Unexpected Experience

Pagi datang menjelang dan matahari mulai menyinari dunia. Ia juga mulai mengusik diriku yang sedang bermimpi. Terangnya sinar matahari yang langsung mengarah pada wajahku, berhasil membuatku terbangun. Walau masih mengantuk, aku tetap harus bangun dan beranjak dari tempat tidur yang sebenarnya tak ingin ku lepaskan. Perlahan tapi pasti aku beranjak dari kasur menuju kamar mandi. Tak lupa aku mengambil handuk yang berada dekat pintu kamar mandi. Dengan mata yang belum terbuka sepenuhnya ku lihat jam yang berada di dinding kamar. Jarum jam menunjukkan pukul 6 pagi. Syukurlah sepertinya hari ini aku takkan terlambat, pikirku. Setelah itu segera mandi agar tak terlambat ke sekolah. Selesai mandi, aku bergegas menyiapkan pakaian dan peralatan yang akan ku bawa ke sekolah. "Satria cepet siap-siap, nanti kamu telat," teriak seorang wanita padaku dari luar kamar. "iya sebentar, ini juga lagi siap-siap kok," balasku cepat. Selesai menyiapkan semuanya, aku segera menuju meja makan untuk sarapan. Di atas meja sudah tersedia sepiring nasi goreng, makanan favoritku. "cepet sarapan terus langsung jalan ke sekolah nanti kamu telat" ujar wanita itu lagi. "iya kak" jawabku.

Dengan cepat aku mulai melahap sarapan itu. Terlalu terburu-burunya hingga aku tersedak. Wanita itu pun menyuguhkan segelas air untukku. "makanya kalo makan pelan-pelan" katanya sambil memberiku segelas air. Aku hanya mengangguk dan tak membalas ucapannya. Selesai sarapan, aku bergegas menuju motor yang berada dalam garasi. Tak lupa ku kenakan helm sebelum pergi. "hati-hati dijalan" teriak wanita itu sambil melambaikan tangan padaku yang mulai beranjak pergi menuju sekolah.

Namaku Satria, 18 tahun. Aku adalah seorang siswa SMA di sebuah sekolah swasta. Aku hanya tinggal berdua dengan kakak ku, Melody. Orang tua kami telah lama tiada. Yang tersisa dari mereka hanya sebuah rumah sederhana penuh kenangan yang sekarang aku dan kak Melody tempati. Untuk menghidupi kami, kak Mel yang masih kuliah harus bekerja part time di sebuah cafe. Terkadang aku ingin membantunya tapi ia malah mengomeliku. "kamu belajar aja yang bener, gak usah mikirin kakak" itulah ucapannya yang selalu ku ingat. Kak Mel.. Aku pasti akan bikin kakak seneng dengan hasil jerih payah ku.

Setibanya disekolah, aku langsung memarkirkan kendaraanku. Selesai parkir, aku pun bergegas menuju kelas. Perlahan ku susuri lorong koridor menuju kelas ku yang berada di lantai 3. Dari luar ku intip ke dalam kelas untuk melihat apakah sudah ada guru karena jam tangan ku hampir menunjukkan pukul 8. Merasa aman, aku pun masuk ke dalam kelas dan segera menuju tempat dudukku yang berada di pojok belakang dekat jendela. Beberapa menit kemudian terdengar bel dan guru pun masuk ke dalam kelas. Ku lihat dari jendela banyak murid yang berlarian saat gerbang sekolah akan ditutup. Tampak sang guru sedang tak ingin basa-basi dan langsung memulai pelajaran. Mau tak mau aku memperhatikan karena hari ini sang guru akan memberikan materi untuk ujian minggu depan. Kali ini aku harus mendapatkan nilai yang bagus agar kakak ku setidaknya bisa sedikit bangga padaku. Pelajaran berlangsung begitu saja, namun di akhir pelajaran sebelum istirahat guru itu menyuruh pada murid membuat kelompok untuk menyelesaikan tugas akhir yang akan ia berikan selepas istirahat nanti. Syarat untuk tiap kelompok harus terdiri dari pria dan wanita. Aduh gawat, gimana bisa dapet kelompok nih? Gerutuku dalam hati. Setelah itu bel istirahat berbunyi dan sang guru meninggalkan kelas. Begitu guru keluar semua murid tampak mencari kelompok masing-masing. Mereka terlihat tak kesulitan dalam mencari kelompok, berbeda denganku yang memang tak pandai bergaul ini. Aku hanya duduk manis dikursiku dan memasang earphone untuk mendengarkan lagu kesukaanku. Lalu aku mengeluarkan bekal makan siang yang telah dibuatkan oleh kak Mel. Terlihat dari kejauhan sekelompok gadis sedang menatap diriku. Aku mencoba untuk tak menghiraukan mereka, tapi salah seorang dari mereka berjalan mendekatiku. Aku tak menoleh dan lebih memilih untuk melanjutkan kegiatan makanku. Tapi nampaknya gadis itu ingin mendapatkan perhatianku, ia terus saja berdiri disampingku hingga aku selesai makan. Melihat tingkahnya aku pun melepas earphone dan bertanya padanya.

