" Aku minta putus Tae." sesosok perempuan cantik yang sejak tadi duduk terdiam diatas sebuah ayunan dalam sebuah taman itu, akhirnya bersuara.

" Kenapa?" Sementara sosok yang lebih tampan disampingnya, hanya sanggup bersuara dengan lirih dan menatapnya sendu.

" Karena aku harus meneruskan sekolahku di Paris, kau tahukan Mamaku ingin aku meneruskan usahanya menjadi Desainer."

" Tapi kenapa harus putus Hyung, kita masih bisa menjalaninya secara long distance. Toh aku juga bisa mengunjungimu kapan saja, itu bukan masalah bagiku." Taehyung berdiri, bersimpuh didepan kekasih manisnya yang masih setia duduk di ayunan yang berhenti.

" Tapi aku tidak bisa Tae, aku benar- benar ingin fokus dengan sekolahku. Jadi aku minta maaf, tak bisa mengabulkan permintaanmu." Seokjin menunduk, berani menatap sosok didepanya yang yang kini tengah menatapnya sendu.

" seokjin...

" Jinnah...

" Seokjin Hyung !!!"

Taehyung terbangun dari tidurnya dengan muka linglung dan tubuh penuh peluh.

" Kau memimpikanya lagi?" Sesosok pemuda berkulit pucat yang tengah duduk disofa cream dikamar Taehyung bertanya dengan raut malas.

Taehyung menghela napas pelan, menumpukan kedua tangannya untuk menutupi mukanya. Ia enggan untuk menjawab pertanyaan sahabatnya, membuat sosok pemuda berwajah datar itu ikut menghela napasnya pelan.

Selalu seperti ini, Taehyung akan selalu berteriak- teriak dalam tidurnya. Lalu bangun dengan muka frustasi dan badan penuh peluh. Kejadian ini sudah hampir 5 tahun berlalu, bahkan ia sudah melakukan segala cara agar sahabatnya itu bisa menghilangkan mimpi buruknya itu. Namun hasilnya nihil, tak ada perubahan sama sekali.

" Sudah berapa kali kubilang, carilah pacar. Setidaknya itu akan membuatmu teralihkan." Tangannya bergerak menarik gorden lebar yang berada tepat disamping tempat tidur Taehyung, membuat panas langsung menyeruak saat kain lebar itu berhasil ditarik kepinggir.

" Kau pikir aku tipe orang yang akan mempermainkan anak orang, sebuah hubungan itu tidak bisa untuk main- main Hyung." Taehyung beranjak dari ranjangnya, berjalan kearah meja nakas dan memeriksa ponselnya.

" Aku juga tidak bilang kau harus mempermainkan anak orang Tae, aku hanya ingin kau mencoba menjalani hubungan lagi. Ayolah ini sudah 5 tahun Tae, sampai kapan kau akan terpuruk seperti ini terus?"

" Hah... entahlah, kau tahukan aku sangat mencintainya Hyung. Bahkan hingga saat ini, aku masih berharap ia akan kembali." Mata Taehyung menerawang, menatap wallpaper ponselnya yang tidak pernah ia ganti sejak 5 tahun lalu. Sosok pemuda manis yang tengah tersenyum lebar, masih setia terpampang disana.

" Ya itu akibatnya, kau akan terus terpuruk jika terus seperti ini. Kau lupa jika sosok itu, bahkan tak ada kabarnya sama sekali hingga saat ini. Sudahlah mandi sana, aku ingin mengajakmu ke Cafe."

" Aku sibuk Yoongi Hyung, hari ini ada rapat di kantor."

" Jangan berbohong, aku sudah bertanya pada Hoseok. Dia bilang, hari ini jadwalmu free."

" Ckckck... dia benar- benar tak bisa diajak berkerja sama." Taehyung menggerutu, dalam hati ia berjanji akan memotong gaji sekertarisnya itu besok.

" Kau potong gajinya, aku jual Cafemu!!" Yoongi berucap sinis meliriknya dengan ekpresi kejam, membuat Taehyung langsung mendecih sinis.

" Ckck... Jangan macam- macam dengan Cafeku Hyung!"

" Terserah, itu juga Cafeku. Aku punya saham 50% disana. Sudahlah mandi sekarang! Jika dalam 30 menit tidak keluar, kusuruh Bibi Kim menikahkan mu dengan tetangga sebelah yang gendhut itu." Yoongi menyeringai, ia tahu ia akan menang kali ini.

