Minggu pagi itu, langit cerah biru dengan hiasan awan-awan putih yang bergerak searah dengan perlahan. Ibu-ibu menjemur pakaian-pakaian yang baru selesai dicuci, anak-anak berlarian di jalanan komplek sambil bercengkrama, dengan kantung kresek berisi mainan yang dibeli di pasar minggu dan permen gulali di tangannya yang lain, lalu para bapak jogging santai, ada pula yang naik sepeda dan dengan susah payahnya menaiki tanjakan. Sementara seorang cowok cantik tengah ngomel-ngomel pada ayahnya di garasi mobil, dan ayahnya tidak terlalu menanggapi omelan anak bungsunya yang kelewat rempong itu.
"Bapak…!" rajuknya dengan wajah asem seasem jeruk nipis yang masih belum mateng.
"Lha, kamu ngekos itu biar kamu mandiri… 'kan kamu sendiri yang bilang capek pulang pergi. Kalau ngekos kan deket, iya 'toh? Ndak apa-apa ngekost biar deket 'Nduk." ujar sang bapak pada anak bungsunya yang selalu dia panggil 'Nduk itu.
"Nggak mau… nanti aku makan apa? Siapa yang nyuciin bajuku?" balas sang anak nggak mau kalah.
"Makan tinggal beli diluar 'Nduk, atau belajar masak… Bapak sengaja pilih kosan yang ada dapurnya supaya kamu bisa masak sendiri kalau males beli makan ke luar. Urusan baju juga tinggal ke Laundry, atau belajar cuci baju sendiri." sang bapak dengan bijaknya memberi solusi pada sang anak di sela kegiatannya mengangkut koper-koper berisi baju ke dalam bagasi mobilnya.
"Tapi aku nggak mau ngekos…" sang 'Nduk-eh, sang anak makin sebel sama bapaknya gegara bapaknya keukeuh pingin dia ngekos.
"Yaudah… Sekarang kamu mandi dulu. Memangnya kamu mau dateng ke kosanmu pake piyama gambar Hello Kitty begitu? Ndak 'toh?" sang bapak nggak peduli anaknya udah bete abis, dan malah menyuruhnya mandi.
"Huuh iya aku mandi!" ucap sang anak sedikit berteriak sambil menghentak-hentakkan kakinya ke lantai semen garasinya. Ia masuk ke rumah dengan berat hati.
"Ckckckck… Ngidam opo bojoku dulu, sampe anakku lanang tapi 'ndak keliatan lanangnya." Sang bapak yang bernama Fugaku itu geleng-geleng kepala melihat anaknya yang seperti itu.
PONDOK CEMARA
CHAPTER 1
CIYE JADI ANAK KOSAN
A NARUTO FANFICTION
DISCLAIMER: NARUTO BELONGS TO MASASHI KISHIMOTO
NARUSASU
Sementara bapaknya sibuk ngangkutin barang-barang buat dibawa ke tempat kos, anaknya yang bernama Sasuke itu sibuk nyari dragon clip buat ngejepit poninya biar nggak basah pas mandi. Ia mencari dengan teliti di meja tempat segala rupa alat kecantikannya ditaruh, sayang tidak ada. Lalu ia membuka laci kecil yang juga tempat naruh alat kecantikannya, nggak ada. Karena bingung dragon clip-nya menghilang entah kemana, akhirnya dia memutuskan untuk bertanya pada ibunya. Ia mencari sang ibu ke dapur, melihat ada jejak-jejak tetesan air dari arah mesin cuci ke taman belakang, ia sudah bisa menebak kalau ibunya pasti ada di sana. Ia pun mengikuti jejak air cucian itu untuk menemui ibunya-meski sempat hampir kepeleset gegara nginjek air cuciannya.
"Ibu… liat dragon clip-ku nggak?" panggil Sasuke pada ibunya. Ketika ia sampai di ambang pintu menuju taman belakang itu ia terperanjat kaget melihat sesuatu.
"Ibu?!" jerit Sasuke.
