Disclaimer: J.K Rowling
...
katskrom,
proudly presents
another dramione fanfic
...
Sore yang indah ini, suasana asrama Ketua Murid sedikit berbeda. Cahaya matahari yang bewarna oranye keemasan menyusup melewati celah jendela di salah satu menara tertinggi itu, mendukung suasana tenang yang tercipta. Lebih sunyi, senyap. Tak ada makian, teriakan, mantra berbahaya, kilatan cahaya dari tongkat sihir atau apapun. Hening. Mungkin karena Si Pangeran sedang terlelap di kamarnya dan Si Putri sedang sibuk dengan lautan PR di ruang rekreasi, duduk di sofa panjang berlengan serta buku-buku tebal dipangkuannya.
Hermione terdiam menatap tumpukan perkamen di bawah kakinya. Entah kenapa akhir-akhir ini ia merasa tugas yang di berikan para profesor Hogwarts pada semua murid terutama kelas 7—yang menurut Hermione harusnya mementingkan NEWT mereka semata—juga harus berkutat dengan tugas-tugas berat itu. Apalagi katanya nilai tugas-tugas itu juga menentukan nilai NEWT mereka. Argghh, meskipun Hermione—Si-Nona-Tahu-Segala—pintar atau sangat pintar malah, bukan berarti ia bisa mengerjakan semuanya dengan begitu sempurna, tapi yah ia harus mencoba. Demi nilai NEWT memuaskan, Mione!
Sejak kalahnya Voldemort, Hogwarts mulai di buka kembali dan menjalankan aktifitas seperti biasanya. Dan ada beberapa hal menarik yang terjadi seperti penyatuan asrama mulai di lakukan. Tak ada lagi Pureblood atau Halfblood bahkan Mudblood. Sama semuanya. Gryffindor dan Slytherin pun mulai memperbaiki hubungan mereka, seperti Harry yang akhir-akhir ini akrab dengan mantan musuh terbesarnya, Draco Malfoy. Mereka juga mulai memanggil nama kecil, bukan marga seperti biasanya. Walaupun terkadang beberapa Slytherin masih terlihat menyebalkan toh intinya sudah tak ada lagi kata permusuhan.
"Oi Hermy, kau serius sekali sih?"
Dan hal ini merambat ke arah hubungan Hermione dan Draco. Mereka mulai membuat nama panggilan untuk sama lain. Hermy untuk Hermione dan Dray untuk Draco. Mungkin terdengar aneh, tapi itulah kenyataannya. Entah kenapa ia merasa senang saat bibir Draco merapalkan namanya "Hermy", terdengar...indah. Hanya Draco satu-satunya orang di dunia ini yang memanggilnya "Hermy" biasanya Harry, Ron serta temannya yang lain memanggilnya "Mione". Begitupula dengan Draco, ia bilang hanya Hermione lah yang memanggilnya "Dray" sedang yang lain biasanya "Drake", "Drakkie" ataupun hanya "Draco". Dan itu menyenangkan.
Seperti saat sekarang, nama itu terucap lagi. Hatinya melonjak kegirangan.
Tak sadar kalo Dray juga merasakan hal yang sama dengannya.
Hermione mendongak, menatap Draco yang baru bangun tidur, sedang berdiri di ambang pintu kamarnya. Geez, kenapa ada manusia seindah dan sesempurna dia? Lihat saja dia sekarang celana training panjang berlabel M bewarna hijau zamrud, tanpa atasan-Oh-dada bidang, perut sixpack, rambut pirangnya terlihat sangaaaaaaaat halus dan indah, tatapan mata elangnya yang mempesona...Well, sempurna.
"Ada apa? Terpesona olehku eh?" godanya, memasang seringai licik khasnya.
Hermione memutar bola matanya. "Mimpi kau". Berterima kasihlah pada Occlumency yang membuatmu bisa menutupi perasaanmu seperti ini Mione, batinnya. "Kau tak lihat aku sedang mengerjakan tugas? Lagi pula apa kau tidak mengerjakannya? Kau mengganggu sore hariku yang indah ini tau!"
