Skyline.
Chapter 1
Cast : Levi, Eren, Erwin, Keith, Armin.
Genre : Drama, romance.
Warning : Typos, cerita ambruladul dan gaje, OOC.
Happy reading~Nikmati apa adanya.
Mereka sedang makan ketika seorang gadis berambut pirang panjang berjalan melewati Levi dan Eren. Membawa semerbak wangi parfum menggoda.
"Ohhhh dewiku." Eren menghentikan aktivitas makan siangnya. Menatap gadis itu terpesona. Seakan ada panah cinta cupid yang nyasar di dadanya.
"Makan bodoh." Sebuah tamparan ringan melayang ke pipi pemuda kasmaran itu. Pelakunya adalah Levi. Biasanya dia akan langsung meledak saat di panggil bodoh. Tapi pemuda itu hanya menatap entah kemana dan pada siapa.
"Aku tahu dia yang terbaik di satuannya. Ahhh...cantiknya juga terbaik." Tangan kanannya menyangga kepala. Seakan pikiran tentang si gadis pirang memberatkan kepala pemuda itu.
"Dasar gila. Memangnya dia mau denganmu?" Levi mendecih sebal. Lalu menenggak segelas susu sekali tandas.
Eren hanya mengangguk. Pikirannya tengah sibuk hingga tak mendeteksi sarkasme dalam perkataan Levi. "Yah.. tentu saja aku gila karena jatuh cinta padanya."
Sedang asik kasmaran. Pengelihatanya terganggu oleh seorang pria yang datang menuju mereka berdua.
"Dia datang." Eren mengguncang Levi. Menatap seseorang dibalik bahu bahunya dengan waspada.
"Siapa? Maksudmu Armin?."
"Tentu saja bukan." Mata Eren menyiratkan waspada.
Levi mengikuti arah pandang Eren. Dilihatnya seorang pria kekar dengan rambut pirang kelimis menjulang dibelakangnya. Menatap Levi dengan jijik , seolah dia hanyalah seonggok sampah. Yang pria itu ditugasi untuk membersihkannya.
"Oh... selamat datang Mayor Erwi--" Belum sempat Levi menyelesaikan kalimatnya. Sebuah bogem mentah menyasar rahangnya. Hingga dia jatuh tersungkur mencium lantai yang dingin. Kejadian itu menarik perhatian seluruh prajurit yang sedang makan siang. Kasak-kusuk masalpun terjadi.
"Aku selalu menginginkan itu." Suara si pria tinggi dengan nada mencibir. Dia terkekeh. Matanya menyiratkan kepuasan setelah melayangkan pukulan diwajah Levi.
Rahangnya serasa mau copot. Mencoba berdiri dan mengatup-buka mulutnya. Menghilangkan sedikit rasa sakit. Tapi tak bisa mengabaikan rasanya dipermalukan di depan senior dan juniornya.
Lalu seseorang dengan pangkat kolonel memasuki kantin. Semua orang terhenyak. Menghentikan aktivitas mulut mereka. Mengangkat tangan lurus setinggi alis. Memberi hormat pada Keith Shadis. Kolonel pasukan albatros. Pasukan khusus angkatan udara.
Keith melotot melihat kejadian antara Levi dan Erwin yang baru saja terjadi. Erwin sama kagetnya segera berbalik menghadapi atasanya. Sang kolonel menatap Levi menuntut penjelasan.
"Hati-hati pak. Lantainya sangat licin tadi." Tersenyum karena terpaksa. Dia sadar dengan pangkatnya saat ini yang seorang kapten. Mengadukan perseteruannya dengan Erwin hanya akan menambah masalah lain. Selain dia yang akan mulai disebut si pengadu.
Kolonel Keith hanya berdehem. "Erwin, ikut aku sekarang juga." Sang mayor mengekor di belakang. Meninggalkan kekacauan yang telah dia perbuat.
ㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡ
Eren jengah dengan perlakuan Erwin pada sahabatnya. Beraninya dia memukul wajah tampan Levi hingga memar. Sepanjang jalan menuju barak dia mencak-mencak marah. Mengutuk perbuatan pria klimis flamboyan itu. Seenaknya menggunakan jabatan buat menindas orang yang dibencinya.
Dulu mereka bertiga sahabat karib. Sampai saat latihan perang berjalan. Levi mencoba menonjol dengan mengenai sasaran pengeboman dengan mengabaikan formasi terbang kelompok. Membuat pesawat pemimpin yang di kendalikan Erwin hilang kendali. Jika saja Erwin tak cakap menekan tombol kursi lontar. Pasti sekarang di sudah mati. Terpangang dalam rongsokan pesawat. Alih-alih cedera lengan karena parasutnya nyangkut di pohon.
