, Tuan Muda sudah tiba."
Ucapan dari Butler kepercayaan keluarga Akashi membuat Masaomi mendongak.
"Sou ka."
Kepala Keluarga Akashi itu segera keluar dari kamar kerjanya dan menuju hall utama. Dilihatnya Seijuurou yang baru saja datang dan melepaskan kancing jaketnya. Tubuh anak itu makin kurus. Namun Masaomi serasa tidak peduli.
"Tadaima, Otou-san," ucap Seijuurou.
"Hm, okaeri," jawab Masaomi dingin.
Hening bercinta dengan ruangan.
"Bagaimana pertandingan yang kau bicarakan?"
Sejenak bola mata merah itu tampak mengerling, namun segera kembali pada posisinya, "Gomenasai, Otou-san. Kami … dikalahkan Seirin. Skor kami 105-106. Kami …"
PLAAAAKKK!
Suara tamparan meggema di hall utama.
Perih. Hal yang dirasakan Seijuurou saat tangan besar Ayahnya menampar pipinya, membuat jejak berwarna kemerahan yang lekat di sana. Ah, jadi ini balasan atas kekalahannya. Tentu saja tamparan barusan membuat dua maid yang ada di sana serta Tanaka sangat kaget. Segera mereka bertiga mendekati Tuan Mudanya.
"Tuan Muda, Anda tidak apa-apa?" tanya seorang maid.
"Ha'i," jawa Seijuurou kemudian memberikan isyarat agar pelayannya mundur.
Seijuurou kembali menatap wajah Ayahnya.
"Memalukan," komentar Masaomi, "kau berhasil menang di Inter High tapi kalah pada Winter Cup? Kau sangat memalukan."
Hening.
"Demo, Otou-san, aku berhasil meraih peringkat tertinggi di kelas dan sekolahku."
"Keberhasilanmu itu sudah ternodai akibat satu kekalahanmu. Seorang Akashi tidak akan mentolerir kekalahan, kau paham?" ucap Masaomi.
"Ha'i, Otou-san."
"Kau sudah menodai nama Akashi dengan satu kekalahanmu yang memalukan," ucap Masaomi dingin, "Kau tak pantas memakai nama Akashi."
Hening.
"Pergilah, aku tak ingin melihat wajahmu."
"Ha'i, Otou-san."
Seijuurou dengan segera berjalan melintasi hall dan menuju kamarnya.
Sejujurnya, ucapan Ayahnya kali ini membuat dadanya terasa sesak. Tak ingin melihat wajahnya? Tak pantas memakai nama Akashi? Menodai nama Akashi? Hahaha. Sungguh, satu kekalahan saja, bisa membawanya dalam masalah yang luar biasa.
Dua puluh tujuh anak tangga menuju lantai dua tempat kamarnya berada sungguh terasa jauh. Kepalanya makin pening, dan sendinya terasa sakit. Tulang-tulangnya serasa remuk. Sejujurnya, Seijuurou merasa sudah tidak mampu untuk naik ke atas, namun, hanya di kamarnya itulah dia bisa melepaskan penat yang mengganjal.
Ketika kakinya berhasil menjejak lantai dua, Seijuurou mampir pada sebuah ruangan. Di dalam, ruangan itu nampak remang, hanya cahaya remang dari lorong yang berhasil merembes masuk. Dalam penerangan yang minim itu, Seijuurou tetap bisa menatap sebuah foto wanita yang amat dirindukannya. Foto Ibunya yang terpajang di atas altar.
"Tadaima, Okaa-san," ucapnya pelan setelah duduk bersimpuh di depan altar.
"Maaf, sudah lama aku tidak berkunjung ke rumah barumu," tangan Seijuurou menyalakan dupa, "Tapi, pasti aku akan menyempatkan diri datang."
"Nee, Okaa-san, aku berhasil mendapatkan nilai nilai dan peringkat terbaik di sekolah. SMA Rakuzan sangat ketat, tapi, aku tetap bisa mengikutinya," senyum terukir di wajah Seijuurou.
"Tapi, aku kalah pada pertandingan Winter Cup. Otou-san sangat marah karenanya."
