When The Loss Becomes Early

Park Chanyeol x Byun Baekhyun

YAOI

semua tokoh adalah pribadi nyata milik EXO-L, but ide dan cerita adalah milik saya. Please, dont push and judge, dont copy with not permission!

Thankyu

aku mencintai kalian :*

Happy Reading Guys

—Flashback 13 tahun yang lalu—

Hujan turun dengan derasnya, menemani malam di sepanjang Value Street yang sebelumnya dipenuhi dengan Cafe dan Bread Bakery. Seorang pemuda berumur 20 tahunan tampak membopong seorang perempuan seumurannya. Di tangan pria muda berbadan jangkung itu tampak berlumur darah yang juga tercetak di sepanjang dress—yang mungkin sebelumnya selutut—si perempuan.

Mereka sama-sama basah, namun sama-sama mengacuhkan gigi-gigi mereka yang sama gemeletuk karena hujan yang meskipun sudah tak lagi sederas sore tadi.

"chaaannyeool-a stop please! I cant.."

"Ssttt kumohon Irene-aa bertahan lah", si pemuda yang kini telah sampai di sebuah bangunan dengan pintu kayu yang tertutup rapat dengan knop berbentuk kepala singa.

"Sir! Doctor! Sir Yixing! Please help my wife , sir!" teriak si pemuda yang masih berusaha membuka matanya yang tergenangi air hujan.

sejenak seolah tak ada harapan. tak ada jawaban atau suara pintu berderek tanda dibuka oleh si tuan rumah. namun setelah sesaat, pintu terbuka tanpa suara, seorang pria dengan mantel tidur tampak keluar, kaca matanya tampak menggantung dengan asal karena sepertinya dia terburu-buru. Mata sipitnya yang semakin sipit karena kantuk, menatap pada sosok pucat dalam bopongan si jangkung.

"Chanyeol? are you okay?—Go first!" teriak si pria setelah menyadari darah yang tak wajar.

Mereka bergegas memasuki rumah dengan furnitur sederhana. Tampak bahwa bangunan yang mereka masuki bukanlah rumah permanen, hanya sebuah rumah dinas yang difungsikan untuk tidur dan makan. Pintu ditutup dengan kasar, menggeser sebuah papan nama pada pintu yang bertuliskan—Doctor Yixing.

Semua berjalan dengan sangat cepat, bahkan rambut yang basah pun tak sempat kering. Hanya si perempuan muda yang sebelumnya hanya terbungkus mantel basah kini telah di tambah dengan mantel kering yang hangat. wajahnya yang sebelumnya pucat, kini sedikit menunjukkan rona meskipun tidak sepenuhnya. nafas mereka yang memburu pun sedikit mulai tenang, entah karena mereka telah di dalam ruangan yang menghangat atau karena mereka merasa lega telah menemukan sesorang yang mereka anggap bisa menolong mereka.

Tangan perempuan dan pria yang telah menggendongnya—Park Chanyeol—tampak bertaut tanpa ada yang berniat untuk melepaskan. Dalam genggaman itu tampak cincin perak putih tanpa ukiran, tersemat indah. seolah cincin itu berbicara dengan bahasa isyarat "kami adalah pasangan, jadi jangan mendekat" hanya itu saja yang bisa menjadi identitas mereka.

sunyi melanda di antara suara rintik hujan diluar yang dengan nyata terabaikan. Tak ada bunyi berarti dalam ruangan mereka, selain suara alat-alat kedokteran milik dokter berwajah asia, serta beberapa kali helaan nafas teratur dari si perempuan dalam setengah terbius.

'kumohon bertahanlah Irene... ", bisik si pria yang sudah terucap untuk kesekian kali, dengan kini mulai mengelus rambut si perempuan.

"aku menyayangimu. Sungguh...' lirih si pria ku perkenalkan sebagai Chanyeol-Park Chanyeol.


Usai malam itu, pasangan bernama Chanyeol dan Irene telah di rujuk menuju rumah sakit Saint-Roch.

"Maafkan aku Chanyeol.. aku tak bisa menolong janin nya. Ini adalah apa yang bisa ku lakukan untuk menolong istrimu, ku harap kau tak terluka..", kata doktor Yixing malam itu yang seolah menjadi pendar dengan kata "selamat" namun menjadi tonjokan tak kasat mata dengan kalimat "janin" dan seterusnya.