Sang ibu menoleh, tagannya yang hendak menggantung sprei terhenti, dan ia hanya kedap kedip menatap anaknya tak mengerti.
"Opo 'Nduk?"
"Itu…! Dragon clip-kuuu!-" Sasuke menunjuk-nunjuk dragon clipnya yang ternyata dipakai sang ibu untuk menjepit jemuran di talinya.
"Ohh… iya ibu pake ini soalnya jepit jemuran ibu abis, cuciannya banyak." ucap sang ibu dengan polosnya.
"Ibuuuu!" jerit Sasuke-lagi, jelas ia tidak terima dragon clip miliknya dipakai buat ngejepit jemuran.
Cowok cantik jelita itu pergi begitu saja meninggalkan ibunya. Ia buru-buru masuk kamar mandi dan menutup pintunya dengan keras-lebih bisa disebut membanting pintu. Alih-alih pakai dragon clip, ujung-ujungnya, sebelum masuk kamar mandi dia nyamber karet warna kuning yang tergeletak begitu saja di atas kulkas. Mungkin bekas ngiket bungkus terigu. Ah, dia mana peduli. Yang penting poninya yang fantastis itu nggak boleh basah kena air. Maklum, kemarin udah keramas, jadi rambut lagi bagus-bagusnya nggak boleh kena air, nanti ngembang.
Dua jam kemudian, beres mandi dan berpakaian-dan dandan juga, Sasuke mendaratkan pantatnya di sofa ruang keluarga. Ia langsung menyambar toples kue kering yang sengaja ditaruh di meja untuk camilan. Dengan mukanya yang masih asem, dia memasukkan kue-kue kecil itu ke dalam mulutnya.
"Ndak sarapan dulu, 'Nduk? Malah makan kue." ujar Fugaku yang telah siap berangkat, bajunya udah rapi banget kayak mau ke kondangan.
"Nggak mau. Lagi diet." jawab Sasuke dengan judesnya.
"Yuk kita pergi sekarang. Taro toplesnya, nanti bapak beliin kue cubit aja di jalan kalo kamu laper."
"Mmmhh…" Sasuke menggumam sebel sambil ngunyah kue. Ia pun menaruh toplesnya kembali ke meja, lalu beranjak ke kamar untuk mengambil tas selempangnya.
"Bu… bapak pergi nganter Sasuke dulu, ya…" ucap Fugaku dengan suara yang dibuat agak keras supaya terdengar oleh istrinya yang masih belum selesai menjemur pakaian.
Tak terdengar jawaban dari istrinya, tapi sosok cantik berambut hitam dicempol itu muncul, agak berlari menghampiri Fugaku dan Sasuke.
"Nduk, hati-hati ya. Sering-sering kasih kabar ke ibu. Kalau bisa, libur kuliah kamu pulang ya. Ibu pasti kangen…" wanita bernama Mikoto itu memeluk anaknya, lalu membelai rambutnya penuh kasih. Agak tidak rela karena akan ditinggal anaknya ngekos.
"Ibu…"
"Iya, 'Nduk?" jawab sang ibu sambil tersenyum getir, berharap anaknya akan mengatakan sesuatu.
"Rambutku jangan diacak-acak… . Baru nyisir…" anaknya benar mengatakan sesuatu-tentang rambutnya.
Air muka Mikoto berubah kecut mendengar kalimat itu. Tidak sesuai harapan, dikira Sasuke bakal mengatakan kalau dia akan rindu ibunya, akan kesepian tanpa ibunya di sana. Ternyata…
Setelah acara pamitan, Fugaku dan Sasukepun berangkat ke tempat kos.
Tempat kos itu berada tak jauh dari kampus di mana Sasuke berkuliah. Tapi kalau dari rumah, harus lewat tol dulu baru sampai ke sana. Biasanya Sasuke berangkat kuliah diantar oleh kakaknya, Itachi. Tapi karena Itachi pindah tugas ke luar kota, terpaksa Sasuke harus ngekost karena nggak ada yang bisa mengantarnya ke kampus. Ayahnya nggak available selain subuh-subuh. Nggak mungkin Sasuke nebeng subuh-subuh, lagipula beda arah. Sudah begitu Sasuke selalu mengeluh capek setiap pulang ke rumah. Lama di jalan katanya.
