Disclaimer : demi neptunus naruto bukan punya saya, punya masashi sensei. sasuke punya saya *dibantai masashi sensei dan sakura
Warning : OOC, TYPO tingkat akut, AU, OOT, EYD berantakan, flame tidak diijinkan, tidak di ijinkan untuk mengcopy fic ini tanpa ijin dari author.
catatan : berharap cerita ini tidak ada yang sama, kalau pun sama, mungkin cuma kebetelun, alurnya murni dari ide author. :)
.
.
.
Don't Like Don't Read !
.
~ Another cherryblossom ~
.
.
Tengah kota yang ramai dan cukup padat, tentu, di beberapa kota akan terlihat seperti itu, pembangunan besar-besaran hingga beberapa ruang hijau dan lahan kosong mulai menyempit, meskipun selalu ada penanganan namun sedikit berdampak buruk pada pembangunan liar, hal itu sudah berlalu cukup lama, kota Konoha tetap ramai tapi bisa di lihat dari beberapa kali kota ini mendapat pemimpin mereka, pembangunan yang mulai di tata, hingga pada pemimpin yang sekarang, Sarutobi, pria tua nan energic, dia tahu harus mengusahakan apa dan harus berbuat apa untuk menata kotanya ini, tunggu, kita tidak akan membahas tentang Konoha, hanya saja di beberapa gang sempit dan gelap siapa pun akan membuang sesuatu di sana, sampah dan beberapa barang yang tidak bisa gunakan kembali, terlalu gelap dan sunyi, beberapa anjing mencoba membongkar bak sampah dan mungkin saja mereka menemukan sesuatu yang bisa makan, bersyukur pada manusia yang masih di beri akal untuk tidak mengais sampah, tentunya tidak semua orang, sebagian yang orang-orang yang sangat miskin sampai melarat mungkin saja akan melakukan hal yang sama.
Beberapa meter ke arah lain, setidaknya bak sampah itu jauh dan tidak membuat aroma yang aneh-aneh hingga ke sebuah cafe sederhana, tak berarti kau hanya akan menemukan segala sesuatu dengan harga yang di bawah standar, hanya ukuran bangunan, menu yang di tawarkan cukup menarik dan sedikit minuman yang beralkohol akan membuat beberapa pekerja kantoran merasa seakan benar-benar bersantai, mereka hanya sedang berpikir untuk menghilangkan setres dan meneguk beberapa kali minuman yang di tawarkan bartender di dalam cafe itu.
"Baiklah, ini gelas terakhir dan aku akan pulang." Ucap seorang pria, umurnya sekitar 25 tahun, masih memegang status single, bukannya dia tidak beruntung untuk mendapatkan pasangan, beberapa wanita bahkan rela-rela mengurumuninya, kekayaan dan wajah tampan yang sudah memang turunannya. Uchiha Sasuke, nama pria itu, tatapan datar dan mata hitam kelam, meskipun seorang pria, tubuhnya putih dan mulus, mungkin selalu perawatan, mungkin saja, atau karena keturunannya juga. Wakil dari sebuah perusahaan di grub Uchiha, hanya wakil, kakak tertuanya, Uchiha Itachi masih menduduki kursi ketua, dia sendiri tidak ambil pusing dengan jabatan, dia hanya bekerja keras sesuai kedudukannya.
"Woi, teme, tunggulah sebentar lagi." Ucap seorang pria berambut blonder dan warna matanya yang sebiru langit. Sasuke masih berpikir, kenapa hingga sekarang dia masih berteman dengan orang yang sangat-sangat cereboh? Namanya pertemanan, itulah seninya, dimana kau tidak akan pernah bosan bersama orang yang lebih 'unik' kata itu yang terlintas di benak Sasuke saat menatap sahabatnya yang sebentar lagi akan melepas masa lajangnya.
"Jangan memanggilku seperti itu, berhentilah, pulang sana!" Ucap Sasuke, wajahnya terlihat kesal menemani sahabat lamanya untuk minum.
"Kau terlalu serius Sasuke, mau ku bantu mencari jodoh, aku ahlinya." Ucap Naruto dengan sebuah cengiran dan sepertinya dia sudah sedikit mabuk, lebih lengkapnya, Uzumaki Naruto, dia menjadi ketua di sebuah perusahan grub Minato, anak yatim piatu yang di turunkan banyak harta oleh kedua orang tuanya yang sudah meninggal saat umurnya 12 tahun. Pria yang beruntung, banyak wanita yang mengaguminya juga, dia memang terlihat cereboh, tapi sikap dan tingkahnya cukup mendapat sanjungan, hanya seorang gadis yang menjadi orang terdekatnya saat ini, mereka sudah tunangan dan sebentar lagi akan menikah, wanita beruntung itu anak bungsu dari keluar Hyuga, gadis cantik dengan tutur bahasa yang lembut, Hyuga Hinata.
