Prince of Tennis : Takeshi Konomi

Atobe x reader/OC

Worth It

I have some rules; if you like it give me fav. If you don't just leave. If you have no account or can't log in, give me 'fav' comment. That's enough. Don't leave any traces on my comment box if it possible.

Ada peraturan yang perlu kalian baca; jika suka tekan 'fav'. Jika tidak 'tinggalkan'. Jika tidak punya akun/tidak log in, kamu bisa tulis 'fav' di kolom komentar (kalau kamu suka cerita ini). Tolong tidak meninggalkan jejak apapun sebisa mungkin di kolom komentar demi kesehatan mental author.

.

.

.

Belum lagi kau terbiasa dengan tatapan penuh nafsu membunuh dari tiap perempuan yang melihatmu karena terlalu sering bersama Atobe, kau dikejutkan dengan sebuah sentuhan di bibirmu. Atobe menyuruhmu diam dan memejamkan mata seolah ada sesuatu di wajahmu, kemudian sebuah sentuhan asing mendarat lembut beberapa detik. Perlu beberapa saat bagimu sadar apa yang terjadi di pinggir lapangan tenis dengan orang-orang yang terus menatap.

"Whoaaa! Atobe hebat!" Kau merasa aneh Jirou yang biasanya tertidur kini bersuara.

"Hm ... Senpai?" katamu dengan mata masih terpejam, tidak tahu apa yang terjadi.

"Ya, ampun ... dia akhirnya melakukannya," suara Shihido.

"Dilihat dari responnya, dia masih tidak sadar Atobe mencuri ciuman darinya," perkataan Oshitari membuatmu membuka mata dan menatap Atobe tidak percaya.

"S-senpai ...?" katamu terbata sambil menyentuh bibirmu yang terasa asing.

"Dengar!" teriak Atobe lantang. Orang-orang menatapnya penasaran. Satu tangan Atobe menelusup ke tanganmu yang gemetar. "Gadis ini, mulai sekarang adalah milikku. Tidak peduli perempuan atau laki-laki yang mengganggunya, aku akan membalas mereka seratus kali lipat lebih kejam."

Kau menganga tidak percaya atas apa yang kaudengar. "Ayo, (Name)," ajaknya mengeluarkan kalian dari situasi sensasional yang dia buat.

"S-senpai ... fansmu ... akan membunuhku setelah ini," katamu berkaca-kaca. Atobe hanya tertawa (suasana hatinya sedang sangat bagus), terus menarikmu mengikutinya hingga sampai di mobilnya yang hitam mengkilat sempurna.

"Biasakan dirimu," katanya.

Tidak lama kau sudah tiba di mansionnya yang luar biasa megah. Atobe tidak melepaskan tanganmu seolah kau bisa kabur darinya. Dia menarikmu menaiki tangga dan mendorongmu masuk ke sebuah perpustakaan megah dengan gramofon dan piano sebagai pusatnya.

Atobe menghempaskan diri di sofa setelah hari melelahkan. Dia mengisyaratkanmu duduk di sampingnya. Dengan pikiran yang hanya setengah sadar kau menurut.

"Apa apa dengan wajahmu? Apa kau tidak menyukainya?" Kau menggeleng cepat.

"Bagus," kata Atobe lega.

"Tapi Senpai ..."

"Hm?"

"Apa ... apa boleh begini? Aku ... tidak cukup baik," katamu dengan susah payah dibawah tatapan Atobe.

Atobe mengarahkan wajahmu yang murung untuk menatapnya. Kau biasa melihat ekspresi Atobe, tapi kali ini kau melihat kesungguhan yang belum pernah kaulihat.

"Aku menyukaimu, kau lebih dari sekedar baik karena Aku menyukaimu. Apa itu cukup?" Kau tidak bisa menjawab, air matamu meleleh begitu saja.

"Aku ... aku juga menyukai Senpai, sangat ... sampai rasanya tidak percaya," katamu akhirnya.

Sekali lagi Atobe memberimu ciuman kecil di bibir, di kelopak mata lalu puncak kepalamu. Kau masih tidak terbiasa, tapi kau juga tidak bisa tidak menyukainya karena dia orang yang kausukai.

"Ini akan menyenangkan, biasakan dirimu," katanya untuk yang kesekian kali. Lalu dengan sekali sentak dia memindahkanmu ke pangkuannya dan menelusupkan kepalanya ke lehermu.

"Ore-sama menyukaimu."

Kau mungkin tidak terbiasa dengan tatapan ingin mencakarmu hingga berdarah dari para gadis, juga tidak akan merasa tenang dengan julukan barumu sebagai gadis paling dibenci se-Hyotei, tapi dicintai makhluk bernama Atobe, semua hal tidak menyenangkan itu adalah harga yang pantas.

"Daisuki, Keigo-Senpai."

"Ahn~ itu terdengar lebih baik, Love."

.

.

.

FIN