Tragedi yang di alami Chanyeol tidak berakhir sampai di situ. Usai Irene sadar dari efek obat bius nya, Irene mulai meraung-raung penuh kekecewaan atas dirinya sendiri. Bahkan selama hambir 2 jam penuh Irene menyalahkan dirinya atas kehilangan bayi nya dengan Chanyeol-nya. Dalam masa itu, Chanyeol hanya bisa menenangkan Irene dengan pelukan serta kecupan pada tiap wajah dan kening si perempuan. Chanyeol sangat tahu bagaimana perempuan yang sangat dicintainya itu merasa hancur, bagaimanapun juga, janin itu adalah anak Chanyeol juga, tidak ada alasan untuk Chanyeol tidak merasa hancur.

dan hanya untuk hari itu, semua berakhir dengan Irene yang tertidur dengan nafas teratur. dengan Chanyeol yang masih tampak setia terduduk di samping ranjang istrinya, dengan mata sembab serta kantong mata yang menyedihkan. Chanyeol terus memberi kecupan dan usapan pada kening dan ujung kepala Irene. Beberapa kali doktor Yixing—dokter kenalan Chanyeol—terus menyarankan Chanyeol untuk menghubungi orang tua mereka di korea, namun Chanyeol hanya mengatakan,

"Mereka sudah mati, aku hanya memiliki Irene, begitu pula sebaliknya." dengan suara dingin dan serak, Chanyeol menyelesaikan debat kecilnya tentang orang tua dan mertua.

Seminggu telah berlalu usai kejadian Irene yang keguguran. Irene dan Chanyeol telah kembali ke huniannya di daerah Green Street—sebuah hunian yang tidak mewah sebaliknya sangat nyaman karena ketenangannya. Hanya berjarak beberapa blok dari Vanue Street yang berada di pinggiran kota Voila.

Dengan kembalinya mereka kerumah, tidak berarti semua baik-baik saja. Irene terus mengalami gangguan kesehatan, terus menangis di tiap malamnya, terus menjerit ketika hujan datang, akan sangat delusi jika melihat atau bahkan mendenar suara anak kecil. Bahkan beberapa hari yang lalu, Irene hampir saja membawa kabur Paul—si bayi emerald yang tinggal di sebelah rumah mereka.

Chanyeol benar-benar merasa terpukul dengan semua ini. Air matanya sudah mengering, hingga kantong mata nya hampir tergantikan dengan bengkak karena sembab. tapi demi janji dan komitmennya terhadap diri sendiri, kesedihan bagi Chanyeol hanyalah kata dalam kamus, tidak untuk ditunjukkan atau dilakukan. Chanyeol hanya perlu menyadari bahwa dirinya bersedih, tapi tidak dengan wujudnya. dia tidak akan terisak, dia tidak akan muram. dia hanya akan menciptakan tembok tebal dalam balutan senyum yang menawan, tubuh yang sehat, dan suara yang tidak jernih seolah hari sedih itu tidak pernah ada.

Pagi ini, matahari hampir tidak terlihat, hujan tadi malam telah meninggalkan mendung dan dinginnya udara. Chanyeol hanya berharap semua berjalan dengan lancar, tidak ada Irene yang menangis atau Irene yang menjerit. Chanyeol hanya mengharapkan irene yang membaik, irene yang tersenyum dan irene yang menatapnya dengan tanpa tatapan bersalah. Sungguh, Chanyeol tak pernah menyalahkan Irene atas keguguran beberapa waktu lalu. Bahkan Chanyeol merasa sebagai orang yang harus bertanggung jawab karena tidak mampu menjaga Irene yang sangat mencintai tari yang berimbas dengan Irene yang terjatuh dan keguguran. Jika waktu benar-benar bisa diulang bahkan dengan pembayaran kehidupanya, Chanyeol akan mengulang waktu untuk menyelamatkan kedua sumber kebahagiaanya tersebut.

Chanyeol baru selesai menyiapkan sarapan untuk dirinya dan Irene. Dua set bacon goreng dengan telor setengah matang tidak lupa salad sayur dengan tomat buah di atas nya. segelas susu hangat untuk Irene. Chanyeol pikir semua sudah 'sempurna' seperti yang dia harapkan hingga akhirnya Chanyeol menyadari bahwa Irene telah menghilang! kamar tidur mereka yang berada di lantai dua telah kosong, tak ada suara keran dalam kamar mandi, suara Tv dalam ruang keluarga hanya menyala tanpa seorang pun di depannya, taman depan dan belakang hanya lenggang bahkan jejak mereka terinjak pun tidak. salahkah jika kini Chanyeol hanya bisa berlari kesetanan menuju depan perumahan yang bahkan dalam cuaca yang membuat malas untuk keluar rumah?

