C/N : Ahaaaii!! Hayo, tebak. Kali ini gue collab sama siapa lagi? Hahahah! Duh, demen bener gue sama yang namanya collab. Lagian, pas lagi stress-stress ria di studio, eh, chapter baru udah nongol dari partner collab. Hehehe. Manstap, lah yang namanya collab. Anywho, sekali lagi gue collab bersama Sora Tsubameki. Mau buat apa? Tentu mau buat SEQUEL 'THE LAND OF UNDEAD'. Muahahahahah!! Di cerita kali ini kalian semua bakalan tau apa yang terjadi sama Jou sebenernya. Selain itu, gimana kehidupan para survivor itu. Apakah masih tetep survive di dunia ini? Gak tau, ya. Hohohoh!! (ketawa nista, stress, dan labil plus galau akut)
Disclaimer : Punya tetangga saya namanya Eyang Kazuki Takahashi. Eh, dia udah tua belom, sih? Kalo dibandingin sama yang buat Naruto, Masashi Kishimoto, tuaan mana? (pertanyaan TERPENTING sepanjang masa)
Warning : Gore. Blood. Super angst. Dan gue ngantuk. Zzzzz…
Chapter 1 : Despair
Kota Domino.
Kota yang telah dihancurkan oleh pemerintah PBB sejak tiga bulan yang lalu. Keberadaannya di peta sudah dihapuskan untuk selama-lamanya oleh pemerintah dunia. Gosip mengenai penyebaran virus berbahaya yang telah mengubah seluruh penduduknya menjadi zombie sempat menjadi buah bibir masyarakat di seluruh dunia. Pro dan kontra pun terkuak saat penghancuran kota tersebut digubris. Namun, bukan hanya kehancuran saja yang senantiasa menemani perbincangan mengenai Kota Domino, tapi juga beberapa orang yang berhasil selamat.
Ya. Ada segelintir orang yang berhasil selamat dan kembali ke Tokyo. Mereka adalah Yami Atem sang ilmuwan, Mutou Yugi sang jurnalis nomer satu dunia, Malik Ishtar, serta Kaiba Seto sang CEO.
Dari sekian banyak orang yang mendiami kota tersebut, hanya empat orang yang berhasil keluar dengan selamat, tepat sebelum kota dihancurkan dengan misil dari PBB. Masih jelas betul detik-detik kedatangan para survivor itu ke Tokyo. Begitu lesu, lemas, dan pucat. Keempatnya bisu, tak sanggup menjawab pertanyaan yang dilontarkan oleh wartawan mengenai keberadaan mereka di Domino. Bahkan sang Mutou Yugi untuk pertama kalinya terdiam seribu bahasa. Tangan mungilnya yang gemetaran menggenggam erat baju Yami Atem. Bola mata ametisnya menatap nanar dan panik ke kerumunan orang di sekitarnya, seolah-olah mereka sewaktu-waktu dapat berubah menjadi zombie dan menyerangnya. Malik sendiri juga sama terpukulnya dengan Yugi. Ia melingkarkan kedua tangannya, memeluk tubuhnya yang gemetaran. Mata lavendernya menatap ngeri kerumunan orang dan wartawan yang mengitari mereka. Namun, ada seseorang yang tampak sangat terpukul saat menuruni helikopter Kaiba Corporation.
Sang CEO Kaiba Corp itu sendiri, Kaiba Seto.
Tubuh tinggi tegapnya tampak begitu lemah. Bahkan, ia tak sanggup berjalan seorang diri hingga harus dipapah sepupunya, Yami Atem. Tubuhnya gemetar hebat, jauh lebih hebat dari Yugi ataupun Malik. Wajahnya pucat pasi dan bibirnya memutih. Rambut cokelatnya yang biasanya tersisir rapi tampak sangat berantakan dan tak terurus. Mata biru lazulinya yang selalu menyinarkan kesombongan dan keangkuhan entah mengapa telah berubah menjadi sepasang lautan biru yang keruh, tak bercahaya. Sinarnya telah redup dan berganti menjadi sirat ketakutan, panik, dan putus asa. Bibirnya tak henti-hentinya mengucapkan sebuah nama berulang kali diiringi dengan permintaan maaf. Yang paling mengejutkan adalah air mata yang tak henti-hentinya menuruni pipi putih sang CEO. Air mata yang begitu deras.
Seperti biasa, wartawan tidak putus asa dan tidak mau tahu dengan keadaan obyek beritanya. Mereka terus membombardir Yugi dan teman-temannya dengan pertanyaan-pertanyaan, membuat keempatnya semakin stres. Kondisi kejiwaan mereka yang sudah diambang batas waras mulai terusik. Beruntung Yugi segera mengeluarkan sebuah handycam dari dalam tas lusuh yang terselempang di pundak mungilnya.
