Minna san, hajimemashite.

I'm a new member and this is my first fanfic.

As we know, Captain Tsubasa doesn't tell us much about the love relationship between their character. So, I try to create a love story of my favourite couple in CT, Jun and Yayoi based on my own version.

This story dedicated to all CT fan especially Jun Misugi – Yayoi Aoba fan. ^_^

Disclaimer: Captain Tsubasa belongs to Mr. Yoichi Takahashi. I'm just a fan.

My Heart Knows What I'm Feeling

Chapter 1 – Anak Laki – laki yang Kusukai

( Yayoi's POV )

Kupikir selama ini aku telah menyukai seseorang

Seseorang yang tak pernah luput dari mataku

Tak pernah hilang dari pandanganku

Seseorang yang sangat mencintai sepak bola melebihi apapun di dunia

Selalu berlari, berlari, dan berlari

Hampir tak bisa kukejar

Seseorang yang bermimpi terbang tinggi

Dengan sayap kecil di punggungnya

Hampir tak dapat ku raih

Namun, walau hanya melihatnya bersemangat dan tertawa

Cukup membuatku bahagia

Waktu itu….

Sekali lagi, kupikir aku menyukai orang itu

Sebelum….

Sebelum aku bertemu 'dia'

"Kyaaaaaaaaaaaa! Juuuuuuuuuuuun!"

"Gantengnya.…!"

Seperti biasa, kelas ini selalu ramai. Hampir di setiap jam istirahat mereka selalu datang. Sekumpulan anak perempuan yang mengaku sebagai Jun Misugi Fans Club. Berteriak – teriak, tertawa cekikikan, histeris, dan menyerukan kalimat – kalimat pujian. 'Jun Misugi, jadilah pacarku!', 'Jun, mau jalan denganku?', 'Jun, I love you".

Kalimat itu sudah sering kudengar. Bahkan, ketika aku belum lama mengenal dia.

Dia sangat populer. Sangat menarik dan berkharisma. Aku akui dia tampan. Sejak dulu. Saat ini, setelah hampir tiga tahun mengenalnya. Setelah untuk waktu yang lama tak pernah lepas dari pandangan, kulihat dia sedikit berbeda. Menjadi semakin tampan. Suaranya semakin berat. Postur tubuhnya semakin tinggi, namun terlihat lebih kurus dari sebelumnya. Satu hal yang tidak berubah adalah 'poin lemah'nya. Tiga tahun bukan waktu yang singkat untuk menyembuhkan masalah jantungnya. Buruknya, kudengar bahwa dia tidak bisa sembuh. Tapi, selalu ada harapan. Jun pantas mendapatkan hidup lebih lama lagi. Aku yakin dia akan baik – baik saja.

Aku tidak tahan.

Aku tidak tahan dengan suara gaduh mereka.

'Tidakkah kalian sadar dengan apa yang kalian lakukan? Kalian menyakiti Jun!', pikirku dalam hati. Wajahku masam. Aku ingin menyelamatkan Jun dari sarang penyamun. Ingin sekali aku berteriak di tengah – tengah mereka. 'Jangan seperti ini! Kalian mengganggu! Jun belongs to me! Pergi kalian dari sini!' Tapi kenyataannya tak satu pun kata – kata keluar dari mulutku. Aku tak lebih dari seorang pemalu. Seorang pemalu yang secara diam – diam mengagumi sang idola para wanita.

Sigh. Akhirnya aku cuma bisa menghela napas. Berharap keadaan semacam ini cepat berakhir.

Bruk!

Aku mendengar suara meja dipukul cukup keras.

Jun?

Kulihat dia bangkit, berdiri dari posisinya duduk.

"Jun, ada apa? Aduh, bikin kaget saja," ucap salah seorang gadis.

Ekspresi Jun kelihatannya tidak baik.

"Maaf," ucap Jun sedikit menunduk.

"Aku capek. Tolong tinggalkan aku!". Tidak memandang ke mata salah seorang dari mereka. Hanya terus menunduk. Sepertinya bosan. Sedikit marah. Tapi sebisa mungkin tidak menyakiti mereka. Memasang wajah memohon.

"Ah, begitu ya?" ucap salah satu gadis.

"Baiklah, kami akan pergi jika itu membuat Jun merasa baikan." Gadis lain berkata dengan senyum sok manisnya, kemudian memerintahkan gadis lain keluar.

"Kami akan kembali lagi besok," ucap gadis yang kebetulan menjabat ketua fan club dengan nada centilnya di ambang pintu sebelum mereka benar – benar menghilang dari pandanganku.

'Menyebalkan. Enyahlah kalian!' pikirku.

"Aaaaah….sialan. Sepertinya mulai besok aku harus membawa tabung oksigen setiap kali ke sekolah."