Kekehan kecil mengalun, "Kalah itu terasa aneh ya? Tidak ada darah, tapi, dadaku terasa seperti ditekan kuat, sakit," tangan Seijuurou menyentuh dadanya, "Rasanya hampir sesakit saat aku kehilanganmu, Okaa-san."
Kembali Seijuurou merasakan pening yang luar biasa, "Gomenasai, Okaa-san. Aku merasa kurang enak badan sejak kemarin, ditambah, aku ketiduran tanpa menutup jendela dan menyalakan pemanas," Seijuurou menghela napas berat, "Aku mau ke kamar dulu. Aku akan segera menemuimu lagi, Okaa-san."
Senyum terukir di bibir Seijuurou sebelum meninggalkan ruangan.
Sesampai di kamar, Seijuurou langsung membersihkan dirinya. Barang-barangnya sudah dibawakan seorang Butler dan tersimpan rapi di sudut ruangan. Kepalanya makin berdenyut-denyut dan sendinya makin ngilu. Ceh, kenapa saat begini dia pakai sakit segala? Diambilnya thermometer dari kotak P3K pribadi, lalu mulai mengukur suhu tubuh sendiri.
38,6 derajat.
Whoa!
Dia benar-benar sakit dan butuh istirahat.
"Sial, hari ini aku kebanyakan tidur."
- GIVE ME A CHANCE TO BE YOUR FATHER AGAIN -
Tok … Tok … Tok …
"Masuk."
Pintu kamar Seijuurou terbuka, menampilkan Tanaka yang masuk ke dalam. Suhu dingin menyapa kulit pria paruh baya itu, membuat perasaan bersalah merayap di hatinya. Dilihatnya sang Tuan Muda tengah duduk membelakangi pintu di atas kursi meja belajarnya. Jaket tebal dipakai untuk menghalau dingin.
"Ah, rupanya Anda, Tanaka-san."
"Tuan Muda, maaf jika saya lancang, bagaimana dengan pipi Anda?" tanya Tanaka.
Seijuurou tersenyum dan menyentuh pipinya, "Oh ini? Tidak apa-apa. Nanti juga sembuh sendiri," jawan Seijuurou, "Tanaka-san, ada apa dengan pemanas ruangan ini?"
"Mochika arimasen, Tuan Muda. Pemanas kamar ini rusak, saya sudah menghubungi beberapa teknisi, namun mereka belum bisa datang," Tanaka menunduk penuh penyesalan, "Maafkan saya Tuan Muda, saya siap menerima hukuman."
Senyum kembali terukir di bibir Seijuurou, "Sudahlah. Angkat kepalamu."
Tanaka mengangkat kepalanya, dan tertegun melihat sesuatu yang berbeda pada Tuan Mudanya.
Akashi Seiujuurou nampak lebih kurus dibanding sebelumnya. Wajahnya pucat, dan napasnya nampak berat. Sesekali terlihat dahinya berkerut seolah tengah menghalau rasa sakit.
"Permisi Tuan Muda," tangan kasar Tanaka menyetuh dahi Seijuurou, "Tuan Muda, tubuh Anda panas sekali. Anda harus beristirahat sekarang. Saya akan membawakan makanan dan obat penurun panas untuk Anda. Saya juga akan memanggilkan Dokter."
Seijuurou menggeleng, "Aku tidak apa-apa. Hanya sedikit masuk angin saja. Aku sudah minum obat dan makan di luar sebelum sampai kemari."
"Tapi, tubuh Anda benar-benar panas Tuan Muda. Sebaiknya perut Anda terus terisi, saya takut sakit Anda tambah parah."
Kembali Seijuurou menggeleng, "Jika aku makan sekarang, itu bisa mengganggu pola makanku," Seijuurou menatap buku-buku yang tertumpuk di mejanya, "Aku juga harus belajar, Otou-san akan mulai memberikanku pelajaran besok pagi, aku harus bersiap."
Tanaka memandang Tuan Mudanya dengan pandangan sendu, "Tuan Muda, saya mohon. Anda harus beristirahat. Biar saya yang mengatakan pada Tuan Besar jika Anda sakit."