"Kalau kalian mau jawaban, lihat sendiri rekaman ini." bisiknya kesal. Suaranya bergetar seperti menahan tangisan. "Temanku yang mengambil gambar. Namanya Jounouchi Katsuya. Sekarang dia sudah tidak di dunia ini. Nikmati film itu. Aku tidak mau menyentuhnya lagi."
Film itu beredar dengan sangat cepat di seluruh dunia. Stasiun televise tak bosan-bosannya membahas video yang menunjukkan kesadisan di kota zombie itu. Talk show terus bertebaran dan bermunculan membahas mengenai video fenomenal tersebut. Seluruh dunia memuji keakuratan sang pengambil gambar dalam merekam kejadian mengenaskan di Kota Domino. Bahkan, pihak Academy Awards menobatkan video tersebut sebagai film dokumenter terbaik. Belum lagi asosiasi perfilman dan fotografi dunia menganugrahkan video tersebut gelar tertinggi. Berbagai festival film di seluruh dunia memuji hasil karya tersebut dan kembali penghargaan diberikan kepada video tersebut. Sayang, sang pemiliknya tak pernah menapaki panggung untuk menerima secara langsung piala dan penghargaan tersebut, sama seperti video terdahulunya. Ditinggalkan tanpa tuan.
Sensasi video tersebut berhasil mengalihkan perhatian masyarakat dari CEO Kaiba Corporation. CEO berdarah dingin dan bertangan besi ini hampir menjadi berita saat direkam kamera dalam keadaan hancur berantakan, meneteskan air mata tak henti-hentinya. Belum lagi nama seorang pemuda yang berkali-kali diucapkan Seto sambil diiringi ucapan minta maaf yang menyayat hati.
Jounouchi Katsuya.
Berkali-kali nama itu terucap di bibir Seto bagaikan sebuah mantra. "Maafkan aku, Katsuya…", "Ini tak seharusnya terjadi…", "Bukan kau yang seharusnya mati. Seharusnya aku…", "Katsuya…", "Kumohon maafkan aku, Katsuya…", "Katsuya… Kumohon kembalilah padaku…", "Katsuya, maafkan aku…"
Hanya ada empat orang yang memperhatikan sikap Seto yang dari hari ke hari semakin kacau. Yugi, Yami, Malik, dan Isono.
"Bagaimana keadaan Seto, Isono?" tanya Yami saat berkunjung ke Kaiba Mansion. Kali ini, Yugi juga ikut bersama Yami untuk menjenguk keadaan Seto.
Isono menghela napas panjang. Asisten kepercayaan Seto itu tampak sangat sedih. Dengan penuh penyesalan, ia menggeleng pelan. "Tak ada perubahan sama sekali, Tuan Yami. Bahkan, kondisi tubuhnya semakin parah."
Yami dan Yugi saling bertatapan untuk beberapa detik. Kekhawatiran dan belas kasihan tampak jelas di sorot mata keduanya. Sudah lebih dari tiga bulan sejak kedatangan mereka ke Tokyo dan tak ada perubahan sama sekali pada kondisi Seto.
Sejak mereka datang ke Tokyo, sang CEO langsung mengurung dirinya di dalam kamar. Ia menolak untuk makan, bahkan menolak untuk bergerak dari kursi besarnya. Ia bahkan juga menolak untuk bicara. Matanya terus menatap nanar keluar french window yang terletak di kamarnya. Tangannya terus menggenggam sebuah kalung berbentuk kartu yang menggantung di lehernya. Terkadang, air mata mengalir menuruni wajahnya dalam bisu.
"Bisakah kami ke kamarnya?" tanya Yugi pada Isono yang kemudian dibalas dengan anggukan ringan sang bodyguard. Dibimbing Isono, Yugi dan Yami berjalan menyusuri Kaiba Mansion untuk kemudian sampai di kamar Seto.
Yami membuka pintunya setelah mengetuk dua kali. Tentu, ia tidak mengharapkan balasan dari orang di dalam kamar, maka ia memutuskan untuk langsung masuk saja. Benar dugaan Yami. Seto masih terduduk di kursinya, menatap kosong ke arah pemandangan matahari terbenam di depannya. Tangannya masih menggenggam kalung tersebut. Bekas air mata tampak membasahi wajah sang CEO, menjadikannya semakin sembab. Yami mengalihkan pandangannya ke sebuah meja kecil di samping kursi dimana sebaki makanan dan minuman diletakkan. Tak tersentuh sama sekali.
"Seto," panggil Yami lembut. Bersama dengan Yugi, ia berjalan mendekati sepupunya. "Seto, kau belum menyentuh makananmu."
Hening. Tak ada balasan dari Seto.
"Seto, aku tidak mau kau semakin kurus. Coba kau lihat dirimu sekarang. Kurus kering seperti tengkorak. Bahkan tulang pipimu menyembul seperti itu. Kalau kau lanjutkan, aku khawatir kau akan benar-benar sakit."