Tindakannya dipuji habis-habisan. sebagai tindakan cakap penyelamatan diri disaat genting. Bukannya tidakan pengerusakan properti satuan yang harus dihukum berat. Justru pangkatnya naik seiring gaji. Menjadi pemimpin skuad 104.
Dan Levi menjadi kambing hitam atas kejadian ini. Skorsing 3 bulan, dan dilarang mengudara. Sungguh sial.
"Kau tahu kau tak akan memimpin skuad 104 bukan?. Bukan cara kerja dunia buat orang tanpa koneksi seperti kita. Menapaki karir cemerlang di usia muda dalam waktu singkat?." Eren duduk dekat jendela. Memperhatikan Levi yang sedari tadi megang tempat dimana Erwin menonjoknya. Bagian itu masih saja berdenyut nyeri.
"Kecuali kau memang sangat amat jenius atau kau punya koneksi bagus. Kalau itu aku baru bisa paham." Matanya menerawang jauh melewati jendela.
"Erwin...dia bahkan sudah mendapatkan banyak perhatian saat masuk albatros. Digadang-gadang akan menjadi pemimpin masa depan." Pemuda dengan iris mata emerald itu menekuni jendela. Menggosok kacanya. Mendapati tanganya menghitam karena debu. Keputusan selanjutnya dia pergi menjauhi jendela itu. Duduk disamping Levi.
"Para petinggipun menaruh harapan besar padanya."
"Cih.., kau sedang mengejekku ya?." Levi mendelik sebal.
"Ini bukan ejekan, bung. Ini kenyataannya." Eren menghela napas. "Ayahnya orang pemerintahan. Dia mendapatkann semua perhatian itu karena pengaruh ayahnya."
"Kata terakhir yang kuucapkan pada dua orang tuaku adalah 'aku benci kalian'." Levi terlihat sungguh menyesali perbuatannya.
"Aku mengubur mimpi untuk jadi dokter. Dan malah berakhir di barak sialan ini." Kepalanya menunduk. Eren ikut prihatin dengan nasib sahabatnya itu. Menepuk pundak Levi dengan lembut.
"Alasan kenapa aku masih hidup juga karena aku berakhir disini." Orang tua Levi telah meninggal. Karena insiden pengeboman pasukan musuh. Sehari setelah dia mengikuti pelatihan prajurit angkatan udara khusus dipusat distrik Shigansina. Keduanya mati kerkubur diantara puing rumah yang berat. Ditemukan dalam keadaan mati lemas sambil berpegangan tangan. 2 hari setelah kejadian.
Kini ia yatim piatu. Hanya seorang kerabat jauh dari ayahnya. Seorang dokter anak yang tinggal di distrik trost. Kenny Ackermann. Yang mengujunginya sebulan sekali. Karena paman Kenny, Levu ingin menyelamatka banyak orang. Alih-alih membunuh orang dengan senjata militer demi kedaulatan negara.
"Aku bersyukur mereka mengirimmu kesini." Levi terkejut mendengar perkataan Eren.
"Bayangkan kalau kau jadi dokter. Siapa yang mau diperiksa dokter dingin tak berperasaan seperti mu. Mempekerjakanmu di rumah sakit hanya bikin bangkrut saja." Senyum Eren membuat Levi mendengus sebal.
"Kau mau mati?."
"Oh tidak... dia mau membunuhku. Siapa saja tolong aku." Teriak Eren dengan suara falseto mirip perempuan yang sengaja dibuat-buat.
Levi langsung mengunci leher Eren di ketiaknya. Geram dengan candaanya. Walaupun Levi tahu itu hanya candaan semata. Sahabatnya yang satu ini memang hobi melucu. Tapi tak pernah sekalipun membuatnya tertawa terbahak-bahak.
Eren meronta dalam pitingan Levi. Memukul-mukul lengan kekar yang penuh bisep dan trisep itu. "Uhukkhhh...uh ketekmu ...bau. Lepaskan."
Saat Eren berontak minta udara Levi baru mau melepaskannya. Wajahnya merah kakurangan oksigen.
"Kau kejam, bung." Levi tersenyum penuh kemenangan.
Wajah Eren berubah serius. "Aku bersyukur mereka mengirimkanmu kemari, Levi." Mata emerald itu menatap Levi sayu.
"Karena kau satu-satunya keluarga yang aku miliki." Levi baru ingat bahwa keluarga Eren juga menjadi korban pengeboman musuh.
ㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡ
Halooo...
Balik lagi...nih. Pengi coba nulis yang agak berbau militer. Dan jadilah ini, masih berantakan. Maaf kalau istilahnya mungkin salah. Karena cuma modal tanya sama eyang Goggle.
Terima kasih sudah membaca. Jangan lupa tinggalkan jejak komen dan review yah. Ditunggu beneran loh. Karena komen dan review nya bikin saia semangat.
See yaa...
뽀뽀
