Title: NG Life (Nice Going Life)
Author: luhansgirlorz
Cast: Chanyeol, Baekhyun, the rest find by urself
Length: Chaptered (1/?)
Genre: Romance, (a lil bit) Humor, AU, GS for uke.
Disclaimer: Inspired by a manga titled "NG Life" by Mizuho Kusanagi sensei. Mungkin akan ada beberapa bagian yang mirip dengan komiknya, tapi ada juga yang aku ubah sesuai kebutuhan. Chanyeol, Baekhyun, and the other character(s) are belong to God and themselves. I don't take any money from this, so don't sue me.
A/N: Haloo, aku balik lagi bawa FF adaptasi komik. Eh bukan adaptasi sepenuhnya sih, cuma beberapa bagian emang aku ambil dari komiknya. Mungkin lebih kocak komiknya, soalnya aku bingung gimana merangkai kata-kata karena aku sendiri orangnya kurang humoris -_-v dan lagi, kalau sama persis kayak komiknya, fic ini bisa sangat puanjaaaaaang sekali—aku bikin chapter tiga itu masih sampai satu setengah bab di komik, dan komiknya ada 9 jilid... silahkan bayangkan sendiri betapa panjangnya kalau sama persis. Jadi cuma beberapa kejadian aku ambil dari komiknya, sisanya aku yang karang sendiri._.
Oh ya, buat yang nungguin Black Tinkerbell, aku minta maaf. Itu FF kata saudaraku sih terlalu umum alurnya, jadi aku mau buat ulang hehe. seperti biasa, rnr ya :3 happy reading~
—
24 Agustus 79. Kota Pompeii, Italia.
"Cepat lari ke pelabuhan!"
Pompeii, kota kecil yang indah yang berpenghuni kurang lebih 20,000 orang penduduk, kacau balau karena meletusnya gunung Vesuvius. Semuanya berlari tunggang-langgang menuju pelabuhan untuk menyelamatkan diri ke pulau sebelah, diiringi dengan suara ledakan, teriakan, dan tangisan yang memilukan.
"Dewa murka! Cepat selamatkan diri kalian"
"Kyaaaa!"
DUARR
Di tengah dasyatnya hujan api, di antara orang-orang yang berlarian, ada sepasang suami istri dengan ikatan yang kuat—Syricuse dan Selena. Seolah mengabaikan situasi yang semakin mencekam; keduanya berdiri berhadapan di tepi jalanan yang penuh sesak, saling menggenggam tangan satu sama lain dan tatap mata yang menyiratkan kegelisahan.
"Tuan Syricuse, kau betul-betul ingin pergi dalam kegelapan ini?"
"Raul memberitahuku dimana keluarga Felix ditahan. Sebagai abdi mereka, aku harus menyelamatkan mereka. Loreius tidak bisa melakukannya sendirian." Syricuse menatap Selena, istrinya, dalam. Berharap dengan tatapannya, ia mampu menghilangkan segala kegelisahan dan kekhawatiran sang istri. "Larilah bersama yang lain ke pelabuhan sebelum tempat ini hancur."
"Tidak, aku akan menunggumu disini—"
"Mungkin aku tak akan kembali, Selena!"
Selena membelalakkan kedua matanya—tampak sangat terkejut karena ini adalah kali pertama Syricuse membentaknya. Sementara Syricuse yang merasa bersalah karena sudah membentak istrinya itu hanya menatap sang istri dengan tatapannya yang tegas dan tajam, berharap sang istri akan menuruti kata-katanya untuk lari menuju pelabuhan alih-alih diam menunggunya disini, sementara gunung Vesuvius yang tengah mengamuk berpotensi menghancurkan tempat itu dalam satu kedipan mata. "Selena, kumohon. Aku ingin kau selamat dan tetap hidup..." ujarnya lirih.
Selena tersenyum lembut. Ia mendekati sang suami, mengusap pipinya dengan penuh kasih sayang. "Kalau kau ingin aku tetap hidup, kembalilah padaku. Aku akan menunggumu."
"Bagaimana jika aku tak kembali?"
"Maka aku juga tak akan berada di dunia ini sedetik lebih lama lagi." Potong Selena cepat, membuat Syricuse terkejut. Ia kembali tersenyum lembut. "Alasanku terlahir disini, juga alasanku untuk tetap hidup, adalah demi bersama Tuan Syricuse. Kau tahu itu."
Syricuse menghela nafas berat. Ia tahu Selena tengah ketakutan saat ini—terlihat dari tubuhnya yang gemetaran. Sebagai suaminya, seharusnya Syricuse-lah yang bertanggung jawab penuh atas keselamatan Selena. Namun, sebagai abdi keluarga Felix, ia juga memiliki tanggung jawab untuk menyelamatkan majikannya—
Tidak ada waktu untuk bimbang!