"ada perlu apa?" tanyaku padanya

"syukurlah akhirnya kamu mau bicara, kamu sudah dapat kelompok untuk tugas akhir?" tanyanya tanpa basa-basi

"belum tuh" jawabku

"kalau begitu maukah kamu bergabung dengan kelompokku? Kami kekurangan orang" pintanya

"baiklah aku mau" balasku cepat

"terimakasih ya, satria" ujarnya

"hei tunggu!" kataku menghentikan langkahnya

"kenapa?" tanyanya

"siapa namamu?" aku balik bertanya

"aku Cindy Yuvia, panggil saja Yupi" jawabnya sambil tersenyum, lalu ia berjalan pergi meninggalkanku.

Aku merasa bodoh sekali saat ini, sudah hampir setahun aku sekelas dengannya tapi aku bahkan tak tau siapa namanya. Ahh aku saja yang terlalu sering menyendiri dan mengurung diri dari dunia luar. Aku melakukannya juga karena sebuah alasan. Orang tuaku mati dengan tak wajar karena rekan kerjanya. Rekan kerja orang tuaku merasa iri dan dengki dengan kesuksesan yang diraih orang tuaku. Pada akhirnya rekan kerja orang tuaku itu merencanakan untuk membunuh orang tuaku. Rencana mereka sukses, orang tuaku telah pergi selamanya. Tapi polisi berhasil mengendus kejahatan mereka dan sekarang mereka mendekam dipenjara. Aku dan kak Mel sangat shock dengan kejadian itu dan aku memilih untuk menutup diri dari dunia luar agar hal yang sama tak terjadi padaku. Tapi mungkin hal yang ku lakukan terlalu berlebihan. Ku rasa sekarang saatnya membuka diri sebelum semua terlambat, pikirku.

Bel kembali berbunyi dan pada murid menuju mejanya masing-masing bersiap untuk pelajaran berikutnya. Pak guru datang dan langsung menanyakan apakah semua sudah mendapat kelompok atau belum. Semua mengangguk dan mengatakan "sudah pak!" setelah itu pak guru menyuruh pada murid untuk duduk berkelompok. Semua murid pun bangkit dari tempat duduk mereka dan mencari kelompoknya masing-masing. Hanya aku yang tak bergeming dan tetap diam di kursiku. Sadar akan hal itu, Yupi dan teman-temannya menghampiriku yang sedang melihat-lihat seisi kelas. Mereka pun langsung menyusun meja dan duduk menghadap papan tulis didepan. Dari 6 anggota, hanya aku seorang yang bukan wanita. Yupi duduk disebelahku dan keempat temannya duduk saling berhadapan. Kami mendengarkan penjelasan pak guru untuk tugas akhir ini. Mengerti akan tugas yang diberikan, semua kelompok pun mulai berdiskusi. Begitu juga dengan kelompok kami.