"Honey! Honey! Dimana kau! "

Chanyeol menghampiri beberapa perempuan muda dengan pakaian maid, menanyakan keberadaan perempuan dengan ciri-ciri Irine, namun nihil, tak ada seorang pun yang tahu. seorang kakek bahkan tidak memahami tiap kata yang keluar dari mulut kalang kabut Chanyeol yang mengatakan kata 'Irene' seperti kata 'Sirene'. hingga akhirnya seorang nenek yang sedang memegang tali anjingnya memahami tingkah Chanyeol yang berantakan. kalian tahu, insting perempuan sangat bekerja!

"hey young boy! Kupikir aku melihat perempuan itu di taman bermain—" kata seorang wanita tua kepada Chanyeol.

"Nenek Greendy! aku tidak tahu harus mmeberimu apa, tapi terima kasih!,", kata Chanyeol seraya memegang dada kirinya yang seolah berpacu lebih cepat dari biasanya, bukan karena dia memiliki riwayat gagal jantung dia hanya memiliki riwayat kekhawatiran belebih dan ini mengingatkannya akan hal itu.

Chanyeol berlari menuju taman yang hanya berjarak beberapa blok dari rumahnya. Mengacuhkan penampilannya yang kacau, bahkan dia tak sadar sedang menggunakan sandal rumah tipis untuk menyusuri jalanan luar yang sedikit basah karena hujan tadi malam.

"IRENE! kau... "

Penggilan Chanyeol terhenti saat dilihatnya Irene sedang memeluk seorang anak kecil berusia kira-kira 10 tahun. tak menghiraukan Irene yang juga berteriak, Chanyeol langsung merengkuh bahu Irene.

"Chanyeol sayang! "panggil Irene dengan wajah berseri yang hampir tak pernah terlihat sejak kejadian 'itu'.

"what are you doing here, Honey? You know? I'm so scared for anything… ku mohon jangan begini lagi."kata Chanyeol dengan nafas tersenggal seraya merengkuh Irene tanpa menyadari sosok lebih mungil didepan Irene.

"just say anything what you want, and I will release for you.. huuh?", lanjut Chanyeol yang kini mulai sedikit membuat jarak antara dirinya dengan Irene. mata sayu Chanyeol mulai bertemu dengan mata jernih Irene.

"Ch-chan… ", Irene membalas tatapan Chanyeol dengan tersenyum, hingga teringat sosok mungil didepan mereka yang tampak sedikit terkejut dengan kemunculan Chanyeol.

"aah! CHAN~a!", kata Irene sedikit dengan nada manja yang biasa ia gunakan dalam keseharian di depan Chanyeol, pandangan Irene seolah memberikan kode pada yang lebih jangkung untuk menyadari sosok lain disebelah mereka.

"…dia... uri aegi*!' teriak Irene yang berhasil menghentikan detak jantung Chanyeol saking terkejutnya. bahkan dengan bocah yang kini sepenuhnya dapat melihat wajah Chanyeol.

bab 1

the first time I meet You, and we same to loss

PRANK!

'...dasar anak sialan! Kau tahu aku tidak pernah mengharapkanmu bukan! Pergi kau!' teriak seorang perempuan yang hanya menggunakan kutang dan bawahan minim. Rambutnya sangat berantakkan, dari mulutnya tercium vodka yang sangat menjijikan. kantung matanya yang menggelap, menunjukkan bahwa mungkin wanita itu sudah terlalu lama tidak mengurus dirinya.

PRANK!

untuk kedua kalinya perempuan itu melempar gelas vodka kecil, menambah deretan barang pecah yang tercecer dilantai ruang tamu. perempuan itu berjalan goyah menuju meja yang tak lagi rapi yang sebelumnya berfungsi sebagai meja makan keluarga. dirinya sempoyongan untuk meletakkan botol vodka di atas meja tersebut. matanya tampak menerawang sekitar tempatnya berdiri seolah mencari barng yang dia butuhkan.