Masih hening.
"Seto, kumohon makanlah. Sedikit saja. Kau harus tetap sehat, Seto."
Hening.
"Untuk kali ini saja, kumohon dengarkan aku, Seto!!"
Tangan yang menggenggam kalung berbentuk kartu itu mengencang, membuat buku-buku jarinya semakin memutih. Bahkan bercak darah tampak di sela-sela tangan Seto akibat terlalu kuat menggenggam obyek metal tersebut.
Kesabaran Yami sudah habis. Sepanjang hari ia datang ke rumah sepupunya untuk melihat perkembangan pada mental sang sepupu, namun harapan itu selalu sirna setiap kali melihat sosok Seto. Diam seperti patung, bisu, dan tak pernah menggubris apa yang dibicarakan oleh Yami.
"Seto!! Aku bicara padamu!!" bentak Yami sambil meraih pundak sang CEO dan membalikkan kursi yang diduduki Seto sehingga menghadap ke arahnya dan Yugi.
Betapa terkejutnya Yami dan Yugi saat melihat air mata mengalir deras, membasahi kulit putih sang CEO. Mata birunya yang sembab akibat terlalu sering menangis tampak semakin bengkak.
"… Seharusnya aku yang mati…" Untuk pertama kalinya Seto mengeluarkan suara. Suaranya begitu parau. "Aku yang harusnya mati, bukan Katsuya…" bisik Seto lirih. Ia menenggelamkan wajahnya ke dalam tangannya yang berdarah. "Salahku… Ini semua salahku… Lebih baik aku mati…"
"… Seto…" Tak tega melihat kondisi sepupunya yang begitu terpuruk membuat Yami hanya dapat mengelus punggung Seto. "Seto, aku yakin Jou tidak menyalahkan dirimu. Ia pasti benci kalau melihatmu terpuruk seperti ini."
Seto hanya menggeleng pelan, masih memendam wajahnya di dalam telapak tangannya. Tangisnya semakin menjadi-jadi. Ia terus menggumamkan nama Jou dan mengutuk dirinya sendiri.
"Katsuya… Katsuya…"
"Seharusnya aku yang mati…"
"Mati… Aku harusnya mati…"
"Katsuyaku… Ia tak berdosa. Aku yang harusnya mati…"
Yami dan Yugi tidak bisa berbicara banyak. Kondisi Seto ternyata masih separah sejak mereka kabur dari Domino. Sejak di dalam helikopter, Seto tak henti-hentinya mengucapkan nama Jou sambil berusaha terjun dari atas helikopter. Bahkan Yami sampai harus mengikat sepupunya itu di atas kursi helikopter untuk mencegah tindakan bodoh sepupunya itu untuk terjun.
Sekarang, Yami semakin mempertanyakan tindakannya. Apakah mungkin akan lebih baik bila ia membiarkan Seto terjun dari atas helikopter, menyambut kematian bersama dengan kekasihnya? Daripada jiwanya tersiksa seperti ini…
Melihat kondisi sepupunya yang hancur membuat Yami merasa menjadi orang paling berdosa di seluruh jagat raya.
XXX
Sementara itu, di belahan bumi lainnya terlihat sebuah truk melintasi padang pasir yang tak berbatas. Pengemudinya adalah seorang pria paruh baya bertubuh besar dan tubuh yang sangat kekar. Matanya yang berwarna cokelat tak lepas dari jalanan yang ia lewati sementara mulutnya terkadang mengumandangkan lagu yang terputar di radio. Sebatang rokok menggantung di tepi mulutnya. Sepanjang jalan tampak begitu lengang dan sepi, tak ada kehidupan sama sekali. Pompa bensin terakhir yang ia lewati berjarak puluhan mil dari lokasinya saat ini. Begitu terisolasinya area yang ia lewati.
Tapi, ia melihat sesosok manusia berdiri di tepi jalan. Dilihat dari pakaiannya yang lusuh, sepertinya ia sudah berjalan jauh hingga sampai ke posisinya saat itu. Penasaran dengan sosok misterius itu, sang pengemudi menepikan truknya dan memutuskan untuk menyapa. Mungkin, ia butuh tumpangan. Lagipula, ia sendiri butuh teman ngobrol.
"Hai!" sapanya ceria sambil menurunkan kaca jendela truknya. Akhirnya ia bisa melihat jelas siapa yang berdiri di samping jalan. Seorang pemuda dengan wajah sangat manis. Melihat wajah yang begitu manis dan tubuh yang sangat menggoda membuat sang pengemudi menelan ludah. Ia bisa merasakan area tubuh bagian bawahnya mulai menegang hanya dengan melihat kemolekan tubuh pemuda ini. "Kau sendirian? Apa yang kau lakukan di tengah padang pasir seperti ini seorang diri?"