" Astaga yang benar saja Hyung! Aku bisa mati ringsek saat malam pertama nanti." Taehyung bergidik ngeri, astaga tetangga yang dimaksud Yoongi itu bobotnya hampir 150 kg.

Yoongi tak menggubris, ia hanya mendelik menatap Taehyung dengan pandangan mengancam. Hal yang sukses membuat seorang Kim Taehyung berlari kedalam kamar mandi dikamarnya tanpa protes.

" Kau yakin akan membolos lagi, Kukkie?" Sosok pemuda bertubuh pendek yang tengah menyetir mobil Sport itu, bertanya tak yakin pada sosok pemuda berseragam SMA yang tengah asyik bermain ponsel disampingnya.

" Kau mengatakan seolah aku bukan tukang membolos." Sosok disampingnya itu menjawab malas. " Sudahlah Chimchim, jalankan saja mobilnya dengan benar."

" Bukan begitu Kookah , aku hanya mengingatkamu. Jangan lupa, Ayahmu sudah memberimu ultimatum. Ini tahun terakhir kita di SMA Jungkook, jika kau..."

" Iya, aku ingat. Tenang saja, Ayahku tak mungkin tega membuangku ke Afrika. Kecuali jika dia iklas kehilangan anak tunggalnya ini. Belok kiri dan berhenti di Cafe depan Jim, aku lapar."

" Bukankah kau bilang, kau tak akan sudi mampir ke Cafe itu lagi." Jimin mengernyit, namun tetap membelokkan mobilnya dan masuk kedalam halaman sebuah Cafe dengan tulisan Min Tae besar diatapnya.

" Aku hanya bilang, bukan bersumpahkan. Jadi cepatlah, aku sudah lapar." Jungkook menatap malas, lalu membuka pintu dan keluar dari mobil disusul Jimin kemudian.

Jungkook memasuki Cafe dengan langkah angkuh, seperti bos besar yang tengah meninjau Cafenya miliknya sendiri. Bahkan Jungkook memesan makananya dengan gaya memerintah layaknya ditaktor yang nantangin perang. Membuat Jimin yang disampingnya hanya sanggup menunduk malu.

" Jangan membuat masalah disini lagi, Jungkook kau memalukan." Jimin berbisik, tepat disamping telinga Jungkook yang tengah sibuk bermain ponselnya.

" Aku tidak yakin, kita lihat saja nanti." Jungkook menjawab cuek, fokus matanya masih pada ponsel ditangannya yang tengah memainkan sebuah game.

"Permisi tuan, makanan yang anda pesan."

Seorang pelayan perempuan datang dengan senampan makanan ditangannya, dengan perlahan ia mulai menaruh beberapa piring pesanan Jungkook dan Jimin. Namun saat ia hendak menaruh segelas jus, tangannya tergelincir hingga tanpa sengaja menumpahkanya dan mengenai ponsel dan pakaian Jungkook.

"Aish... apa kau tak bisa bekerja dengan benar!" Jungkook seketika mengomel, mengibas- ngibaskan tangannyaa kasar akibat terkena tumpahan jus.

" Maaf, aku tak sengaja tuan." Pelayan itu menunduk dengan wajah ketakutanya, ia ingat pelayan yang sebelumnya dipecat gara- gara membuat masalah dengan bocah ini.

" Aku tak perduli, kau sengaja atau tidak. Tapi gara- gara kau bajuku jadi kotor, bahkan ponselku juga mati gara- gara kemasukan air." Jungkook menatap pelayan didepannya dengan pandangan kesal. " Panggilkan pemilik Cafenya, kupastikan kau akan dipecat hari ini juga."

" Mohon maafkan saya tuan, aku mohon jangan lakukan itu."

" Cepat pergilah!"

Pelayan itu semakin mengkerut takut, ayolah ia masih butuh pekerjaan untuk memenuhi kebutuhanya. Kalau ia beneran dipecat bagaimana? Dengan langkah pelan ia berjalan masuk, bermaksud menuju ruangan Managernya sebelum salah seorang seniornya menyuruh istirahat saja. Karena ia yang akan mengurus semuanya.

" Jika kau mengajakku kesini, hanya untuk menemanimu menatap kertas- kertas itu lebih baik aku pulang saja." Taehyung mendengus, menatap Yoongi dengan tatapan kesalnya.

