Love

.

.

.

.

.

.

[Haruno Sakura, Tachibana Makoto]

©Aomine Sakura

.

.

.

.

DILARANG COPAS DALAM BENTUK APAPUN! JIKA TIDAK SUKA DENGAN CERITA YANG DIBUAT OLEH AUTHOR ATAU ADEGAN DI DALAMNYA SILAHKAN KLIK TOMBOL "BACK!"

Selamat Membaca!

oOo

Namaku Matsuoka Sakura. Umurku tahun ini 18 tahun. Aku baru saja menyelesaikan ujian akhir di sekolahku di Iwatobi High School. Aku sedang dalam masa mengganggur karena ujian masuk universitas baru akan dilakukan bulan depan.

Hobbyku adalah berenang. Mewarisi hobby Papaku yang notabene seorang perenang terkenal. Sedari kecil, aku tidak pernah mengenal sosok ibu dalam hidupku. Setiap kali aku bertanya pada Papa, pasti Papa akan mengalihkan pembicaraan.

Ah iya, aku belum memperkenalkan Papaku. Namanya Matsuoka Rin. Dia salah satu perenang hebat yang aku tahu selain Paman Haru, sahabat Papa. Menurutku, Papa itu tidak tampan tetapi seksi dengan otot-otot yang terbentuk. Aku dan bibi Gou suka sekali mengagumi otot-otot papa ketika sedang berenang.

Soal cinta, aku memiliki cinta pertama. Upss.. aku tidak akan mengatakannya pada kalian. Karena kalian pasti akan terkejut nantinya.

.

.

.

.

"Ohayou papa." Sakura muncul dengan blus yang membalut tubuhnya. Dia melihat Rin sedang duduk di meja makan dan menyantap roti bakar.

"Ohayou moo, Sakura."

Sakura mencium pipi Papanya sebelum mendudukan diri di hadapan sang Papa. Sebagai seorang pebisnis yang patut di perhitungkan, Papanya termasuk salah satu orang sibuk.

"Tumben sekali cantik, mau kemana?" tanya Rin.

"Berenang." Sakura tersenyum. "Aku sudah lama tidak mengunjungi Iwatobi SC, badanku pegal-pegal karena sudah lama tidak berenang."

"Kau itu." Rin menggelengkan kepalanya. "Baiklah, akan papa antarkan kesana."

.

.

Sakura tidak mengerti mengapa Papanya memilih kembali ke Iwatobi. Kata sahabat-sahabat papanya, Iwatobi merupakan kampung halaman milik Papanya. Disana banyak sekali kenangan yang tersebar.

"Pelatih Makoto!"

Makoto yang sedang menyapa beberapa anak kecil yang datang tersenyum. Dia memandang Sakura yang muncul dengan senyumannya.

"Selamat pagi, Pelatih Makoto," sapa Sakura.

"Pagi, Sakura." Makoto membalas sapaan muridnya. "Kesini bersama siapa?"

"Papa tadi langsung pergi setelah mengantarku." Sakura mengangkat bahunya. "Akhir-akhir ini dia makin sibuk."

"Begitulah, Rin." Makoto tersenyum. "Ah- bagaimana? Sudah bisa menguasai gaya punggung?"

Sakura menggelengkan kepalanya dengan lucu.

"Tidak. Susah sekali, pelatih. Aku lebih suka berenang dengan gaya bebas dari pada dengan gaya punggung."

Makoto tidak bisa menahan tawanya dan membiarkan Sakura masuk ke ruang ganti. Putri dari sahabatnya itu benar-benar persis seperti Rin.

"Pokoknya, pelatih harus melatihku gaya punggung!" Sakura mengerucutkan bibirnya sebelum masuk ke dalam ruang ganti.

"Baiklah. Sekarang cepat ganti pakaianmu."

.

.

Makoto tersenyum ketika melihat Sakura langsung terjun ke dalam air dan berenang dengan gaya bebas miliknya. Gaya berenang Sakura mengingatkannya akan masa lalunya. Masa lalunya saat dirinya masih bersekolah dulu.

"Hah.. hah.. bagaimana, pelatih Makoto?" tanya Sakura melepas kacamata renangnya.