"dimana kau letakkan pisau itu, sialan!, kau menyembunyikan setan kecil, HUH?" umpat perempuan itu seraya melayangkan penglihatannya pada pintu kamar yang tertutup di ujung ruangan.

"yaak setan keparat! jangan kau pikir ayahmu akan menolongmu huh? dia telah membuangmu bersamaku! jadi berikan pisau itu dan aku akan menyiksamu seperti ayahmu menyiksaku, lalu.. kita bisa mati bersama..." kata-kata itu terhenti dengan suara cegukan dari si wanita yang kini berdiri disebuah pintu yang tampak terkunci dari dalam.

tepat di dalam ruangan tempat perempuan itu berdiri, terdengar suara isakan tertahan di pojok ruangan. Seorang bocah berumur 10 tahun meringkuk dengan memeluk tubuhnya sendiri di sudut ruangan. Matanya tak lepas dari mengamati situasi disekitarnya terutama pintu tak terkunci yang terhalang meja nakasnya. Mata sipitnya menunjukan ketakutan, kewaspadaan dan kebencian? Itulah seberkas rutinitas si bocah semenjak dirinya diwaba paksa perempuan yang mengaku sebagai ibunya-atau memang dia adalah ibunya?,

"apa yang kau lihat di dalam, bocah! Tutup matamu dan jangan bernafas, aku susah karena mu! Kau tahu itu! ", perempuan itu masih meracau, bahkan kini salah satu tanganya kembali meraih satu botol vodka yang hanya tersisa setengah botol di atas meja makan. Di tangan nya yang bebas, tampak sebuah pil tanpa merk pun yang teraih dan keduanya masuk ke dalam tenggorokan si perempuan secara bersamaan. Selanjutnya yang terjadi adalah busa putih bak busa detergen tampak keluar dari mulut yang sebelumnya tak berhenti mengumpat…

jam berdetik, terlalu keras, bahkan mengalahkan suara nafas si perempuan yang tidak pernah tidak mengumpat. satu alunan yang terdengar cukup aneh bagi si bocah yang kini mulai memberanikan diri untuk mengintip dari lubang kunci.

matanya terbelalak antara terkejut, kaget, "bahagia?"

hingga selanjutnya… sebuah mobil ambulance datang membawa si perempuan dan bocah itu untuk menuju rumah sakit terdekat.

"she's overdosed! I'm assuming this will happen ...", kata seorang perempuan dengan rambut curly sepundak yang ditangannya terpasang beberapa cincin.

beberapa wanita tua lain juga tampak berkumpul di depan flat bocah itu. Tidak semua bisikan yang ditujukan pada bocah dan perempuan pemabuk itu dapat dipahami oleh si bocah yang kini ikut serta dalam ambulan,

"at least this will make thats bitch stop making a fuss ...", kata perempuan lain yang selanjutnya mendapat anggukan setuju dari perempuan disekitarnya.

dan mereka-para wanita tua itu-masih berlanjut menyuarakan dengungan menyebalkan tentang wanita menyebalkan.

"Sstt... I'm so sorry for her child.."

lalu semuanya menggelap bagi si bocah kecil, hanya menyisakan tangan-tangan asing yang membawanya menuju ambulan, membiarkan sesaat tubuh kecilnya berdampingan dengan tubuh menyedihkan milik kecil itu berjanji, hanya untuk hari ini dia akan membiarkan tubuhnya berada dalam satu ranjang bersama perempuan menyedihkan yang sering memukulinya tanpa ampun

sampai kapan pun, rumah sakit bukanlah tempat yang nyaman untuk berkenalan. begitu pula bagi Baekhyun yang beberapa waktu lalu mendapat pertolongan usai menemukan Ibunya yang overdosis obat dengan vodka. kini di depannya berdiri dua orang polisi dengan tinggi badan yang berbeda.

"hey boy, apakah kau kaget dengan Ibumu?", kata si yang paling tinggi diantara kedua polisi dengan berlutut, berusaha mengimbangi tinggi badannya.

Baekhyun hanya menggeleng.

"dimana rumah mu? ", kata si jangkung lagi, yang baekhyun pastikan bukanlah orang prancis asli, karena retina itu berwarna coklat, tidak jauh berbeda dengan dirinya.

Bocah itu masih saja menggeleng.

"mereka ditemukan di motel!", kata salah seorang petugas dengan berusaha berbisik namun suaranya cukup keras untuk meorder makanan di cafe saat jam makan siang.