Kembali Seijuurou menggeleng, "Aku tidak apa-apa."
Lidah Tanaka terasa kelu. Musim liburan sudah di depan mata, namun rasanya hal tersebut tidak berlaku untuk seorang Akashi Seijuurou. Kepala Butler keluarga Akashi ini tidak ingat kapan terakhir kali Tuan Mudanya pergi bersenang-senang saat musim liburan.
"Tuan Muda, mohon jangan memaksakan diri."
Seijuurou mengangguk.
Tanaka keluar dari kamar Seijuurou, meninggalkan remaja berambut merah itu tenggelam dalam buku bisnis yang tebalnya luar biasa.
- GIVE ME A CHANCE TO BE YOUR FATHER AGAIN -
Pagi hari di mansion Akashi.
Seijuurou dan Masaomi tengah menikmati sarapan. Seijuurou bersyukur karena hari ini makanannya nampak mudah dicerna olehnya. Meski faktanya pewaris tunggal tersebut merasa mual setiap kali hendak menelan, tetap dipaksanya agar seluruh nutrisi yang tersedia di hadapannya habis tak bersisa. Tidak ada percakapan yang terjadi selama sarapan tersebut berlangsung. Hanya dentingan piring yang beradu dengan garpu. Keduanya nampak diam, tenggelam dalam pemikiran masing-masing.
Setelah sarapan usai, Seijuurou hendak meninggalkan ruangan.
"Seijuurou."
Panggilan Ayahnya membuat remaja berambut scarlett tersebut membalikkan badan.
"Ha'i, Otou-san. Doushite?"
"Kau sakit?" pertanyaan yang sungguh membuat Seijuurou merasakan desiran di dadanya. Ah, kapan terakhir kali Ayahnya menanyakan soal dirinya?
Seijuurou menggeleng, "Hanya masuk angin biasa."
"Sou ka," ucap Masaomi, "Bersiaplah, sebentar lagi guru yang akan mengajarimu Ekonomi akan segera datang. Setelah itu, pergilah ke perpustakaan dan lihat dan pelajari semua data Akashi Corp yang ada di map di atas meja selama satu jam, lalu persentasikan padaku di ruanganku sebelum jam makan siang."
"Ha'i, Otou-san" Seijuurou menundukkan badan dan segera keluar ruangan.
Ketika menutup pintu ruang makan, Seijuurou bertemu dengan Tanaka yang nampak khawatir, "Tuan Muda, Anda baik-baik saja? Anda terlihat makin pucat dari semalam," ucap Tanaka. "Sebaiknya Anda segera beristirahat, mohon batalkan pelajaran Anda hari ini. Anda perlu istirhata, Tuan Muda."
Seijuurou tersenyum, "Maafkan aku Tanaka, tapi, aku tidak bisa melakukannya. Banyak yang harus aku lakukan sekarang," Seijuurou menghela napas berat, "tolong bawakan obat yang ada di meja belajarku ke ruang belajar, dan tolong bawakan aku air hangat."
Tanaka memandang dengan sedih, ingin berkata-kata namun diurungkan, "Saya mengerti."
Dengan langkah berat, Seijuurou menuju ruang belajar untuk menemui seorang guru yang disewa Ayahnya demi mempelajari hal yang akan menunjangnya untuk menjadi penerus keluarga Akashi.
Selama belajar, Seijuurou terus-menerus mengerenyitkan dahi untuk menahan rasa sakit yang seolah menusuk kepalanya. Guru yang didatangkan oleh Masaomi adalah seorang guru professional yang tidak akan mentolerir waktu terbuang barang sedetik. Maka, meski rasa sakit yang menggerayang, Seijuurou terus bertahan selama empat jam berturut-turut untuk belajar bersama guru yang keras.
Kelas yang terasa berat itu akhirnya selesai, waktunya pergi ke perpustakaan yang jaraknya satu lorong dari ruangannya tadi. Lorong terasa sunyi dan dingin, mungkin tidak lama lagi akan turun salju. Perutnya terasa mual, ingin muntah. Belum semenit sejak dia sampai di perpustakaan, kakinya sudah berbalik arah menuju toilet yang tidak begitu jauh dari sana.
