DISCLAIMER :
Togashi-Sensei
Kurapika Kuroro (for the original fic, she permitted me to translate it)
PAIRING :
Absolutely KuroPika^^
SUMMARY :
Kurapika was drunk and accidentally barged in to Kuroro's room. They had done something that enemies were not supposed to do. And after that fateful day, destiny seemed to cross their paths every now and then.
WARNING :
FemKura. An Indonesian version for Nothingness by Kurapika Kuroro. Various rated, but it's rated T for this chapter. Aku mengikuti author fic asli yang menempatkannya di rated T. Tapi aku janji akan memberi peringatan kalau isinya Semi M atau M. I hope it's alright ;)
A/N :
Ok, special for the Indonesian readers!^O^
This is one of my favorite stories list. Mungkin terlihat full of lust, tapi sebenarnya ini cerita yang indah with full of love too.
Warning tambahan : kamu akan sering blushing membaca cerita ini =^v^= termasuk aku yang nerjemahinnya!
Happy reading^^
.
.
.
CHAPTER 1 : THE BEGINNING
Kurapika's POV
Malam ini begitu dingin, sepi…dan aku mabuk.
Dapatkah seseorang menjelaskan padaku, siapa yang telah membuatku berada dalam kondisi seperti ini, di mana aku tidak bisa berjalan dengan benar?
Dari klub malam terkutuk di mana Senritsu dan Bashou membuatku mabuk, aku menyusuri jalan menuju ke apartemenku. Aku memang tidak dapat melihat dengan jelas, namun instingku mengatakan bahwa gedung yang saat ini kumasuki adalah tempat di mana aku tinggal. Aku cegukan berkali-kali dan mencoba menstabilkan langkahku tapi aku gagal.
Para penjaga melihatku dengan penuh perhatian tapi mereka tidak menghampiri untuk menolongku.
Seorang pemuda yang bertugas di lift menatapku khawatir.
"Kau pasti mengalami saat yang sulit Nona," ucapnya lembut.
"Ya-hik! Begitulah," hanya itu yang dapat kukatakan. Aku tak percaya, harga diriku jatuh hanya karena minuman keras!
"Lantai berapa Nona?" ia bertanya padaku.
"Lantai 6," jawabku.
Setibanya di lantai 6, entah hanya karena pandanganku saja, tapi jalan yang kulalui menjadi tidak familiar bagiku. Sial, aku merasa pusing sekali!
Langkahku sempoyongan…dan terimakasih Tuhan aku dapat mencapai kamarku! Aku pun membuka pintunya.
Hei, kenapa tidak terkunci?
Aku cegukan lagi. Saat memasuki kamar, aku melihat seorang pria berambut hitam yang tertegun melihat kehadiranku.
Hei, ini kamarku 'kan?
Kurasa aku berhalusinasi lagi jadi aku melangkah mendekati tempat tidur, membuka baju khas sukuku hingga hanya mengenakan atasan tanpa lengan dan celana panjang.
Uhh…akhirnya aku bisa tidur juga!
Aku langsung berbaring di tempat tidur itu.
Aku membuka mataku kembali. Pandanganku kabur, tapi aku dapat menerka bahwa orang yang sedang melirikku adalah Pemimpin Gen'ei Ryodan.
"Bukan kau…," kataku.
"Apa yang kau lakukan di sini?" tanya pria itu.
"Ini kamarku, Brengsek! Keluar dari sini!" seruku.
Bagus, minuman kerasnya bekerja dengan baik hingga aku dapat melihat Ryodan setiap saat.
"Tidak…ini kamarku," sosok itu berkata.
Aku cegukan lagi. "Diam, kau hanya ilusi!"
"Apa kau mabuk?" tanyanya.
"Ya…" lalu aku pun jatuh tertidur.
