Catur
Disclaimer: All Marvel's.
Summary: Ketika pertama kali Charles bertanya apakah Erik mau bermain catur dengannya, Erik seharusnya berkata tidak. (Atau: Lima kali Charles menang bermain catur melawan Erik dan satu kali mereka remis.)
Warning: Penyalahgunaan kekuatan telepati dan magnetisme, penyalahgunaan ilmu Taksonomi, Matematika, bahasa Jerman, dan plot komik X-men. Pembicaraan yang agak rancu. Kata-kata yang tidak menyenangkan dan repetisi berulang (nah loh...). Referensi gak jelas. Crossover antara komik X-men dan film layar lebarnya... walau ga bisa disebut crossover juga, berhubung sama-sama X-men...? Karakter terlalu OOC.
Satu
Erik Lehnsherr seharusnya merasa marah pada saat itu. Ia seharusnya merasa marah karena orang ini tiba-tiba datang dan menariknya keluar dari air. Ia seharusnya merasa marah karena ia begitu dekat dalam pengejarannya. Tinggal sedikit lagi, kapal selam yang ditumpangi Shaw bisa ia seret mendekat. Tinggal sedikit lagi dan orang ini tiba-tiba datang dan mengacaukan semuanya.
(Namun, dalam hatinya ia tahu: memangnya kalau ia sudah bisa membawa kapal selam Shaw mendekat, lalu apa yang bisa ia lakukan? Ia pasti sudah kehabisan napas dan kalaupun masih ada udara tersisa di kedua parunya, kekuatan dan konsentrasinya pasti sudah habis dipakai untuk menarik kapal selam itu mendekat. Tanpa kekuatannya, ia bukanlah tandingan bagi White Queen-bagaimana mungkin ia mau berhadapan dengan Shaw?)
Charles menyodorkan mug berisi minuman hangat padanya. Ia terlihat begitu berantakan. Rambutnya basah dan menempel di wajahnya. Bajunya yang terlihat mahal juga basah kuyup dan berbau seperti ikan mati. Jika Charles Xavier saja terlihat seperti kucing jalanan yang disiram air, Erik tidak ingin tahu seperti apa tampangnya saat ini.
Erik menerima mugnya tanpa berkata apa-apa. Ia tidak mempercayai giginya yang bergemeletuk untuk bisa mengatakan sesuatu yang jelas. Kedua tangannya menimang mug yang menjalarkan panas ke tubuhnya. Erik tidak melakukan apa-apa ketika Charles menyelimutinya dengan handuk besar dan menggirirngnya masuk dalam mobil hitam yang terparkir di dermaga.
Penculikan, pikir Erik. Ia mendesah pelan ketika udara hangat dari air conditioner menghangatkan bajunya yang basah kuyup.
Charles yang duduk di sebelahnya tertawa, "Bukannya kau sudah terlalu tua untuk diculik?"
Erik tertegun. Bagaimana mungkin Charles bisa-Oh, telepath, pikirnya. Apakah tidak ada yang mengajarinya bahwa mengintip pikiran orang itu tidak sopan?
"Maaf, kekuatanku bukanlah sesuatu yang punya tombol hidup atau mati. Apalagi ketika aku kelelahan seperti ini, pikiran orang lain entah mengapa bisa dengan mudahnya menyusup dalam pikiranku. Terutama kalau diteriakkan seperti yang kau lakukan barusan."
Erik mendengus.
"Terserah kau mau percaya atau tidak. Oh, ya, kau bisa main catur?"
