Naruto milik Masashi Kishimoto, saya hanya meminjam beberapa karakter dan tidak mengambil keuntungan apapun dari fic ini

A/n: fic ini terinspirasi dari anime Akagami no Shirayukihime (bagi yang belum tahu anime tersebut, silakan tanya mbah google), long fic, OOC,

.

.

.

Tangannya dengan ahli menumbuk beberapa rempah dan dedaunan kering. Setelah merasa cukup, rempah yang tadi ia tumbuk menjadi bubuk ia masukkan ke dalam beberapa lembar kertas berbentuk persegi panjang. Ia melipatnya dengan rapi agar bubuk yang ada didalamnya tidak tercecer keluar, kemudian ia memasukkannya kedalam sebuah bungkusan dari kertas. Ia ulurkan bungusan itu kepada pelanggannya.

"Semoga lekas sembuh, Nek."

Senyum manis mengembang dibibirnya yang berwarna senada buah peach. Nenek diseberang rumahnya sering berkunjung untuk mengambil obat penghilang rasa sakit dipunggungnya.

"Terima kasih. Tapi aku hanya ingin melihat rambutmu yang indah itu, Sakura. Bahkan namamu begitu indah seperti rambutmu yang berwarna merah muda itu, yang mengingatkanku pada musim semi… ah, jika saja cucuku laki-laki aku pasti akan memaksanya untuk menikah denganmu, hahahahaa…" candanya, "kau akan banyak disukai orang-orang karena rambutmu itu, Sakura. Mungkin kau juga akan mendapat banyak pengalaman dari rambutmu yang indah itu, aku jadi iri… kau memang gadis musim semi yang beruntung,"

Mendengar pujian yang ditujukan untuk warna rambutnya itu, Sakura hanya tersenyum.

"Terima kasih, semoga begitu." Dia usap rambutnya yang panjang berwarna senada dengan bunga musim semi―bunga sakura, "warna rambutku memang aneh, tapi aku bersyukur memilikinya. Rambut ini adalah satu-satunya pengingat yang mengingatkanku kepada kedua orang tuaku…" lirihnya, "Ah! Maaf, bicaraku jadi kemana-mana. Apa ada lagi yang Nenek butuhkan?"

Nenek hanya menggeleng sebagai jawabannya. Sebelum pergi beliau meminta maaf padanya karena telah membuatnya sedih. Setelah pintu tertutup, ia kembali menekuni rutinitasnya sebagai apoteker.

Botol-botol berisi tanaman herbal ditata rapi pada sebuah lemari. Peralatannya pun selalu dibersihkan dan ditaruh ditempat semula untuk menjaga agar tetap steril. Terkadang beberapa tanaman herbal harus dijaga lebih hati-hati dan sesering mungkin dicek khasiatnya. Walaupun begitu, Sakura tetap menekuni dan menyukai pekerjaannya sebagai apoteker.

Dia membuka tutup botol, kemudian mengambil kayu manis secukupnya untuk dicampur kedalam obat penurun demam untuk anak-anak. Dia tahu anak-anak tidak menyukai rasa pahit jadi dia menambahkan kayu manis agar tidak terlalu pahit saat diminum.

Brakk

Tiba-tiba saja pintu apotiknya terbuka secara paksa. Berdiri seorang pria dengan jubah khas kerajaan.

"Haruno Sakura, kau dipilih sebagai calon istri Pangeran Kerajaan Estate,"

"A-apa?!"

SNOW WHITE WITH THE PINK HAIR

"Ta-tapi, aku…―" belum sempat ia menyuarakan protesnya. Utusan itu berbalik dan pergi begitu saja meninggalkan sepucuk gulungan dengan pita emas yang mengikatnya.

"Apapun itu, kau harus datang ke kastil besok pagi," gertak utusan kerajaan itu, "percantik dirimu selagi masih ada waktu, Nona Haruno."

"―tunggu!" napas Sakura terengah.

Otaknya masih mencerna apa yang telah menimpanya tadi. Dia bangun seperti biasa, menyiapkan segala keperluan di pagi hari dan membuka apoteknya. Kemudian, menyapa beberapa pengunjung juga lansia yang meminta obat penghilang rasa sakit kepadanya. Tiba-tiba utusan kerajaan datang kepadanya dan membawa kabar yang sangat mengejutkan baginya. Untuk rambutnya yang berwarna pink, dia diminta menjadi calon istri dari Pangeran Pertama Kerajaan?

Ya Tuhan, dosa apa yang telah ia perbuat dikehidupan sebelumnya.