"kelompok kita mau gimana nih?" ujar Nabilah

"aku sih terserah aja" Kinal menimpali

"menurutmu gimana ndel?" tanya Elaine pada Andela

"mending kita tentuin ketua kelompoknya dulu" jawab Andela

"oke, jadi pertama-tama kita tentuin dulu ketua kelompok kita" kata Yupi. Tiba-tiba saja semuanya melihat ke arahku. Aku yang mengerti arti tatapan mereka memilih pasrah saja. Toh mereka juga yang akan menyesalinya karena memilihku nantinya, pikirku.

"baiklah aku yang jadi ketua" kataku malas

"nah gitu dong haha" ujar Nabilah senang

"kalian mau apa sekarang?" tanya ku pada mereka

"loh kan kamu ketuanya, jadi kamu yang harus nentuin" balas Elaine

"oke kalo gitu" kataku mulai serius

"karena kita perlu survei di 3 tempat berbeda jadi kita bagi 3 pasang" jelasku

"pasangan pertama Kinal dengan Nabilah, pasangan kedua Elaine dengan Andela dan pasangan terakhir aku dengan Yupi. Ada yang keberatan?" kataku menjelaskan mekanisme kerja kelompok kami. Semua menggeleng tanda mereka setuju dengan ucapanku. Kemudian aku menjelaskan pasangan mana harus pergi kemana untuk mencari data yang dibutuhkan. Kinal dan Nabilah di pusat perkotaan, Elaine dan Andela di pinggiran kota, sedangkan aku dan Yupi di desa yang agak jauh dari kota. Setelah sepakat dengan rencana yang telah dibuat, kami menulis apa-apa saja yang diperlukan untuk tugas ini. Tak terasa bel pun berbunyi dan kini saatnya bagi semua murid untuk pulang. Sebelum pulang, aku membereskan barang-barangku yang masih tergeletak di meja. Aku memang agak lamban dalam membereskan barang karena sudah kebiasaan. Tak seperti biasanya, ku lihat seorang anak yang sepertinya sedang kebingungan. Karena tak mau ambil pusing, ku abaikan saja dia. Aku berjalan perlahan menuju motorku di parkiran yang telah sepi. Ku nyalakan mesin dan bergegas untuk pulang, namun saat akan melewati gerbang tampak anak yang tadi ku lihat. Loh dia Yupi kan? Kok belum pulang ya? Aku bertanya-tanya. Penasaran, ku tanya saja dia.

"eh Yupi, kok belum pulang?" sapa ku seraya bertanya

"eh Satria, iya nih nungguin jemputan lama banget belum dateng juga" jawabnya

"emangnya rumah kamu dimana?" tanyaku lagi

"jalan satriatama no 66" balasnya

"wah kita searah dong, mau bareng aku aja?" mulutku tiba-tiba saja mengatakan hal itu

"boleh? Mau dong" katanya senang Melihat ekspresinya aku jadi tak tega kalau harus menolaknya. Jadi ku antar saja dia pulang, ya itung-itung beramal. Begitu dia naik, langsung ku tarik gas dan mulai melaju. Dia berpegangan sangat erat padaku bahkan sepertinya dia memelukku. Apa ini? Apa yang ku rasakan ini? Perasaan aneh yang tak pernah ku rasakan sebelumnya. Begitu cepatnya motorku melaju sehingga tak terasa kami sudah sampai di depan rumahnya Yupi. Dia tak berbicara sedikit pun dan langsung masuk ke dalam rumah. Mungkin aku keterlaluan ngebutnya, pikirku. Setelah itu aku langsung pulang.