"HOOOEK!"
Dan memuntahkan sarapan serta obatnya di wastafel.
Napas Seijuurou terengah, dan memandang wajahnya di cermin.
Itukah dia?
Setitik air mata nampak menggantung di sudut mata pewaris tunggal Akashi, namun dengan cepat dihapusnya.
"Aku sudah pernah begini," ucapnya lemah entah pada siapa, "Dan aku pernah melewatinya. Kali ini, aku harus kembali melewatinya. Aku tidak akan kalah hanya karena demam."
Seijuurou kembali ke perpustakaan setelah berpapasan dengan seorang Butler lain yang sama khawatir dengan Tanaka. Kembali hanya senyuman dan kalimat 'aku tidak apa-apa' yang dilontarkan pemilik Emperor-eye tersebut.
Dengan sekuat tenaga, dipelajarinya setumpuk data perusahaan Akashi Corp yang ada di depannya. Biasanya, dia dengan mudah mempelajarinya, namun kali ini, tidak. Nyaris tidak ada satupun yang berhasil tinggal di kepalanya. Tubuhnya meraung minta istirahat.
Satu jam lebih sepuluh menit dihabiskan untuk mempelajari data perusahaan keluarganya. Dengan langkah sempoyongan, Seijuurou berjalan menuju ruangan kerja Ayahnya yang berjarak tiga lorong dari tempatnya berada. Suhu yang semakin dingin meyapa kulitnya, membuat bibirnya bergetar hebat. Tinggal sedikit lagi, setelah presentasi ini, dia bisa beristirahat.
Sesampai di kamar kerja Ayahnya, Seijuurou tidak mendapati sang Ayah yang biasanya akan duduk di kursinya. Hanya seorang maid yang sedang membersihkan ruangan.
"Dimana Ayahku?" tanya Seijuurou.
"Tuan Besar pergi karena ada urusan mendadak di kantor cabang," jawab sang maid, "Dia berpesan agar Tuan Muda mempelajari lagi data perusahaan yang akan dia kirimkan lewat fax kamar ini nanti malam dan Tuan Muda harus mempresentasikannya setelah Tuan Besar kembali tiga hari lagi."
"Sou ka," Seijuurou merasa bersyukur, "Arogatou."
Maid tersebut memperhatikan Tuan Mudanya, "Tuan Muda, Anda kenapa? Anda terlihat pucat sekali. Saya akan segera memanggilkan Dokter untuk Anda."
"Aku tidak apa-apa," sepertinya, kalimat itu menjadi kalimat favorit Seijuurou hari ini, "Tolong bawakan makan siangku ke kamarku, aku akan makan di sana."
"Baik, Tuan Muda."
Seijuurou berjalan kembali ke kamarnya. Tiga hari, setidaknya Ayahnya itu tidak aka bertatap muka dengannya selama tiga hari. Mungkin dia bisa sedikit mencuri waktu untuk bersantai, sebelum guru privatnya datang dan membombardir kepalanya dengan segudang ilmu baru yang menurutnya saat ini tidak dapat tersimpan di memorinya.
Sesampainya di dalam kamar yang terasa makin dingin, tubuh Seijuurou jatuh dekat lemari pakaiannya. Pingsan di dalam ruangan dingin tanpa ada seorang yang tahu kondisinya.
- GIVE ME A CHANCE TO BE YOUR FATHER AGAIN -
Suara pintu yang diketuk dari luar menyadarkan pewaris tunggal keluarga Akashi. Dirinya serasa tidak mampu untuk berdiri. Butuh beberapa waktu sebelum akhirnya Seijuurou berhasil mengumpulkan tenaganya untuk berdiri, berjalan, dan membuka pintu hingga mendapati Tanaka tengah berdiri bersama seorang maid yang membawa meja dorong berisi makan siang untuk sang Tuan Muda.
"Tuan Muda, ada apa? Kenapa Anda tidak menjawab saya?" tanya Tanaka.
"Aku tertidur," jawab Seijuurou bohong, "Maafkan aku."
"Anda sungguh tidak apa-apa, Tuan Muda? Biarkan saya memanggil dokter untuk Anda," ucap Tanaka.
