TRADE FOR LIFE

Cast : Levi, Eren

Rating : T

Genre : Tragdey, Drama, Angst

Disclaimer : all characters belong to Hisayama-sensei

Warning : AU Plot! Don't like, don't read!


Chapter 1

Suara lonceng gereja pertanda waktu malam mulai dibunyikan beberapa kali. Burung-burung gelatik berterbangan kembali ke sarang mereka. Anak-anak yang sedang bermain di jalanan kota pun segera berlarian pulang ke rumah mereka.

Seorang pastur muda berambut hitam meninggalkan menara gereja setelah melakukan tugasnya membunyikan lonceng. Dia kembali ke altar utama Gereja Suci Trost, sekedar memeriksa apakah masih ada jemaat yang beribadah di sana. Menjelang malam, biasanya sudah tidak ada aktifitas apa pun di gereja. Terkadang masih ada satu atau dua orang jemaat yang berdoa dalam diam di sana. Tugas Levi adalah mengingatkan mereka bahwa hari menjelang malam dan gereja akan segera ditutup. Setelah memastikan altar utama kosong, Levi mengunci pintunya dan kembali ke asrama.

Ketika dia sedang berjalan di koridor gedung asrama menuju kamarnya, sayup-sayup dari kejauhan dia mendengar suara seorang anak laki-laki menangis. Seperti rintihan meminta tolong atau perlindungan. Suara itu nyaris tersamarkan oleh bunyi derit batang kayu pohon besar serta lambaian daun yang bergesekkan satu sama lain karena tiupan angin. Jika bukan dia yang mendengar, mungkin suara itu tidak akan sampai ke telinganya. Dia bahkan sampai menghentikan langkahnya demi bisa mendengar suara tangisan itu dengan jelas. Ketika angin di luar sana berhenti berhembus, mendadak suara itu pun menghilang.

"Barusan tadi apa?" gumam Levi sambil masuk ke kamarnya. Namun suara itu kembali terdengar ketika dia hendak mengganti pakaiannya. Dilanda kegelisahan, Levi memutuskan untuk keluar mencari sumber suara itu. Saat dia sudah sampai di luar gedung asramanya, suara itu menghilang lagi. Dia kemudian menoleh ke gedung birokrasi di sebelah barat, mendapati lampu di satu ruangan di lantai 2 masih menyala.

"Apa Erwin juga mendengarnya?" Levi kemudian pergi ke gedung birokrasi untuk menemui orang yang berada di ruangan itu.

Ruangan yang lampunya masih menyala tadi adalah ruang kerja milik kepala gereja Erwin Smith. Hari sudah malam, dan dia masih bekerja. Meski dia seorang kepala gereja, dia masih sering turun memimpin doa pagi, memberi khutbah di hari Minggu, melakukan pembaptisan, pengakuan dosa, dan kegiatan harian gereja lainnya. Selesai melakukan semua itu, dia akan kembali ke ruangannya dan mengerjakan laporan untuk kemudian dikirim ke gereja pusat.

"Erwin, kau di dalam?" tanya Levi sambil mengetuk pintu ruang kerja Erwin. Dia mendengar ada suara jawaban dari dalam, dan dia pun masuk.

"Oh, aku pikir kau sudah kembali ke asrama, Levi," kata pendeta berambut pirang itu pada Levi dari balik mejanya.

"Ada suara tangisan menggangguku. Apa kau dengar juga, Erwin?" Levi kemudian duduk di sofa sambil membaca selebaran acara mingguan gereja yang tergeletak di meja.

"Tangisan? Sepertinya aku tidak mendengarnya."

"Kau yakin tidak mendengarnya? Suara itu sebenarnya terdengar cukup jelas."

"Mungkin suara angin. Besok aku suruh tukang kebun untuk menebang sedikit pohon di tengah taman kita itu."

"Aku yakin itu bukan suara angin, Erwin. Ya sudahlah, aku kembali saja ke kamarku."