"Bagus. Gaya bebasmu sudah semakin bagus." Makoto tersenyum dan menceburkan dirinya di kolam. "Baiklah, sekarang kita coba gaya punggungmu."

"Baik!"

.

.

.

Rin menyandarkan punggungnya di sandaran kursinya dan melonggarkan dasinya. Musim panas di Iwatobi sangatlah panas. Tidak kalah dengan panasnya Australia. Entahlah, mungkin lebih panas.

Deringan ponselnya membuat Rin tersadar dari waktu istirahatnya yang sejenak ini. Mengambil ponselnya, Rin mengangkat satu alisnya ketika membaca nama yang tertera di layar ponselnya.

"Moshi-moshi." Rin terdiam ketika mendengar lawan bicaranya berbicara. "Kamu sudah pulang?"

.

.

.

Sakura memandang wajahnya di cermin sebelum merapikan pakaiannya. Tersenyum, Sakura segera keluar dari toilet dan menemukan pelatihnya berdiri di lobby.

"Pelatih Makoto." Sakura tersenyum dan menyapa gurunya.

"Ah- aku ingin menyampaikan satu hal untukmu," ucap Makoto menyerahkan kertas. "Ada sebuah turnamen untuk siswi di bawah 19 tahun, mungkin kamu berminat."

Sakura membaca kertas yang diberikan Makoto dan tersenyum.

"Tentu saja aku akan mengikutinya, Pelatih!" Sakura berucap dengan semangat.

"Baiklah, kamu bisa mengisi formulirnya. Biar aku yang akan menyerahkannya kepada panitia nanti." Makoto mengambil ponselnya yang bergetar dan memandang pesan yang masuk. Matanya kemudian melirik Sakura yang sedang mengisi formulir.

Jemarinya kemudian membalas pesan dan memasukan ponselnya ke dalam saku celananya.

"Sudah?" tanya Makoto.

"Um.." Sakura menganggukan kepalanya dan menyerahkan formulirnya pada Makoto.

"100 meter gaya bebas, ya?" Makoto tersenyum. "Ah- Sakura, Rin mengirimkan pesan jika dia tidak bisa menjemputmu."

Raut wajah Sakura berubah menjadi kecewa.

"Lalu? Bagaimana ini, Pelatih Makoto?" tanya Sakura.

"Rin mengatakan jika dia akan menjemputmu di rumahku nantinya, bagaimana?" tanya Makoto. "Tetapi aku harus melatih beberapa anak kecil dulu."

Sakura menganggukan kepalanya dengan antusias.

oOo

Rin memainkan ponselnya dan memandang jam di tangannya. Dia mendesah lelah ketika pesawat yang membawa sahabatnya harus delay karena masalah tertentu. Dia sudah hampir dua jam berada di bandara dan meninggalkan semua pekerjaannya. Tetapi orang yang ditunggunya belum datang juga.

"Cih, kenapa lama sekali."

Rin menghentakan kakinya dengan kesal. Dia paling tidak suka menunggu terlalu lama seperti ini, membuatnya kesal.

Pesawat dengan tujuan Jepang-London telah mendarat di terminal satu.

Rin memandang ponselnya dan menyandarkan punggungnya. Dia sudah benar-benar lelah dan ingin pulang.

"Rin." Rin menolehkan kepalanya dan memandang seseorang dengan mata biru laut dan wajah datarnya berdiri di hadapannya. "Aku pulang."

.

.

.

"Kita akan belajar apa, Pelatih Tachibana?" tanya beberapa anak kecil memandang Makoto dengan antusias.

"Bagaimana jika kita berlatih gaya dada?" Makoto tersenyum.

"Baik! Pelatih Tachibana!"

Sakura yang berada di luar memandang pelatihnya yang sedang melatih beberapa anak kecil. Di matanya, Makoto benar-benar luar biasa dan dewasa. Menopang dagunya, Sakura tenggelam dalam pikirannya.

Dia selalu bertanya-tanya. Kenapa di usia pelatihnya yang sudah masuk hampir kepala empat tidak menikah juga. Terkadang dia ingin menanyakannya kepada pelatihnya itu, tetapi rasanya tidak mungkin dia menanyakan hal itu.