Erik mengerutkan dahi. Pertanyaan non sequitur macam apa ini? Apakah ini pertanyaan jebakan? Apakah sebenarnya sampai sejauh ini Charles sedang mengukur apakah Erik berbahaya atau tidak? Apakah sampai sejauh ini Charles berpikir bahwa ia tidak berbahaya, tetapi apabila ia menjawab bahwa ia bisa bermain catur, ia akan dianggap sebagai ahli strategi dan kemudian dianggap berbahaya? Apa yang akan Charles lakukan pada orang yang ia anggap berbahaya? Mengetahui kekuatannya, ia akan menghapus ingatan Erik dengan mudah. Akan tetapi, Charles adalah seorang telepath, ia akan tahu jika Erik berbohong. Mungkin sebenarnya ini adalah tes kejujuran dan bila ia menjawab dengan tidak jujur maka ia akan dianggap berbahaya? Atau mungkin ini memang pertanyaan non sequitur dan Charles memang benar-benar ingin tahu apakah Erik bisa main catur atau tidak? Tidak mungkin. Charles adalah telepath. Tidak ada telepath yang tidak punya maksud tersembunyi.
(Kau cuma masih sakit hati dikalahkan oleh Emma, ujar Charles dalam kepalanya. Erik menggertakkan giginya tanpa berkata apa-apa.)
"...Ya?" jawab Erik ragu-ragu.
"Kau mau main catur denganku?"
"Sekarang?" tanya Erik tidak percaya. "Mengapa?"
Erik tidak bertanya, Mengapa di sini? atau, Mengapa sekarang?
Erik tidak bertanya, Mengapa aku?
"Mengapa tidak?" tanya Charles, dengan senyuman yang tidak absen dalam membuat hati Erik memanas, "Bermain catur sendirian itu membosankan."
Kau tidak sendirian, bergema di pikiran Erik. Pasti Charles masuk ke kepalanya tanpa izin lagi.
(Erik mengacuhkan suara mirip suara Charles yang bergema sayup dalam kepalanya sesaat setelahnya. Terima kasih, Erik.)
Beberapa jam kemudian, Erik menyesali keputusannya untuk memberi tahu Charles bahwa ia bisa main catur ketika ia kalah telak dan terpaksa tinggal bersama dengan Charles dan saudarinya di pangkalan CIA untuk sementara waktu.
Dua
Charles Xavier adalah seorang monster.
Memang, Charles adalah seorang mutan, seperti Erik. Untuk lebih tepatnya, Charles adalah seorang telepath. Akan tetapi, mutan tidak identik dengan monster. Banyak manusia normal yang bisa menjadi monster dengan mudah. Sedangkan mutan yang menjadi monster di pikiran Erik selama ini hanya ada Shaw.
(Homo sapiensis inferiores, kata Herr Doktor padanya dulu, Wir sind Homo sapiensis superiores. Ia tidak tahu apakah itu adalah nama latin legit atau tidak.
"Tidak," Charles menerangkan, "Kau tidak pernah belajar taksonomi? Nama suatu spesies itu terdiri dari dua kata, yang pertama ditulis dengan huruf kapital di awal dan mewakili nama genus, yang kedua adalah nama spesiesnya. Memang, pada zaman sebelum nama umum ini ditemukan, orang-orang menggunakan nama latin yang panjang. Namun, hal macam itu sudah lama ditinggalkan." Erik hanya bisa menyaksikan Charles memberi kuliah singkat tentang taksonomi, memperlihatkan buku-bukunya, dan contoh-contohnya dari beberapa jurnal. Salah satu hal yang bisa Erik tangkap adalah: Herr Doktor ist Falsch, Charlest ist Richtig.
Charles mungkin tidak tahu, tetapi pada akhirnya Magneto akan memanggil mutan dengan nama Homo sapiens superior. Mungkin benar mereka bukanlah spesies baru, tetapi mereka adalah ras tersendiri, bukan?)
Charles bukanlah monster seperti Shaw. Tidak, bagi Erik selama ini, Charles adalah seseorang yang berpikiran positif. Charles mudah percaya dengan orang yang baru dikenalnya (Erik) hanya karena ia bisa membaca pikiran orang lain. Charles terlalu naif, terlalu suci, terlalu munafik. (Arogan, bisik pikirannya, dengan suara yang terlalu mirip dengan Shaw. Ia terlalu bangga dengan manusia, karena di antara manusia, ia termasuk kalangan atas. Di antara manusia, ia spesial. Namun, di antara mutan, dia hanyalah sekedar nama.)