"Pulang atau ku hubungi Hinata." Ancam Sasuke.
"Heee, kau curang, baik-baik, aku akan pulang." Pasrah Naruto, dia jauh lebih menghargai Hinata, siapa lagi orang yang berada di sekitarnya untuk lebih mendekati keluarga selain Hinata, memang Sasuke sudah bersamanya sejak mereka masih Sekolah hingga sekarang, Naruto sudah menganggap Sasuke satu-satunya keluarga hingga Hinata hadir di kehidupannya.
"Kau bisa minum lain kali, kepalaku sedikit sakit dan aku harus pulang, mau ku antar?" Ucap Sasuke, sambil membayar pesanan mereka.
"Tidak-tidak, aku masih sanggup mengemudi." Ucap Naruto, berusaha berdiri tegak dari kursinya.
"Jika hal buruk terjadi padamu, kau harus membayangkan Hinata yang sedang menangis-nangis." Ucap Sasuke, sebenarnya dia tengah mengancam sederhana untuk Naruto.
"Ahk, menyebalkan, aku akan pulang naik taksi dan besok pagi akan mengambil mobilku." Ucap Naruto, ancaman itu sangat berefek padanya.
"Bagus, kau terlalu cereboh untuk mengemudi dalam keadaan seperti itu." Ucap Sasuke.
Mereka berpisah di depan cafe, Naruto sudah masuk ke dalam taksi dan pamit untuk pulang lebih dulu, Sasuke memarkir mobilnya di lahan parkiran yang tersedia di dekat cafe, tidak banyak tempat untuk kau memarkir kendaraan di sana, Kota Konoha ini masih dalam tahap di tata rapi. Berjalan menyusuri trotoar, beberapa kendaraan yang melintas mulai sedikit ramai, semakin malam akan semakin ramai, kadang di beberapa tempat hanya akan buka pada malam dan saat itu orang-orang juga menunggunya, apakah menu di sebuah restoran, cafe dan tempat jajanan lain itu enak? atau barang-barang yang di tawarkan menarik mata.
Guk! Guk! Guk!
Gong-gongan anjing itu cukup berisik membuat pria ini mengalihkan tatapannya, melihat sejenak ke arah beberapa anjing yang menggigit sebuah kardus, menyisahkan lembaran-lembaran kecil yang berserakan di sana, Sasuke hanya menghela napasnya, gong-gongan itu menarik perhatiannya sedikit, sebelum kembali fokus menatap jalan, kardus itu terbongkar, dia tidak peduli dengan nyanyian kecil anjing-anjing itu atau pun kardus yang sudah hancur, langkahnya berbalik dan berlari bahkan mengusir anjing-anjing itu untuk pergi, mereka hanya hewan yang kadang takut pada manusia dan memilih lari, Sasuke mengangkat sesuatu disana, dalam sebuah balutan kain, mana mungkin di gang sempit dan gelap seperti itu ada seorang bayi, dan bodohnya lagi, dia membawa bayi itu, beberapa hal yang bisa di ketahui, seorang bayi akan menangis jika tidak bersama ibunya, tapi bayi yang di gendong Sasuke terdiam, umurnya mungkin masih beberapa minggu, bayi itu tidak kurus, tapi tubuhnya sedikit kedingingan, Sasuke masih menatapnya, berpikir untuk membawanya ke kantor polisi, yang terlintas di benaknya, polisi akan memenjarakannya, ada sedikit bau alkohol pada mulutnya, hal ini akan berakibat fatal untuknya sendiri, tidak ada yang bisa di perbuatnya, setelah pagi menjelang, dia baru akan mendatangi kantor polisi.
Kembali berjalan menyusuri trotoar, mencoba menghangatkan bayi mungil itu, sesuatu membuatnya sedikit terkejut, bayi itu tersenyum padanya, rasanya ada yang aneh, membuyarkan pikirannya dan bergegas pulang, dia harus mencari alasan yang tepat agar ayahnya tidak menembakinya dengan senapan jika tahu anak bungsunya membawa pulang seorang bayi, itu bukan seperti yang ayahnya pikirkan
.
.
.
.
.
.
