Summary: Karena benang merah yang diikatkan Tuhan bukanlah sesuatu yang bisa diputuskan oleh manusia. Dan bagi siapapun yang dapat melihat benang merah itu, patutlah untuk bersyukur. Siapa jodohmu? Semuanya masih misteri.

Disclaimer: Kuroshitsuji berserta chara-charanya adalah milik Yana Toboso. Saya hanya memiliki cerita abal ini.

Warning: OOC(sepertinya. Moga saja tidak), Gak jelas, Terlalu bertele-tele, Typo(Semoga saja tidak ada).


"Karena benang merah yang diikatkan Tuhan bukanlah sesuatu yang bisa diputuskan oleh manusia. Dan bagi siapapun yang dapat melihat benang merah itu, patutlah untuk bersyukur."

Tapi ia tidak bersyukur.

Apa?

Ya. Dia tidak bersyukur mendapatkan penglihatan itu.

.

.

Mysterious Red String (1)

[Fanfic by Wiwit]

.

.

Bahkan disaat kematian'nya' pun, Iblis ini tidak ada.

"Hei, kau sudah dengar berita itu, Lizzie?"

Apa seorang Sebastian Michaelis ini masih pantas menyandang gelar butler yang ada?

"S…Sudah… kak… hiks,"

Sungguh? Apa ia masih bisa?

"Hah… Sunggu, Lizzie. Aku tak menyangka bahwa…"

Tapi, jika dia masih bisa…

"Bahwa…"

"…"

"…Ciel cebol itu betul-betul meninggal, eh?"

Kepada siapa ia harus mengabdi, sekarang?


Seluruh kenalan Phantomhive seketika gempar ketika berita itu mulai menyebar. Mulai dari mulut seseorang, dan sampai ke mulut semua orang. Mereka yang tidak percaya, terpaksa mempercayai berita itu ketika melihat bukti nyata yang ada.

Ini berita. Bukan gossip ibu-ibu semata.

Ini kenyataan, yang membuat semua orang sedih.

Ini kenyataan, yang membuat semua orang tidak ingin mempercayainya.

Ini kenyataan, yang…

…mereka harapkan adalah mimpi.


"…CIEELLL! HUWAAAA!" Dan suara cempreng itu memecahkan keheningan di sebuah Manor house di London. Suaranya seakan-akan menusuk hati siapapun yang mendengarnya secara live. Suara yang betul-betul keluar dari perasaannya… ah tidak, belum keluar semua. Jika ia teriakkan semua kesedihannya, wanita itu dapat dijamin akan menjadi gila.

"Cieeel! Bangun!" Teriak sang gadis sambil mengguncang-guncang tubuh tunangannya. "Jika kau tidak bangun, akan kupakaikan kau gaun berenda-renda dan kufoto, setelah itu kusebarkan diseluruh penjuru dunia!" Teriaknya lagi.

Tapi apa daya, tak ada lagi yang bisa membangunkan pemuda ini. Biar kau lempar dia ke Kutub Utara, ia tidak akan bangun dan mengeluh tentang betapa dinginnya tempat itu. Biar kau iris tangan mungilnya, ia tetap tidak akan berteriak kesakitan. Bahkan biar kau beri dia nafas buatan pun—

—ia tetap tidak akan bangun lagi. Karna seluruh hidup pemuda ini, Ciel phantomhive, sudah kembali ke tangan orang yang menciptakannya.

Karna pemikiran itu, suara teriakan cempreng nan menusuk hati kembali terdengar. Bahkan, sekarang suara menyedihkan itu menarik suara lain untuk ikut mengeluarkan suara sesuai dengan perasaan masing-masing.

Alhasil, manor milik phantomhive muda ini dibanjiri dengan tangisan untuk beberapa saat.