Kuroro's POV
Ada seseorang di balik pintu. Siapapun dia, aku cukup yakin dia tidak berbahaya. Aku menunggu pintu itu terbuka, mengharapkan petugas hotel yang datang untuk menyajikan makan malamku. Tapi kejutan, ternyata yang masuk adalah Si Pirang Kuruta!
Ia masuk seolah kamar ini adalah kamarnya. Aku menatapnya dan menaikkan alis mataku saat dia melangkah menghampiri tempat tidur tempatku duduk saat ini.
Aku bingung, apakah dia sedang menawarkan dirinya sendiri padaku? Oh, itu aneh sekali! Mungkin dia sedang merencanakan sesuatu…atau apa? Menghancurkanku lebih jauh?
Gadis itu melepaskan rompinya, lalu menjatuhkan dirinya ke tempat tidur.
Aku melirik Si Pirang Kuruta…penasaran pada sikapnya. Apa yang akan kau lakukan?
"Bukan kau…" katanya.
"Apa yang kau lakukan di sini?" aku bertanya padanya.
"Ini kamarku, Brengsek! Keluar dari sini!" ia berseru.
Aku mengangkat bahu. Aku tidak suka jika Hisoka melihat Gadis Kuruta ini berada di tempat tidurku…seolah kami berdua melakukan sesuatu.
"Tidak, ini kamarku," aku mengoreksinya.
Ia cegukan. "Diam, kau hanya ilusi!"
Aku tersenyum. Jadi gadis muda Kuruta ini mabuk dan tak dapat menemukan jalan pulang?, aku bertanya-tanya dalam hati.
"Apa kau mabuk?" tanyaku.
"Ya…," ia bergumam lalu jatuh tertidur.
"Benar-benar tindakan yang salah Kuruta," ucapku.
Aku mengangkat bahuku lagi. Apa yang akan kulakukan padanya sekarang? Bagaimanapun juga, kau terlihat menarik Kuruta, aku berkata pada diriku sendiri sambil menyingkirkan sehelai rambut pirang yang menutupi wajahnya.
Jadi apa yang biasanya dilakukan seorang pria pada seorang wanita yang menyerahkan dirinya sendiri di tempat tidur milik pria itu?, aku bertanya pada diriku.
Tapi dia masih terlalu muda, aku berkilah.
"Lagipula aku belum pernah menyentuh seorang wanita sebelumnya," kataku dengan suara keras lalu tertawa.
"Kurasa kau sangat beruntung bahwa aku adalah pria yang baik, Gadis Muda."
Aku menarik selimutku dan menyelimuti gadis itu.
Aku tersenyum. Apa memang seharusnya aku memperlakukannya seperti ini? Aku memutuskan untuk tidur juga dan berbaring di sampingnya.
"Selamat malam Kuruta," aku mengecup keningnya tanpa menghiraukan dirinya yang berbau seperti bir.
Kenapa dia bisa mabuk? Aku tak tahu apa alasannya tapi Si Gadis Kuruta terlihat sangat menarik saat wajahnya merona dan cegukan seperti ini.
Si Pirang terlihat begitu tenang dalam tidurnya, yang dapat menipu siapapun yang melihatnya, seolah dia adalah gadis tak berdaya yang tak bisa bertarung sama sekali.
.
.
Kurapika's POV
Aku membuka mataku dan apa yang kulihat adalah Pemimpin Ryodan sedang tidur di sampingku. Kenapa dia bisa ada di tempat tidurku?
Aku dapat melihat dia membuka matanya dan melihatku geli.
"Jadi kau sudah bangun," katanya sinis.
"Apa yang kau lakukan di kamarku?" tanyaku langsung.
"Kamarmu?" ia berkata sambil menaikkan sebelah alisnya.
"Kamarku," aku menegaskan.
"Ini kamarku," pria itu berkata dengan dingin.
"Apa maksudmu ini adalah kamarmu? Aku cukup yakin bahwa ini adalah kamarku!" ucapku hampir berteriak.