"tidak bisakah kau sedikit pelan?", kata polisi yang 'sedikit' mengintrogasi bocah itu. Maaf… lirih petugas jangkung lagi.

"apa aku bisa menemui ibuku, saja? " tanya bocah itu dengan menatap langsung pada polisi muda yang memiliki tubuh jangkung.

"tentu saja, dia sudah bisa dikunjungi", kata polisi tersebut.

Tanpa mengatakan apapun, bocah itu berjalan ke arah dimana wanita yang dikenal sebagai—ibunya—berada. namun usai beberapa langkah, bocah itu berbalik kepada petugas yang beberapa menit sebelumnya terus mendesak dengan pertanyaan-pertanyaan yang menurutnya menyebalkan kepadanya.

"Excuse me sir…" si bocah.

"It's a shabby flat where the immigrants are-not motels. I hope you know the difference... but, I'm really thank you for saving me", kata bocah itu seraya membungkuk.

Kedua netra petugas dengan tinggi berbeda itu seketika membulat. Terdapat rasa menggelitik didalam perut mereka yang lebih jangkung.

"Ekhemm… what's your name boy? ", kata petugas jangkung yang kini berdiri.

"Baekhyun, Byun Baekhyun!" jawab bocah tersebut seraya meninggalkan kedua petugas yang masing-masing memiliki persepsi bebeda.

"menarik…", kata yang jangkung.

Di dalam sebuah ruangan rumah sakit, seorang perempuan yang sebelumnya terus mengumpat tampak tak berdaya, bibirnya pucat, matanya terus terpejam satu-satunya yang tampak baik-baik saja adalah nafasnya yang masih teratur. ditangannya telah terpasang jarum indus, benar-benr wanita ini tampak seperti makhluk tak berdaya.

"oumma... apakah kau benar-benar Oumma ku?", kata si mungil Baekhyun seraya memainkan sepatu lusuhnya yang terpasang rapi berkat suster yang sebelum nya memeriksa ibu nya.

"Oumma..."

"Oumma berbahagialah dan aku akan pergi. Jangan mencariku.. aaah, Apakah kau akan mencariku?, hehehe "

bye…

Bocah itu berjalan meninggalkan ruangan usai mengatakan semua yang ingin ia katakan selama ia hidup dalam kukungan perempuan yang terus menyuruhnya memanggil 'oumma'. bahkan jika perilakukan bahkan lebih cocok disebut wanita penyihir bagi Baekhyun namun perempuan itu terus saja memperkenalkan dirinya sebagai ibu.

Ada perasaan bahagia yang tidak bisa ditutupi Baekhyun, karena bagaimana pun pada akhirnya dirinya terbebas dari kehidupan wanita pemabuk yang sering menjualnya sebagai pesuruh. Ini adalah mimpinya sejak 4 tahun yang lalu, sejak wanita yang dipanggilnya Ibu membawa dirinya pergi dari rumah mewah milik ayahnya di Korea. Disamping kebahagianya tidak terlepas dari rasa khawatir dan takut. Jika kalian bertanya kenapa, maka ingatlah, bocah yang mengaku bernama Byun Baekhyun ini masih berumur 10tahun. Dia memang sudah agak terbiasa dengan bahasa prancis atau inggris, tapi tidak dengan cara bertahan hidup di depan banyak orang. Yang dia pelajari selama ini hanyalah cara bertahan hidup di depan ibunya.

kaki-kaki kecilnya terus membawanya melewati koridor rumah sakit, sesekali berpapasan dengan perawat yang sibuk dengan pasien masing-masing. semerbak bau obat mengisi tiap sudut rumah sakit, menjadikan salah satu alasan baekhyun membenci gedung rumah sakit. Hingga kakinya melewati sebuah ruangan yang pintunya sedikit terbuka, menunjukkan seorang pasien perempuan yang sedang menangis histeris, rambutnya berantakan tapi berbeda dengan ibunya yang tampak buruk, pasien dalam ruangan bahkan tampak menyedihkan sekaligus cantik secara bersamaan. Bekahyun pikir, bagaimana bisa seseorang yang cantik sebaliknya terlihat cantik? Disamping pasien perempuan itu tampak seorang pria yang juga tampak kacau karena rambutnya yang acak-acakan serta mantel hangatnya yang lusuh. sejenak, kedua orang dalam ruangan membuat Baekhyun sedikit tertarik untuk berhenti sejenak. menatap apa yang pasangan itu lakukan.