"Memangnya kenapa, Levi? Kau tidak biasanya terganggu hal-hal kecil."

Levi kemudian beranjak dari sofa dan hendak keluar ruang kerja, "Anak itu meminta tolong dalam tangisannya."

-000-

Suara tangisan itu kembali terdengar oleh Levi dan kali ini dia sudah mulai terusik. Suatu malam, dia nekad mencari sumber suara itu tampa pengawalan siapa pun dari gereja. Hanya bermodal sebuah lentera dan 3 bilah bayonet suci di balik jubah pasturnya, dia pergi keluar gereja menyusuri pemukiman penduduk.

Awalnya dia mengira bahwa suara tangisan itu berasal dari salah satu rumah penduduk. Dia memasang baik-baik telinganya, dan dia yakin bahwa suara itu tidak berasal dari sini. Langkahnya kemudian tertuju pada batas kota, yang mengarah ke hutan. Dia sudah akan mundur untuk kembali ke gereja. Namun suara tangisan itu semakin jelas, dan Levi merasa yakin suara itu berasal dari sini.

"Hey!" seru Levi mencoba memanggil sumber suara itu. Dia menghunus satu bayonet sucinya, sambil membaca doa untuk menyalakan mantranya. Dia bukan pendeta gereja biasa. Dia pernah dikirim ke gereja pusat untuk mengikuti beberapa pelatihan dari divisi XIII Iscariot. Dia adalah anggota divisi rahasia tersebut dan menjadi perwakilannya di Trost.

Semakin jauh dia melangkah ke dalam hutan, suara tangisan itu makin terdengar jelas bahkan seperti sedang berada di dekatnya. Sejenak dia berhenti, memusatkan pikirannya pada sumber suara itu. Dia berjalan lagi, dan akhirnya bertemu dengan seorang anak laki-laki berusia kurang lebih 15 tahun tengah duduk meringkuk di balik semak di bawah pohon. Anak laki-laki berambut cokelat itu mengenakan kaos lengan panjang berwarna merah gelap dan celana tanggung berwarna cokelat. Dia tidak mengenakan alas kaki, terdapat banyak luka gores dan noda darah di kedua kakinya.

"Hey, apa yang terjadi?" tanya Levi ketika mencoba mendekati anak itu.

"Uuugh…tolong…" isak anak laki-laki itu ketika dia melihat Levi menghampirinya.

"Bagaimana kau bisa berada di sini, hah? Hutan ini luas dan gelap, kau bisa mati kelaparan jika berada di sini terus. Di mana rumahmu? Dan mengapa kau sendirian?"

"Monster-monster itu membunuh orangtua dan saudara perempuanku. Mereka mengejarku sampai sini. Tolong aku."

"Kau yakin mereka mengejarmu sampai sini?"

Belum sempat anak lak-laki itu melanjutkan ceritanya, tiba-tiba terdengar suara sesuatu yang berjalan di antara semak di sisi lain hutan ini. Tidak ingin berlama-lama di sini, Levi kemudian mengajak anak laki-laki itu pergi bersamanya. Mereka tidak sendirian di hutan ini. Seseorang, atau sesuatu sedang bersama mereka sekarang.

"Kita akan keluar dari sini. Jangan bersuara, atau kau akan memancing mereka. Mengerti?" bisik Levi, dan anak laki-laki itu hanya mengangguk menanggapinya.

Langkah kaki misterius itu semakin mendekati mereka. Pinggiran hutan sudah semakin terlihat. Jika mereka tidak bergegas, mereka bisa menjadi korban apa pun yang sekarang sedang mengincar mereka. Monster apa yang dimaksud anak ini? Entah ingin percaya atau tidak, namun Levi merasa terancam saat ini.

"Kau bisa lari cepat kan?" tanya Levi sambil mempercepat langkah mereka.

"Bi-bisa…" jawab anak laki-laki itu ragu.