Sang pemuda memiringkan kepalanya sedikit, membuat kesan manis yang melekat pada dirinya semakin jelas. Sang pengemudi truk berusaha mati-matian untuk menahan nafsu yang semakin bergejolak. Ingin sekali ia segera mencicipi pemuda manis ini.
"Sepertinya aku tersesat…" gumam sang pemuda. Ia menggigit bibir bawahnya dengan gerakan yang cukup sensual di mata sang pengemudi truk.
"Kemana tujuanmu, nak? Mungkin aku bisa mengantarmu." kata sang pria paruh baya itu menawarkan jasa. Mungkin ia jbisa meminta 'imbalan' dari pemuda ini di tengah perjalanan atas kebaikan dirinya.
Pemuda misterius itu tersenyum manis. "Kau baik sekali. Aku mau ke Tokyo, tapi aku tak tahu jalan menuju sana."
"Tokyo?! Kebetulan sekali! Aku juga mau ke Tokyo!! Ikut saja denganku! Daripada kau berjalan kaki. Bisa-bisa kau mati kepanasan di luar sini!" sahut sang pengemudi truk, terlalu bersemangat. Ia bahkan membukakan pintu untuk sang pemuda.
"Terima kasih."
Dengan gerakan yang begitu anggun, pemuda itu berhasil menaiki truk itu dan duduk di samping pengemudinya. Sementara itu, pengemudi truk tersebut memperhatikan tiap lekuk tubuhnya dengan tatapan lapar. Ingin sekali ia segera meraskaan kelembutan kulit mulus pemuda itu dan mengecup bibir merahnya.
"Ada lagi yang kau butuhkan? Katakan saja, dan aku pasti akan memenuhinya!"
Kembali pemuda itu menyunggingkan senyum menawan. "Kau baik sekali. Aku memang membutuhkan satu hal…"
"Apa itu? Ayo. Tak usah malu-malu. Katakan saja."
Senyum tanpa dosa itu perlahan berubah menjadi senyum licik. Taring panjang tampak menyembul dari sela-sela bibirnya.
"Aku butuh dagingmu."
Berikutnya hanya terdengar jeritan panjang penuh kesakitan dan horor dari dalam truk tersebut.
XXX
"Selamat pagi, Tuan Yami."
"Pagi, Tuan Yami."
Yami berjalan memasuki gedung Kaiba Corp dengan langkah panjang-panjang. Ia terpaksa mengambil alih kekuasaan Kaiba Corp semenjak kondisi sepupunya tidak memungkinkan untuk memimpin perusahaan besar ini. Selain itu, ia juga memulai kembali proyek pembuatan serum virus berdasarkan penelitian Marik. Proyek tersebut ia namakan 'Reborn Project', Proyek Kebangkitan. Ia telah bertekad untuk menemukan penyembuh bagi virus itu, apapun caranya. Virus itu lahir dari tangannya dan harus mati di tangannya juga.
Yami memasuki ruang laboratorium dengan mengenakan jas panjang berwarna putih. Ia kemudian langsung disambut oleh asistennya.
"Selamat pagi, Yami." sapa Malik sambil menyerahkan clipboard perkembangan penelitian mereka.
Marik ternyata tak salah memilih Malik sebagai kekasihnya. Sang pria Mesir ini ternyata adalah lulusan terbaik biologi dan obat-obatan dari universitas terkemuka di Mesir. Otaknya sangatlah jenius, bahkan hampir menyamai kejeniusan mendiang kekasihnya. Keahliannya ada pada bidang yang sama dengan Marik, yaitu masalah DNA. Malik telah bersumpah untuk membantu Yami menemukan serum virus yang telah merenggut nyawa kekasihnya itu. Ia tak akan menyerah sebelum menemukan serumnya.
"Pagi, Malik." balas Yami. Mata rubinya melirik data yang ada pada catatan. "Bagaimana perkembangan penelitiannya?"
"Masih sama saja, Yami. Tak ada perkembangan sama sekali." jawab Malik diikuti dengan desahan napas panjang. "Sudah lebih dari tiga bulan kita melakukan penelitian, tapi tetap saja jawaban serum itu belum muncul. Padahal, Marik sudah berhasil membongkar setengah dari DNA virus tersebut. Ternyata hal ini lebih sulit dari yang kubayangkan."
Yami hanya mengangguk dalam diam. "Ya. Aku justru akan sangat terkejut apabila kau berhasil menyelesaikannya hanya dalam semalam, Malik."
Malik hanya membalas perkataan Yami dengan seulas senyum tipis. Ia memang sadar betul akan kemampuan Marik yang melebihinya. Ia tak akan sanggup mengimbangi otak jenius almarhum kekasihnya hanya dalam semalam saja. Masih butuh banyak waktu baginya untuk bisa mendalami lebih jauh kasus di depan mata ini.