Ia dan Draco Malfoy, Ketua Murid Laki-Laki berada dalam satu asrama yang sama. Tak bisa di pungkiri Draco memang pintar, tapi kenapa harus dia? Bukan yang lain? Harry mungkin...setidaknya dia lebih bijaksana dan bertanggung jawab daripada Draco. Lagipula Si Pangeran Slytherin itu kan sudah bengal sejak kelas 1! Entah apa yang ada di pikiran Albus Dumbledore saat memilihnya. Setidaknya Hermione harus mengakui, Draco memberikan pemandangan indah hampir di setiap waktu. Yah seperti saat ia akan mandi sore ini.
"Cih, bagiku tugas-tugas itu tidak ada apa-apanya (Hermione mendelik). Ya sudah aku mandi." Gotcha! Hermione hafal benar aktivitas Si Pangeran ini.
"Memangnya aku peduli? Hush!" usir Hermione sambil mengibaskan tangannya.
Draco menenteng sebuah handuk di bahunya lalu berjalan gontai melewati rekannya—yang sudah berusaha keras agar tidak menatap kulit pucat Draco yang bewarna keemasan tertimpa cahaya matahari senja—tapi anehnya Draco merasa di pandangi, sejenak ada ide jahil terlintas di otaknya. "Hmm, Hermy darling..."
Hermione tersentak sampai-sampai buku setebal 35cm yang di pegangnya jatuh. Matanya melotot. Wajahnya pun semerah tomat. "K-ka-kau memanggilku a-apa?". Ia berusaha tenang, menelan ludah lalu melanjutkan, "Ah tidak pasti aku salah dengar."
Draco tersenyum penuh kemenangan, betapa mudahnya menggoda Si Putri Gryffindor ini. "Kau tidak salah dengar sayang." Ia menekankan kata sayang dan berjalan menghampiri Hermione yang tengah melongo menatapnya tak percaya. Ia mendekat, merapatkan tubuhnya dan tubuh gadis itu ke sofa sampai Draco bisa mencium wangi Vanilla Musk parfumnya dan wangi mawar rambutnya. "Begini sayang, kau mau mandi bersamaku? Kulihat tadi sepertinya kau melihatku dengan begitu lapar."
Hermione terdiam sebentar sampai ia bisa mendengar suaranya gemetar saat mengucapkan, "Minggir kau Dray! Aku mau belajar!"
Si Pangeran hanya mengernyit. "Yakin? Bukannya tadi mukamu memerah ya? Ah harusnya tadi aku memotret merahnya mukamu! Haha. Tapi benar loh atas tawaran mandinya..." godanya lagi. Ada euforia tersendiri bagi Draco untuk urusan membuat blushing Si Putri ini, merah wajahnya melebihi rambut si Weasel!
Sebenarnya, jauh di dalam hati Hermione, sekarang ada gadis kecil yang menari-nari dan berteriak "DRACO AKU MENCINTAIMU...DRAY...DRAY" saat Draco mendekat ke arahnya. Aroma mint yang menyeruak dari tubuhnya, rambut pirang platina yang kini menyapu keningnya...tapi apa daya? Mana mungkin ia menyerah dan mengaku pada Pangeran ini? TIDAK BOLEH! UNTUK SAAT INI HARGA DIRI JAUH LEBIH PENTING! "Aku. Tidak. Sudi. Dan. Kau. Cepat. Minggir!"
"Tidak mau"
Dengan sekuat tenaga, Hermione berusaha mendorong Draco. Draco yang tidak mau kalah balas mendorongnya. Setelah adu dorong yang sudah jelas akan dimenangkan Draco tapi di tahan Hermione dan membuang-buang waktu, akhirnya Draco mendorong Hermione dengan keras yang malah membuatnya ikut terhempas dan...
Mereka berciuman.
Lama dan tepat.