Sesampainya di rumah ku lihat rumah yang masih kosong menandakan kak Mel yang belum pulang. Setelah memarkirkan motor di garasi, ku ambil kunci rumah yang biasa kak Mel letakkan di pot bunga dekat pintu. Ku nyalakan lampu rumah satu per satu tuk menggantikan sinar matahari yang mulai tenggelam. Ku lihat di meja makan ada secarik kertas, mungkin pesan dari kak Mel sebelum dia berangkat. "kakak pulang telat hari ini jadi kalo kamu mau makan ada mie instant di kulkas, masak sendiri" begitulah isi pesan yang ditinggalkan kak Mel. Tak jarang memang kak Mel pulang terlambat karna harus kerja lembur. Maklum saja setiap ada tawaran untuk lembur tak pernah ia sia-siakan. Lumayan untuk uang simpanan katanya. Aku sebenarnya ingin melarang supaya kak Mel tidak terlalu lelah, tapi yang bisa ku lakukan hanyalah memberinya semangat.

Malam semakin larut dan kak Mel belum juga pulang. Angka yang ditunjuk jarum jam sudah menunjukkan pukul 11 malam. Sudah 2 bungkus mie instant yang ku habiskan sembari menunggu kak Mel pulang. Kini aku hanya duduk menyaksikan acara televisi di ruang tamu. Tak biasanya kak Mel pulang selarut ini, padahal biasanya tak sampai jam 11 ia sudah terlelap dikamarnya. Pikiran aneh pun mulai bermunculan. Tapi aku tak ingin mendengarkan pikiran-pikiran buruk itu. Kantuk juga mulai menyerang diriku. Memang aku sudah biasa tidur larut malam, namun mengingat apa yang terjadi disekolah tadi siang tenaga ku seperti terkuras lebih banyak. Hal yang biasa menimbulkan efek yang tak biasa juga, pikirku.

Jam hampir menunjuk ke angka 12 ketika ku dengar suara pintu terbuka. Aku yang sudah setengah tertidur hanya duduk diam di depan televisi. Akhirnya kak Mel pulang juga, gumamku sambil menghela nafas. Namun tak terdengar suara langkah kaki yang masuk. Apakah itu kak Mel? Atau bukan? Aku jadi bertanya-tanya. Saat aku akan beranjak dari sofa untuk memastikan siapa itu, tiba-tiba saja seseorang yang mengenakan pakaian serba hitam dan juga mengenakan topeng hitam langsung menikamku dengan sebilah pisau, tepat diperutku. Lalu...

"Sat, bangun Sat" ucap seorang wanita. "aaaaaa" aku teriak sekeras-kerasnya. Jantungku berdetak secepat putaran roda mobil yang sedang melaju kencang. "kamu mengigau lagi ya?" tanyanya padaku. Apa?! Jadi itu tadi hanyalah mimpi? Aku tak percaya. Ku lirik jam di dinding dan waktu baru menunjukkan pukul 11 lebih 30 menit. Sepertinya sejenak aku ketiduran karna menunggui kak Mel. Ia pun langsung menyuruhku menuju kamar untuk istirahat kembali. Ia juga meminta maaf padaku karena sudah membuatku menungguinya sampai selarut ini. Mungkin ia merasa khawatir denganku tapi sebenarnya tak apa. Aku menuruti keinginannya dan segera menuju kamar. Kantuk yang begitu berat membuatku tertidur segera setelah ku lemparkan tubuhku di kasur.

Mentari mulai menunjukkan dirinya. Perlahan aku terbangun dari tidurku karena kak Mel. Ya, dia senang sekali mengusik ketenanganku saat tidur. Hal itu selalu dilakukannya, bahkan di hari libur seperti ini. Kadang aku malas dengan sikap kak Mel yang seperti itu. Tapi aku mengerti kalau itu wujud dari rasa sayang dan tanggung jawabnya sebagai seorang kakak. Maklum saja karena terkadang aku sendiri masih agak kekanak-kanakan.

"aduh kak Mel.. Tutup dong, silau nih" gerutuku pada kak Mel yang membuka jendela

"sampai kapan kamu mau tidur Sat? Ini tuh udah siang" balas kak Mel

"ini kan hari sabtu kak, jadi biarin aku tidur sebentar lagi ajaa" pintaku padanya"ada seorang gadis mencarimu di luar" ujar kak Mel

"hah? Kakak serius?" tanyaku heran

"buat apa kakak bohong padamu. Sudah sekarang cepat bangun lalu temui dia" perintah kak Mel. Kemudian ia pergi dari kamarku.

