Sebuah fiksi untuk meramaikan #NijiAkaWeek2K16

Day 1 – Regret / Acceptance.

Note: Inspired by Pandora Hearts. Agak berbeda dari versi aslinya, karena harus disesuaikan dengan kebutuhan cerita.

Enjoy the story!

Lagu itu lagi.

Shuuzo tengah berbaring di halaman mansion yang dihuninya dengan mata terpejam. Ia membuka matanya saat mendengar lantunan lembut biola—lagu yang sama seperti yang ia dengarkan di jam yang sama hari sebelum-sebelumnya.

"Kau menganggu tidur siangku, Seishina." ujarnya setengah berteriak. Ia telah mengganti posisinya menjadi duduk bersandar pada batang pohon, dengan kepala mendongak memandang balkon lantai dua, tempat suara biola tersebut berasal. Senyumnya melebar saat lantunan biola itu berhenti, disusul dengan munculnya sesosok gadis berambut merah di balkon tersebut.

"Nijimura-san?"

"Yo." Senyum Shuuzo lenyap, digantikan oleh ekspresi jengkel yang dibuat-buat. "Kau harus bertanggung jawab karena mengganggu tidurku, eh, Hime-sama."

Alih-alih merengut protes, gadis bernama Seishina itu justru tersenyum lebar. Tampaknya ia menangkap kode terselubung yang dilontarkan Shuuzo; bahwa lelaki itu ingin ditemani olehnya. Seishina malah dengan senang hati menurutinya. "Tunggu sebentar, Nijimura-san."

Shuuzo bisa mendengar suara langkah kaki menuruni tangga dengan sedikit tergesa, membuatnya terkekeh pelan. "Jangan tergesa begitu. Aku tak ingin dimarahi Tuan Glen kalau kau jatuh." Godanya. Membuat gadis berambut merah itu merengut saat berlari kecil ke arahnya.

"Seijuurou nii-sama tidak akan marah, karena aku tidak akan jatuh." Seishina menghentikan langkahnya, mendudukkan dirinya di samping Shuuzo. Mengundang seringai iseng dari lelaki berambut hitam itu. "Tidak di pangkuanku saja?"

"Nijimura-san norak sekali." Seishina membuang muka ke arah lain, berusaha menyembunyikan rona merah tipis yang menguasai wajahnya, sementara Shuuzo tergelak puas karena berhasil membuatnya tersipu.

"Tidak terasa, besok sudah waktunya."

Tawa Shuuzo terhenti secara perlahan saat mendengar gumaman Seishina. Manik kelabunya menatap gadis itu dengan tatapan sendu yang berusaha disembunyikan. Ia mengalihkan pandang ke arah lain saat Seishina menatapnya, merasa kesulitan bernafas setiap kali topik ini muncul, merasa tak mampu menatap manik semerah darah Seishina. "Kau tahu, Seishina—" Shuuzo berdeham, mengutuk tenggorokannya yang mendadak kering. "—aku selalu mau membantu kalau kau ingin kabur."

Ia memberanikan diri menatap Seishina. Mendapati si gadis tersenyum lembut, dengan sebelah tangan terangkat dan mengusap pipi Shuuzo. "Nijimura-san sudah tahu apa jawabanku, bukan? Kita sudah sering membahasnya satu bulan ini."

Shuuzo tahu, sangat tahu. Dan fakta bahwa Seishina sama sekali tak berniat berubah pikiran ini sedikit mengganggunya.

Seishina, adalah salah satu dari sekian anak yang terlahir dengan bola mata semerah darah. Anak pembawa sial, begitulah orang lain menyebutnya, meski Shuuzo sama sekali tak setuju dengan itu. Shuuzo selalu berpikir bahwa Seishina memiliki mata yang cantik. Bagaimana mungkin mata secantik itu adalah pembawa sial?

Seperti yang diramalkan, seorang anak pembawa sial selalu terlahir sedarah dengan penerus Glen—sebutan untuk pemimpin klan Baskerville—dan siapapun yang memegang nama Glen akan mewarisi chain bersayap hitam, memiliki kewajiban untuk menjatuhkan anak pembawa sial ke dasar Abyss. Dengan kata lain, membunuhnya. Dan itu adalah tugas Seijuurou, kakak kembar Seishina sendiri.

Shuuzo menghela nafas. Memikirkan bahwa Seishina akan dieksekusi atas sesuatu yang bukan kesalahan membuat kepalanya berdenyut. Tangannya terangkat, menggenggam tangan Seishina yang membelai lembut pipinya. "Kau yakin? Aku—aku bisa membawamu kemanapun—"

"Nijimura-san." Seishina tahu-tahu menyela. Ekspresinya tampak setenang tadi, namun kini matanya memandang lurus manik kelabu Shuuzo hingga terasa menembus jantung. "Aku berterima kasih atas tawaranmu. Tapi ini adalah takdirku sebagai anak pembawa sial—"

"Omong kosong." Shuuzo mendesis tajam. Matanya berkilat penuh emosi sementara tangannya menggenggam erat tangan Seishina yang menyentuh pipinya. "Takdir bisa diubah asalkan kau mau berusaha, bukan menyerah begini, Seishina!"

"Membawaku kabur tak akan mengubah takdir, Nijimura-san." Seishina tersenyum tipis, sama sekali tak terpengaruh oleh emosi Shuuzo. "Itu hanya lari dari kenyataan. Kau tahu betul itu."