Keluar dari tol, mobil hitam itu masuk ke jalan raya yang ramai oleh kendaraan dan orang-orang yang berjalan-jalan, juga oleh para pedagang kaki lima yang menggelar lapaknya di sisi jalan. Melihat anaknya cuma mainin tablet sambil cemberut, Fugaku memutuskan untuk menghentikan mobilnya di depan gerobak yang bertuliskan kue cubit, dan membelikan kue itu untuk anak bungsunya tercinta.
Sasuke cuek saja melihat bapaknya turun dari mobil dan nyamperin tukang kue cubit.
"Nih, buat kamu 'Nduk." Fugaku menyodorkan box kecil berisi kue cubit yang masih hangat.
"Hn." Mukanya masih bete tapi tangannya menyambut box kue cubit itu.
Sang bapak pun tersenyum puas, lalu masuk kembali ke dalam mobil.
Mobil itu melaju melewati jalan raya, dan belok ke kiri, masuk ke sebuah gang yang cukup besar karena bisa dilalui oleh mobil, yang di kanan dan kirinya berdiri bangunan-bangunan bertingkat yang sudah bisa dipastikan itu tempat kos.
Sasuke mengedarkan pandangannya menebak-nebak yang mana kira-kira yang akan jadi tempat kosnya nanti. Sambil menebak, sambil melahap kue cubit kecil itu sampai ludes tak bersisa.
"Yang mana kosannya?" tanya Sasuke.
"Ini."
Mereka berhenti di depan sebuah bangunan bercat hijau daun, yang di atas pintu masuknya terpampang papan besar bertuliskan "PONDOK CEMARA". Bangunan itu terlihat cukup bagus, dan ada pohon mangga di halamannya. Sasuke jadi kepikiran, kenapa pondok itu nggak dinamain "PONDOK MANGGA" aja? Kan nggak ada cemaranya, adanya pohon mangga.
"Yuk turun. Kita ketemu ibu kosnya dulu. Bapak udah janjian, pasti udah nungguin." ajak Fugaku.
Sasuke mengikuti ayahnya turun dari mobil dan masuk ke rumah kos itu. Yang ia lihat, ada pohon mangga, rumah kosnya berlantai tiga, dan jendela-jendelanya diberi trails-mungkin supaya maling nggak bisa masuk, lalu di pintu ada tulisan "SENDAL/ALAS KAKI HARAP DILEPAS".
"Permisi…"
"Oohhh mangga…" jawab seseorang dari dalam rumah. Setelah pintu terbuka nampaklah seorang wanita paruh baya yang masih terlihat cantik walau pakai daster. Tsunade namanya.
"Pak Fugaku? Mangga ka lebet, ka lebet." Ajak ibu itu pada Fugaku dan Sasuke.
Sasuke hanya tersenyum tipis pada ibu itu. Ia masuk setelah melepaskan sepatunya. Rupanya keramik rumah itu cukup dingin. Ia merasa ada yang nyes-nyes di kakinya meskipun ia masih memakai kaos kaki.
Mereka bertiga lalu duduk di sofa di ruang tamu. Sementara sang ayah mengobrol dengan ibu kos itu, Sasuke celingak-celinguk melihat-lihat isi kosannya. Cukup bersih dan rapi. Ada rak besar tempat menyimpan alas kaki di sudut ruangan.
Ia tidak mendengarkan apa yang dibicarakan oleh mereka, hanya sesekali saja melihat ke arah ayahnya atu ke ibu kosnya.
DUK DUK DUK
TAP TAP TAP
Sasuke mendengar derap langkah kaki dari arah lantai atas. Sepertinya itu anak-anak lain yang ngekos disitu.