"seorang gadis? Siapa dia?" kataku bertanya-tanya dalam hati. Karena penasaran dengan perkataan kak Mel, akhirnya aku bangun dari tempat tidur ku dan segera menemuinya. Tapi sebelum itu aku pergi ke kamar mandi sekedar untuk cuci muka dan menggosok gigi. Lalu aku bergegas ke ruang tamu di lantai dasar dan mendapati seorang gadis sedang duduk manis menunggui diriku.

"Yupi?!" kataku kaget.

"eh Satria, pagi" sapanya dengan senyuman khas miliknya

"pa..pagi, darimana kamu tau rumahku?" tanyaku terheran-heran

"loh kamu lupa ya? Kamu kan bilang rumahmu deket-deket sini jadi tadi aku iseng jalan-jalan keliling komplek terus aku liat motor kamu di depan dan kebetulan ada kakak kamu yang lagi nyiram tanaman, ya aku tanya aja dan ternyata bener ini rumahmu" jelasnya panjang lebar.

"ohh begitu.. Eh maaf ya buat yang kemarin" ucapku merasa tak enak

"maaf untuk?" tanyanya

"loh kamu bukannya ngambek ya gara-gara aku ngebut kemaren?" aku bertanya balik.

"oh itu, enggak kok. Aku kebelet mau ke kamar kecil kemarin ._. Jadinya buru-buru deh" jawabnya sambil memainkan jari telunjuknya.

"oh begitu, aku jadi lega. Kirain kamu marah sama aku" ujarku"enggak kok, justru aku yang mau minta maaf sama kamu" ucapnya merasa bersalah

"gapapa kok. Oh iya ada perlu apa kamu kesini?" tanyaku lagi

"loh kita bukannya mau survey buat tugas akhir ya?" dia balik bertanya

"kan kemaren aku bilang minggu depan" jawabku

"begitu ya.. Tapi yang lain sudah mulai survey hari ini" jelasnya

"huuuhh.. Merepotkan saja. Baiklah kita juga akan survey hari ini. Tunggulah disini, aku akan bersiap-siap" kataku dengan nada malas.

Aku kembali lagi ke kamarku untuk mempersiapkan diri. Membawa beberapa pakaian, cemilan dan tentu uang secukupnya. Sepertinya ini akan menjadi perjalanan yang panjang, pikirku. Setelah selesai bersiap-siap sekarang waktunya aku membersihkan diri dan ganti baju. Selesai semuanya, langsung saja aku menghampiri Yupi di ruang tamu."Ayo kita pergi" ajakku"Ayo!" jawabnya penuh semangatKami berjalan pergi dari rumahku. Tak lupa aku berpamitan pada kak Mel agar ia tak khawatir. Kami langsung menuju stasiun kereta. Entah kemana kami akan pergi, tapi yang jelas itu haruslah sebuah desa yang jauh dari kota. Beberapa jam berlalu sudah dan kami akhirnya sampai distasiun pedesaan. Kami berjalan menyusuri jalan pedesaan yang masih asri. Entah ini cuma perasaanku atau memang keadaannya seperti ini, tapi aku merasa ini bahkan terlalu sepi untuk sebuah pedesaan. Namun aku tak menghiraukannya. Akhirnya kami sampai disebuah desa. Tapi tak banyak orang yang ku temui di desa ini. Kami segera mencari penginapan karena hari mulai gelap. Setelah mendapat 2 buah kamar di penginapan, kami pun beristirahat sejenak untuk melepas lelah yang melanda selama seharian.