Yami melirik jam tangannya dan mengerang pelan, membuat perhatian Malik teralihkan dari clipboard dan menatap rekannya. Kedua alis matanya dinaikkan, bingung. "Ada apa, Yami?" tanyanya.
"Aku baru ingat kalau ada rapat nanti sore. Jadi, aku tidak bisa lama-lama disini." keluh Yami sambil mengacak-acak rambut tiga warnanya. Wajah frustrasi dan tegang nampak sangat jelas di wajahnya yang kelelahan. "Kau bisa menanganinya, kan, Malik?" tanya Yami penuh harap pada rekan kepercayaannya ini.
"Tentu saja!" sahut Malik optimis. "Dengan bantuan para ilmuwan lainnya, aku bisa melanjutkan penelitian selama kau rapat, jangan khawatir. Tapi, sebisa mungkin datanglah lebih pagi besok untuk mengecek progress yang sudah kubuat hari ini. Oke?"
"Tentu."
"Oiya. Bagaimana kabar Yugi? Kalian masih akur, kan?" tanya Malik diiringi cengiran jahil.
Ya, sang ilmuwan dan sang wartawan itu telah menjalin hubungan spesial sebagai sepasang kekasih semenjak dua bulan yang lalu. Sejak kejadian di kota Domino, keduanya menjadi semakin dekat dan menemukan kesamaan nasib serta minat pada diri masing-masing. Tak butuh waktu lama bagi keduanya untuk saling jatuh cinta. Bahkan, keduanya sempat yakin kalau ketertarikan diantara keduanya telah lama terjadi dan diasumsikan sejak pertemuan pertama mereka di Domino. Cinta pada pandangan pertama.
"Tentu saja." jawab Yami dengan bangga dan dada dibusungkan. "Bahkan, saking akrabnya kami, kemarin kami berdua mengunjungi Kaiba Mansion berduaan."
Mendengar kata Kaiba disebutkan membuat otak Malik mau tak mau teringat akan sosok pemimpin perusahaan tempat ia bekerja. Sang CEO berambut cokelat itu sudah lama absen dari kursi pemimpin dan digantikan dengan sepupunya karena suatu hal. Suatu hal yang Malik mengerti betul penyebabnya.
"Bagaimana keadaan Kaiba, Yami?" tanya Malik pelan. Ia berusaha sebisa mungkin tidak ada orang yang mendengar percakapan mereka karena alasan absennya Seto dari kursi CEO masih dirahasiakan. Selama ini, Yami hanya memberitakan kepada seluruh dunia kalau sepupunya itu mau mengambil cuti dalam jangka waktu yang tak ditentukan untuk menenangkan pikiran. Yami juga menambahkan dalam konferensi pers kalau cuti ini sangat dibutuhkan oleh sepupunya karena ia sangat terpukul atas kejadian yang ia lihat secara langsung. Yah, memang tidak seluruhnya berbohong, tapi Yami, Yugi, maupun Malik menyembunyikan fakta tentang hubungan istimewa Jou dan Seto. Bila keduanya ingin media tidak mengetahuinya, maka mereka akan terus menjaga rahasia itu hingga akhir hayat. Demi Seto, dan terutama Jou.
"Ada sedikit kemajuan. Ia sudah mau berbicara kemarin." sahut Yami disertai senyum simpul.
Malik menghembuskan napas lega. "Akhirnya, ya. Setelah lebih dari tiga bulan ia tidak mau bicara. Lalu, ia sudah mau makan, kan?"
"Nah, itu dia. Ia masih belum mau menyentuh makanannya sama sekali. Ia terlihat sangat pucat dan kurus, Malik. Sungguh, aku tidak tega melihatnya seperti ini…" gumam Yami lirih. Kondisi Seto dari hari ke hari semakin parah, bukannya membaik. Tubuh sepupunya yang semula berisi dan kekar mulai tampak kurus kering bagaikan tengkorak. Hanya segelas air putih setiap harinya yang dimasukkan sang CEO ke dalam pencernaannya, tidak makanan atau minuman yang lainnya.
"Mungkin, kau bisa mengajaknya jalan-jalan untuk menyegarkan sedikit pikirannya." usul Malik. "Kau bilang dia sudah mau bicara, kan? Mungkin, dia juga sudah mau kau ajak keluar. Ajaklah berkeliling kota besok sore. Akhir-akhir ini, kan, matahari terbenamnya selalu indah. Percampuran antara warna oranye, kuning, merah, biru, dan violet."
"Ah, ya. Seperti foto yang berhasil kau tangkap dari atas menara perusahaan, kan?"
Malik mengangguk antusias. "Ayolah! Ini kesempatan! Mumpung ia mulai mau membuka dirinya walaupun sedikit."