Satu-satu mereka menuruni tangga, dan Sasuke dapat melihat mereka dari ujung kaki sampai ke ujung kepala. Yang pertama turun, lelaki bermata sipit yang rambutnya dikucir. Ia sepertinya cuek karena tidak peduli ada orang di ruang tamu. Cowok itu lewat begitu saja-namun sempat membungkuk pada ibu kosnya. Lalu dibelakangnya ada cowok berambut cokelat jabrik dengan tato merah aneh di pipinya. Cowok itu menoleh pada Sasuke, dan saat mereka berdua bertemu pandang, dengan sok akrabnya cowok itu tersenyum sambil melambaikan tangannya.
"Hai…"
Lalu bungkuk sambil tersenyum malu-malu pada si ibu kos. Sasuke merinding ganjil.
Selanjutnya, ada cowok gemuk, dengan mata sipit dan rambut gondrong. Cowok itu membungkuk sambil tersenyum pada ibu kos, tapi tidak bereaksi apa-apa meskipun diliatin Sasuke.
Dan yang terakhir, yang langkahnya lebar-karena ketinggalan oleh teman-temannya, dia cowok jangkung, berkaki jenjang, berkulit tan, berambut pirang dan bermata biru jernih, dengan otot-otot dada, perut dan lengannya yang tercetak jelas-karena ia pakai kaos ketat, dan senyum menawan ketika ia menyapa ibu kosnya dengan ramah. Cowok itu juga melihat pada Sasuke dan tersenyum padanya. Pada ayahnya juga 'sih sebetulnya.
Seketika bunga-bunga berbagai jenis berbagai warna dari berbagai musim di berbagai belahan dunia bermekaran di hati Sasuke. OH MY GAWD, baru saja ia mendapat rejeki yang patut disyukuri. Ketemu orang ganteng yang gantengnya luar binasa. Dia belum pernah liat orang seganteng itu sebelumnya. Dia ragu cowok itu terlahir ganteng atau gantengnya hasil operasi plastik, atau dia sebenernya adalah serigala yang nyamar jadi cowok ganteng. Dan yang paling mencolok adalah, cowok itu terlihat seperti bule. Ia juga ragu cowok itu bule beneran, bule oplosan, bulepotan atau bulenya pa'le-yang ini nggak mungkin.
Ayahnya sampai heran ketika anaknya masih aja ngeliatin cowok itu sampai sosoknya menghilang pergi entah kemana.
"Nduk?" panggil Fugaku, takutnya sang anak melayang ke awang-awang dan nggak balik lagi.
"Itu anak-anak yang kos di sini, mereka 'mah semua tingkat 3." tiba-tiba si ibu kost angkat bicara.
"Ohh.. kakak tingkatnya Sasuke berarti, ya? Anak saya baru tingkat dua, ini, bu."
"Oohh… iya nanti kenalan aja atuh sama mereka. Kebetulan kamar buat anak bapak 'teh deket 'da sama kamar mereka."
"Tuh, nanti kamu kenalan sama mereka, 'Nduk. Lumayan, biar ada temen."
"Kamarnya yang mana?" tanya Sasuke pada ibu kos.
"Kamar nomer 7, paling pojok. Lantai 2. Anak-anak itu juga 'da di lantai 2 kamarnya." ucap sang ibu kos. "Oh iya, kuncinya 'kan udah saya kasihin ke Bapak, ya waktu itu, pas naro barang?" tambahnya.
"Eh betul, lali aku." Fugaku merogoh sakunya untuk mengambil kunci kamar kos Sasuke.
Kunci itupun keluar dari saku Fugaku. Lalu ia memberikannya pada Sasuke.
"Yowis. Bapak mau ambil koper dulu. Kamu naik duluan ya, 'Nduk."
Setelah kunci itu berpindah tangan, Fugaku pergi untuk mengambil koper-koper milik Sasuke. Sementara Sasuke ditemani Tsunade naik ke lantai dua.
"Nah ini Neng-eh, A. Kamarnya." Ucap Tsunade saat mereka sampai di depan sebuah pintu berlabel angka 7.