Matahari pagi menjadi alarm bagi orang-orang yang akan sibuk. Sebuah kamar yang luas, tidak begitu banyak benda disana, pria ini hanya memilih kasur dengan ukuran king size, menggeliat pelan dan mencoba melihat cahaya di kamarnya yang mulai terang. Tidurnya cukup pulas hingga melupakan sesuatu, bergegas bangkit dari kasurnya dan menyusuri dapur, pagi hari dengan segelas kopi akan lebih baik, tapi bukan segelas kopi yang di carinya, bayi mungil semalam dia titipkan pada salah satu pelayan pribadi di rumahnya, bersyukur dengan ayahnya yang tiba-tiba keluar kota untuk urusan bisnis, kecuali ibunya yang sedang berada di rumah tapi sudah tidur lebih dulu saat Sasuke tiba di rumah.
"Dimana dia?" Tanya Sasuke pada salah satu pelayan yang di percayakannya untuk menyimpan sementara bayi kecil yang sudah di bawanya ke rumah.
"Dia masih tidur di kamar saya, tuan." Ucap Pelayan itu.
"Aku tidak tahu mengurus bayi, tolong bersihkan dia, uhm, tunggu sebentar." Ucap Sasuke, bergegas kembali kamar, tapi sebelum ke sana, ibunya, Uchiha Mikoto, sedang berjalan di tangga turun ke lantai bawah.
"Mau kemana, Sasuke?" Ucap Mikoto, wanita yang masih cantik di umurnya yang sudah kepala 4, rambut hitam panjang di biarkan tergerai, ayah Sasuke sangat menyukai rambut itu.
"Hanya melupakan sesuatu di kamar." Ucap Sasuke dan kembali terburu-buru.
"Ibu akan siapkan sarapan, kau mau di buatkan sesuatu?" Tanya Mikoto.
"Roti isi saja bu, jangan lupa dengan extra tomat." Teriak Sasuke, dia sudah berada di depan pintu kamarnya. Masuk ke dalam dan membuka lemarinya satu persatu, seperti mencari barang hilang, sesuatu yang di carinya tidak ada di kamar, mencoba mencari di tempat lain tidak juga menemukannya, Sasuke memutuskan untuk menemui kakaknya, setidaknya rahasia ini masih bisa di sembunyikan sebelum ibunya tahu.
"Hey, bangun! Pak direktur pemalas, bangun!" Ucap Sasuke, sedikit memaksakan kakaknya yang masih tertidur pulas.
"Iya-iya, aku akan bangun." Ucap Itachi, sedikit malas tapi adiknya ini akan sangat keras kepala jika tidak segera di ladeni. "Ada apa?" Tanya Itachi, masih menguap beberapa kali.
"Dimana ibu menyimpan baju kita saat masih kecil?" Tanya Sasuke.
"Baju? Baju apa?" Ucap Itachi, rasanya dia ingin kembali tidur, tapi tatapan Sasuke membuatnya tidak bisa melakukan hal itu.
"Baju saat masih bayi." Ucap Sasuke.
"Untuk apa? Kau bahkan tidak bisa memakainya sekarang, hahahaha." Ucapan Itachi semakin membuat Sasuke kesal. Sebuah remasan di kaos putihnya membuatnya menyerah. "Aku hanya bercanda, kalau kau ingin mencari benda seperti itu, semua ada di gudang." Ucap Itachi.
Berhenti mengganggu Itachi dan bergegas ke arah gudang. Itachi masih menatap pintu kamarnya yang tidak di tutup. Berbaring dan kembali tidur, dia masih punya waktu 2 jam sebelum ke kantor.
"Jangan katakan hal ini pada ibu." Ucap Sasuke tepat di depan muka Itachi tak lupa tatapan horornya, membuat Itachi lompat dari kasur dan mengambil jarak.
"Kau mengagetkanku!" Teriak Itachi.
Tanpa mempedulikan Ucapan kakaknya, Sasuke kembali ke tujuannya, ke gudang. Perjalanannya sia-sia, ruang gudang di kunci dan yang memegang kunci ibunya, Sasuke baru ingat, kembali ke dapur yang bersebelahan dengan gudang.
"Sasuke, apa ini?" Tanya Mikoto, menggendong seorang bayi yang sudah rapi dengan baju berbeda. Sedikit terkejut tapi dia harus segera mengendalikan situasi ini.
"Ibu, aku bisa jelaskan, begini-"
"Tidak perlu." Potong Mikoto.
"Ibu dengarkan dulu, ini tidak seperti apa yang ibu pikirkan." Ucap Sasuke, berusaha menjelaskan pada ibunya.