Syricuse menarik lembut lengan kurus Selena, menenggelamkan tubuh sang istri dalam pelukannya. "Aku akan kembali. Aku janji.."
Setelah tu, Syricuse pergi. Dan Selena memenuhi janjinya untuk menunggu Syricuse kembali, meski tanah yang dipijaknya kini berguncang hebat. Ia tetap menunggu meski ia tahu kecil kemungkinan Syricuse akan kembali.
Lalu Pompeii pun terkubur oleh sebuah ledakan dasyat, dan mereka tidak pernah bertemu lagi...
—
School of Performing Arts, Seoul. Spring, 2013. Class room.
"Ha? Itu cerita apa, sih? Drama murahan, ya?"
"Bukan drama, tahu! Itu kehidupanku yang sebelumnya!" Chanyeol menggeretakkan giginya, geram mendengar kalimat yang meluncur asal dari mulut gadis di depannya itu. Sementara gadis di depannya itu tampak santai, sama sekali tak terpengaruh oleh aura mencekam yang dikeluarkan Chanyeol. "Jadi, kau ingin bilang, kalau sekitar 1900 tahun yang lalu kau adalah salah satu ksatria Italia?"
"Ya."
"Tinggal di Pompeii?"
"Ya."
"Punya istri bernama Selena?"
"Ya."
"Mati karena letusan gunung berapi?"
"Ya."
Gadis itu mencomot keripik kentangnya, menyumpalkannya pada mulut Chanyeol yang terbuka sedikit. "Lebih baik jangan beritahu orang lain, Yeollie. Nanti kau dianggap sinting."
Chanyeol mengunyah keripik dalam mulutnya sambil menggerutu, sedikit kesal karena sahabatnya itu selalu menganggap ceritanya main-main. Membuat gadis ber nametag Baekhyun itu terkikik geli, merasa puas bisa sedikit menjahili Chanyeol hari ini. Ia sebenarnya sudah sering dengar tentang kisah itu dari Chanyeol, namun tetap saja ia merasa konyol saat mendengarnya—ia tidak pernah tahu seseorang bisa mengingat kisah di kehidupan mereka yang sebelumnya. Baginya, hidup hanya sekali, tidak ada yang namanya reinkarnasi, kehidupan yang akan datang, kehidupan yang lalu, terlahir kembali, atau hal-hal semacam itu.
"Hei, jangan marah, Yeol. Aku hanya bercanda."
"Jadi, kau percaya pada ceritaku?"
"Tidak juga."
"Kau tidak mengingat apapun setelah aku menceritakannya?"
"Eng, sama sekali tidak ingat."
"Bagaimana bisa kau sama sekali tidak ingat tentang kehidupanmu yang lalu, Baekhyun-aaah." Chanyeol berteriak frustasi sambil mengacak-acak rambut cokelatnya, membuat Baekhyun lagi-lagi tertawa melihat tingkahnya yang tak lebih baik dari murid taman kanak-kanak.
"Kejadian tahun lalu saja aku lupa, mana bisa aku ingat kejadian 1900 tahun lalu. Jangan konyol! Aku bahkan baru lahir delapan belas tahun yang lalu." ujarnya dengan nada final, membuat Chanyeol semakin frustasi. Ia sama sekali tidak berminat untuk mendebat lagi kalau Baekhyun sudah berbicara dengan nada seperti itu. Pemuda jangkung itu lebih memilih diam, menopang kepalanya dengan sebelah tangan dan melemparkan pandangannya ke luar jendela. Menatap pohon Sakura di halaman sekolahnya yang mulai berbunga, mengingatkannya pada pemandangan yang sering dilihatnya di Pompeii dulu.
Ia masih ingat dengan jelas. Pompeii yang amat dirindukannya, teman-temannya disana, juga kekasihnya—atau istrinya. Ia masih bisa mengingat semuanya dengan jelas. Bagaimana pertemuan pertamanya dengan Loreius. Bagaimana ia menghabiskan waktu senggangnya bersama Loreius untuk berlatih pedang. Bagaimana ia mengamati Selena yang tengah mengobati para prajurit yang terluka di rumah tabib ternama Pompeii dari kejauhan. Bagaimana Loreius memukul kepalanya sampai pingsan dan membuatnya sukses berkenalan dengan Selena. Bagaimana ia menyatakan cintanya pada Selena. Bagaimana tegangnya saat ia diharuskan untuk melawan seekor singa lapar sebagai syarat untuk melamar Selena. Bagaimana paniknya Selena saat menemuinya dan menyuruhnya menolak untuk bertanding dengan singa lapar itu sambil menangis. Bagaimana ia dengan penuh keyakinan mengatakan pada Selena bahwa semua akan baik-baik saja. Bagaimana Loreius menyambutnya dengan senyuman lebar dan air mata bahagia saat ia memenangkan pertandingan dan berhasil melamar Selena...