Kembali remaja berambut scarlett itu menggeleng. Hanya demam dan memanggil dokter? Apa kata Ayahnya nanti.
"Tolong letakkan makan siangku di meja, dan biarkan aku beristirahat," titahnya, "Tanaka, tolong hubungi teknisi kembali agar memperbaiki pemanas di sini. Dan tolong bawakan kembali makan malamku di
"Saya mengerti."
Setelah makanannya di letakkan di atas meja, Tanaka dan maid tersebut memohon untuk meninggalkan ruangan, meninggalkan Seijuurou sendirian. Dipandangnya makanan yang tersedia dengan wajah datar. Nafsu makannya benar-benar hilang sama sekali. Tapi, jika dia tidak makan, dia tidak akan punya energi. Setelah berhasil memaksa dirinya untuk tidak muntah, Seijuurou melahap makan siang beserta obatnya.
- GIVE ME A CHANCE TO BE YOUR FATHER AGAIN -
Tanggal 20 Desember XXXX
Panas Seijuurou semakin menjadi-jadi, kadang turun, namun tidak lama kemudian naik lagi. Wajahnya pucat, perutnya selalu terasa mual, kepalanya sakit, sendinya ngilu, dan berkali-kali dia mengalami diare. Namun, tidak pernah sekalipun dia meninggalkan kewajibannya belajar dengan guru privatnya di pagi hari, memeriksa dan mempelajari data perusahaan yang selalu masuk di fax ruang kerja Ayahnya.
Salju sudah turun sejak sejam yang lalu, namun tidak menyurutkan langkah lemah Akashi Seijuurou untuk berjalan di antara dua deret makam. Langkahnya berhenti setelah menemukan nisan yang dicari. Nisan yang bertuliskan nama Ibunya.
"Konnichiwa, Okaa-san," sapa Seijuurou dengan bibir bergetar, "Maaf, aku baru bisa datang hari ini."
Tangan kurus Seijuurou meletakkan sebuket bunga Lily putih di depan nisan Ibunya, "Otou-san sekarang berada di Nagano, mengurus kantor cabang di sana. Jadi, dia tidak bisa datang."
Seijuurou menyentuh nisan Ibunya, "Aku rindu padamu, Okaa-san."
Air mata mulai berlinang di pipi panasnya, "Aku lelah, Okaa-san. Aku ingin ikut bersamamu. Aku tidak mau lagi berada di sini. Aku kehilangan diriku sendiri karena buta oleh kemenangan dan kesempurnaan. Aku lelah Okaa-san, aku ingin ikut bersamamu."
Isakannya semakin hebat tatkala mengingat semua perlakuan sang Ayah selama ini.
Cukup lama juga Akashi Seijuurou menangis, sebelum menghapus air matanya, "Demo Okaa-san, aku yakin aku tidak akan senang melihatku begini, bukan? Maafkan atas kelemahanku, aku masih bocah yang belum tahu apa-apa."
Seijuurou membalikkan badannya, "Aku pulang dulu Okaa-san, aku masih harus mempelajari banyak hal agar aku bisa menjadi penerus yang baik di mata Otou-san. Nanti, aku akan berkunjung kembali."
Seijuurou berjalan dengan gontai. Lututnya terasa lemas dan tubuhnya berat. Kembali dia memasrahkan dirinya jatuh bercinta dengan salju sebelum menutup matanya.
- GIVE ME A CHANCE TO BE YOUR FATHER AGAIN -
Akashi Masaomi tidak pernah membayangkan hal ini sebelumnya.
Dirinya akan menyuruh supir pribadi untuk memacu mobilnya dengan kecepata penuh agar segera sampai di kediamannya di Tokyo.
Satu jam yang lalu, dia menerima telepon dari Tanaka. Butler kepercayaan itu terdengar panik, suaranya bergetar, saat mengatakan bahwa Akashi Seijuurou tengah kritis, dan kini berada di Rumah Sakit XXXX.