Charles adalah seorang monster karena ia terlalu sadis. Bukan sadis seperti Shaw, setidaknya Shaw memberinya pilihan (Gerakkan koinnya atau Herr Doktor akan menarik pelatuknya. Pada akhirnya, walaupun ia bisa meremukkan lemari, bell, dan menggerakkan semua besi di ruang sebelah, ia sama sekali tidak menggerakkan koin itu sama sekali. Toh, pelatuknya sudah telanjur ditarik.), Charles sama sekali tidak memberinya pilihan ketika ia menyiksa Erik. Erik berpikir mungkin bila ia membunuh Charles sekarang, dunia ini dapat diselamatkan dari kekuatan mengerikan yang ada dalam diri orang di hadapannya ini. Sayangnya, Erik sama sekali tidak bisa berbuat apa-apa untuk saat ini. Ia hanya bisa melihat ketika Charles dengan tenang manghunus pasukannya, menghujam strateginya, menusuk kekuatannya, dan membunuhnya dengan satu kata.
"Skakmat."
"Mengerikan," gumam Erik.
"Terima kasih atas pujianmu, temanku," kata Charles dengan senyum yang cukup lebar.
"Sadistik."
"Erik," tegur Charles, senyumnya mengecil dan menipis, "Ini cuma catur."
"Kau beruntung ini 'cuma catur', Charles. Kalau ini adalah kehidupan nyata, kau pasti sudah dihukum mati karena tindakan tidak berperikemanusiaan macam ini."
"Kau terlalu berlebihan."
"Terlalu berlebihan? Kau bilang ini terlalu berlebihan?" Tangan Erik menyapu papan catur di hadapannya dengan cukup dramatis. Papan catur di hadapannya memperlihatkan fenomena tragis dari seorang raja hitam berdiri sendirian dikelilingi pasukan putih yang hampir lengkap, jika bukan karena tiga pion yang berdiri di sebelah kanan papan. Pasukan hitam sendiri berbaris dengan manis di sebelah kiri papan, dengan setia menunggu sang raja menggenapi jumlah mereka.
"Ini adalah kejahatan kemanusiaan, Charles," Erik menyimpulkan. "Kau seharusnya mengerti hal ini lebih dari aku."
Charles hanya mengangkat bahu. "Terserah kau saja, Erik. Aku mau tidur, mengumpulkan energi untuk pencarian besok."
"Charles, kau mau melarikan diri dari dakwaanmu?" tanya Erik, "Apakah tidurmu bisa tenang bila kau menolak menghadiri pengadilanmu ini, Charles?"
"Aku melarikan diri dari kegilaanmu," jawab Charles, "dan ineksistensi dari kemampuanmu dalam permainan catur."
Erik hanya bisa mengejapkan mata.
Tiga
Jika ditanya adakah satu warna yang paling ia benci di dunia ini, Erik Lehnsherr mungkin tidak akan berkomentar. Jika ditanya adakah satu warna yang paling ia benci di dunia ini, Max Eisenhardt akan berkata oranye, merah, atau hitam kelabu asap pembakaran tubuh manusia. Anya.
"Aku suka namamu, Max," ujar Charles mengacaukan pikirannya. Profesor satu itu hanya melemparkan cengiran lebar ketika Erik mencoba membunuhnya dengan tatapan mautnya.
"Charles, bisakah kau minggat dari pikiranku sebentar?"
"Maaf, maaf," sahut Charles tanpa merasa bersalah.
"Kalau aku boleh bertanya," mulai Erik.
"Tidak," potong Charles riang.
Erik mengacuhkannya dan bertanya, "Kau mendapat gelar Profesor dalam bidang apa?"
"Psikologi!" sahut Charles. Erik punya dugaan bahwa Charles sedang mabuk kalau saja ia tidak begitu yakin bahwa Charles hanya mendapat satu gelas cocktail champagne malam ini.
Aku hanya tidak terbiasa berada di antara orang-orang mabuk di bar tadi, bisik Charles dalam pikiran Erik, disorientasi mereka berakumulasi dalam pikiranku.
"Oh," komentar Erik datar.