"anakku.. huhuhu" suara ratapan si perempuan.

ada perasaan parodi dalam hati baekhyun, bagaimana bisa perempuan cantik di dalam kamar rawat itu menangisi seorang anak, sedangkan dirinya menangisi seorang ibu yang tidak menginginkannya.

Baekhyun hanya sekilas manatap perempuan tersebut lalu berlalu menuju pintu keluar. Sesaat dia menangkap bagaimana punggung pria disamping si pasien perempuan yang memunggungi Baekhyun, bahu dan punggung itu terlalu lebar untuk rapuh, bahkan suara pria itu terlalu hangat untuk menangis.

hah… setidaknya hidupku belum berakhir… , kata Baekhyun dalam hati.

Hampir satu minggu berlalu dengan bocah bernama Byun Baekhyun terus berjalan tanpa tujuan. Beberapa kali dirinya bermalam di tempat security di rumah sakit atau security di dekat pelabuhan. Untuk makan pun beberapa kali dirinya harus mendapatkan makanan dari sebuah bakery usai dirinya membantu mencuci priring atau sekedar membereskan yang bisa dia bereskan. Sungguh beruntung baginya memahami bahasa Prancis. Ingat, dirinya hanyalah bocah 10tahun, yang dia harapkan hanyalah esok ia harus hidup.

yang patut ia syukuri selama kebebasan ini adalah hujan tak pernah turun selama dalam pelariannya, sehingga dia tak terlalu terganggu dengan pakaiannya selama ini. Yang kedua, dia tak sekalipun bertemu dengan preman dan orang jahat, dan beruntungnya tiap orang percaya bahwa dirinya adalah anak kecil yang sedang menunggu jemputan orang tua, meskipun didepan pemilik kedai yang dia tempati untuk bekerja, dia akan mengaku sebagai gelandangan yang terpisah dari keluarganya.

Hingga kakinya membawa dirinya pada sebuah taman, semua ini bermula dari salah seorang pengunjung dikedai tempatnya bekerja untuk mencuci piring. Seorang anak kecil tertawa cerita usai berceloteh mengenai taman di sebuah kompleks. Disinilah dia sekarang, berdiri disebuah taman bermain yang masih sepi, mungkin karena cuaca pagi ini yang mendung. Mengistirahatkan otak dan tubuhnya, membebaskan paru-parunya untuk menghirup udara segar, meskipun sesungguhnya daerah tempatnya menggelandang tidak terhitung sebagai kota penuh polusi, tapi tetap saja, taman adalah tempat yang pas untuk mencharge ulang tenaga.

"HAHH!", Baekhyun kecil merasa lebih baek.

30menit berlalu, Baekhyun memutuskan untuk kembali berkeliling sekadar menemukan pekerjaan baru, atau jika dia beruntung, dia bisa menemukan tempat singgah, sebut saja panti asuhan? Usai itu mungkin saja dia mengabdikan diri disana?

Baekhyun benar-benar tidak pernah tahu dimana dia berada sesungguhnya karena sejujurnya, di negara ini, dia hanya mengetahui Paris, tempat paling bising dan panas. Di sanalah 'ibunya' bekerja dan mempekerjakannya.

"Anakku! '

Langkah Baekhyun terhenti ketika mendengar sebuah suara yang mendekat padanya, seolah teriakan itu ditujukan untuknya. Tiba-tiba seorang perempuan memeluknya. Perempuan muda yang lebih muda dari 'ibunya'. Untuk beberapa saat Baekhyun berusaha melepaskan diri dari perempuan itu. Namun sisi lainnya merasa sangat menikmati pelukkan hangat dari perempuan muda itu.

"jihoon~aa! '

ada gurat kerutan pada dahi Baekhyun, apakah dirinya salah dengar? atau memang perempuan muda ini yang salah orang?

"jihoon~a... jangan pergi nee"

"maafkan aku aunty, tapi sungguh namaku bukan Jihoon, Baekhyun, itu namaku... ", kini baekhyun benar-banar tahu bahwa perempuan ini salah orang, mengingat tidak ada lagi anak laki-laki kecil di taman itu.