"Kau benar. Nanti akan kubicarakan dengan Yugi mengenai ini. Kau mau ikut?" tanya Yami menawarkan pada asistennya.
"TIdak usah. Aku tinggal di laboratorium saja menyelesaikan serum. Kau dan Yugi, juga Kaiba, bersenang-senanglah."
XXX
Diluar dugaan Yami, Seto menyetujui ajakannya untuk keluar dari rumah dan berjalan-jalan menikmati pemandangan kota. Yah, walaupun perjalanan mereka diliputi suasana tegang dan sunyi senyap, tetap saja Yami merasa gembira sepupu satu-satunya itu sudah mau keluar dari kungkungan kamarnya. Saat ini, sang pria brunet itu sedang menatap sendu keluar jendela limousinnya. Beberapa pejalan kaki tampak memperhatikan limo yang barusan lewat dengan terpana. Memang agak jarang bagi sebuah mobil semewah ini lewat di tengah jalan. Wajar kalau banyak orang yang jadi memperhatikan mereka.
Yami duduk tepat di sebelah Seto sementara Yugi duduk di hadapan keduanya. Supir yang mengendalikan limo tersebut dengan tangkas adalah Isono, orang kepercayaan Seto. Dengan kelihaiannya, ia berhasil mengantarkan tiga orang penumpang di dalam limo tersebut ke tempat-tempat tujuan yang telah diarahkan oleh Yami.
"Seto." panggil Yami sedikit ragu. "Kau tidak apa-apa, kan?" tanya Yami.
Namun, yang ditanya tak menggubris pertanyaan Yami. Ia bahkan tidak memperhatikan sama sekali apa yang dikatakan oleh Yami. Mata birunya saat itu telah terpaku pada sesosok manusia berambut pirang yang lewat tepat di depan kaca mobilnya. Perlahan, mulut sang CEO membentuk sebuah kata.
"… Katsuya…?"
Tanpa pikir panjang, Seto langsung membuka pintu mobil dan melompat turun dari kendaraan yang masih bergerak itu. Ia sempat terjatuh terguling di trotoar yang keras. Bahkan tubuhnya yang lemah sempat membentur beton dengan benturan cukup keras, membuat sang pemilik tubuh menyeringai kesakitan. Beberapa pengguna jalan yang lewat tampak khawatir dan menjerit takut dengan tindakan tiba-tiba yang dilakukan Seto. Tak mau buang waktu percuma, Seto langsung berdiri pada kedua kakinya dan mengejar sosok pemuda yang ia lihat.
"SETO!!" panggil Yami panik dari dalam mobil. Ia langsung mengambil tindakan dengan memberi perintah pada Isono, "Hentikan mobilnya, Isono! Aku mau turun!!"
Tanpa menunggu mobil berhenti sepenuhnya, Yami langsung melompat turun dari mobil disusul oleh Yugi. Keduanya mengejar sosok Kaiba Seto yang masih terus berlari menyusuri jalanan yang cukup ramai. Beberapa pengguna trotoar terpaksa mereka dorong untuk memberi ruang gerak yang cukup luas bagi Yami, Yugi, dan juga Seto.
"Brengsek…" umpat Yami. Napasnya mulai tersengal-sengal, kewalahan mengejar sepupunya. "Darimana dia mendapat tenaga sebesar ini sampai bisa lari secepat ini?"
Akhirnya, tampak kelebatan trench coat Seto membelok di sebuah gang kecil yang tersembunyi dari mata para pengguna jalan. Tanpa ragu, Yami dan Yugi mengikuti gerakan Seto dan sampailah keduanya di gang yang sama dengan CEO tersebut. Betapa terkejutnya mereka saat melihat sosok pemuda yang berdiri di ujung gang. Di depan mereka bertiga, berdirilah seorang pemuda berumur dua puluhan. Rambutnya yang pirang terang tampak sedikit berantakan karena tertiup angin.
Mereka tahu betul siapa pemuda itu dari wajahnya. Tak akan pernah mereka lupakan…
Tapi, otak dan nalar Yami tidak dapat mencerna kejadian ini. Bagaimana mungkin? Ia seharusnya sudah mati, tewas bersama dengan hancurnya kota Domino. Kalaupun ia tidak hancur bersama dengan kota, ia tak mungkin bisa hidup lagi. Jelas-jelas pemuda ini menembak kepalanya – tepatnya di pelipis kiri – dan melakukan bunuh diri. Ia, Yugi, Seto, Malik, dan Isono adalah saksi matanya. Bagaimana mungkin? Kecuali, ia telah menjadi…
Zombie…
Tapi, kenapa ia tampak begitu sempurna, tanpa cacat? Bagaikan manusia normal pada umumnya?
"Lama tak jumpa, teman-temanku." bisik Jounouchi Katsuya. Senyum kemenangan tampak menghiasi wajah manisnya. Matanya yang sewarna dengan merah darah berkilat berbahaya. "Aku merindukan kalian."