Kenapa mereka tidak ada yang ingat dengan kehidupan mereka yang sebelumnya? Kenapa hanya aku yang ingat? Padahal mereka semua ada di sekitarku, batin Chanyeol sambil melirik ke arah Baekhyun yang tengah sibuk memperhatikan dan mencatat resep dari salah satu buku yang diambilnya di perpustakaan beberapa menit yang lalu. Menurut ingatan Chanyeol, Baekhyun adalah sahabat laki-lakinya di kehidupannya yang sebelumnya. Namanya Loreius—Chanyeol yakin sekali, ia bisa merasakan auranya. Ia sendiri terkejut saat pertama kali bertemu dengan Baekhyun beberapa tahun lalu. Siapa yang tidak terkejut, Loreius yang bengal, jahil, dan manly yang merupakan seorang petarung yang ahli bertransformasi menjadi seorang gadis mungil yang manis, feminim, dan ahli memasak? Dari yang sangat manly menjadi sangat girly? Chanyeol tahu, di era modern begini tidak akan ada orang yang berkeliaran dengan membawa pedang. Tapi, ayolah. Pedang dan spatula itu terlalu jauh!
Membayangkannya saja sudah aneh karena terlalu bertolak belakang, jadi Chanyeol memutuskan untuk menolak membayangkannya. Perbedaannya terlalu jauh. Bahkan jarak Pluto ke Matahari pun tidak cukup untuk menggambarkan seberapa jauhnya perbedaan antara Baekhyun dan Loreius—meski Chanyeol tahu pasti jiwa keduanya sama.
Selain Baekhyun, orang tua Chanyeol juga ada hubungannya dengan kehidupannya yang lalu—Ayah Chanyeol adalah Raul, saingan terberatnya di masa lalu, sementara Ibunya adalah Aria, adiknya di masa lalu. Bisa kalian bayangkan betapa kacaunya hidup Chanyeol—salah-salah ia bisa dibilang anak durhaka karena di matanya, ayah dan ibunya adalah adiknya dan musuhnya. Dan parahnya, kedua orang tuanya juga tidak pernah ingat tentang kehidupan masa lalu mereka. Untung saja kedua orang tua Chanyeol mempunyai selera humor yang tinggi, sehingga mereka hanya menganggap perkataan Chanyeol hanya sebagai lelucon karena terlalu sering menonton drama kolosal.
Baekhyun benar, ia seperti orang sinting.
Mau bagaimana lagi, ingatan tentang Pompeii, juga rasa bersalahnya yang teramat sangat pada Selena yang ia tinggalkan di saat terakhir Pompeii masih melekat di hatinya. Mungkin Tuhan sengaja menganugerahkan ingatannya tentang kehidupannya yang lalu agar ia bisa menebus dosa besar yang ia lakukan dahulu.
"Alasanku terlahir disini, alasanku untuk tetap hidup, adalah demi bersama Tuan Syricuse..."
Benar, aku pasti terlahir disini untuk bertemu dengannya, untuk memenuhi janji terakhirku waktu itu, Chanyeol menghela nafasnya. Ia tidak bisa melupakan Pompeii begitu saja. Ia ingin menebus dosanya di masa lalu pada Selena—orang yang ia cintai hidup dan mati. Melihat Raul, Aria, dan Loreius muncul di hadapannya, ia yakin sekali, Selena pasti terlahir juga di sini. Meski saat ini Chanyeol belum merasakan kehadirannya.
"Chanyeol sunbae keren, yaa."
"Iya, dia memang keren sekali. Jenius, lagi!"
"Pasti menyenangkan kalau punya pacar seperti dia, ya.."
Chanyeol melirik ke arah jendela yang membatasi ruang kelasnya dengan koridor, mendapati dua orang adik kelasnya sedang memandanginya sambil bergosip. Ia lantas membetulkan letak dasinya, tersenyum bangga mendengar pujian-pujian yang dilontarkan adik kelas sekaligus penggemarnyaitu. Yah, setidaknya dengan pujian-pujian dari mereka, Chanyeol tidak lagi merasa bahwa dirinya sinting.
"Tapi sepertinya dia sudah pacaran dengan Baekhyun sunbae—"
"ENAK SAJA! AKU NGGAK TERTARIK PACARAN SAMA COWOK!"
BRUAGH!