Dia sudah menjadi murid dari Makoto sejak usianya delapan tahun. Saat itu, dia melihat ayahnya dan ketiga sahabatnya sedang berenang estafet dan dia begitu terkagum-kagum dengan gaya renang punggung milik pelatihnya. Tetapi mau sekeras apapun dia mencoba, gaya punggung adalah kelemahannya.

Mungkin, dia mewarisi gen ayahnya yang memiliki kelebihan di renang gaya bebas. Entah sudah berapa banyak medali yang di dapatkannya dalam kategori renang gaya bebas. Di air, tidak ada yang bisa mengalahkannya dalam gaya bebas.

"Terima kasih, Pelatih Tachibana!"

Sakura tersenyum dan bangkit dari duduknya ketika melihat pelatihnya sudah selesai dengan murid-muridnya. Mungkin dia akan menunggu di Lobby nantinya.

.

"Sakura, maaf membuatmu menunggu." Makoto muncul dengan pakaian pelatihnya. "Mau pulang sekarang?"

"Um.. boleh." Sakura mengikuti langkah Makoto menuju mobil milik pelatihnya.

"Sepertinya, baru kali ini kamu kerumahku, ya?" tanya Makoto memakai sabuk pengamannya.

"Iya. Aku sudah sering datang ke rumah paman Haru ketika Papa mengajakku, tetapi baru kali ini aku ke rumah pelatih Makoto."

"Padahal rumahku dan Haru tidak jauh." Makoto tidak bisa menahan tawanya.

Makoto memarkir mobilnya dan mereka harus naik tangga menuju rumahnya. Sakura mengikuti langkahnya dengan antusias, sepertinya gadis itu sedang senang sekarang.

Kediaman Tachibana tidak terlalu besar dan tidak terlalu kecil. Makoto tersenyum memandang Sakura yang memandangi rumahnya.

"Kenapa diam saja? Ayo masuk."

"Oh. Permisi." Sakura melepas sepatunya dan mengikuti langkah pelatihnya. "Apa pelatih tinggal sendiri?"

"Sebenarnya aku tinggal bersama adikku, Ran dan Ren. Tetapi, mereka harus pergi ke Osaka untuk mengunjungi orang tua kami."

"Ah, souka."

Makoto menggantung jaketnya dan tersenyum.

"Jadi, ingin makan malam apa?"

"Eh? Terserah pelatih saja."

Makoto mengenakan apron miliknya dan mulai berkutat di dapur, Sakura duduk di meja makan dan menopangkan dagunya. Pelatihnya itu sangat tampan, tampan sekali dan dewasa. Dia menyayangkan mengapa pelatihnya itu tidak menikah sampai saat ini.

"Sakura, kamu melamun."

Sakura tersadar dari lamunannya ketika Makoto sedikit menolehkan kepalanya dan tersenyum. Rasanya, Sakura seperti akan meleleh melihat senyuman milik pelatihnya itu.

"Jadi Sakura, kamu ingin melanjutkan kuliahmu dimana?" Makoto meletakan sepiring tempura dan semangkuk sup dihadapan Sakura.

"Tidak tahu," jawab Sakura. "Aku tidak ingin jauh-jauh dari Papa, tetapi aku ingin melanjutkan kuliahku di Universitas di Tokyo."

"Tokyo, ya?" Makoto menerawang jauh. "Aku juga dulu pernah kuliah disana."

"Benarkah?" tanya Sakura antusias. "Papa hanya mengajakku ke Tokyo saat tahun baru."

Makoto tersenyum dan memakan tempuranya. Sakura diam-diam melirik Makoto sebelum memakan supnya.

"Sakura! Makoto!" Rin muncul dengan senyumannya.

"Papa?" Sakura memandang Rin dengan pandangan bingung.

"Lihat siapa yang datang."

Rin sedikit menyikingkirkan tubuhnya dan seseorang yang familiar bagi mereka muncul.

"Haru?!"

"Paman Haru?!"

.

.

.

.

.

.

.

TBC

Oh haloo.. Saku muncul dengan fict baru iniiiii.. hehe.. niatnya Cuma threeshoot yang ini..

Entah kenapa pengen bikin tokoh utamanya Makoto sih.. abisnya, dia tipe cowok idaman *digampar*

Sekian cuap-cuap Author.. gatau harus ngomong apa soalnya XD

Sampai ketemu di chap depan!

-Aomine Sakura-