"Aku juga punya gelar Ph.D untuk Biofisika dan Genetik!" seru Charles. Seolah gelar PhD hanyalah sepeda baru yang diberikan orang tuanya.
"Oh," komentar Erik dengan sedikit sengit.
"Aku sepertinya punya gelar lainnya, cuma aku lupa, apa ya? Pokoknya aku sudah tidak perlu memikirkan apa-apa lagi semenjak aku lulus dari Havard ketika umurku enam belas tahun."
Kali ini, Erik tidak berkomentar.
"Kau tahu, ketika belajar Genetik, aku sempat bertemu Moira. Hanya saja, dulu namanya adalah Moira Kinross dan dia belum menjadi agen CIA. Kalau saja aku mengajaknya bicara saat itu, mungkin sekarang namanya menjadi Moira Xavier," kata Charles.
"Ayo teruskan," bujuk Erik, otaknya dengan licik memperhitungkan berapa banyak uang yang bisa ia kuras dari Xavier untuk informasi ini.
"Kau tahu aku tidak suka pemerasan, kan? Kau juga tahu besok pagi aku akan menghapus ingatanmu tentang apa yang baru saja aku katakan, bukan?"
Erik tidak berkata apa-apa. Ia berpikir mengenai tiga gelar yang dimiliki oleh Charles dan mengira-ngira berapa gajinya sebulan dan apa kira-kira pekerjaannya. Erik sendiri sudah tidak bekerja sejak ia meninggalkan Israel, di mana ia bekerja sebagai sukarelawan di rumah sakit Psikiatri dekat Haifa.
"Aku juga pernah ke Israel untuk menemui Shomron."
"Daniel Shomron?"
"Ya, aku juga bertemu dengan Gabrielle Haller."
Mata Erik melebar. "Kau yang-"
"Membangunkannya dari katatonia? Ya."
"Tunggu dulu, aku tidak ingat pernah melihatmu saat itu."
Erik tertegun. Apakah mungkin ia pernah bertemu dengan Charles sebelumnya tetapi Charles kemudian menghapus ingatannya? Hal yang bisa ia ingat dari Gabrielle Haller hanyalah bahwa ada seorang pria yang bisa membangunkannya dan kemudian menjadi pacar dari wanita itu. Ia tidak ingat seperti apa wajah dan kepribadian dari orang tersebut walau Erik sendiri sering lalu lalang di dekat kamar Gabrielle. Ia ingat sekali bahwa ia sering mengunjungi kamar Gabrielle untuk berbicara dengan seseorang, tetapi ia tidak ingat siapa dan tentang apa. Hal yang bisa ia temukan dalam memorinya adalah ruang kosong yang tidak ia sadari sebelumnya.
Erik juga bisa ingat bahwa ia pernah mengalahkan Baron von Strucker dan mengambil bongkahan emas dengan logo Nazi. Akan tetapi, ia tidak ingat bagaimana. Ia tidak ingat pasti, tetapi ia tahu bahwa ada seseorang yang membantunya mengalahkan Baron Wolfgang von Strucker.
Wajah Erik memucat. Apakah mungkin Charles menghapus ingatannya? Mengapa?
Charles hanya tersenyum tipis mendengar pikiran Erik. "Bagaimana kalau kita main catur?"
Charles mengeluarkan sebuah papan catur entah dari mana dan meletakkannya di atas tempat tidur. Dengan bersenandung lagu Prancis yang terdengar begitu familiar di telinga Erik, ia menyusun bidak-bidak catur putih di hadapannya. Erik duduk bersila di hadapan Charles dan membantu menyusun bidak-bidak hitam di depannya.
Begitu buah catur telah tersusun rapi di atas papan catur, Erik bertanya, "Untuk apa-"
"Erik," potong Charles, "Kita akan bermain catur dengan taruhan."
Erik menaikkan sebelah alisnya. "Apa taruhannya?"
Charles menerangkan, "Kalau kau menang, aku akan memberitahukan padamu apa yang terjadi di Israel dan mengapa kau tidak bisa mengingatku."
"Kalau aku kalah?" tanya Erik.