Sasuke tanpa basa-basi langsung memasukkan kunci yang dipegangnya ke lobang kunci di pintu itu.
CKLEK
Pintu pun terbuka. Sasuke tidak menyangka ternyata kamar kos dengan kamar mandi dalemnya itu sudah ditata sedemikian rupa, ada kasur-pasti, meja belajar, tivi, lemari, rak gelas dan piring, dan-oh, Sasuke menyunggingkan senyumannya yang jarang nempel di wajahnya itu saat ia melihat sebuah cermin berukuran ¾ tinggi badannya. Ia senang sekali ada cermin sebesar itu di kamarnya. Ia bisa bebas ngaca sebelum kuliah.
Ternyata perabotan itu sudah lebih dulu ditaruh disana tanpa ia ketahui. Sebenarnya Fugaku melakukannya supaya tidak perlu repot-repot membereskan kamar kos Sasuke saat ia pindah. Kalau perabotnya sudah duluan, 'kan tinggal bawa baju aja.
"Nduk, ini bajumu 'Nduk…" seru Fugaku saat ia hampir sampai di lantai dua.
Sasuke risih juga dipanggil 'Nduk d luar rumah. Ia malu, pasalnya nggak ada anak laki-laki yang dipanggil 'Nduk 'kan? Lagipula bapaknya itu Jawa koek yang medoknya abis-abisan. Untung Sasuke masih bisa ngilangin medoknya. Dia nggak mau dibilang Jawa banget sama temen-temen kostnya nanti.
Fugaku dibantu oleh seorang Mamang untuk membawakan koper-koper itu. Mamang itu membungkuk sambil nyengir saat melihat Sasuke.
"Neng." katanya.
"Matur nuwun yo, Mas." Fugaku berterimakasih pada Mamang itu.
"Sami-sami, Pak. Mangga, Bu. Neng." Mamang itu berpamitan pada Tsunade dan Sasuke sebelum ia turun tangga.
"Nuhun, nya, Mang Iruka." ucap Tsunade.
Sasuke komat-kamit nggak jelas gegara disebut "Neng". Ia nggak bisa terima penampilannya itu bisa nipu siapa aja yang liat, orang pasti bakal nyangka dia cewek. Udah mukanya cantik, putih bersih, baju yang dia pake juga bikin ambigay-eh, ambigu. Saat itu dia pake kaos v-neck yang dilapis cardigan hitam dengan celana pensil. Jangan lupa tas selempangnya yang dikasih gantungan Hello Kitty dari bahan flannel yang sengaja dibikin sama kakaknya.
"Yaudah atuh saya tinggal dulu, ya. Saya masih ada urusan. Marangga, ah." Tsunade membungkuk sambil berpamitan. Ibu kost itu lalu pergi meninggalkan Fugaku dan Sasuke di depan kamarnya.
"Ayuk, 'Nduk, masuk. Kita beresin bajumu."
Akhirnya mereka masuk ke kamar. Fugaku membuka semua koper Sasuke dan mengeluarkan isinya untuk dipindahkan ke lemari. Sementara Sasuke duduk cantik di atas kasurnya. Ia tepuk-tepuk kasur itu untuk ngetes kasurnya empuk apa nggak.
"Bapak. Udah ini bapak mau langsung pulang?"
"Iya, 'Nduk. Bapak masih ada kerjaan." Fugaku menata baju-baju itu dengan rapi. Satu-satu. Sesuai warna dan jenisnya. Bapak yang telaten. Anaknya cuma ngeliatin aja tanpa bantu apa-apa.
"Bapak nginep aja di sini…"
"Ora iso, 'Nduk. Harus berani sendiri. Kamu ini lanang." tolak Fugaku. "Meskipun bapak ngarepnya kamu wedok." dan diakhiri dengan sebuah gumaman yang entah didengar oleh Sasuke atau nggak.
"Nanti pasti sepi… Nggak ada Ibu, nggak ada Mas…" Sasuke mengerucutkan bibirnya sambil memilin-milin ujung cardigan-nya.