Sakura menghela napas keras. Dia berusaha untuk tetap tenang. Tangannya meraih gulungan yang ditinggalkan oleh pengawal tadi. Perkamen yang cantik, pikirnya dalam hati. Namun kemudian dia tersenyum masam, andai gulungan ini bukan untuknya atau isinya bukan untuk menjadikan dirinya sebagai seorang calon istri melainkan undangan pesta dansa atau makan malam. Dengan senang hati Sakura akan menutup tokonya lebih awal dan bernyanyi sepanjang malam. Sayangnya tidak demikian.

"Tidak ada pilihan lain…" ucapnya lirih.

Dia mengambil sebuah gunting dari dalam laci meja kerjanya. Mengambil beberapa tanaman herbal yang segar dan yang telah dikeringkan dalam wadah yang berbeda. Membuat beberapa resep tanaman obat yang akan ia berikan nanti kepada para pelanggannya. Dia melakukan semua yang masih bisa dikerjakannya sebelum fajar tiba esok hari.

Sakura menata beberapa keperluannya di dalam tas selempangnya. Dia mematut diri di sebuah cermin yang cukup untuk memantulkan seluruh bayangan dirinya. Sakura menyisir perlahan rambutnya dengan tangan kanannya. Ia nampak cantik, pikirnya.

Sebelum benar-benar meninggalkan apotiknya, Sakura mengedarkan pandangannya ke seluruh ruangan. Menarik napas dalam, tidak ada yang salah dengan keputusannya. Hatinya harus kuat, walaupun semua terasa sangat berat. Sakura kembali menarik napasnya, kali ini dia berharap semua keresahannya akan hilang bersama hembusan napasnya.

"Selamat tinggal untuk Apotikku…"

Sakura tersenyum lirih sebelum menutup pintu apotiknya.

.

-fe-

.

"Dimana gadis itu?"

Nada angkuh penuh akan harga diri itu bertanya. Matanya yang berwarna biru langit mengkilat melihat bawahannya menunduk dihadapannya. Dengan segala kesombongan yang ada pada dirinya, dia berjalan angkuh menuju beranda. Sepatu kebanggaanya berbunyi seiring dengan langkahnya. Kedua tanggannya memegang pembatas beranda. Sepoi angin menerbangkan anak rambutnya. Dia menarik napas dalam seakan seluruh oksigen adalah miliknya.

"Dia kabur, Pangeran." Jawab sang bawahan takut jika sewaktu-waktu Pangerannya itu meledak.

"Cari dia!" titahnya. "Tunggu apa lagi? Kau ingin aku masukkan ke dalam keranjang hitam?" tanyanya garang pada bawahannya.

"Kami telah mencarinya, tapi―"

"Tapi apa, hah?!" bentaknya. Dia berbalik menatap bawahannya itu penuh kesal. "Bagaimana bisa seorang gadis menghilang dengan mudahnya? Aku telah mneyuruh kalian untuk memperhatikan setiap gerak-geriknya. Kemana saja kalian saat gadis itu kabur? Dasar tidak becus!" umpatnya diakhir ucapannya.

"Tenanglah, gadis itu akan segera ditemukan. Aku sendirilah yang akan menghukum mereka jika gadis itu tak ditemukan." Ucap pengawal pribadi sang Pangeran, yang bernama Kozuki itu. Dia memberi kode kepada prajuritnya untuk meninggalkan mereka berdua. Namun sebelum sang prajurit memberi hormat mengundurkan diri, dirinya diberi tatapan tajam dari Kozuki. Prajurit itu menelan ludah melihatnya, kemudian membungkuk hormat.

Uzumaki Naruto, Sang Pangeran dari Kerajaan Estate. Terlihat sangat kesal kepada pengawal pribadinya itu. Bagaimana bisa dia merasa tenang ketika harga dirinya terasa dijatuhkan oleh seorang gadis―yang bahkan dia tidak tahu rupanya selain informasi mengenai warna rambutnya yang berwarna merah muda. Dia menatap kesal kepada Kozuki sebelum masuk ke dalam ruangan kejayaannya.

"Aku ingin kau sendiri yang mencari gadis itu." Ucapnya dingin kepada pengawalnya.

"Sebelum Anda membuat keputusan untuk mencari gadis itu. Saya hanya ingin menyampaikan ini," Kozuki menyerahkan sebuah kotak berwarna beludru, tutupnya memperlihatkan logo besar Kerajaan Estate.

Naruto menatap kotak itu, kemudian membuka tutupnya. Betapa terkejutnya ia melihat isi kotak itu. "Apa maksudnya ini?" tanyanya dingin menahan amarah.