"Aku tetap akan memberitahumu, tenang saja," sahut Charles sambil tersenyum lebar.
Erik mendengus. Akan tetapi, apa kemungkinannya aku bisa mengingat apa yang kau beritahukan padaku besok pagi?
Mendekati nol, bergema di pikiran Erik disertai gambaran grafik xy di mana terdapat kurva yang bergerak dari y sama dengan tak terhingga pada nilai x sama dengan nol menurun sesuai dengan bertambahnya nilai x dan hampir menyentuh sumbu x, walaupun garis tersebut tidak akan pernah menyentuh sumbu x kecuali pada nilai x sama dengan tak terhingga, atau setidaknya begitulah menurut teori limit. Jadi, inilah yang disebut dengan mendekati nol.
"Charles," bisik Erik begitu ia merasakan serangan sakit kepala yang luar biasa. "Apa yang telah kau lakukan padaku?"
"Itu," ujar Charles bijak, "adalah kilasan dari iblis yang biasa disebut para sarjana sebagai Matematika."
"Jika ini adalah apa yang harus kau hadapi setiap harinya untuk mendapatkan tiga gelar itu, aku menjadi turut bersimpati padamu, Charles," ujar Erik dengan benar-benar tulus.
"Terima kasih, Erik, tetapi aku sudah cukup terbiasa. Lagipula, yang harus kuhadapi dalam perjalananku mendapatkan tiga gelar itu hanyalah salah satu anaknya, yaitu Statistika."
Erik menepuk pundak Charles simpati.
Keesokan paginya, Erik terbangun dengan sakit kepala sebesar Russia dan memori tentang catur dan grafik matematika yang menunjukkan nilai y mendekati nol.
Pasti ia terlalu banyak minum ketika main catur dengan Charles.
Empat
Mereka telah bermain catur di tangga ini selama lebih dari tiga jam. Erik bisa menghitungnya dari letak matahari dan sudut sinarnya. Mereka telah berbicara tentang Shaw, tentang Russia, tentang kemungkinan diterimanya mutan oleh dunia, dan entah berapa macam dan jenis pembicaraan yang bisa dibicarakan oleh dua orang yang berada di dua sis bertolakan dari papan catur.
Charles sudah bosan menanti Erik menggerakkan buah caturnya. Ia sudah mulai bosan sejak dua jam berlalu dan mulai menyusun buah catur hitam yang telah ia ambil dan menyusunnya dari yang paling kecil ke yang paling besar. Ia juga menyusun buah caturnya yang telah diambil Erik dan menjajarkannya dari kecil ke besar. Kemudian, ia membalikkan posisi bidak-bidak itu. Lalu, ia menderetkan pion-pionnya dan pion-pion Erik berdampingan, dua-dua, dan entah berapa permutasi yang bisa didapatkan dari delapan pion hitam dan enam pion putih.
Selanjutnya, Charles mulai membuat suara-suara aneh. Ia memperlakukan bidak-bidak itu seperti boneka dan membuat suatu pentas drama Romeo dan Juliet, di mana menteri hitam adalah Romeo (Erik masih sebal Charles menangkap buah caturnya itu. Ia juga mem-veto keputusan Charles untuk menjadikan menterinya sebagai Juliet) dan gajah putih sebagai Juliet. Kalau saja William Shakespeare ada di sana saat itu, ia pasti akan sangat bangga mengetahui adanya orang yang bisa hapal naskahnya di luar kepala.
Tentu saja hal ini membuat permainan menjadi bertambah durasinya karena Erik terlalu berkonsentrasi melihat pentas drama tersebut dan melupakan giliran.
"Ayolah, Erik. Walau kau pandang selama apapun, papan itu tidak akan berubah."
"Aku bukan mengharapkan perubahan posisi, tetapi perubahan perspektif berpikir. Kau sebenarnya Profesor bidang Psikologi atau bukan, sih?"
Charles melihatnya dengan muka sedih. Mata birunya berkaca-kaca diterangi sinar mentari menjelang senja. Erik menelan refleksnya untuk segera meminta maaf dan memalingkan kepalanya.
