Bagi Rukia sendiri, tidak ada kata-kata yang dapat terucapkan. Hanya sepasang mata yang berbinar-binar penuh kebahagiaan saat menatap Ichigo. Ternyata, cinta dan kasih sayang mereka tidak berubah sedikitpun. Bahkan semakin dalam.

SELESAI

BUKKK!

Gadis bersurai merah muda sebahu itu menutup paksa novel yang sedari dulu sering kali ia baca.

"Ah, tetap saja happy ending!".

Ia mendesah dan menggerutu—menilai keseluruhan isi cerita dengan ekspresi masam. Gadis itu berpikir, seandainya ia bisa me -resensi novel itu dengan sigap. Mungkin, ia akan mengatakan kalau novel itu sama sekali sangat tidak di sukainya sekarang. Tidak peduli siapa yang akan menerima resensi itu nantinya. Entah penerbitnya, pengarangnya, atau mungkin orang yang telah memberikan novel itu padanya.

Di balik remangnya cahaya lampu lima watt, pasang mata hijau itu menatap judul yang terpampang jelas di bagian cover novel. Bibir manisnya mengerucut dan menduga-duga; ada yang salah dengan novel itu. Entah kenapa ia juga sampai beropini demikian. Tetapi ada kemungkinan jika selera membacanya itu terlalu kolot.

Sesaat kemudian, tangan mungilnya mengibas-ngibas novel itu ke arah leher sawo matangnya beberapa kali, membiarkan angin timbul kemudian mendinginkan tenggorokannya. Beberapa detik kemudian, ia hentakkan lembaran itu ke atas meja disampingnya dengan paksa. Gadis bersurai merah muda itu kini sudah terlalu bosan.

Namun sejenak saja, ia menghirup udara sejuk dalam-dalam. Saking dalamnya, udara yang masuk itu tidak terasa sejuk dalam indera pernafasannya. Melainkan sebuah rasa dingin yang hambar dan tawar. Ia bertanya lagi; entah kenapa ia harus merasakan semua itu.

Mimik parasnya kembali diubah. Ia mencoba merenung, menopang dagu dengan kedua telapak tangan di pagar balkon kamarnya yang pendek. Ada ekspresi sendu yang berhasil terpampang di wajahnya saat pasang mata hijau itu ingin melirik ke suatu tempat di bawahnya.

Tempat kecil, berbatu dan bertembok. Dimana kaki-kaki makhluk Sang Khalik dapat menapak di sana. Tempat kecil dimana hunian tradisional dengan rapi berjejer dan saling berhadapan, disiplin, layaknya tentara yang berdiri bersiap menyambut Sang Letnan yang datang dari Medan Perang. Tempat kecil dimana di setiap pintu huniannya banyak lentera warna - warni menyala menghiasinya. Serta kejanggalan yang tak pernah tertinggal dalam waktu yang sama seperti saat-saat kini dimana ia berada.

Keramaian yang mulai menghilang, tak ada suara, kemudian sepi. Kemudian yang tersisa hanya sebuah suara jam besar di dekat gerbang perkampungan yang menunjukkan pukul dua belas malam tepat.

Ya, hanya bunyi itu yang ia dengar dari sana. Gadis itu cepat menyadarinya. Kini, hari dan musim telah berganti. Beriringan dengan suasana di tempat kecil itu yang semakin gelap dan sepi.

Kepala merah muda itu menengadah beberapa derajat ke layar background hitam alami buatan Sang Pencipta. Dimana sebuah lukisan realis berupa Polka dot cahaya putih ber -milyaran dan satu lingkaran putih kecil yang juga bercahaya diantaranya, terukir Indah.

"Bintang musim panas, ya?", gadis itu bertanya sendiri tanpa arah.

Ia mendesah lagi dan lagi. Ia bosan. Benar-benar bosan hingga gadis merah muda itu membiarkan pasang matanya terpejam. Membiarkan hatinya merasakan sesuatu yang membuat pikirannya berputar kembali ke masa lampau.

Jejeran Rumah, Jalan berbatu, bintang malam, cahaya lentera, bunyi jam pertanda, Arrrgh!, semuanya!.

Ia benar-benar benci semua itu !.

Ia benci lentera yang pernah menyinari keraguannya dulu. Ia benci jalanan berbatu yang pernah ia tapaki dulu. Ia benci bunyi jam besar yang pernah memotong perkataannya dulu. Dan yang paling ia benci adalah ...

Saat-saat dimana ia tengah bersama seseorang, menjalani sebuah kisah yang teramat indah sekaligus memilukan bagi dirinya. Kala menatap pemandangan bintang-bintang malam dan meratap kepiluan dihatinya.

Itulah ...

Sebuah kisah yang sebelumnya tidak di ketahui oleh dirinya. Juga sebuah kisah yang tak pernah diketahui oleh siapapun setelah ia mengalaminya. Sebuah kisah yang terjadi ... Di awal musim panas.


Shiranai Monogatari

( Kisah yang Tak Diketahui )

Naruto © Masashi Kishimoto

Shiranai Monogatari © VQ