"Kyaaa~~"
Tiga kejadian berlangsung pada detik yang sama—Chanyeol berteriakuntuk menyangkal pendapat penggemarnya tentang hubungannya dengan Baekhyun, lalu Baekhyun menghantam Chanyeol menggunakan kamus tebal kesayangannya, dan kemudian fans Chanyeol berteriak ngeri melihat adegan kekerasan yang mendadak lewat barusan, lalu berlari terbirit-birit karena ketakutan—juga karena terkejut dengan kalimat Chanyeol yang aneh dan tidak masuk akal. Semua orang tahu Baekhyun adalah siswi tercantik dan baik hati seantero sekolah, terkenal dengan julukan Art Princess karena kejeniusannya dalam kesenian—menyanyi, melukis, bahkan sampai memasak—yang patut diacungi sejuta jempol. Singkatnya, tidak ada satu hal pun dalam diri Baekhyun yang membuatnya bisa disebut sebagai laki-laki. Hanya Chanyeol yang ngotot menyebutnya laki-laki, dan itu karena ingatan akan kehidupannya yang lalu—dan hanya Baekhyun yang tahu akan hal itu.
Baekhyun memandang Chanyeol yang terkapar di atas lantai dengan pelipis berdenyut menahan emosi. Ditatapnya Chanyeol dengan tatapan membunuh khas seorang Byun Baekhyun. Dan sebagai sentuhan terakhir untuk mengakhiri adegan dramatis ini, Baekhyun pun ikut menyumbangkan suaranya yang merdu, sebagai pelengkap dari teriakan penggemar Chanyeol yang tadi.
"SIAPA YANG KAU SEBUT COWOK, HAH!? AKU INI PEREMPUAN TULEN, DASAR TIANG LISTRIK MENYEBALKAN!"
See?Hidup Chanyeol benar-benar kacau.
—
Chanyeol terdiam di dalam kamarnya. Duduk di meja belajarnya, dengan satu tangan menopang dagunya sementara tangan yang lain membolak-balik buku biologinya. Tadinya, ia sedang belajar. Namun karena jantungnya terus berdebar kencang tanpa alasan yang jelas, perhatiannya tak lagi terfokus pada bukunya. Ada perasaan aneh yang menjalar di hatinya. Perasaan gelisah, takut, atau... rindu?
Entahlah, Chanyeol tidak tahu. Ia tak menemukan alasan mengapa ia harus merasa gelisah. Tidak tahu juga mengapa ia harus merasa ketakutan. Dan ia juga tidak tahu siapa yang harus ia rindukan. Perasaannya terlalu ambigu.
Chanyeol tersentak saat mendengar suara kentukan di pintunya, dibarengi dengan sebuah teriakan, "Chanyeol-ah, keluar sebentar. Ada tamu." yang ia yakini sebagai suara ibunya. Dengan langkah lambat, ia bangkit lalu berjalan menuju pintu dan memutar kenopnya. Menuruni tangga dengan langkah lambat, sambil memikirkan siapa tamu yang datang sampai-sampai ia juga disuruh menemuinya—karena sejauh ini, satu-satunya tamu yang ia miliki hanyalah Baekhyun. Dan ia tidak perlu repot-repot keluar kamar jika yang bertamu adalah Baekhyun—karena gadis itu pasti langsung menerobos masuk ke dalam kamarnya, ayah dan ibunya sudah terbiasa akan hal itu. Melihat ibunya menyuruhnya keluar kamar, berarti yang datang bukan Baekhyun. Mungkin teman ibunya, atau—
"Ayo beri salam pada bibi Park."
Deg.
Chanyeol membeku di ujung tangga saat kedua matanya menangkap sosok yang berada di ruang tamunya. Ada satu orang wanita paruh baya yang nampak masih cantik dan seorang anak laki-laki berdiri di sebelahnya, berhadapan dengan ibunya. Jantung Chanyeol serasa berhenti selama beberapa saat, namun setelahnya berdetak dengan kecepatan di atas rata-rata. Oh, jadi karena ini kah, perasaannya gelisah sedari tadi?
Mungkin saja.
Perasaannya gelisah karena... orang itu ada disana.
Orang yang dirindukannya.
Separuh jiwanya sedang berada di rumahnya. Di ruang tamunya.
Tanpa membuang banyak waktu lagi, Chanyeol menuruni tangga dengan langkah tergesa dan berlari menuju ruang tamu. Mengabaikan tatapan kebingungan dari ketiga orang yang berada di sana. Dengan seulas senyum lebar dan air mata yang menggenang di pelupuk matanya, ia menarik tangan orang itu dan memeluknya erat, seolah tak ingin melepasnya lagi.
"Selena, aku rindu padamu.."
—To Be Continued
A/N: Ada yang bisa nebak Selena-nya siapa? :p hahaha, nantikan kejutannya di bab selanjutnyaa. Review yaa :3