"Alah, kangen sama Mas-mu, telpon dia sekarang. Atau nanti kalo kamu mau tidur suruh Mas-mu yang telpon. "
"Mhhhh…" Sasuke makin cemberut.
Setelah membereskan baju-baju Sasuke dan mengecek apakah ada yang kurang atau nggak, Fugaku pamit pulang pada anaknya itu.
"Bapak pulang dulu, ya. Kalau ada apa-apa telpon bapak." Fugaku memberikan tangannya pada Sasuke.
"Iya." Sasuke pun mencium tangan bapaknya itu.
Sasuke akhirnya sendirian di kamar itu setelah bapaknya pulang. Ia tidak tahu apa yang harus dilakukannya, apalagi ini masih siang. Ia hanya tiduran di kasurnya sambil menatap langit-langit kamar. Ternyata di langit-langit tertempel stiker panah yang mengarah ke barat yang bertuliskan "kiblat". Arah kiblat, 'toh.
Ia merasa bosan dan kurang nyaman tiduran dengan masih memakai celana jeans. Ia pun membuka lemarinya dan berjongkok di depan lemari sambil berpikir, mana pakaian yang ingin dipakainya siang itu. Setelah berpikir agak lama akhirnya ia mengambil kaus hitam berlengan panjang dan celana pendek abu-abu. Jujur saja ia lebih suka seksi-seksian dengan hanya memakai tank top dan celana di atas lutut, tapi itu kalau di rumah. Karena dia nggak di rumah, tapi di kosan, dia agak malu untuk berpenampilan seperti itu. Mau nggak mau pakaiannya harus lebih tertutup, biar nggak tebar-tebar aurat. Kalau nggak gitu, nanti anak-anak kos dan semua yang ngeliatnya bakalan hilang kesadaran karena iman dan ketaqwaannya sudah hilang tak berbekas.
Baju sudah ganti. Eh, dia lupa untuk membeli persediaan makanan. Padahal bapaknya udah titip pesen supaya beli persediaan makanan buat di kosan, 'kan duitnya udah dikasih. Dia ingat ada supermarket dekat kampus. Sip, dia akan membeli kebutuhannya di sana. Sasuke mengecek dompetnya. Setelah itu ia mengambil handphonenya. Ia lalu mematut dirinya di cermin. Yakin akan keluar seperti itu? Ah, peduli amat. Orang lain saja santai pakai boxer keluar. Kenapa ia tidak? Lagian dia cowok, nggak mungkin dia bakalan diserang, terus diculik, terus digrepe-grepe, dan setelahnya dibuang di Lembang, terus masuk koran dan jadi buah bibir di kampus. Nggak mungkin. Yakin. Yakin?
Ia keluar dari kamarnya, dan hendak mengunci pintu-tapi nggak jadi karena ia keburu ingat kalau sandal yang mau dipakainya masih di dalam kamar. Masih di plastikin pula. Iapun masuk lagi ke kamarnya untuk mengambil sandal.
Oke. Duit, hape, udah dibawa. Sandal juga. Kamar udah dikunci. Berangkat…
Sasuke berjalan kaki untuk sampai ke supermarket itu. Banyak orang di jalan-ya iyalah. Ia lihat banyak mahasiswa keliaran. Kebanyakan nyari makan. Oh iya, saat itu sudah jamnya makan siang. Ia ingat juga kalau ia belum makan.
Sampai di supermarket ia langsung mengambil troli yang ada di dekat kasir. Ia mendorong troli itu ke blok makanan dan mulai mencari apa yang mau dibelinya.
Ia mengambil susu, kopi, teh, snack, biscuit, dan makanan kering lainnya kecuali mie instan. Kenapa? Karena dia kurang suka sama olahan tepung yang bentuknya panjang-panjang itu. Lalu ia berpikir akan membeli makan siang setelah beres belanja aja. Tapi untuk mengganjal perut, dia ingin es krim. Kayaknya enak makan es krim siang-siang. Ia pun mencari blok makanan dingin.