"Jika kita diserang, kau harus lari secepat mungkin ke arah cahaya itu," jelas pendeta berambut hitam itu sambil menunjuk ke depan.

"Ta-tapi bagaimana denganmu?"

"Jangan pedulikan aku. Sudah sana cepat lari!"

Tepat ketika Levi mendorong punggung anak laki-laki itu ke depan dan menyuruhnya berlari, sesuatu yang sangat besar menyerangnya dan dia dengan sigap langsung mengayun bayonet sucinya. Bilah pedang bermantra itu berhasil menangkis serangan makhluk besar itu sehingga menimbulkan luka dan bercak darah.

"Cih!" Levi menggerutu karena bercak darah itu mengenai jubah pasturnya.

Makhluk besar itu ambruk dan tidak bergerak lagi. Kepulan asap keluar dari torehan lukanya. Bayonet suci itu kemudian ditarik keluar oleh Levi dan dibuangnya jauh. Nampaknya hanya satu makhluk ini saja yang mengejar mereka. Levi mendekat dan melihat dengan jelas bagaimana sosok makhluk besar ini.

"Hey, inikah yang mengejarmu selama di hutan?" tanya Levi kepada anak laki-laki itu. Karena terlalu takut, anak itu hanya bersembunyi di balik pohon.

Seperti beruang, tetapi telinganya runcing seperti serigala. Makhluk tinggi besar itu berbulu berwarna cokelat gelap. Cakar-cakar panjang dan tajam itu begitu mengerikan. Levi hendak menyentuh tubuh makhluk itu. Namun tiba-tiba makhluk itu melebur menjadi butiran debu. Mungkin mantra pada bayonet suci itu berhasil meleburnya.

Makhluk apa ini sebenarnya?

Levi meninggalkan makhluk itu dan menghampiri anak laki-laki tadi. "Siapa namamu?" tanya Levi.

"Eren," jawab anak laki-laki sedikit gemetar.

"Baiklah, Eren. Ikut aku."

Mereka berjalan meninggalkan hutan menuju kota. Levi memastikan keadaan mereka aman. Dia berharap tidak ada makhluk apa pun lagi yang mengejar mereka ke kota. Ini bisa menjadi ancaman bagi penduduk lainnya.

Tidak membutuhkan waktu lama untuk sampai ke gereja. Setibanya di sana, Levi menyuruh Eren beristirahat di kamarnya untuk sementara waktu. "Aku tidak punya baju lain kecuali baju-baju keagamaan. Aku harap kau tidak keberatan memakainya, Eren," kata Levi. "Oh ya, namaku Levi."

"Te-terima kasih, Father Levi," jawab Eren sambil menerima satu stel pakaian kepasturan berupa kemeja lengan panjang dan kerah tinggi, serta celana panjang berwarna hitam. "Bapa, bagaimana kau tahu aku berada di sana?"

Levi tidak menjawabnya. Dia sibuk mengganti pakaiannya yang sudah kotor terkena noda darah makhluk tadi. Selesai berganti pakaian, dia duduk di kursi meja kerjanya. "Aku mendengar suaramu dari sini," jawabnya.

"Ta-tapi bagaimana mungkin…?" sahut Eren terkejut mendengar kata-kata Levi.

"Ya, aku memang mendengarmu. Pendengaranku cukup sensitif seperti anjing, Eren. Suara sekecil apa pun bisa menggangguku."

"Padahal aku tidak berteriak kencang…" gumam Eren masih tidak percaya.

"Mengapa kau berada di Hutan Trost? Di mana rumahmu?"

Tenggorokan Eren terasa kering saat hendak menjawab pertanyaan Levi. Mendadak segala kengerian itu muncul kembali di kepalanya. Dia menunduk dan meremas-remas kedua tangannya. "Aku berasal dari Shigansina, Bapa," kata Eren.

"Shigansina itu bermil-mil jauhnya dari sini, Eren. Bagaimana mungkin kau bisa sampai di sini tanpa kendaraan apa pun?"

