A/N: Yosh, Eleamaya akhirnya bikin AU di fandom ini. Dan ini adalah universe favoritku: Vampire, makanya aku ampe bikin C2 khusus Vampfic. Biasanya aku pakai genre horor tapi kali ini genre utamanya adalah misteri. Tenang, tetap ada romance kok, forbidden love pula.

.

.

"Crimson Fate"

FF VII (c) Square Enix

Fanfic by Eleamaya

.

.

Mystery/Angst/Romance

Rate M for adult content, swearing words, implicit lime, and some violences


PROLOG

Srrtt... Srrtt...

Langkahnya tertatih-tatih dan berat. Sol sepatunya pun telah aus. Ia bahkan tak ingat sudah berapa lama ia berjalan. Sekelilingnya hanya bebatuan cadas. Kepalanya pun terasa pusing dengan panas matahari yang menyengat. Tak ada yang ia bawa kecuali pakaian yang melekat di tubuhnya. Itu pun sudah bekas tercabik-cabik dengan beberapa petak merah di bajunya. Seperti bekas darah yang mengering.

Darah... Darah siapa? Ia bertanya-tanya, berusaha mengingat.

"Sini, kuganti pakaianmu."

Ada suara. Suara seorang lelaki. Satu-satunya suara yang menuntunnya.

Siapa kamu?

Tangannya pun terulur tapi ia tak dapat menyentuh apa-apa. Tak ada apapun di depannya seolah suara itu berasal dari dalam kepalanya sendiri, seperti sebuah ingatan yang muncul begitu saja dan berlalu, bukan apa yang benar-benar dilihat.

Kamu hendak ke mana? Jangan tinggalkan aku.

"Kamu lapar? Tetaplah bersamaku, kita akan temukan makanan."

Suara itu kembali menghampirinya. Ia pun lega.

Ya, aku lapar. Sangat lapar. Aku ingin makan. Makan sesuatu yang segar.

"Jangan yang itu! Kau tidak boleh menyantap manusia."

Kenapa tidak boleh? Namun, ia tetap berusaha menerkam.

"Ja-aaaargggghhh!"

Ia pun merasakan rasa anyir memasuki mulutnya. Cairan itu menetes melalui sela giginya yang tajam.

Sialan, pahit sekali, batinnya tengah mengumpat meski mulutnya tak mengucapkan sepatah kata selain geraman liar. Bukan itu yang ingin aku makan. Aku butuh sesuatu yang manis. Dan lezat.

"Hentikan, Spiky. Berhenti, oke? Yap, benar begitu."

Tangan yang mencakar-cakar buas itu akhirnya menghentikan gerakannya. Kemudian ia merasakan ada tangan lain yang mengelus kepalanya, lebih tepatnya mengacak-acak rambutnya.

Ingatan apa itu tadi?

Lalu terjadi kekosongan agak panjang sampai suara itu datang lagi. Bedanya, suara itu kini terdengar melemah

"Cloud, ingatlah satu hal... Hiduplah untuk..."

Darah itu. Tubuh itu. Api itu.

A-Apa yang telah aku lakukan?

Aku... Aku tidak mau mengingatnya!

"Impianku kutitipkan padamu..."

Enyah kau, potongnya merasakan ingatan itu seolah menusuknya sakit. Tapi kenapa air mata ini menetes?

Lantas, sekelebat wajah-wajah yang pernah ia lihat pun mulai memasuki kepalanya, menstimulus otak untuk menampakkannya di balik bola mata. Ia pun bisa melihat bayangan melintas satu persatu.

Pria berambut perak lurus panjang. Pria berambut raven jabrik sebahu. Dan keduanya memiliki mata merah menyala, serta...

Jangan perlihatkan taring kalian!

Bayangan itu berlanjut ke pemandangan pemukiman yang terbakar dengan para penduduk terkapar bersimbah darah, seperti sebuah ladang pembantaian.

Kenapa kalian datang ke desa kami yang tenang?

Kedua tangannya terus memegang erat kepalanya. Pemandangan itu belum berhenti hingga kemudian muncul gambar gadis berambut hitam panjang dan bermata cokelat. Kali ini sangat familiar.

"Tifa!" serunya merespon bayangan terakhir.

Aku harus melindungimu dari mereka.

"Tifa! Tifa! Tifa!" panggilnya berkali-kali sambil mendekat. Jantungnya berdegup kencang.

Ia seolah bisa melihat uluran tangan gadis itu meminta pertolongan. Dan ia pun berusaha menjangkaunya.

"CLOUD! TIDAAAAAAAAAKKK!"

Ia mendengarnya berteriak memanggil penuh ketakutan. Lalu darah tersembur muncrat membasahi wajahnya. Dan seketika ingatannya pun lenyap.

.

.

.

"Cloud?"

"Ti...Tifa?"

Duduk berlutut, pemuda yang disebut namanya itu pun mengatur napas. Ia juga mendengar suara kencang deru kereta api yang melintas di sampingnya. Suara-suara yang menghantuinya tadi ternyata sudah tidak ada. Tanah berbatu itu telah berubah menjadi lantai semen. Panas terik itu juga sudah digantikan kegelapan malam. Yang ada di hadapannya kini jelas bukan bayangan. Tifa nampak nyata berdiri lalu berjongkok mendekatkan mukanya. Mereka saling menatap begitu lekat seolah berusaha menenangkan diri masing-masing.

Tak lama, Tifa pun menjauhkan keningnya yang nyaris beradu dengan Cloud. "Syukurlah, kamu benar Cloud kan? Aku sungguh tak menyangka akan bertemu denganmu di sini. Sudah berapa lama ya?"

"Kurasa sebulan," jawabnya pelan.

"Enam minggu tepatnya," ralat Tifa masih memperhatikan muka Cloud yang pucat. "Kau sakit?"

"Nggak, aku baik-baik saja kok."

"Jangan bodoh, kau terhuyung-huyung begitu," kata Tifa lalu melingkarkan tangan Cloud ke bahunya, memapahnya. "Ke mana saja kau selama ini, Cloud? Aku memikirkanmu... Aku mencemaskanmu... sejak saat itu."

Cloud tak lekas menjawab. Ia menikmati setiap kata yang dilontarkan Tifa merasuk ke dalam telinganya, merasa bahwa suara yang seperti itulah suara yang dirindukannya, begitu tenang serasa menyambutnya dari perjalanan panjang yang melelahkan. Setelah ini, mungkin ia akan tertidur.

Aku ingat siapa diriku. Namaku Cloud Strife. Dan aku seorang... manusia.


A/N: Gimana? Apakah aku telah berhasil membuat kalian bingung? Maklum, ini baru prolog. Tapi kayaknya ketebak dengan sangat deh itu suara siapa yang menghantui Cloud nyahahaha. Dimana pun crita FF7 bergulir, pasti dia yang memegang peran kunci misteri besar.

Meminjam istilah Rokuna Aldebaran, vampfic ini sebenarnya cuma 'memelesetkan' canon-nya meski ga semua. Eleamaya emang author yg kurang kreatif, jadi kalau ngarepin AU yg bener-bener membuang feel canon-nya, fanfic ini ga tepat buat kamu.

Oh ya, terima kasih juga buat SwanDie yg ga bosen nemenin aku chat biar cerita ini cepet di-publish. Doakan agar penyakit multichapter Eleamaya nggak kambuh menjangkiti fanfic "Crimson Fate" ini. Semoga kalian semua suka!