—Meanwhile, Hell—

"Uhmuhm~" Senandung—atau bukan?—yang keluar dari mulut seorang berbalutkan merah terdengar. Untuk beberapa saat, ia membalikkan kepalanya kebelakang, dan nampaklah suasana manor house milik Phantomhive muda yang masih ribut akan tangisan.

"Ne~ Suaranya menyedihkan ya, Sebby~?" Dan pandangan matanya segera beralih ke depannya, tepatnya ke pemuda yang bagai gagak—raven—yang menatapnya balik dengan tajam. Yang ditatap tajam hanya bisa merinding dan girang mendapat tatapan seperti itu.

"…Jadi bisa kau jelaskan semua ini?" Itu, suara khas milik Sebastian Michaelis. Suara berat itu dilengkapi nada jengkel dan mencekam. Sungguh, ia sedang marah.

"Hum?" Sedangkan sang merah—Grell Sutcliff—hanya pura-pura memasang tampang polos. "Ciel Phantomhive sudah ditakdirkan meninggal pada tanggal 26 Agustus 1889. Dan aku shinigami yang bertugas mencabut nyawanya. Jadi kucabut kemarin." Jawab Grell sambil memegang-megang kukunya yang dicat merah.

Jawaban itu membuat Sebastian makin geram. "Tidak, Grell. Maksudku…"

"Dan, Ah. Pencabutan nyawanya kemarin itu mudah sekali loh. Wush, sekali tebas langsung mati. Untung saja kau tidak ada disana, SebbyChan~ kalau tidak, mungkin kita harus bermesraan dulu didepan bocah itu, baru dapat membunuh—"

DUAK! …zzrh…

Sang raven, mantan butler itu mengepalkan tangannya dan memukul dinding disampingnya secara kasar. Menyebabkan beberapa butiran-butiran kecil jatuh dari bekas pukulannya.

Grell memonyongkan bibir berlipstick merah pekatnya. "Ayolah, Sebby-chan. Kenapa kau Nampak kesal sekali atas kematian bocah itu?" Tanyanya. "Aku tau kau kesal karna tidak jadi memakan jiwanya. Claude pun begitu ketika mendengar bocah itu mati. Tapi kemarahannya tidak terlalu seperti kau," Lanjut sang merah.

Yang ditanya hanya terdiam, sambil menarik mundur tangan kekarnya dari dinding dan menatapi tangannya sendiri. Kelingking.

Di kelingkingnya, sudah tidak terhias lagi benang merah… yang selalu tertampang dijari terrampingnya.

Dan ia kini kembali mengingat bagaimana benang merah pekat itu selalu ada di kelingkingnya, yang seiring berjalannya waktu terhubung ke jari kelingking seseorang.


Flashback.

Beberapa puluh tahun yang lalu.

"Sebby-chan sayang~" Suara yang mengeluarkan nada banci itu terdengar di telinga seorang pemuda rupawan. Sang pemilik suara banci, Grell Sutcliff, menghampiri orang yang diakuinya sebagai pacar, yang tak lain dan tak bukan adalah Sebastian.

"Aku bukan pacarmu, tuan Grell." Balas dingin Sebastian. Ia memberi sedikit penekanan pada kata tuan, dengan harap Grell bisa sadar bahwa mereka berdua lelaki—walau yang satu itu tidak pantas disebut lelaki tulen.

"Kalau begitu kau tunanganku~" Sang merah tidak menyerah mengakui hubungan mereka yang sebenarnya tidak ada. Ia tidak memperdulikan gendernya, sebenarnya. Yang ia perdulikan adalah, bagaimana cara mendapat hati dan tubuh lelaki tampan. Dan ia telah menetapkan pilihan pada lelaki malang didepannya ini.

"Tidak. Kau bukan tunanganku." Elak Sebastian.

"Kalau begitu kau suamiku~"

"Tidak. Aku juga bukan suamimu, dan aku tidak akan pernah menjadi suamimu."

"Kalau begitu kau pacar rahasiaku~~"

"Bukan, aku bukan pacar rahasia maupun publikmu."