To Be Continued
A/N : Hahahah!! Kelar juga chapter 1. Huf. Tau ini pertama kali ditulis kapan? Hari Minggu, jam 1 pagi! Hahahah!! Buset… Gue bukannya ngerjain Apresiasi Seni malah bikin beginian… Ini aja apa yang gue masukin? Hahahah! (tampoled) Eh, gue sekarang kembali ber-A/N, ya. Kan gue ganti nama jadi are. key. take. tour. Huruf depannya apa, anak-anak? AAAAAAAA!!! Betul sekali! Oke. Sekarang, gue mau bales review dari chapter 10 The Land of Undead.
Messiah Hikari : Yeah! Jou bangkit kembali dari kubur! Emang gak ketebak, ya, kalo Jou mau gue buat ko'id? Hahhaa! Ini sequelnya udah ada. Hohoho. Masalah Jou yang menyeret Kaiba ke alam baka… Sedang dipikirkan. Hehehe. Nih, puzzle disini udah jadian. Ngomong-ngomong, ini overdose apaan, ya? Yang resonance chapter 2 kemaren? Makasih reviewnya, ya.
MoonZheng : Marshaaa!! So? Kenapa kalo Bakura sama Jou mati? Biarin aja, lah. Bakura bahagia di alam baka sama Ryou. Halah. Lo kebawa suasana Paskah, ya? Eh, bagi telornya, dong! (telat!) Ha? Emang Twilight kayak gitu, ya? Baru tau… Ah, lo mesti nonton Little Ashes! Si Cedric Diggory aka Edward Cullen aka RobPat beradegan yaoi! Hahaha!! Mana dia jadi uke pula… Ha? Kok bronzeshipping lengkap, sih? Kan Mariknya mati?? Sippo, sippo! Ini sequelnya udah ada. Hehhe. Makasih reviewnya, wahai teman sesama labilku.
Sweet lollipop : Uhuhu… Iya, nih. Gak tau kesambet apaan gue sampe tega memisahkan dua insan itu. Hiks. Maaf, ya, Kaiba baby. Kamu harus pisah ranjang sementara sama Joujou. (plak) Yep. Jou idup lagi dan jadi zombie! Muahahah!! Makasih reviewnya, ya.
Shinrei Azuranica : Iya, iya!! Ini dibuat sequelnya!! Haish. Santai, cuy. Pasti dibuat, kok. Mana mungkin gue sama Sora tega membiarkan para pembaca tegang di ujung kursi. Hohohoho. (double plak) Wah, gue juga lumayan seneng bikin bagian itu. Kaiba baby nangis!! Ahahahah!! Gak mati, tuh. Dia idup lagi, tapi jadi zombie. Hohohoho. Makasih reviewnya, ya. Jangan lupa, ikutin terus sequel ini.
Kyon-kyon : Yep! Sequel datang! Dan Jou hidup lagi karena dia adalaaaaaaahhh… jeng jeeeeeenng! Zombie! Ahahaha! Zombie canggih, nih. Udah kayak vampire. Sip! Gue inget, kok. Hehehe. Makasih reviewnya, ya.
Uchiha 'Haruhi' Gaje : Iya, nih. Secara gak sengaja, gue sama Sora membuat para sniper jadi heroik begini (kecuali Keith), terutama Bakura. Emang dia yami paling keren sepanjang abad! (tos sama Bakura) Jou mati, terus idup lagi, lho. Hohohoho! Ayo, Jou! Seret mastermu itu ke alam baka!! Makasih reviewnya, ya.
Aljabar tralala : Iya, iya. Dimaafkan. Gak ada pulsa lagi? Yaampuuun.. Bakura gak mati pun tender gak bakal bersatu. Mending dia mati, bisa bersatu dengan Ryou di alam baka. Iya, kan? Stres, dong. Ini di chapter ini digambarin betapa stresnya si Seto sampe bengong kayak orang dodol begitu. Kasian kau, Kaiba honey… Dan masalah Nethere… NETHERE GANTENG PARAAAHH!! XDD Duh, cepetean lo kawinin, deh, Indonesia! Jangan cerai kayak Austria sama Hungary!! Ahahah! Dan iya, gue nyadar diri kalo ketawa nista begono cuma Nethere yang sanggup. Hiks… Makasih reviewnya, Kuzu. Btw, gimana nasib collab kita? PC-mu cepetan sembuh, ya.
GreenOpalus : Hai! Jou selamat gara-gara jadi zombie. Dan dia jadi zombie yang canggih. Hohoho. Bener! Lo sama kayak gue. Gue juga suka Fisika asal materinya gue ngerti. Kalo nggak, wassalam saja lah. Hmm… sequelnya gak bakalan nyeritain hubungan mereka aja, kok. Paling lebih fokus ke pembuatan serumnya aja sama gimana seluruh dunia terancam jadi zombie. Anywho, makasih reviewnya, ya. Ikutin sequelnya! Hehehe.