Tanaka mengatakan, Seijuurou ditemukan pingsan oleh Tanaka dan supir yang membawanya ke makam Akashi Shiori. Supir yang membawanya mengatakan Seijuurou minta di antar ke makam sang Ibu, dan bersikeras tidak mau ditemani masuk ke lahan pemakaman keluarga Akashi, meski jalannya sempoyongan. Tanaka awalnya memaksa tidak mengizinkan Seijuurou pergi sendirian karena kondisinya, namun anak itu bersikeras sehingga Tanaka tidak mampu menahannya. Karena sudah terlalu lama menunggu, tanpa ada tanda-tanda sang Tuan Muda kembali, Tanaka dan sang supir langsung menyusul untuk memastikan kondisi Tuannya. Lalu, didapatinya Seijuurou yang pingsan, salju sudah menimbun dirinya beberapa centi, kemudian, mereka itu membawa Seijuurou ke rumah sakit dan menghubungi orang di mansion.
Tiga jam setengah ditempuh oleh Masaomi dan supirnya untuk sampai ke Tokyo. Meski faktanya, membutuhkan waktu sekitar empat jam lebih perjalanan dari Nagano untuk sampai ke Tokyo. Baru sekarang dia merasa sepanik ini, meski tidak terpancar di wajahnya, hal tersebut terlihat dari tindakannya yang menyusuri lorong rumah sakit dengan tergesa-gesa, membuat sang supir kewalahan mengikutinya.
Sesampainya di ruangan yang ditujukan oleh Tanaka, Masaomi melihat kepala maid yang menangis tersedu-sedu, supir yang membawa Seijuurou yang menahan tangis dengan muka penuh penyesalan, dan Tanaka yang nampak terguncang. Dokter Miyatani, yang juga dokter keluarga Akashi berada di sana.
"Tanaka, apa yang terjadi. Apa yang sudah terjadi?" tanya Masaomi.
"Maafkan saya Tuan Besar, ini semua salah saya yang tidak bisa menghentikan Tuan Muda. Saya siap menerima hukuman, apapun itu," ucap Tanaka dengan suara bergetar.
"Apa yang sebenarnya terjadi?" tanya Masaomi bingung kemudian menatap sang kepala maid, "Bagaimana Seijuurou?"
"Tuan Muda …. Tuan Muda …. Huhuhuhu…." Kepala maid nampak tidak mampu menjawab.
"Ada apa? Kenapa dengannya?" suara yang penuh kepanikan akhirnya terlontar dari mulut Akashi Masaomi.
Dokter Miyatani menepuk bahu Masaomi dengan pelan.
"Masaomi, maafkan aku. Seijuurou, sudah tiada."
Satu kalimat yang berhasil membuat Akashi Masaomi jatuh ke lantai rumah sakit.
- GIVE ME A CHANCE TO BE YOUR FATHER AGAIN -
Berita akan kematian Seijuurou menyebar dengan cepat.
Tentu saja, semua orang kaget dibuatnya. Terutama Seirin dan Rakuzan yang beberapa hari lalu masih bertemu dengannya. Lebih-lebih Mibuchi yang katanya masih sempat berbalas e-mail dengan Seijuurou sehari sebelum hari kematiannya.
Mansion Akashi kini penuh dengan orang-orang berbaju hitam yang berdatangan. Sanak keluarga, rekan bisnis Masaomi, dan teman-teman Seijuurou berdatangan. Seluruh jajaran OSIS Rakuzan, teman sekelas Seijuurou dan wali kelas, Tim Basket Rakuzan beserta Shirogane Eiji sang pelatih, anggota Generasi Keajaiban, Momoi, seluruh Tim Seirin, Kaijo, Shutoku, Touou Gakuen, Yosen, bahkan Haizaki juga datang.
Sebuah ruangan nampak bertaburan bunga-bunga dengan foto Seijuurou yang menggantung di sana, lengkap dengan dupa dan peti dimana Sang Kapten Rakuzan tersebut berbaring.
Suasana haru tidak dapat terbendung, bahkan Momoi terus-menerus menangis.
Menurut pemeriksaan Miyatani, Seijuurou terdiagnosa tifus dan mengalami hipotermia, dinginnya suhu saat itu, ditambah dirinya yang terkubur salju, membuat jantungnya berhenti. Resusitasi dan defibrillator, bahkan suntikan adrenalin tidak mampu mengembalikan detak jantungnya, hingga akhirnya Seijuurou meninggal.