"Kalau begitu kau selingkuhanku~"

"Tidak."

"Kau…" "Kau…" dan serba kau-kau lainnya. "Kau" "Tidak" mereka berlanjut untuk 10 menit, dan anehnya Grell tidak pernah kehabisan kata tentang suatu ungkapan sayang. Itulah alasan perdebatan mereka berlanjut dalam waktu 10 menit, sampai sang hitam menghentikan itu semua.

"Hah." Sebastian menghela nafas seraya memegang kepalanya. Matanya yang tadi tertutup sejenak, ia buka kembali.

"Jadi apa maksud kunjunganmu?"

"Hm…" Grell memonyongkan bibirnya dan mengadahkan kepalanya keatas. Jari telunjuknya ia pukul pelan ke pipinya beberapa kali. Gaya berpikir, mungkin itu gaya yang sebenarnya dia inginkan.

"Umm…" Ia berpikir. "Aha! Aku hampir lupa dengan hal ini~" dan kemudian mengeluarkan benang berwarna pink dari kantong celananya. Sebastian yang melihat, hanya bingung.

"Ne~ Sebby-chan~ Di dunia manusia, katanya kalau kita mempunyai benang merah di jari kelingking dan terhubung ke seseorang, maka seseorang itu adalah jodoh kita~" Jelasnya sambil mengikat benang itu di kelingking Sebastian.

"Lalu? Apa maksudnya?" Tanya orang yang sedang diikat oleh Grell.

"Sebenarnya~ aku ingin membeli yang warnanya merah~ Tapi sayangnya tidak ada. Hiks." Grell mencoba menirukan suara orang menangis dikata Hiksnya sambil mengikat benang itu sekarang dikelingkingnya sendiri.

"Tapi sudahlah, Kita yang sudah berjodoh ini tidak akan dipisahkan hanya dengan tidak kutemukannya benang merah~ Iya kan Sebbychan?" Lanjut Grell dengan senyum penuh, dan kemudian mengangkat kelingkingnya yang sudah terhubung oleh benang pink ke jari Sebastian.

"…Hah." Sebastian yang terdiam, untuk kedua kalinya menghela nafas. Dan dua kali itu hanya karna satu orang setengah lelaki setengah wanita didepannya ini.

"Kau mau tau arti sebenarnya, Grell?" Tanya Sebastian dengan suara yang—seksi. Grell yang sangat jarang mendengar suara seksi Sebastian itu langsung mengangguk antusias. Hatinya berdebar kencang hanya dengan mendengar suara lembut nan seksi Sebastian.

"Arti sebenarnya adalah…" Sebastian menggantung semakin berdebar.

"…Pertama, Kalau kau bahkan tidak bisa menemukan benang merah palsu, bagaimana bisa ada benang merah diantara kita? Yang palsu saja tidak ada, Grell."

Grell cengo. Ucapan Sebastian berbeda dari harapannya.

"Dan kedua," Mata Grell semakin membola melihat Sebastian mengeluarkan gunting dari saku celananya sendiri. "Ini bukan benang merah, ini hanya benang pink yang tidak berartikan apa-apa. Dan kita sama sekali bukan jodoh." Lalu kemudian menggunting benang pink itu.

Hati Grell remuk, tapi ia dapat menerimanya. Karna ini adalah sifat asli dari Sebastian yang ia sukai. Ia tidak cukup untuk disebut Sebastian-complex kalau menangis hanya karena dibeginikan. Kalau gagal, mencoba lagi dan lagi. Itu prinsipnya dalam mendapatkan hati Sebastian.

"Sudah. Pergi saja kau dari sini, Gre—"

"Tidak mau~" Tolak Grell. Padahal ucapan Sebastian saja belum selesai.

Ia ingin berlama-lama menatap wajah rupawan calon pacarnya yang judes ini. Tapi kasihan, bahkan tugas pun tidak memihak padanya.