" Jangan bertingkah seperti anak kecil Tae, aku mengerjakan ini semua juga demi dirimu. Daripada kau bosan, mending kau pergi ke dapur dan pantau semuanya." Taehyung menjawab tanpa menoleh, tanganya masih sibuk membolak - balikkan lembaran kertas yang ada ditanganya.

" Kenapa aku harus melakukan itu!" Taehyung mengernyit tak suka.

" Ini Cafemu, jika kau lupa." Yoongi menatap Taehyung, lalu menjawab tak kalah ketus.

" Tapi ini juga Cafemu, dan lagi kau yang sepakat mengurus bagian dapur. Kau tahukan aku tidak bisa memasak, bagaimana jika dapurnya meledak gara- gara aku ada disana."

" Jangan berlebihan Kim, aku hanya memintamu memantau pegawai bukan memasak!"

" Aish... aku membencimu, harusnya bagianku kan mengurus kertas itu." Taehyung cemberut, menatap sepupunya dengan tatapan sebalnya.

" Katakan itu, jika kau sudah pensiun dari jabatanmu sebagai Presiden Direktur Tae."

" Akan kulakukan jika bocah tengik itu sudah pulang, aish... dia yang dapat warisan kenapa aku yang justru harus repot." Taehyung mengacak rambutnya frustasi, membuat seorang Min Yoongi yang datar itu terkekeh. Jujur rasanya memang aneh, melihat Taehyung yang urakan tidak jelas itu dapat memimpin Perusahaan besar milik Ayahnya dengan baik dan benar. Bahkan sesukses sekarang.

" Telpon dan suruh saja dia pulang, apa susahnya. Dan lagi, itu akan meringakan pekerjaanku dari Cafe ini. Kau tahu otakku sudah sangat lelah akibat pemiliknya yang tak bertanggung jawab."

" Bicaralah sesukamu Hyung, lebih baik aku... ada apa Wonwo?" Taehyung mengernyit, saat menoleh kearah pintu dan mendapati Wonwo pegawainya masuk dengan raut frustasi.

Yoongi ikutan menoleh, "Ada apa, apa ada masalah?"

Wonwo menggaruk kepalanya, seolah apa yang akan diucapkanya adalah sesuatu yang hal yang gawat. " Itu didepan ada keributan, ada seorang pengunjung yang mengamuk karena Luna tanpa sengaja menupahkan jus ketubuhnya."

" Siapa, Bocah itu lagi?" Yoongi bertanya dengan raut malas dan Wonwo hanya mengangguk pelan.

" Hah... " Yoongi menghela napas lelah, pekerjaanya menumpuk dan kenapa malah ada yang tega membuat masalah sih.. "Kau urus itu, Tae."

" Eh... kenapa aku?" Taehyung menoleh, menatap sepupunya dengan raut malasnya.

" Pertama, aku sedang sibuk. Dan kedua, kau juga pemilik Cafe ini. Jadi kau juga punya hak untuk melakukan itu." Yoongi menjawab final, dan Taehyung hanya sanggup menggerutu.

" Jangan menggerutu, kupotong gajimu!"

" Sebenarnya siapa yang mendirikan Cafe ini, lihat Wonwo, si galak itu benar- benar menyebalkan."

Dan Wonwo, hanya menanggapi gerutuan bosnya itu dengan sebuah kekehan geli.

" Pelayanan Cafe ini benar- benar buruk." Jungkook masih menggerutu, tangannya berusaha membersihkan seragam sekolahnya yang kini basah akibat tumpahan jus dengan tisu yang ada dimeja.

" Sudahlah, dia juga tidak sengaja. Ayo ke Toilet dan ganti bajumu. Aku punya kemeja cadangan dimobil." Jungkook membujuk, sebenarnya inilah satu- satunya alasan ia malas datang ke Cafe ini. Bukan karena makananya tidak enak, hanya saja ia merasa malu dengan tingkah Jungkook yang selalu saja membuat masalah di Cafe ini.

" Tapi tetap saja, gara- gara dia seragamku jadi kotor begini? Dan kau lihatkan, ponselku jadi mati."

" Sudahlah Kukkie, berhenti mengomel. Bukankah sudah kuingatkan jangan bikin masalah di Cafe ini."

" Kenapa kau membelanya?" Jungkook menatap Jimin dengan pandangan sengit. " Pemilik Cafe ini pacarmu?"

" Yeah, bukan begitu Kook..."

" Ehem... maaf menganggu, aku dapat laporan bahwa Anda ada sedikit membuat masalah dengan pelayanan Cafe kami."