Sora Tsubameki : Hai! Iya, nih. Tamat. Apa kita gantungin aja sequel cuma mentok di chapter 1? Hahaha!! (dihajar reader) Awww… sama. Collab denganmu itu menyenangkan, Sora. Hohoho. Kapan kita ngobrolin collab lagi, nih? Makan-makan kayak kemaren, yuukk! Yosh! Semangat! Eh, chapter 2 elu ya.
Vi_chan91312 : Yeiy! Bakura emang keren! Kamu keren, Kura-Kura Ninja!! (tampoled) Jou idup lagi karena dia adalah… seekor zombie. Hehehe. Ikutin terus sequelnya, dan terima kasih reviewnya, Vi-chan!
Din chan : nggak. Ini masih ada sequelnya. Masa' iya gue gantungin kayak begitu? Bisa mati penasaran lo semua. Hohoho. Tenang. Bakal gue tamatin sampe tamat mat mat mat mat! Iya, nih. Zombienya jadi canggih kayak vampire. Bahkan Jou menarik mangsa dengan sex appeal-nya. Hohoho. Mungkin di sequel ini Jou bakal rada bitchy dikit. Iya. Snipernya patut diacungin jempol. Jempol kaki kalo perlu. Huhuhu. Makasih reviewnya, ya.
Dika the Reborned Kuriboh : Dika… Dikau lebay, deh… Tapi, gak apa-apa. Tiap orang punya cara mengekspresikan kekagetannya. Hehehe. Woi, puzzle gak ada kemaren. Jadian aja belom. Baru jadian di sequelnya, nih. Jou idup lagi sebagai zombie dan (mungkin) akan membantai sisa temennya dan juga seluruh umat manusia di bumi. Halah, lebay. Yah, pokoknya gitu, deh. Waaah… DIka jangan nangis! Ini sequelnya udah dibuat! Cup cup… Makasih reviewnya, ya.
Michiyo momoka : Tenang. Jou masih idup, kok. Tapi jadi zombie. (ditimpuk) Wah, gak janji banyak puppy, ya. Kan Jou jadi rada-rada bitchy gini. Dia sama siapa aja mau asal dapet imbalan daging segar. Hahhaa. Makasih reviewnya, ya.
Reader… : Hai! Pereview baru! Sip, sip. Ini dilanjutin. Hohoho. Masih penasaran? ^^ Makasih, lho, reviewnya.
Nonohana kizure : terima kasih, terima kasih. (bow) ini juga berkat Sora, ceritanya bisa keren kayak gini. Sora, kau hebat, nak! Hahaha! Emang dia matinya keren. Kura, you're the man, man. Hohoho. Gokil kau! Pergi membunuh sekali! Haih… kasian atuh Kaiba sugar baby nangis kayak gitu. Tapi, lucu juga sih ngebayangin dia nangis, mewek kayak cewek ditinggal mati kucingnya. Ups. Anjingnya. Hehhee. Yep! Jou jadi zombie! Amazing!! Makasih buat daftarnya. Hehhe. Kasih daftar lagi, dong. (minta)
cHizu drarryo : Gak apa-apa, yang penting review. Hehehe. Sequelnya rajin di-review, ya, nanti. Hahhaa! Duh, dibilang keren lagi. Makasih, lho. Hehehe. Jadi gak enak. Ini juga berkat kerja sama dari Sora. Kalo sendirian, mana sanggup gue bikin cerita sekeren ini. Hehhee. Yep. Setia semua, kecuali Keith. (nendang Keith) (ditendang balik) Dan Jou mati, terus bangkit lagi jadi zombie. Makasih reviewnya.
Yuuri Uchiha-Namikaze : Iye, iye!! Ini gue lanjutin! Alamaaak… santai, BOY! Pasti gue lanjutin, kok. Iya, gak, Sora? Hehehe. Yep. Jou masih idup gara-gara digigit sama bosnya zombie. Hohoho. He? Semua fic? Sora, suruh update semua fic, tuh. Hehehe. Makasih reviewnya, ya.
Mimimifeyfeyfey : Iya, nih. Hiks… Mumpung otak gue lagi isinya angst semua. Hohoho. Makasih reviewnya, ya.
A/N : Giliiingg… ngebales review aja udah makan dua halaman? Waow… Ah, anyway, makasih buat yang udah mau repot-repot mereview di cerita sebelomnya. Sequel ini untuk kalian yang udah merequest. Hehehe. Dan kalo gak keberatan, mau ngasih review lagi, gak?
Adieu.
PS : Next chapter bakal dikerjain sama Sora Tsubameki. Ayo! Semangati dia! Go Sora! You can do it!