"Grell Sutcliff! Petinggi neraka memberi satu tugas baru yang harus meninggal dalam 10 menit lagi. Lokasinya di Jerman. Cepat bergegas kesana," William mendadak muncul dari belakang Grell sambil membenarkan letak kacamatanya.

"Umm~! Aku tidak mau pergi, Will sayang~" gerutu Grell.

"Tidak, kau harus. Kalau kau tidak mau, maka aku akan melaporkanmu ke petinggi neraka, lalu kau akan dijatuhi hukuman."

"Ah! Jangan! Aku tidak mau gaun merahku dibakar lagi! Urgh~! Yasudah, aku pergi dulu, Sebby-chan! Selingkuhanku yang satu ini sudah tidak sabaran sih." Dan satu jitakan mendarat dikening Grell. Lama kelamaan, mereka menghilang dari pandangan pemuda hitam itu.

Sementara itu, Sebastian mencoba membuka hasil ikatan yang diikatkan oleh Grell di jari kelingkingnya. Susah, tapi untung itu bukan ikat mati. Ah, biarpun itu diikat mati, seorang iblis seperti Sebastian tetap dapat membukanya, kan?

Ketika ia berhasil membukanya, Nampak satu ikatan lagi. Benang itu berwarna merah, dan ia ingat tidak ada yang mengikatkan itu di kelingkingnya. Panjang, entah panjangnya sampai mana. Ikatannya juga, simple sekali. Sekali tarikan, dan benang itu lepas sudah.

…Tapi berjuta kali ia coba untuk melepasnya, kenapa tidak lepas-lepas juga?

Benang itu tidak lepas, bahkan sampai ia bertemu Ciel phantomhive yang sebenarnya adalah persinggahan terakhir dari benang merah ditelunjuknya. Ia kaget bukan main ketika Ciel memberinya nama "Sebastian Michaelis". Seakan-akan bocah itu sudah tau siapa nama aslinya, dan sisa menambahkannya. Walau Sebastian masih berpikir, kenapa ia diberi nama akhiran seorang Malaikat.

Mereka hidup sebagai butler dan tuan—sampai saat benang merah itu hilang bersama dengan kematian tuannya.

End of Flashback.


Sebastian duduk terdiam. Sebenarnya… Ketimbang jiwa Ciel, ia lebih kesal karna tidak dapat melindungi tuannya.

Betapa bodohnya dia karna dapat termakan oleh jebakan mentah-mentah dari William dan Grell. Pura-pura berkata ada panggilan penting dari petinggi neraka, padahal ia dijebak ke sebuah tempat entah dimana. Dan dalam waktu itu, Grell mencabut nyawa Ciel Phantomhive.

Sebastian tidak bisa berhenti mengutuk dirinya sendiri. Bagaimana bodohnya dia, bagaimana kurang cekatannya dia…

…dan bagaimana ia tidak dapat menjaga benang merah itu dengan baik.


Kenapa aku harus diberi penglihatan tentang benang merah ini?

Ah, tidak…

Mungkin lebih tepat jika aku menyalahkan benang merah ini sendiri.

Ya… Mengapa aku diberi benang merah yang terhubung ke seorang manusia?

Kenapa iblis sepertiku diberi sebuah benang merah jodoh?

Iblis seharusnya tidak memiliki, dan tidak percaya hal bodoh seperti itu.


TO BE CONTINUED


Haiya~ Halo halo semuanya :33

Author bocah ini datang ngetik FF baru~ *padahal ff yang Lost Found and Lost Again belom kelar :|*

Seperti biasa, hanya berbekalkan ide yang mendadak datang dan sususan kalimat saya yang miskin. Saya kagak bisa bikin kalimat yang bagus :'|

Akhir kata..

Reviewnya ya? Beri author bocah ini Kritik dan Saran~ A)/

Satu review sangat berguna untuk meningkatkan semangatku mengetik~ ^^

Terima kasih sudah membaca.~