Jimin dan Jungkook terdiam, menatap sosok asing didepanya dengan pandangan bingung. Hei, mereka sudah hafal siapa pemilik Cafe ini dan itu bukan dia. Tapi siapa ini, sosok pemuda tampan, berpakaian casual, bahkan saking casualnya sampai celananya belel begitu.

" Kau siapa?" Jungkook bertanya polos, ia mengernyitkan dahinya bingung. Sedangkan Jimin disampingnya, hanya terdiam tak berniat untuk bertanya.

Taehyung yang ditatap hanya menghela napas jengah. " Aku pemilik Cafe ini, jika kau ingin tahu. Namaku Kim Taehyung."

" Kim Taehyung? Oh jadi pemilik Cafenya sudah ganti, pantas pelayanan Cafe ini semakin buruk saja." Jungkook menatap Taehyung dengan pandangan meremehkan.

" Jangan bicara sembarangan, asal kau tahu pemilik Cafe ini tidak pernah ganti sejak dulu."

" Yaya... terserah." Jungkook menjawab malas, ayolah siapapun pemilik Cafe ini ia tidak peduli.

" Siapapun kau, aku hanya butuh ganti rugi. Kau lihat, seragamku jadi kotor. Bahkan ini, ponselku mati gara-gara pegawaimu." Jungkook menyodorkan ponsel androindnya yang telah mati total sejal tadi, "dan satu lagi, pecat pegawaimu itu hari ini juga."

" Hah... "

Taehyung menghela napas, menatap sosok anak ingusan didepanya dengan raut malas. Dilihat dari seragamnya, jelas bocah ini masih SMA. Tapi kenapa tingkahnya sudah seperti preman pinggir jalan sih. Pantas saja, sahabatnya itu tak mau turun tangan lagi.

" Ok, sebagai pemilik Cafe. Tentu saja, kami punya kebijakan untuk mengganti rugi barang yang rusak akibat kelalaian pegawai kami. Akan tetapi, kami tetap tak bisa memecat pegawai hanya karena keinginan dari pengunjung."

" Kenapa bisa begitu?"

" Karena aku sebagai pemilik Cafenya." Taehyung mendengus, mengesalkan juga bocah ingusan ini. " baiklah untuk proses ganti rugi, mari silahkan ikut keruangan saya." Taehyung tersenyum ramah, lebih tepatnya pura- pura ramah.

Mereka bertiga akhirnya duduk berhadapan disebuah ruangan bertulisakan Manager dengan huruf tebal didepan pintu. Sedangkan sosok yang sejak tadi duduk disana, Min Yoongi , hanya menatapnya dengan raut datarnya.

" Jadi apa yang harus kami ganti rugi?" Taehyung menatap serius, didepanya sudah terdapat sebuah laptop yang telah menyala layarnya. Jaga- jaga jika ada sesuatu yang butuh untuk ditulis.

Jungkook justru terdiam, tidak merespon apa yang ditanyakan oleh Taehyung. Fokus matanya justru pada sosok wajah tampan yang kini tengah menatapnya dengan serius dihadapanya.

" Kookie..." Jimin sedikit berbisik, tangannya menepuk bahu Jungkook agar bocah itu menjawab pertanyaan sang pemilik Cafe.

" Jeon Jungkook, bisa kau jawab pertanyaaku?" Taehyung mengulang pertanyanya dengan sedikit lebih keras. Hal yang sukses membuat Jungkook mengalihkan perhatianya.

" Darimana kau tahu nama lengkapku?" Jungkook menatap penuh selidik pada sosok didepanya.

" Name tag" Taehyung menjawab malas, tangannya menunjuk malas nam tag didada Jungkook.

"Oh..."

"Lalu?"

" Aku berubah pikiran." Jungkook nyengir lebar membuat Taehyung dan Jimin mengernyit bingung. Bahkan Yoongi pun ikut menatapnya penasaran.

" Apa maksudmu?" Taehyung bertanya memastikan.

" Tadinya, aku akan minta ganti rugi dengan uang atau ponsel baru yang lebih canggih. Tapi sekarang aku telah berubah pikiran." Jungkook kembali menatap wajah tampan Taehyung.

" Lalu, apa yang kau minta?" Taehyung menatap bocah didepanya itu dengan pandangan jengah.

" Bagaimana dengan jadi pacarku?"

" Mwo !!!!"

Next...