"Perubahan perspektif berpikir tidak akan muncul hanya dengan kondisi statis seperti memandang papan catur dalam jangka waktu lama. Perubahan perspektif berpikir akan lebih mudah muncul ketika kau dihadapkan dengan stimulan dinamis yang memicu perubahan dalam caramu berpikir."
"Maksudmu?" tanya Erik, menatap wajah Charles yang tersenyum padanya.
"Maksudku, kau jangan hanya menatap wajahku saja, Erik. Aku tahu wajahku ini begitu tampan, tapi-"
Erik memotong ucapan Charles dengan mengangkat tangan kirinya, dengan efektif menutupi wajah Charles dari lapangan pandangnya. Dalam waktu yang bersamaan, ia menggerakkan salah satu bentengnya.
Charles dengan sigap menggerakkan menterinya untuk menangkap benteng Erik. Skakmat, terdengar di pikiran Erik.
"Koreksi," kata Charles, jemarinya menurunkan telapak tangan Erik dari depan muka Charles. "Mungkin wajahku adalah stimulan yang bagus. Kau tidak seceroboh ini dalam giliranmu sebelumnya."
Kali ini Erik menggunakan telapak tangannya untuk menutupi wajahnya sendiri.
"Tenang saja, Erik, wajahmu juga stimulan yang bagus."
Lima
"Bagaimana Charles di tempat tidur?" adalah pertanyaan pertama yang keluar dari mulut Raven ketika permainan catur antara Charles dan Erik dimulai.
Erik dan Charles sedang mengawasi training Raven di salah satu kamar latihan kastil tua milik orang tua Charles. Hal ini adalah bukti nyata bagi Erik mengenai perbedaan kasta antara ia dan Charles. Ia jadi teringat akan salah satu cerita di Kinder- und Hausmärchen yang dibelikan ibunya: Aschenputtel.
(Cinderella, Erik? Bukannya kasta mereka sama? Ela adalah anak saudagar, bukan? tanya Charles. Tawanya beresonansi pelan di pikiran Erik.)
Erik dengan santainya menambah beban pada instrumen angkat besi yang sedang digunakan Raven, mengacuhkan teriakan protes dari gadis biru itu.
"Jangan berisik. Kalau kau masih bisa bicara dengan santai seperti itu berarti kau masih punya kemampuan untuk mengangkat beban yang lebih berat," ujar Erik, "Dan untuk menjawab pertanyaan pertamamu: dia mendengkur."
"Kau mengigau," kata Charles tenang.
"Aku tidak mengigau Charles, setiap orang dalam radius seratus mil bisa mendengar dengan jelas dengkuranmu itu."
"Bukan itu. Kau mengigau dalam tidur. Kau mengigau tentang perempuan bernama Magda sambil menggeliat seperti cacing kepanasan di atas tempat tidur."
"Oh," gumam Erik. Mengetahui seperti apa Charles dan pernyataannya di depan gedung CIA bahwa ia mengetahui semua tentang Erik, Charles pasti sudah tahu siapa, apa, dan bagaimana arti Magda terhadap dirinya. Magda dan Anya dan salam sayang dari Auschwitz."Kau cemburu?"
Charles memutar bola matanya. "Bukan cemburu, mungkin kesal adalah kata yang tepat."
"Oh, ya?" Erik menyeringai lebar. "Aku tahu kau mungkin tidak dapat menolak daya tarik dan pesonaku, Charles-"
"Bukan itu. Aku kesal karena kau menarik dan menciumi selimut selama kau mengigau. Aku jadi tidak bisa menarik selimut itu karena tidak ingin terkena substansi apapun itu yang kau tinggalkan di selimut."
Raven menyengir lebar. "Oh, iya. Aku lupa kalau kalian sempat tidur dalam satu kamar dengan satu tempat tidur karena Moira salah memesan kamar."
"Ah," kata Charles. Kemudian, dengan logisnya ia bertanya, "Bagaimana kau tahu kalau yang memesan kamar kami adalah Moira?"