Jam makan malam pun tiba, untungnya dipenginapan yang sederhana ini masih ada makan malam bagi para tamu, dengan biaya extra tentunya. Ya mau bagaimana lagi, aku dan Yupi lebih memilih itu daripada kami harus berkeliling desa yang belum kami kenal pada malah hari hanya untuk mencari makan. Aku dan Yupi makan bersama. Saat itu ku lihat ekspresi Yupi tak seperti biasanya. Ia terlihat waspada, seperti sesuatu akan terjadi. Heran memang melihatnya tapi kupikir dia hanya lelah setelah seharian ini. Selesai makan kami pun kembali ke kamar masing-masing dan bersiap tidur. Besok kami baru akan mewawancarai penduduk desa untuk tugas kami.

Esok hari pun telah tiba dan matahari bersinar seperti biasanya. Aku yang biasa bangun siang saat libur seperti ini terpaksa harus bangun bagi. Karena kami akan mewawancarai penduduk desa dan aku yakin hal itu tidak akan sebentar. Aku yang sudah bersiap langsung menuju ke kamar Yupi.

"hey Yupi, apa kau sudah siap?" kataku sambil mengetuk pintu kamarnya.

"sebentar ya" balasnya dari dalam kamar.

Beberapa menit kemudian dia pun keluar. Saat pintu terbuka betapa terkejutnya aku. Yupi yang berdandan bak gadis desa itu terlihat sangat manis bagiku. Ditambah lagi dia melemparkan senyuman saat melihatku. Aku terdiam sejenak mengamati kecantikannya.

"hey Satria, kok bengong sih? Penampilanku aneh ya?" tanya Yupi keheranan

"eh, enggak kok, kamu malah tampak manis banget" kataku spontan. Yupi terlihat tersipu malu mendengar ucapanku. Lalu dia mengajakku agar segera mengumpulkan data dari para penduduk desa.

Seharian sudah kami berkeliling kesana kemari untuk mendapatkan data yang dibutuhkan. Sekarang sudah jam makan siang, kami pun kembali ke penginapan untuk makan. Walaupun sudah seharian berkeliling kami tak menemukan satu pun tempat makan. Sesampainya ke penginapan kami langsung memesan makanan pada penjaga penginapan. Setengah jam kemudian hidangan pun siap. Aku dan Yupi yang sudah kelaparan langsung saja menghabiskan makanan yang ada. Dalam sekejab semua hidangan habis kami santap.

Hari mulai menjelang senja, kami lantas saja bersiap-siap untuk kembali pulang. Sebelum pergi penjaga penginapan memberi tahu kami agar tidak bepergian di malam hari. Namun kami tak bisa berada di tempat ini lebih lama lagi. Aku tak menghiraukan peringatan si penjaga penginapan dan langsung pergi. Saat ku sadar, Yupi memasang raut wajah itu lagi. Ekspresi ketakutan yang teramat sangat. Ia hanya terdiam mengikutiku karena ku genggam tangannya erat.

Kami pun berjalan menyusuri jalan setapak yang membawa kami ke desa itu. Namun sepertinya jalan yang kami lalui ini lebih panjang daripada saat kami datang kemarin. Ah mungkin itu hanya perasaanku saja, pikirku. Kami pun sampai di ujung jalan setapak itu dan betapa terkejutnya aku karena yang ku temui bukanlah jalan raya yang akan membawa kami pulang, melainkan sebuah kuil dengan altar persembahan penuh darah. Sungguh tempat yang mengerikan! Saat aku berbalik dan akan melewati jalan setapak tadi, jalan itu telah menghilang. Kami terkurung di tempat itu. Aku hanya bisa tertunduk lesu dan pasrah pada keadaan. Dari dalam kuil tiba-tiba saja keluar sesosok makhluk yang sangat mengerikan.

"Hahaha selamat datang wahai putri" ucap makhluk itu dengan tawa mengerikannya.

"Cih. Ternyata disini kau bersembunyi selama ini dasar iblis!" Yupi membalas ucapan makhluk itu.

"Hahaha pertempuran kita kala itu memang seimbang, baik aku maupun kau telah kehilangan banyak kekuatan" ujar makhluk itu.