"Seijuurou sudah gila kalau ia tega menjatuhkanmu ke tempat terkutuk itu. Tidakkah kau berpikir demikian?!"

Seishina menggeleng, seulas senyum tipis masih tersungging di bibirnya. "Abyss bukanlah tempat terkutuk. Dan Seijuurou nii-sama tidak gila karena menjatuhkanku ke sana, Nijimura-san. Abyss memang tempat kami, dan ini sudah kewajiban nii-sama sebagai seorang Glen."

Genggaman tangan Shuuzo terlepas setelahnya, selalu merasa frustasi ketika berdebat dengan Seishina mengenai hal ini. Sama seperti sebelumnya, Seishina selalu keras kepala menentang keinginan Shuuzo untuk membawanya kabur. Berakhir dengan menatapnya sendu, lalu berusaha melakukan apapun yang bisa meredakan emosi Shuuzo. Kali ini pun seperti itu.

"Seandainya aku bisa menggantikanmu." Shuuzo bergumam lirih, lalu menarik Seishina mendekat dan mendaratkan sebuah ciuman di bibirnya. Seishina tampak terkejut, namun sama sekali tak menolaknya. Gadis itu justru melingkarkan tangannya di leher Shuuzo detik berikutnya dan memejamkan mata. Menyalurkan segenap perasaannya melalui ciuman itu. Bahwa sesungguhnya, ia pun tak ingin berpisah dengan Shuuzo.

Ruangan menyerupai aula besar di bawah mansion telah dipenuhi seluruh anggota Baskerville yang mengenakan jubah hitam, berdiri berjajar membentuk lingkaran. Di bagian tengahnya, Seishina duduk berlutut dengan kepala tertunduk. Shuuzo memandangnya dengan tatapan kosong. Seishina tampak cantik dengan gaun merah-hitam itu. Sayang sekali, Shuuzo tak bisa melihat bola mata semerah darah milik Seishina yang selalu menjadi favoritnya.

Seijuurou, kakak kembar Seishina yang menyandang gelar Glen, melangkah lambat menuju adik kembarnya. Bola mata emasnya menatap dingin permukaan lantai—Shuuzo bisa melihat keengganan disana, meski Seijuurou tidak menunjukkannya. Tangannya terangkat dan menyentuh puncak kepala Seishina—dan saat itulah gadis itu mendongak. Tersenyum lembut pada kakaknya seraya menggumamkan sesuatu yang hanya bisa didengar oleh Seijuurou. Membuat Shuuzo mendecih pelan.

Tidak.

Hentikan.

Berhentilah memasang ekspresi seolah kau baik-baik saja, Seishina.

Muncul simbol klan Baskerville yang menyala-nyala di lantai, disusul dengan munculnya rantai-rantai yang mengikat tubuh Seishina. Shuuzo nyaris menarik keluar pedangnya saat mendengar suara tercekik Seishina akibat rantai yang melilit lehernya. Sayangnya, sebuah tangan mencengkram lengan Shuuzo. Menahannya berbuat sesuatu yang tak diinginkan.

Lepaskan aku, sialan.

"Jangan macam-macam, Shuuzo. Seishina tak akan senang melihatmu melakukan apapun yang hendak kau lakukan barusan." Desis sebuah suara. Shuuzo tak memberikan respon apapun selain menepis tangan yang menahan lengannya. Namun, hal itu hanya membuat cengkraman itu semakin mengerat.

Brengsek.

"Akashi Seishina."

Jangan diteruskan.

"Aku, sebagai pemegang rantai keadilan, akan melakukan penghakiman atas dirimu."

Hentikan.

"Dosamu adalah—"

Seishina bukan seorang pendosa—

"—terlahir sebagai anak pembawa sial sehingga mengancam kedamaian Abyss."

Shuuzo semakin meronta berusaha melepaskan diri saat sebuah lubang hitam muncul menggantikan simbol Baskerville, tepat di lantai yang dipijak Seishina. Seijuurou mundur beberapa langkah seiring dengan melebarnya lubang hitam tersebut.

Tidak. Lubang hitam itu akan menelan Seishina.

"Tch—LEPASKAN AKU, BRENGSEK?!"

Teriakan Shuuzo menarik perhatian seluruh ruangan, termasuk Seishina. Shuuzo sendiri tak peduli—ia masih meronta melepaskan diri dari dua orang berbadan besar yang kini menahan tubuhnya. Rontaannya semakin menjadi saat satu per satu rantai yang menjerat Seishina terlepas, bersiap menjatuhkan tubuhnya kapan saja. Seishina menatap Shuuzo yang semakin memberontak dengan seulas senyum lembut. Bibirnya bergerak mengucapkan sederet kata yang membuat Shuuzo membeku seketika.

"Aku mencintaimu, Nijimura-san. Maafkan aku..."

[END]

A/N: Yang ingin saya sampaikan di fanfik ini adalah, penyesalan Nijimura yang tak bisa berbuat apapun untuk menyelamatkan Seishina dari eksekusi. Tapi sepertinya tak tersampaikan dengan baik ya /pundung/ fanfik pertama setelah dua tahun hiatus menulis dan fanfik pertama di fandom ini. Maaf jadi kacau begini. /menghilang/