Kotak itu berisi surat yang dikirim olehnya, dan sepucuk surat balasan yang Naruto yakini dari gadis itu. Tetapi dari semua barang itu, yang membuat telinganya memerah adalah seikat rambut yang diikat dengan pita yang biasanya mengikat semua perkamen atau surat-surat kerajaan.

Wajahnya memerah menatap kepada Pengawalnya, "Apa maksudnya ini? Seikat rambut berwarna merah muda? Gadis itu menantangku. Cari dia sampai dapat, kalau perlu hingga ke ujung dunia. Aku ingin gadis itu menjelaskan semua perbuatannya dan meminta maaf kepadaku."

Kozuki mengangguk, dia membungkuk untuk mengundurkan diri. Sebelum dia benar-benar pergi dari ruangan mewah itu, sang Pangeran memberi sebuah pesan dan dia menyeringai mendengarnya. Dan Kozuki benar-benar meninggalkan ruangan mewah itu.

Maaf atas kelancanganku, Pangeran.

Aku memberi sesuatu apa yang Anda inginkan.

Haruno S

Naruto meremas surat balasan dari Sakura. Air mukanya mengeras. Seolah-olah dia siap meledak kapan saja. Naruto menyeringai mengingat rencana yang ia berikan kepada Pengawalnya tadi.

"Beri dia hadiah yang pantas untuk balasan suratnya. Dan… bawa dia kehadapanku. Aku ingin tahu bagaimana rupa wajahnya nanti."

.

-fe-

.

Matahari telah berada di puncak kepalanya ketika Sakura turun dari kereta pengankut barang yang ditarik oleh dua ekor kuda itu. Tangannya membenahi hoodie-nya yang memperlihatkan sedikit rambut uniknya yang telah dipotong. Dia tidak ingin menjadi pusat perhatian apalagi meninggalkan sedikit jejak saja, karena dia tahu bahwa Pangeran Naruto tak akan membiarkannya lolos begitu saja―menilik bagaimana tabiatnya yang menjujung tinggi harga dirinya.

"Terimakasih Paman atas tumpangannya," ucapnya seraya memberikan dua lembar uang kepada Kusir kereta itu.

Sakura kembali melanjutkan perjalanannya yang entah dimana ujungnya. Dia masuk ke dalam hutan yang menjadi pembatas antara Kerajaan Estate dengan Kerajaan Inverno. Peluh menetes di pelipisnya ketika suara perutnya terdengar. Sakura melihat sekitarnya, dia melihat sebuah pohon besar yang rindang.

Sakura kemudian berjalan menuju ke pohon besar itu. Dia duduk diantara akar pohon yang menjulur sampai timbul di permukaan tanah. Tangannya mengambil sesuatu yang bisa mengganjal perutnya untuk beberapa saat, sampai dia menemukan sebuah desa terdekat untuk membeli bahan makanan. Mulutnya sibuk mengunyah roti yang dia bawa dari rumahnya. Dia harus menghemat bekal, karena dia hanya membawa beberapa potong roti di dalam tasnya karena isi tasnya penuh dengan tanaman dan obat-obatan herbal.

Dia tahu bahwa barang-barang yang ia bawa sama sekali tak mendukungnya diperjalanan. Tetapi Sakura tetaplah seorang Apoteker yang bertugas membuat obat untuk menyembuhakan, seperti gerakan dari jiwa penolongnya.

Mengingat itu membuatnya khawatir kepada para pelanggannya. Apakah nenek tua yang rumahnya disamping kebunnya meminum obat yang ia tinggalkan dengan teratur? Biasanya nenek itu lupa meminum obatnya dan biasanya Sakuralah yang mengingatkannya.

Sakura menghela napas. Dia tak pernah bermimpi ataupun mengharapkan hal ini terjadi. Menghilang dan menjadi buronan Pangeran Naruto. Sakura tertawa miris menyadari sebutan untuknya kini, seorang buronan.

Yang benar saja, dia selalu taat hukum kerajaan dan menjadi rakyat yang biasa saja. Tetapi semua berubah dengan datangnya prajurit itu ke apotiknya dan mengatakan sesuatu yang sangat mengejutkan. Semua karena warna rambutnya. Namun dengan demikian, ia tak lekas membenci warna rambutnya. Seperti apa yang dia ucapkan selalu dihatinya. Bahwa rambutnya adalah warisan paling berharga yang diturukan kepadanya oleh kedua orang tuanya.