GOTCHA
Ketemu 'deh tempat es krimnya. Ternyata di situ ada seorang cowok yang nampaknya lagi milih-milih mau beli es krim yang mana. Rejeki nomplok, cowok itu adalah cowok yang tadi ngasih senyum cuma-cuma padanya. Si ganteng itu.
"Eh, kamu?" ucapnya dengan suara uniknya yang sanggup bikin siapa saja goyang mujaer dengernya.
Sasuke cuma tersenyum canggung-padahal sebenernya pengen goyang mujaer. Cowok itu balas tersenyum lebar sampe-sampe matanya nyipit, istilahnya itu smiling eyes.
"Mau beli es krim juga?" tanyanya.
"Hn." dua huruf itu keluar bukan karena Sasuke sok cool atau gimana. Dia asli nggak bisa apa-apa, cowok itu terlalu silau, padahal nggak botak. Atau gegara giginya shine bright like a diamond kali.
Mencoba mengabaikan si ganteng itu, Sasuke mengambil sebuah es krim cone rasa blueberry dan hendak kabur darinya. Tapi gagal, cowok itu melayangkan pertanyaan lagi pada Sasuke.
"Kamar nomer berapa?" Sasuke tertohok oleh pertanyaan itu. To the point dan bikin salah paham. Kok kepo 'sih dia? Ah, tapi mungkin saja cowok itu hanya ingin kenalan sama anak baru.
"…Tujuh." dan dengan jawaban yang sesingkat-singkatnya Sasuke segera meninggalkan cowok itu.
"Nama kamu siapa…?" serunya. Padahal Sasuke sudah cukup jauh, dikira nggak akan ditanya lagi.
Sasuke menghentikan langkahnya dan berbalik.
"Sasuke!"
.
.
.
Malemnya Sasuke nggak bisa tidur nyenyak. Semuanya gegara si ganteng yang namanya belum teridentifikasi itu.
Ia ketemu sama cowok itu bukan cuma di supermarket aja, tapi juga di tukang Nasi Gila deket kampus. Sasuke niat beli nasi gila buat makan siang, eh nggak disangka-sangka cowok itu juga sama mau beli nasi gila. Seinget Sasuke dia liat cowok itu keluar kosan bareng temen-temennya. Tapi kenapa jadi cuma sendiri? Yang laen kemana? Ah, boro-boro nanya macem-macem. Yang ada kejadiannya malah begini-
"Waahaha… ketemu lagi." tunjuk cowok itu sambil tersenyum sumringah, menebar virus mematikan yang membuat siapa aja nggak bisa berpaling dari wajahnya-termasuk ibu yang lagi nemplokkin nasi ke piring di gerobak sebelah.
Lagi-lagi Sasuke cuma bisa senyum tipis. Dan buru-buru berpaling, lehernya pegel lama-lama ngedongak liat cowok jangkung itu.
"Bu, nasi gila cornetnya satu ya. Yang pedes." ucap cowok itu. dia ikut nungguin nasi pesenannya di sebelah Sasuke. Mereka berdiri di samping gerobak nasi gila itu sambil ngeliatin Bapaknya masak dan Ibunya naro kerupuk.
Sasuke pengen kabur, dia lirik-lirik bangku buat orang makan di tempat itu, tapi sayang bangkunya penuh. Tadinya kalau bangku itu ada celah dikiiit aja Sasuke bakal langsung mendaratkan pantatnya di sana dan ngebiarin cowok jangkung itu nungguin sambil berdiri sendirian. Ia mendengus terus pouting imut.
Ah iya, Sasuke baru sadar. Selama dua tahun ia kuliah di kampus Konoha,dan selama dua tahun ia jajan di jalan jajanan itu dia sama sekali belum pernah liat si jangkung. Tapi… nggak mungkin dia anak pindahan, mana ada. Kata ibu kos juga 'kan dia udah tingkat tiga alias kakak tingkatnya. Tapi dimana cowok itu selama ini? Kok bisa radar Sasuke nggak bisa nangkep sinyal cowok yang betul-betul *mabushii itu? Aneh.