"Tenanglah, kau begitu tegang, kau bisa saja membuat ibu tidak mempercayai ucapan para pelayan saat kau membawanya tadi malam." Ucap Mikoto. Sasuke terlihat bernapas lega, para pelayan sudah menceritakan seperti apa yang sudah terjadi sebelum dia membawa bayi itu. "Lalu, bayi ini akan kau apakan? Dia begitu manis dan mungil." Ucap Mikoto, wajahnya terlihat senang, seperti kembali mendapat anak.
"Sebelum ke kantor, aku akan membawanya ke kantor polisi, melaporkan hal ini." Ucap Sasuke.
"Kenapa? Jika kau menemukannya seperti itu, kemungkinan ibunya sudah tidak menginginkannya lagi, dia sudah di buang." Ucap Mikoto.
"Uhm, aku tahu, asalkan ibunya bisa di tangkap agar tidak membuang bayinya lagi." Ucap Sasuke, wajahnya terlihat sedikit kesal saat ibunya mengatakan 'dibuang', seperti kau sangat gampang membuang sesuatu meskipun itu adalah nyawa, itu tidak adil dan tidak manusiawi.
"Ibu tidak keberatan dia bersama kita, lagi pula lihat, warna rambutnya hitam, dia tampak sepertimu saat masih bayi Sasuke." Ucap Mikoto dan tersenyum. "Atau jangan-jangan." Tatapan Mikoto berubah, menajam ke arah anak bungsunya.
"Su-sungguh bu, aku tidak melakukannya." Ucap Sasuke, situasinya sedang dalam bahaya.
"Baguslah, ibu percaya padamu." Ucap Mikoto.
Kembali bernapas lega, Sasuke tidak tahu apa yang akan terjadi jika dia melakukan hal yang tidak di sukai ibunya.
Beberapa jam berlalu, Sasuke sudah rapi, wakil ketua akan datang lebih dulu dan Itachi masih nyaman dengan kasurnya.
"Ibu akan ikut." Ucap Mikoto, masih senang-senangnya menggendong bayi perempuan itu.
Tidak ada jawaban apa-apa dari Sasuke, dia sangat patuh pada ibunya, mulai melajukan kendaraan dan mereka tiba di kantor kepolisian Konoha.
"Uhm...Sayang sekali, kasus semacam ini kami tidak bisa tangani, tidak ada pelaporan pembuangan bayi, sebaiknya anda membawanya ke panti asuhan, dia akan jauh lebih baik di sana, dari pada harus menunggu di rumah sakit, kami harus mengetes DNAnya dan mencari orang yang sudah membuangnya, akan butuh waktu lama." Ucap salah seorang polisi yang bertugas.
"Baiklah, terima kasih pak." Ucap Mikoto, tanpa menunggu ucapan Sasuke dan berjalan keluar.
"Ibu, kita harus membiarkannya di rumah sakit dan menunggu." Ucap Sasuke, mengikuti ibunya yang masih berjalan menuju parkiran.
"Ibu sudah katakan padamu, keadaan bayi ini sudah tidak diinginkan lagi." Ucap Mikoto.
"Lalu? Kita bawa saja ke panti asuhan?" Ucap Sasuke.
"Semua keputusan darimu, ibu akan ikut saja." ucap Mikoto, berjalan masuk ke dalam mobil setelah Sasuke membukakan pintu untuknya, sejujurnya Mikoto mulai menyayangi bayi itu dan sedikit tidak rela meninggalkan bayi yang terus-terusan terdiam di gendongannya di panti asuhan.
Sasuke masuk ke dalam mobil, menatap sejenak ke arah bayi yang mulai terlihat jelas wajahnya, sangat cantik dan dia tampak seperti keturunan Uchiha, mungkin saja, Sasuke masih belum mengambil keputusan tentang mengasuh anak kecil, umurnya masih muda dan dia bahkan belum siap untuk mempunyai seorang anak dan seorang istri. Mesin mobil sudah di nyalakan dari tadi, tapi Sasuke masih belum menginjak gasnya, berpikir, dia berpikir dan menimbang-nimbang hal yang tepat untuk di ambil, ibunya sendiri terlihat girang menggendong seorang bayi.
"Jika ayah pulang?" Tanya Sasuke, dia sudah mengambil keputusan tapi satu hal yang membuatnya tidak bisa menyetujui keputusannya sendiri.