Sakura bangkit dan kembali membenarkan hoodie-nya. Berjalan kembali ke timur menjauhi daerah kelahirannya untuk melarikan diri.

.

-fe-

.

Sepatu boot yang Sakura kenakan hampir seluruhnya kotor terkena lumpur. Jika perkiraannya tidak salah, dia telah berjalan selama tiga jam ke arah timur. Matahari nampak masih lama untuk pulang ke peraduannya, namun enggan untuk menampakkan diri dari balik awan.

Sakura kembali melihat sepatunya. Benar-benar kotor, pikirnya. Mungkin sebentar lagi dia akan menemukan anak sungai atau danau jika berjalan limabelas menit ke arah timur. Dia yakin bahwa di depan sana akan ada sumber air, cukup dengan petunjuk tertempelnya lumpur di permukaan sepatunya.

Dugaannya terbukti. Sebuah anak sungai terbentang di hadapannya. Kilat matanya seakan menampilkan pandangan takjub pada karya Tuhan itu. Airnya begitu jernih dan arusnya tidak begitu deras. Sesegera mungkin dia melepas sepatu dan meletakkan tas selempangnya di batu terdekat. Sakura mencelupkan kakinya ke dalam air sedangkan dia duduk melepas lelah.

Sakura membersihkan sepatunya dari lumpur yang menempel. Kemudian membasuh wajahnya untuk menghilangkan penat.

"Segarnya…" desahnya menikmati air yang mengalir di wajahnya.

Jubah dan hoodie-nya telah Sakura lepaskan dan meletakkannya bersama tas selempangnya. Setelah membersihkan sepatunya Sakura akan langsung meneruskan perjalanannya, tetapi dia akan menyesal jika ia tidak menikmati air sungai yang jernih ini begitu saja.

Ketika tangannya sibuk mengisi persediaan air―sebelumnya Sakura telah mengecek air sungai ini benar-benar tidak terkontaminasi ataupun dapat membuatnya sakit perut.

Splash!

Sebuah belati menancap pada botol minumnya. Sakura terkejut bukan main, dilain sisi dirinya merasa takut bahwa belati itu milik salah satu prajurit milik Pangeran Naruto. Dia menarik tangannya dengan cepat tapi tak bisa menutupi bahwa tangannya gemetar.

Tubuhnya terasa kaku saat menyadari dia tidak memakai hoodie-nya. Bagaimana mungkin pelariannya menjadi sia-sia karena kecerobohannya? Padahal Sakura telah meninggalkan apotiknya sebelum matahari muncul. Dan sesuai perkiraannya, para prajurit itu akan menyadari dia kabur saat menjemputnya untuk datang ke Kerajaan menemui Pangeran pada pukul tujuh pagi.

Jadi, dia tidak akan ditemukan semudah itu oleh para prajurit mengingat dia hanya meninggalkan beberapa barang yang diinginkan oleh sang Pangeran. Dan pergi saat pagi-pagi buta.

Sakura memejamkan matanya erat. Jantungnya berdegup puluhan kali lebih kencang dibanding saat dia sedang berlari. Jadi sampai disini dia menghirup kebebasan?

"Apa yang kau lakukan?"

Punggungnya menegang ketika mendengar seseorang bertanya padanya. Tetapi Sakura tak berani menengok melihat siapa yang bertanya kepadanya. Dia pasti prajurit yang mengejarnya, tidak salah lagi. Mati aku!

Tetapi hati kecilnya memberontak. Dia harus melawan dan melarikan diri secepat mungkin. Sakura ingat, sebelum dia meninggalkan apotiknya. Dia menyimpan sebuah pisau kecil dibalik bajunya―yang sering dibawanya untuk memotong tanaman herbal. Akan tetapi dilain sisi dia adalah seorag apoteker, dia bertugas menyembuhkan pasien dengan obatnya. Jika dia melukai prajurit itu maka Sakura akan mengingkari janjinya untuk tidak melukai seseorang.

Bimbang dengan langkah apa selanjutnya agar Sakura bisa lolos dari prajurit itu. Tiba-tiba dia ―seseorang yang ia yakini sebagai prajurit itu― telah berdiri di belakangnya.

Tanpa pikir panjang, Sakura mengarahkan pisaunya saat sebuah tangan memegang bahunya. Hyaa…

"Hey, kau―akhh! Apa yang kau lakukan?"

Dengan cepat ia berlari menuju tas dan beberapa barangnya letakan di atas sebuah batu. Sebelum lari ia meyakinkan hatinya bahwa dia hanya menggores tangan prajurit itu. Dan perbuatannya tidak akan menimbulkan luka yang parah. Ya, Sakura tetap tidak tega melukai seseorang sekalipun nyawanya tengah dipertaruhkan.