Sesaat keheningan melanda mereka berdua. Anehnya tak ada dari mereka yang mau mengakhiri ini. Hermione bisa merasakan bibir dingin Draco di bibirnya. Rasanya aneh, seolah-olah semua indranya bekerja di luar batas. Ia merasa lebih bersemangat, lebih hidup. Faktanya Hermione belum pernah berciuman sebelumnya bahkan dengan Viktor ataupun Ron. Jadi ia tidak begitu 'ngeh' saat para gadis lainnya bercerita tentang pengalaman ciuman mereka. Tapi inikah efek ciuman yang sejati? Begitu nyata dan menyenangkan.
Draco pun hanya terdiam. Mencoba menikmati saat-saat ini. Bukan seperti Hermione yang baru pertama kali berciuman, tidak, Draco sudah ratusan—ah —tak terhitung dengan gadis manapun yang juga tak terhitung jumlahnya. Terlalu banyak. Terlalu sama. Terlalu mudah untuk di lupakan. Tapi kali ini berbeda. Ada kehangatan yang melandanya saat bibirnya menyentuh bibir mungil Si Putri. Terasa hangat, bebas dan nyaman. Saat ia mengecap bibir itu, ada rasa anggur. Oh apa ini? Ada sesuatu yang berdesir di hatinya, dan untuk pertama kalinya, ia merasakan hal ini.
Terlepas dari kesadaran masing-masing, hati kecil mereka mulai bergerak, membimbing tubuh Si Putri dan Si Pangeran untuk saling mendekat, merapatkan tubuh, saling memeluk dan mendalamkan ciuman mereka. Satu tangan Draco membelai halus rambut Hermione sedang satunya berusaha mengeksplor, menyusuri lebih jauh lekuk tubuh sang gadis. Hermione pun begitu, mengalungkan tangannya ke leher Draco sambil sesekali mengacak-acak rambut halus milik Si Pangeran.
Draco menggigit bibir bawah Hermione pelan, meminta jalan masuk. Perlahan Hermione membuka bibirnya, membiarkan bibirnya bertaut, menari dan mulai bertukar saliva dengan Si Pangeran. Draco mulai mengganaskan ciumannya terlebih saat ia mendengar desah tertahan Hermione. Membuat keduanya semakin tak sadarkan diri meskipun semua terlihat dan terasa begitu indah dalam dunia mereka. Apalagi tentu saja di menara Ketua Murid, menara tertinggi, tersepi. Tak ada yang menggangu. Dan mereka memang tak mau di ganggu.
Sampai pintu asrama terbuka lebar, menampilkan sesosok wanita tua memakai jubah hitam bergelambir dengan rambut di ikat cepol. Matanya hampir terjulur keluar dari tempatnya menyaksikan pemandangan 'wah' ini dan dia berteriak, "MS. GRANGER, MR. MALFOY BERHENTI SEKARANG JUGA!"
Serempak Draco dan Hermione memisahkan diri, mengumpulkan udara sebanyak-banyaknya untuk paru-paru mereka yang hampir kosong. Mereka terengah-engah, sekilas menatap satu sama lain yang wajahnya mulai memerah. Tanpa sadar wanita yang meneriaki mereka tadi, Profesor McGonagall menyeriangi dan berbicara tegas, "Apa kalian lupa ada rapat prefek yang harus kalian pimpin? Segera bergegas! Dan kau, Mr. Malfoy cepat pakai bajumu!"
McGonagall pergi dengan langkah bergema di sepanjang koridor asrama Ketua Murid, meninggalkan sepasang Ketua Murid yang saling merutuki kebodohan mereka sendiri.
"Jadi ada lagi yang mau di tanyakan?" Hermione mengakhiri pidato panjangnya. Intinya dia baru saja menjelaskan tentang pergantian jadwal patroli baru para prefek dan di bubuhi wejangan-wejangan khasnya. Ia sudah jauh-jauh hari menyiapkan materi rapat—tentu saja—tidak dengan bantuan Draco yang lebih memilih mengurus Quidditchnya. Pidato panjangnya itu membuat beberapa prefek—terutama Slytherin—menguap kecil. Tentu saja hal ini sudah di duga Hermione. Ia juga berulangkali memolototi dan menggumamkan mantra Anti-Kantuk-Tahan-Melek pada setiap prefek yang sudah terlihat mengantuk saat ia berpidato.