"Sekarang saat yang tepat bagi kita untuk mengakhirinya" tambahnya lagi.

"Kali ini aku tak akan kalah, lagipula kekuatanmu juga belum pulih sepenuhnya" balas Yupi

"Kau yakin? Coba lihat sekelilingmu" ucap iblis itu. Ternyata kami sudah di kepung oleh iblis lainnya.

"Cih, dasar kau iblis pengecut" Yupi mulai kesal.

"Aku adalah Raja Iblis Lucifer, yang terpenting bagiku saat ini adalah mengalahkanmu Holy-Angel Yuvia" ujar iblis itu dengan sombongnya.

"Ku rasa aku tak punya pilihan lain, Satria kamu tetaplah diam disitu" perintahnya padaku.

"Seal Open: Angel's Blood"

Sepasang sayap pun keluar dari punggung Yupi. Aku tak bisa mempercayai apa yang ku lihat saat itu.

"Sacred Weapon: Ancient Angel Sword"

Sebuah pedang muncul digenggaman Yupi. Dan pertempuran pun dimulai!

Dengan kekuatan yang menakjubkan Yupi dalam sekejap berhasil memusnahkan para iblis yang mengepung kami. Kini tiba saatnya duel antara Yupi dan Raja Iblis Lucifer. Tapi Yupi telah kehabisan banyak tenaga untuk membasmi iblis-iblis itu.

"Hebat juga kau Holy-Angel Yuvia, tapi apakah kau masih sanggup menghadapiku!" ucap iblis itu dengan sombongnya.

"Sacred Weapon: Ancient Demon Sword"

Iblis itu mengeluarkan pedangnya dan duel pun dimulai.

Pertarungan sengit pun terjadi diantara mereka. Berkat kelincahannya, Yupi berhasil melukai si Raja Iblis. Tapi ternyata iblis itu sangat licik. Ia mengarahkan serangannya padaku. Yupi yang sadar akan hal itu segera menuju ke arahku dan... Dia pun terluka parah karena menyelamatkanku.

"Hahaha bagaimana? Apa kau sudah menyerah?" ucap iblis itu dengan tawa jahatnya. Lalu sepasukan iblis lainnya datang dan mengepung kami lagi.

"Cih. Sepertinya aku harus menggunakan teknik itu" gumam Yupi kesal.

"Satria aku akan menggunakan teknik rahasia agar kita bisa keluar dari tempat ini" ujarnya

"Tapi efek dari teknik ini akan membuat semua ingatan tentang diriku akan terhapus, seakan-akan aku tak pernah ada di dunia ini" tambahnya

"Hanya kau dan para Angel lainnya yang akan ingat tentang diriku. Pedang ini juga akan ku titipkan padamu" jelasnya

"Dan satu hal lagi Satria... Aku... Menyukaimu" katanya sambil tersenyum ke arahku.

"Yupi... Aku juga…. menyukaimu..." aku berteriak sekeras-kerasnya dalam hatiku.

"Nah sekarang apa yang bisa kau lakukan hah? Hahaha"

"Aku akan menyeretmu ke dalam neraka!"

"Ultima Angel: Exorcism"

"APA?! Aaaaaaaa..."

Cahaya yang sangat silau terpancar dari tubuh Yupi. Cahaya itu seperti membakar para iblis. Terlalu terangnya sampai aku tak bisa melihat apa yang terjadi kemudian. "Selamat tinggal, Satria" sepertinya aku mendengar suara Yupi.

Saat terbangun aku berada di sofa ruang tamu rumahku. Mungkinkah yang tadi itu hanya mimpi? Ah aku mungkin kelelahan sampai bermimpi seperti itu, pikirku. Jam sudah menunjukkan pukul 6 pagi dan aku harus bersiap-siap karena harus berangkat ke sekolah. Seperti biasa kak Mel menyambangi kamarku untuk memastikan apakah aku sudah bangun atau belum. Setelah itu menyiapkan sarapan untuk kami. Selesai sarapan aku bergegas pergi ke sekolah. Sesampainya disana aku memarkirkan sepeda motorku. Sejauh ini semua berjalan seperti biasanya. Namun hal aneh baru ku rasakan saat tiba dikelas. Sampai bel masuk berbunyi, aku tak melihat sosok Yupi. Mungkin dia sedang tak enak badan hari ini, pikirku. Saat istirahat tiba, aku bermaksud menanyakan soal Yupi pada sahabat-sahabatnya. Namun jawaban yang ku terima begitu mengejutkan.