"Lihatlah sekitarmu," katanya dengan suara yang terdengar arogan.
Aku menggerakkan mataku, memeriksa kamar yang sedang kami tempati. Aku melihat satu rak penuh buku yang kutahu bukan milikku, sebuah meja yang seingatku tak pernah kudapatkan, dan tempat tidur ini, aku tahu tempat tidurku tidaklah sebesar dan seempuk ini!
Mataku membelalak takut, ini bukan kamarku. Dan Pemimpin Ryodan dengan rambutnya yang jatuh, memakai baju tidur sederhana berbaring di atas tempat tidur.
Aku tak pernah menyadari pria ini dapat terlihat sangat tidak berbahaya. Rasa panas tiba-tiba terasa di pipiku saat menyadari bahwa aku telah menerobos masuk ke kamarnya dan jatuh tertidur.
"Jadi bagaimana?" tanyanya.
"A-aku mabuk," gumamku.
"Aku tahu," ia berkata.
Suasana kamar itu menjadi hening. Aku masih duduk di tempat tidurnya, dan dia pun masih berbaring di sana. Aku merona, aku tahu tiba-tiba aku merasa pusing dan terjatuh ke atas tubuh pria itu.
"Kau tidak apa-apa?" ia bertanya padaku.
"Aku pusing," jawabku.
"Minuman keras apa yang sudah kau minum?"
"Aku tidak tahu", aku melihat ke arahnya dan hal itu membuatku semakin merona saja.
Pria ini tampan, dan aku tak dapat menjelaskan apa yang kurasakan saat melihat sepasang mata hitam itu yang sedang menatapku. Mm…apakah ini juga karena mabuk?
Sepertinya aku sudah gila, aku tak tahu lagi apa yang terjadi.
Kenapa dia menciumku?
Apakah dia mulai melepaskan kancing bajuku?
Apa yang sedang terjadi?
Tapi aku menyukai apa yang sedang dia lakukan. Aku tak dapat lagi mengenali diriku sendiri.
Aku terhenyak.
"Apakah kau menginginkan ini?" tanyanya saat mencium pipiku.
"Ya," aku mengerang.
"Apa kau menginginkan sesuatu yang mungkin nanti akan kau sesali?" kali ini nada suaranya terdengar serius.
"A-aku tidak tahu," aku berusaha duduk dan menyegerakan diri untuk mengancingkan bajuku kembali.
"Baiklah kalau begitu," pria itu berkata dengan sebuah seringai terlihat di wajahnya, tapi ia tetap terlihat tampan.
"Tolong lupakan semua ini," aku berdiri, aku tidak tahu kenapa aku merasa kecewa saat mengetahui bahwa dia masih mengenakan seluruh pakaiannya.
Dia pun berdiri.
"Kau bisa pulang sendiri?" tanyanya tanpa menanggapi permintaanku.
"A-aku bisa," jawabku.
"Aku akan mengantarmu pulang ke rumah Keluarga Nostrad," katanya seolah cukup yakin bahwa aku tidak mampu untuk pulang sendirian.
"Mm…tidak perlu!", aku jadi berhati-hati setelah mengetahui bahwa dia dapat menyebarluaskan pada dunia mengenai apa yang telah terjadi, dan aku tahu itu adalah salahku.
Apakah hormon dapat disalahkan dalam hal ini, ataukah minuman keras itu?
.
.
Saat melompat keluar dari mobilnya, aku merasa gelisah. Aku menatap pria itu dalam-dalam.
"Lain kali jangan minum kalau kau tidak bisa menangani dirimu sendiri," katanya sambil mengemudikan mobilnya kembali.
Aku menatap mobil itu.
Tapi kau yang menciumku lebih dulu!, ucapku dalam hati.
TBC
.
.
A/N :
Tak lupa aku ingatkan, bahwa versi terjemahan dari Nothingness ini telah mengalami penyesuaian supaya lebih nyaman dibaca.
Review please^^