Sakura berlari dan terus berlari semkin kencang ketika dia mendengar prajurit itu mengejarnya.

"Berhenti,"

Jubahnya ia masukan secara asal kedalam tas. Sedangkan sepatunya ia tenteng satu-satu ditangan kanan dan kirinya. Hoodie-nya telah terpasang untuk menutupi rambutnya. Setidaknya, teman-teman prajurit itu tidak akan mengenalinya walaupun kemungkinan itu sangat kecil melihat dirinya tengah dikejar oleh prajurit itu.

Ringisan menahan sakit ia tampilkan diwajahnya. Sakura tidak mungkin berhenti sebentar hanya untuk memakai sepatunya. Dia tidak akan bertindak ceroboh lagi.

Sakura yakin kakinya akan lecet atau mungkin berdarah karena ia yakin, tadi ia menginjak tanaman berduri.

Entah bagaimana, tubuhnya telah tersungkur di tanah. Wajahnya terbentur tanah dan hoodie-nya terlepas. Tuhan, aku tak ingin berakhir seperti ini.

Sakura berusaha bangkit, namun dia kembali tersungkur ke tanah saat tangannya menopang tubuhnya. Tangannya terkilir, mungkin tadi dia mencoba menahan dengan tangannya saat terjatuh. Sempurna, semua usahanya gagal. Rasanya Sakura ingin menangis saat itu juga.

Sakura merasakan ujung pedang yang diarahkan ke punggungnya. "Ibu…" panggilnya lirih menahan tangis.

"Siapa kau?" tanya seseorang yang Sakura yakini adalah prajurit.

Dahi Sakura mengernyit mendengar pertanyaan yang ditujukan kepadanya. Bukankah prajurit itu telah mengetahui siapa dirinya dengan hanya melihat warna rambutnya. Bagaimana bisa dia bertanya siapa Sakura?

Sakura memberanikan diri melihat siapa yang bertanya kepadanya tadi. Prajurit itu tidak mengenakan seragam kebanggaan Kerajaan Estate, melainkan jubah serba hitam.

"Siapa kau?" ulang seseorang, dari warna suaranya Sakura yakin bahwa yang bertanya kepadanya adalah seorang wanita.

Sakura melihat sekitarnya. Dan dia hanya menemukan dua orang teman si Prajurit berjubah hitam ini. Seorang wanita dan laki-laki. Mereka hanya memandangnya tanpa menarik pedangnya dan mengarahkan kepadanya. Seperti yang dilakukan si Prajurit berjubah hitam itu.

Merasa bahwa dia tidak akan langsung dihabisi oleh ketiga orang itu. Sakura memberanikan diri untuk menjawab, "Aku… Sakura. Haruno Sakura."

"Aku dari Estate." Tambah Sakura karena ketiga orang itu hanya memandangnya tanpa membalas atau bertanya lebih lanjut kepadanya.

Jantungnya kembali bedegup kencang saat pedang yang berada di punggungnya menekan punggungnya. Tangan Sakura gemetar, "Jangan bunuh aku, aku minta maaf karena telah melukaimu tadi." tangannya meremas tanah untuk menyalurkan keresahannya.

"Aku akan mengobatinya. Aku seorang apoteker." tambahnya cepat.

"Tidak perlu. Aku tidak percaya, kau telah mencuri air dari kerajaanku. Dan kau kuanggap sebagai penyusup."

Suara Sakura tercekat mendengarnya. Dia senang bahwa yang menangkapnya bukanlah prajurit Estate. Tetapi sekarang dia mendapat julukan baru yaitu seorang penyusup.

Keluar mulut buaya, masuk mulut buaya. Lengkap sudah daftar masalahnya sekarang.

.

.

.

.

.

Next

A/n:

Tepat pukul sepuluh malam chap ini rampung. Semoga kalian suka dengan plot yang aku buat :)

Ada beberapa scene yang aku bikin mirip di scene anime akagami no shirayukihime, tetapi selebihnya asli dari imajinasiku sendiri. Dan aku sangat tidak suka dengan plagiatisme (gatau tulisannya bener apa gak)

Read and Review?

Aspirasi kalian adalah semangatku untuk menulis dan melanjutkan cerita ini, aku harap cerita ini layak untuk dilanjutkan. Semua bergantung pada apa yang readers ketik dikotak review, so RnR?

Rinandafe

10.00 am, 17/11/2016