Sasuke pelan-pelan nengok ke sebelah kirinya dimana cowok itu berdiri, tapi dia nggak berani natap mukanya langsung. Walhasil yang kelihatan didepannya cuma leher kekar si jangkung. Aduh… berbahaya. Tanpa sadar kepalanya ngedongak dan mereka bertemu pandang. Mata itu… hidung mancung itu… bibir bentuk hati itu… sebuah pertanyaan melintas dalam pikiran Sasuke saat itu. Ini orang apa alien? Daya magnetik yang ditimbulkannya bener-bener nggak bisa dibantahkan.
"Hm?" gumam cowok itu sambil tersenyum. Rupanya dia tipe orang yang hobi sodakoh. Senyum itu sodakoh, 'kan? Duh, dia udah nambang pahala cuman dari senyum doang.
Sasuke kedap-kedip kikuk.
"Ini nasi gilanya, 'Neng." si ibu menyerahkan kresek putih berisi box nasi gila pada Sasuke.
"Pft." Cowok jangkung itu gembungin pipinya. Yakin nahan ketawa.
Sasuke langsung ngelirik nggak suka. Iya barusan dia dipanggi 'Neng, kenapa? Lucu? Ingin rasanya Sasuke nanya gitu.
"Bu, punyaku mana?" mengabaikan tatapan sinis Sasuke yang nggak ada menakutkanya sama sekali, cowok itu malah nanyain nasinya dengan nada manja yang bikin pendengar pengen nyanyi geregetan bareng Shirine Munap.
"Ini Mas, nasi gila cornet pedes, 'kan?"
"Iya, hehe." cowok itu ketawa ringan saat nasi gila pesenannya udah jadi.
Sumpah, Sasuke iri setengah mati. Cowok itu aja dipanggil "Mas", masa dia dipanggil "Neng"? Emang ibunya nggak bisa bedain mana cowok mana cewek? Ah, emang ciri-ciri Sasuke aja yang bikin orang salah paham, 'sih.
"Mau balik ke kosan bareng?" ajak cowok itu.
"Duluan." dengan ketusnya Sasuke jalan duluan ninggalin dia.
Sebetulnya kalau suasana hatinya lagi baik, Sasuke mau banget jalan bareng cowok itu. Kesempatan bagus nggak boleh disia-siain, mubazir. Tapi gegara dia lagi sebel, kesempatan itu dilepas begitu aja.
Tapi meskipun begitu, dia antara demen ama benci jalan diikutin si jangkung. Bukan diikutin juga 'sih sebenernya, orang kosannya sama. Ya pasti jalannya sama.
Dan mereka pun sampai di kosan berbarengan. Sasuke sengaja nggak mau nengok ke belakang sama sekali. Takut kena jampi. Ia mulai curiga kalau cowok dibelakangnya itu pake susuk. Auranya berasa kenceng banget.
Sasuke naik tangga diikuti cowok itu yang dengan cueknya siul-siulan ngelantunin nada lagu apa entah Sasuke nggak tau. Sasuke baru noleh ke belakang ketika ia sampai di depan pintu kamar kosnya. Cowok itu sudah menghilang. Mungkinkah dia setan kosan? Ah, mungkin dia udah masuk ke kamarnya duluan. Kamar Sasuke 'kan paling pojok. Dan kamar cowok itu ada diantara lima kamar yang ada di samping dan di depan kamarnya. Sebetulnya Sasuke kepo, tapi buru-buru ia bantah sendiri.
"Peduli amat." katanya.
Setelah masuk kamar barulah dia menyadari kalau ada satu hal yang dilupakannya saat itu. dia lupa buat nanya balik siapa nama cowok itu. Oke dia nyesel. Harus nunggu sampai besok lagi 'dong… Pagi cepatlah datang.
TBC
*mabushii: silau, menyilaukan