Erik menatap Raven tajam. Raven merasakan bebannya bertambah walaupun Erik tidak menambah besi bebannya. Tunggu dulu, bagaimana mungkin Erik bisa menambah massa besi beban tanpa menambah volum? Apakah kekuatan magnetiknya juga dapat melanggar hukum fisika? Apakah mungkin Erik bisa menyusutkan dan memadatkan volume besi tanpa sepengetahuan Raven dan selama ini menambah massa besi yang ia junjung dalam skala molekul? Apakah mungkin ia melakukan semua itu dalam waktu kurang dari lima detik?
"Baiklah," kata Raven ketika ia mulai merasakan lengannya menjerit kesakitan, "aku mengaku, aku yang menyamar menjadi Moira dan memesan kamar untuk kalian. Erik, hentikan apapun yang sedang kau lakukan!"
"Aku sedang main catur. Memangnya apa yang sedang kulakukan?" kilah Erik dengan wajah tak bersalah. Tangannya smemajukan kuda hitam dan menangkap salah satu benteng putih. Namun, Raven bisa merasakan bebannya berkurang secara signifikan. Beberapa saat kemudian, Raven menyadari apa jenis kekuatan yang dipakai Erik dalam memanipulasi berat beban besi begitu ia merasakan lempengan baja tempat ia berbaring: medan magnet. Sial, keputusannya memberikan nama Magneto pada Erik ternyata benar-benar tepat.
"Tapi, jujur saja, apa yang kalian lakukan semalaman dalam satu ranjang?" tanya Raven. Tangannya dengan hati-hati mengangkat beban besi.
Erik menyeringai. "Main catur."
Raven mengerjapkan kedua matanya, tidak paham. "Main catur?"
"Kau tidak akan mengerti, Raven." Erik menggerakkan menterinya. "Catur itu adalah permainan orang dewasa. Benar bukan, Charles?"
"Tentu saja, Erik." Charles menangkap menteri Erik dengan salah satu bentengnya, mengundang pekikan protes dari Erik yang dengan lihai ia acuhkan. "Catur itu selalu berkaitan dengan klaim dan teritori."
"Dan menangkap dan menandai bidak musuh kita sebagai bagian dari teritori kita," kata Erik, menangkap benteng Charles yang telah memakan menterinya dengan gajahnya yang tersisa dalam rangka balas dendam.
"Skak," ujar Charles, tidak melewatkan kesempatan dan menghantam gajah dengan bentengnya, menempatkan raja Erik dalam posisi yang tidak menyenangkan. "Dan juga sebagai adu strategi untuk menentukan siapa yang di atas."
"Kalian... benar-benar bicara tentang catur, kan?" tanya Raven sementara Erik menggerakkan rajanya satu kotak ke belakang.
"Memangnya apa lagi yang sedang kita bicarakan?" tanya Charles. Jemarinya menggerakkan menterinya ke pojok papan, sebaris dengan posisi raja Erik saat itu.
"Skakmat."
Erik menghempaskan tubuhnya ke kursi. "Lima kali, Charles. Kau pasti membaca pikiranku selama ini."
Charles tertawa. "Tentu saja tidak, temanku. Kau hanya kurang latihan."
"Oh," kata Raven dengan seringai yang tidak dapat berarti baik, "Apakah ini berarti Charles selalu di atas?"
Erik membenamkan wajahnya di telapak tangan dan membiarkan dirinya terbenam dalam kegelapan. Di seberang papan catur, Charles tertawa terpingkal-pingkal. Raven mengeluarkan pekikan kecil ketika beban yang ia angkat menjadi sangat berat. Dasar Magneto.
Pesan moral yang bisa saya tangkap dari film layar lebar X-men sejauh ini adalah bahwa kita dapat mengubah alur cerita komik seenaknya asalkan pola alami tetap ada, yaitu bahwa Magneto tetap membuat Brotherhood of evil mutant dan berseteru dengan Charles Xavier yang memimpin X-men, usia dan timeline adalah sesuatu yang non esensial. Siapapun itu yang bikin plot cerita buat X-men First Class, saia mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya.