"Ibu yang akan berurusan dengan ayahmu, jadi?" Ucap Mikoto, berharap anak bungsunya berbelas kasih untuk tetap merawat bayi itu.
"Aku rasa ini bukan kehendakku, jika ibu menyukainya, aku akan setuju saja." Ucap Sasuke, dia sangat memahami keadaan ibunya. Semacam ikatan batin antara anak dan ibu, mereka berdua sama-sama tidak tega untuk meninggalkan bayi itu di tempat lain.
"Tidak-tidak, ini kesalahanmu, kau membawanya ke rumah dan membuat ibu sangat menyukainya." Ucap Mikoto, tersenyum senang dan terus menatap bayi itu.
Sasuke hanya tersenyum tipis dan mulai melajukan kendaraannya, dia akan membawa ibunya pulang dan kembali ke kantor.
.
.
.
.
.
.
Seminggu berlalu, bayi itu sangat pendiam, bahkan jarang untuk menangis, Mikoto khawatir dan sering membawa bayi itu ke dokter anak. Hasil tesnya menunjukan dia bayi yang sehat dan tidak terjadi apa-apa, dokter itu kadang sedikit memicu agar bayi itu menangis, setidaknya, menangis pada bayi adalah hal yang baik agar rongga tubuhnya berkembang. Mikoto seharusnya bersyukur dengan keadaan bayi yang cukup unik itu, dia jarang menangis dan rewel. Mikoto sangat-sangat menyayanginya.
"Kita bahkan tidak tahu dia anak siapa? Keturunan orang seperti apa, mungkin saja hari ini dia seperti malaikat kecil dan besoknya dia menjadi iblis yang cukup berbahaya." Ucap Fugaku, kepala rumah tangga sudah kembali dan tidak menyetujui keputusan istrinya itu.
"Tidak seperti itu, kita bisa mendidiknya jauh lebih baik, apa bedanya jika seorang anak kriminal atau bukan, semua itu tergantung dari apa yang dia pelajari dan dia dapatkan di lingkungannya." Ucap Mikoto, mencoba mempertahankan pemikirannya.
Fugaku terdiam, dia masih akan berdebat dengan istrinya, tapi seorang Mikoto bukan hanya ibu di rumah tangga biasa, Mikoto termasuk seorang wanita karier dan sangat pintar, dulunya, hingga membuat Fugaku merasa terpikat oleh wanita ini, memintanya untuk tetap di rumah dan tidak perlu bekerja.
"Jika anak itu berulah, bawa dia ke panti asuhan, aku masih tetap tidak setuju, tapi segala sesuatu kau yang harus tangani sendiri, aku tidak akan terlibat." Ucap Fugaku, masih dalam pertahanannya, dia tetap menolak. Tidak ada ucapan balasan dari Mikoto, wanita itu berlari kecil hingga memeluk suaminya. "Aku tidak tahu jika kau masih menginginkan seorang bayi lagi." Ucap Fugaku, ada hal lucu tentang istrinya yang baru saja di ketahuinya setelah kembali.
"Terlalu beresiko untuk usiaku, biarkan bayi kecil itu menjadi pengganti kesepianku di rumah, lagi pula, kalian para pria selalu tidak berada di rumah dan membuatku sendirian." Ucap Mikoto, melepaskan pelukkannya dan menatap kesal ke arah suaminya, hanya dia sendiri seorang wanita di keluarga Uchiha.
"Lakukan sesukamu tapi ingat ucapanku." Ucap Fugaku kembali memeluk istrinya.
"Baik-baik, akan aku ingat ucapanmu." Ucap Mikoto membalas pelukkan suaminya.
.
.
.
.
.
.
5 tahun kemudian...
.
~TBC~
.
new fic, sebenarnya ini fic pelarian, author sedang jenuh dengan salah fic author masih on progress, tapi tetap di lanjut, masih dalam pengetikan yang belum kelar, *jadi semacam curhat*
mungkin chapternya akan pendek, tidak banyak-banyak, tiba-tiba kepikiran mau buat fic dengan alur seperti ini, terinspirasi dari 'Usagi drop' tapi tidak mengambil ceritanya, lebih memilih ide lain dan berharap tidak bosan untuk di baca XD
kalau tak suka jangan di baca dan meninggalkan komentar bodoh,
kalau ada typo, itu kesalahan yang sepertinya sudah menjadi teman para author, hahahahah *di tabok*
silahkan tinggal review kalau menurut reader ini patut di lanjutkan, kalau pun tidak author akan tetap lanjutkan, hahahahahahaha. *heboh sendiri*
-Sasuke fans-