Sejenak, pikiran Hermione melayang ke beberapa jam sebelumnya, saat dimana ia dan Draco—
Draco mendengus keras membuat Hermione menoleh. "Sudah jelas tidak ada yang bertanya, Hermy. Oke rapat bubaaaaaaaaar!" teriak Draco sambil membuka kedua tangannya lebar-lebar ke udara, membuat para prefek yang tadinya tidur kini terbangun dan langsung mendesis kesal pada Si Putri Gryffindor. "...sudah datangnya telat satu jam, eh malah mengoceh tanpa henti 2 jam nonstop! Lihat sekarang sudah hampir jam setengah tujuh! Bahkan aku belum mandi!", gerutu Seraphina Mellbrow, Prefek Hupplepuff membuat prefek lainnya spontan tertawa.
"Bye Mione!", seru Ron cepat, mengikuti prefek lain saat Hermione hendak membuka mulut—menyuruh mereka duduk lagi—dan "TU—"
"Silencio!" Draco nyengir jahil menatap Hermione yang sekarang terdiam sempurna. Sangat tepat sebelum dia meruntuhkan dinding Hogwarts dengan teriakan kerasnya. Melihat ini, semua prefek meninggalkan ruangan rapat dengan cepat, karena jelas mereka tau apa yang akan terjadi setelah ini.
Hermione mengerjap, seolah baru sadar apa yang terjadi, ia bangkit dari kursinya, "HEIII KALIAN KEMBALIIIIIIII!" pekiknya keras. Tapi tentu saja hasinya nihil. Ruangan rapat telah benar-benar sepi, hanya menyisakan sepasang Ketua Murid itu saja. Apa yang ada di pikiran Si Pangeran-Licik-Manja-Menyebalkan itu? Masih banyak hal yang AKAN dan HARUS ia katakan!
"DRACO MALFOY!"
"Apa sayang?"
Hermione menatapnya jijik. "Berhenti memanggilku sayang, Dray! Apa maksudmu mengatakan rapat ini sudah selesai? RAPAT INI BELUM SELESAI, BODOH!"
Draco mengangkat alisnya, memancarkan sinar jahil di matanya. "Rapat ini sudah selesai. Aku ketua Muridnya dan aku berhak menyudahi rapat semauku." sahutnya enteng.
"Aku juga Ketua Muridnya, Draco! Jadi aku juga berhak untuk melanjutkan rapat!" saking kesalnya, Hermione menggebrak sisi meja, merasa sikap cowok ini terlalu childish. Sekarang ia benar-benar berharap mereka ada di arena duel, sehingga ia bisa bebas melempar sederet Kutukan-Mematikan-Berbahaya sepuasnya pada Pangeran ini!
Draco menyerah juga akhirnya. Ia sudah terlalu lapar dan sangat malas meladeni Putri-Keras-Kepala ini. Perlahan ia bangkit dari kursinya dan berjalan keluar. "Oke aku mau ke Aula Besar. Terserah kau ngoceh sampai berbusa karena aku tak mau peduli lagi, Hermy."
"Pergi sana yang jauh, Malfoy!". Hermione memaki dalam diam. Baru saja—beberapa menit yang lalu ia membayangkan ciuman petamanya dengan Draco yang yah bisa di bilang indah, tapi sekarang ia membuang pikiran itu jauh-jauh. Sekarang, yang ada di pikirannya hanya kata: Balas Dendam. Ya, ia harus bisa membalas perlakuan Si Pangeran Slytherin itu padanya. SECEPATNYA!
.
.
To be Continued
.
Well, review pls? Butuh saran nih kalo perlu kritik juga gapapa. Thanks;)
chptr 2 di publish sebulan lg aja ye haha