"Yupi? Siapa tuh? Ada yang kenal ga?" tanya Kinal pada yang lain

"Enggak tuh, kamu yakin gak salah orang Sat?" Nabilah balik bertanya

"Enggak lah, masa iya salah orang" jawabku tak mau kalah

"Sat, aku kasih tau ya dikelas kita tuh ga pernah ada anak yang namanya Yupi" jelas Andela

"Ihh kamu ngigo ya Sat? Mending kamu istirahat gih sana" timpal Elaine

Apa?! Mereka benar-benar tak ingat dengan Yupi?! Jadi kejadian semalam itu nyata?! Batinku bergejolak. Merasa tak puas dengan jawaban yang ku terima, aku pun mencoba bertanya pada semua orang dikelas. Dan jawaban mereka semua sama. Mereka tak pernah kenal dengan anak bernama Yupi. Aku masih tak puas juga, sepulang sekolah aku akan menyambangin kediaman Yupi dan bertanya langsung pada orang tuanya. Kenyataan pahit lah yang ku terima. Orang tua Yupi bahkan tak ingat mereka memiliki anak bernama Cindy Yuvia. Benar-benar seperti dia tak pernah dilahirkan ke dunia ini.

Kecewa dengan jawaban yang ku terima, akhirnya aku memutuskan untuk pulang. Sesampainya di rumah ku lihat pintu terbuka. Hari ini kak Mel tidak kerja ya, gumamku dalam hati. Langsung saja ku rebahkan badanku di sofa dan merenungkan apa yang terjadi. Ku lihat jam tanganku yang menunjukkan pukul 5 sore. Aku pun meminta kak Mel yang sedang berada di dapur untuk membuatkanku segelas teh hangat. Tunggu dulu! Sejak kapan aku menggunakan jam tangan? Aku tak ingat pernah membelinya, apalagi menggunakannya. Ada apa sebenarnya?

Tak lama teh yang ku inginkan selesai dibuat oleh kak Mel. Perlahan ku minum teh itu agar membuatku sedikit rileks. Iseng, aku coba bertanya pada kak Mel tentang Yupi.

"Kak, kakak inget gak sama gadis yang waktu itu ke sini?" tanyaku

"Mmm, Yupi maksud kamu?" kak Mel balik bertanya

"Jadi kakak inget sama Yupi?" ujarku kaget

"Loh emangnya kenapa?" kak Mel tampak heran

"Semua orang yang aku tanya lupa dengannya, bahkan orang tuanya pun tak ingat pernah melahirkannya" jelasku

"..." kak Mel tertegun mendengar ucapanku. Mungkin dia sama shock-nya denganku.

"Dan lagi semalam aku bermimpi aneh" ujarku lagi

"Mimpi? Mimpi apa?"

Lalu aku menceritakan semuanya pada kak Mel. Selesai mendengarkan semua ceritaku, kak Mel seperti berfikir sejenak. Samar-samar aku melihat sesuatu dibelakang kak Mel.

"Kak, aku kayaknya kelelahan deh" keluh ku

"Kenapa emangnya Sat?" tanya kak Mel heran

"Aku kayak ngeliat sayap di punggung kak Mel" jelasku. Tiba-tiba saja ekspresi wajah kak Mel berubah serius.

"Satria, sekarang kamu ganti baju dan temui kakak lagi dalam sejam" perintahnya

"Loh emang kita mau kemana kak?" tanyaku heran

"Saatnya sudah tiba untuk menceritakan rahasia keluarga padamu."

-To be continue