Masaomi hanya diam saja, tidak bereaksi ataupun berpindah dari tempatnya duduk. Matanya kosong dan terus menatap foto Seijuurou yang terpampang. Foto Seijuurou yang memakai seragam Rakuzan. Bahkan ketika peti mati Seijuurou diangkat menuju mobil untuk dibawa ke tempat kremasi, Masaomi tetap diam seolah lidahnya membeku.
Di tempat kremasi, peti berisi jenazah Seijuurou dimasukkan dalam tungku besar dan dibakar. Seiring dengan membesarnya api yang membakar tubuh kaku Seijuurou, semakin keras pula isakan dan tangisan pelayat. Namun, netra Masaomi terlihat kosong dan hanya menatap api yang melalap tubuh putra sematawayangnya yang kini tinggal nama.
Membutuhkan waktu yang cukup lama sampai akhirnya api besar itu padam. Menyisakan tulang-tulang dan abu keputihan yang menandakan tubuh Seijuurou telah habis terbakar. Masaomi dan keluarga mengambil abu sang putra lalu memasukkannya ke dalam guci. Kedua kaki pria paruh baya tersebut nampak bergetar hebat, berlanjut ke seluruh tubuhnya.
"Tuan Besar? Jika Anda tidak kuat, sebaiknya Anda duduk dulu," ucap Tanaka pelan.
Gelengan diberikan.
Abu Seijuurou sudah berpindah semua ke dalam guci, seluruh pelayat segera mengantarkan sang Emperor ke tempat peristirahatan terakhirnya, pemakaman yang sama dengan Akashi Shiori yang jaraknya tidak jauh dari rumah kremasi. Guci tersebut, dipegang erat oleh Masaomi. Sebuah makam di samping Shiori terlihat siap ditempati. Masaomi meletakkan guci berisi abu anaknya di sana, dan membiarkan keluarga yang lain melaksanakan sisanya.
"Seijuurou …" panggilnya serak, air mata mulai mengalir.
"Seijuurou …" orang-orang yang mendengarnya langsung berbalik dan mendapati Masaomi yang selama ini berwajah sangat dingin kini tengah menangis, membuang segala gengsinya.
"Seijuurou …. Maafkan aku, maafkan ayahmu ini …." tangan Masaomi menyentuh makam putranya, "Maafkan aku, maafkan aku. Kumohon, kembalilah, maafkan aku….."
Masaomi jatuh berlutut dan terus menangis meminta maaf. Membuat orang-orang yang hadir ikut larut dalam kesedihannya.
"Maafkan aku, Nak. Tolong kembalilah, jangan tinggalkan Otou-san-mu sendirian. Tolong maafkan aku, kembalilah Nak!" napas Masaomi terasa berat dan sesak, "AAAAAAAHHHHHHHH!"
Masaomi menangis meraung-raung.
"Tuan Besar, tenanglah Tuan Besar," Tanaka dan beberapa keluarga berusaha menenangkan.
"Seijuurou … Seijuurou … Seijuurou … SEIJUUROOOUUU!"
Masaomi tidak melepaskan pelukannya dari makam sang putra. Hingga akhirnya, dirinya memasrahkan kegelapan melingkupi pandangannya.
- BERSAMBUNG -
A/N : Haloooooo ~~~ Ini adalah fict kedua saya di sini. Hehehe, sebenarnya, cerita ini mau saya posting pada tanggal 20 kemarin, tetapi karena haling rintang yang menghadang #plaaaak, saya baru bisa mem-posting-nya sekarang. Cerita ini sebenarnya dalam rangka ulang tahun Kapten Generasi Keajaiban, Akashi Seijuurou.
Lho? Kok saya membuatnya meninggal dicerita untuk ulang tahunnya? #Digelepak.
Hahahaha, masih ada satu chapter lagi~~~ Bagaimana ya kelanjutannya. Ditunggu saja ya. Ngomong-ngomong, di sini saya kayaknya membuat Akashi OOC banget ya?
Salam
Adnida Kia Rahid