"ini Mommy sayaang.. maafkan Mommy karena lalai menjagamu dengan terus mengikuti keinginan Mommy untuk menari dan akhirnya malah membuat mu jatuh dan menyakitimu, eoo? Maafkan Mommy nee JiHoonie" perempuan itu masih saja memeluk pinggang kecil Baekhyun dengan erat. seolah dirinya benar-benar anak yang perempuan itu maksud. Baekhyun benar-benar buntu untuk menjelaskan. jika ingin menjadi anak jahat, maka Baekhyun akan memilih untuk mendorong tubuh ringkih perempuan ini lalu mengumpat terus meninggalkannya. sesimple itu, namun hatinya memilih opsi yang lain, yakni menjadi anak yang baik dengan menyelesaikan secara baik-baik. Baekhyun pikir, jika perempuan ini adalah orang gila maka pasti ada anggota keluarga yang masih menjaganya, mengingat pakaian perempuan ini merupakan pakaian layak atau bisa dikatakan 'sedikit mahal".

perempuan itu mulai menangis terisak dengan terus menyebutkan nama Jihoon, terselip pula kata Mommy dan daddy. Baekhyun hanya mampu mengelus punggung perempuan itu dengan tangan mungilnya. berharap keluarga perempuan itu cepat datang, karena hari akan semakin siang dan dirinya telah memiliki janji dengan wanita tua pemilik toko roti yang dia tempati untuk beberapa hari ini untuk bekerja dan makan.

"sssssttttt...", desis Baekhyun seperti menenangkan bayi. ini ia lakukan sembari meniru nenek tua yang mengurus cucunya yang dulu tinggal disamping apartemennya dan ibunya di paris.

perempuan itu semakin tenang, tak lagi terlalu kuat dalam merenguh pinggang ringkih bocah Baekhyun lagi. namun beberapa waktu kemudian, suara seorang laki-laki dibelakang Baekhyun menginterupsi.

"IRENE! HO—NEY..", lalu sosok jangkung pemilik suara husky yang baru saja mengintrupsi Baekhyun dan perempuan didepannya datang begitu saja melewati Baekhyun, tanpa permisi mulai merengkuh perempuan ynag sebelumnya tidak mau melepas pinggang Baekhyun. Baekhyun tersingkir. ada sedikit kekecewaan, namun Baekhyun berusaha menepis dengan berpikir bahwa ini kebebasan.

Seorang pria jangkung dengan hanya menggunakan sweeter tampak menarik nafas di depan baekhyun tanpa terdapat kontak mata pada keduanya. Mata pria itu hanya tertuju pada perempuan yang kini telah seutuhnya berpaling eksistensi pada pria jangkung tersebut.

"Chanyeol sayang! Dia anak kita! ", teriak perempuan itu dengan tersenyum.

"Hah?", dua suara dengan berbeda generasi mengisi alunan dalam taman. si angkung secara refleks menatap pada sosok yang secara penuh dipandang kekasihnya. sebaliknya, bocah itu menatap Chanyeol dengan wajah yang juga sulit diartikan.

Baekhyun benar-benar tidak mengetahui apa yang ada dalam otaknya ketika irisnya bertemu dengan retina coklat itu. mata seorang dewasa yang jernih, seolah lelaki jangkung itu bukanlah orang dewasa yang telah menikah. ada perasaan tenang dan polos yang terpancar pada retina itu. bagi Baekhyun, mata itu tampak sangan indah. dalam sepersekian detik, melupakan usia dan status Baekhyun. Baekhyun akan menyadari bahwa pada detik itu, dirinya telah tertawan pada retina itu, wajah itu, sosok itu, semua hal tentang pria itu.

tidak ada yang benar-benar bisa di artikan dari tatapan seorang Chanyeol pada makhluk mungil di depannya yang dipanggil Irene sebagai 'anak' mereka yang jelas-jelas telah tenang di surga.

"Irene.. dia..bukan", geleng Chanyeol yang telah mengabaikan tatapan seorang Baekhyun.

"perkenalkan, namaku Bae Ji Hoon! Aku anak dari ahjumma ini." Kata Baekyun. Entah apa yang membuat Baekhyun merasa bahwa jika ayahnya adalah pria ini, maka semua akan baik-baik saja. Mulai detik itu tanpa terasa Baekhyun telah sepenuhnya meletakkan jiwanya pada pasangan muda itu, bukan pasangan itu, tapi pada pemilik mata yang untuk pertama kalinya benar-benar menatap pada matanya—seorang Park Chanyeol.

to becontinued...

terima kasih sudah bersedia membaca :*) love you all, give me a refect, with love, and smile :)