"Kota itu mendadak diserang sekawanan iblis berwujud manusia dan binatang. Mereka begitu ganas membunuh manusia dan menghancurkan kota. Aku dan keluargaku berhasil melarikan diri dari kejadian itu dengan kereta kuda. Kami bergerak menuju Trost melalui hutan di perbatasan. Namun jejak kami tercium oleh mereka. Kami diserang. Ayah dan ibuku mati, juga saudara perempuanku. Tinggal aku seorang diri di hutan itu. Aku berlari sekuat tenaga, menghilang di antara pepohonan besar dan kegelapan. Sampai akhirnya aku bertemu denganmu, Father Levi."

Ada jeda keheningan di antara mereka. Levi mencoba mencerna apa yang sudah diceritakan oleh Eren. Keberadaan iblis dengan wujud nyata itu sepertinya di luar nalarnya. Namun sebagai seorang yang beriman, dia pun meyakini iblis itu nyata dan bisa muncul dalam berbagai wujud.

"Bisa jadi Trost akan menjadi sasaran mereka selanjutnya, Eren," kata Levi kemudian berdiri dari kursinya dan menatap keluar jendela. "Kau berada di sini sekarang. Aku sudah membunuh salah satu kawanan mereka. Jika para iblis itu tahu kawan mereka mati dibunuh, mereka pasti akan menuntut balas."

"Aku tidak bermaksud membawa bencana apa pun ke kota ini, Bapa. Sungguh…" sahut Eren sedikit cemas. "Jika aku mati di hutan itu, mungkin saja…"

"Tsk! Bicara apa kau? Bukankah sebaiknya kau berterima kasih padaku karena telah menyelamatkanmu dari maut, hah?"

"Father Levi, maafkan aku…" Eren menunduk lebih dalam dan kali ini dia mencengkeram kedua kepalanya. Melihat ini, Levi kemudian menghampiri Eren. Satu tangannya memegang kepala Eren demi menenangkannya.

"Kau perlu tidur kurasa," katanya sambil menenangkan. "Tunggulah di sini, aku akan membawakan sesuatu untuk dimakan. Kau pasti lapar, bukan?"

Tidak menunggu jawaban apa pun dari Eren, Levi berjalan hendak meninggalkan kamarnya. Namun ketika dia hendak membuka pintu dan keluar, tiba-tiba Eren memanggilnya, "Father Levi."

"Hm?" sahut Levi tanpa menoleh.

"Aku sangat membenci para iblis itu, Bapa. Aku bersumpah akan melenyapkan mereka dari muka bumi ini. Mereka harus membayar atas perbuatan mereka terhadap orangtua dan saudara perempuanku," dan kata-kata Eren ini membuat Levi menoleh padanya. Dia melihat Eren duduk di tempat tidur sambil mengepal kedua tangan di lututnya.

"Demi Tuhan, tidurlah, Eren…"

-to be continue-


A/N : minna-san, koniichiwa! Akhirnya saya mendapatkan kembali passion untuk nulis di fandom ini. lagi belajar bikin AU multichapter, semoga berkenan ya. cerita ini saya ambil temanya dari anime saiyuki reload gunlock, bercerita tentang pendeta dari barat bernama Hazel Grouse dan retainernya Gatty Nenehawk. Yang udah nonton, pasti ngerti donk ceritanya ^^

Eniwei, saya pake latar belakang gereja, seperti di ceritanya di saiyuki. Mohon maaf kalo ada salah penyebutan istilah. Oh ya, sedikit info. Divisi XIII Iscariot itu istilah yang saya ambil dari anime horror Hellsing. Sosok Levi di sini sama kayak pemimpin divisi rahasia itu, Father Anderson. Bedanya, Levi itu pendek kecil dan galak, kalo Father Anderson tinggi besar dan dia adalah human cyber.

Well, selamat membaca ^^