Jun mendesah dan meletakkan kepalanya di meja. Menoleh ke sebelah kanan. Ke arah mejaku. Ya Tuhan, aku benar – benar merasa beruntung bersebelahan bangku dengannya. Aku bisa melihatnya dengan jelas. Saat ini, pertengahan musim semi. Angin bertiup lembut dari arah jendela dekat bangku Jun, memainkan beberapa helai rambut coklatnya. Dengan posisinya seperti itu, menyandarkan kepala di atas meja dan ditopang oleh kedua lengannya yang putih. Sungguh keren! Ya Tuhan, dia tampan sekali! Ups. Hanya melihatnya seperti itu saja sudah membuat wajahku panas. Oh tidak, aku bahkan bisa masuk ke dalam Jun Misugi fan club. Bersama dengan gadis – gadis yang punya hobi berteriak. Tidak! Aku tidak sama dengan mereka!

Kaget! Tiba – tiba Jun memandang ke arahku. Apa dia curiga dengan gerak – gerikku barusan? Ah, dia akan melihat wajahku yang memerah. Aduh, aku jadi salah tingkah.

Yayoi, tenanglah! It's OK. Calm down, Yayoi! Dia hanya melihat ke arahmu saja.

"Yayoi, sepertinya kau harus membantuku."

Hah? Apa?

"Eh? Mem-ban-tu?" kataku terbata – bata. Ah, hanya begini saja aku grogi? Ya ampun!

"Ya…. Maksudku….membantu menyingkirkan mereka dariku." Ucap Jun, masih dalam posisi yang sama.

"Menyingkirkan mereka?" tanyaku heran. Sedikit melirik ke matanya.

"Kau bercanda? Aku mana mungkin bisa." Tambahku, tersenyum ironi.

'Aku tahu kau tidak suka mereka. Dan aku tahu pula kau sungkan menolak mereka mendekat. Tapi, sekarang kau minta aku menyingkirkan mereka? Tidak salah, Jun? Aku yang penakut dan pemalu ini?'

"Aku tidak memintamu benar – benar menyingkirkannya. Itu jahat sekali. Dan mana mungkin Yayoi akan tega, kan?."

Tidak. Aku mungkin saja tega, Jun. Tapi, aku hanya tidak dapat melakukannya. Aku bahkan benci dengan sifatku yang seperti ini.

"Aku hanya ingin menikmati waktuku sendiri."

Jun bangun dari meja. Kali ini ia mengangkat kedua kakinya di atas kursi. Menyilangkan lengannya di atas lutut. Sorot matanya merunduk sedikit ke arah meja. Sorot mata cokelat yang teduh dan terlihat sedih.

"Eh?"

"Aku bosan. Aku ingin menikmati kehidupan privasiku sendiri. Terus terang mereka sangat menggangguku. Sekali – kali, menikmati waktu seperti kebanyakan orang, tanpa diperbincangkan pasti menyenangkan." ujar Jun dengan senyuman kecil tersungging dari bibirnya.

Aku tahu. Aku mengerti bagaimana perasaannya. Selama hampir tiga tahun berteman dengannya. Aku yang terus mengawasinya dan perlahan – lahan masuk ke dalam kehidupannya benar – benar tahu dirinya. Mungkin karena dia lebih dekat denganku dibanding siapa pun di sekolah ini. Aku tahu. Menjadi seorang Jun Misugi tidak semudah dan seenak yang dibayangkan orang. Yang aku tahu, Jun Misugi temanku bahkan lebih sering menderita. Dalam kehidupannya yang baru 15 tahun, dia sudah mengenal penderitaan fisik maupun psikis. Seorang pemain sepakbola yang sangat jenius dan berbakat. Pintar, rendah hati, dan berdedikasi. Dikagumi banyak orang dan bahkan pernah diharapkan kelak akan menjadi pemain sepakbola nomor satu di Jepang. Namun, siapa yang menyangka sebuah takdir memasuki kehidupannya tanpa permisi kemudian siap menghancurkan impiannya. Jun Misugi ( 12 tahun ) didiagnosis menderita penyakit jantung. Saat itulah awal dari bencana. Perasaan depresi, marah, menangis begitu jelas tergambar di wajahnya saat itu. Berteriak – teriak dan komplain kepada dunia. "Ini tidak adil!", "Bagaimana dengan masa depanku?". "Tolong katakan kalau ini semua tidak benar!" Aku yang melihatnya dari dekat pintu hanya bisa menangis dan menangis. Hatiku seperti teriris pisau yang sangat tajam. Ekspresi Jun waktu itu baru pertama kali kulihat. Bukan seperti Jun yang aku kenal. Yang begitu tenang dan lembut. Saat itu, yang kulihat hanya sosok Jun yang putus asa.

Tapi Jun punya semangat tinggi. Perlahan – lahan ia mulai bangkit menerima takdirnya. Kemudian kembali ke sekolah dan bermain sepakbola seperti biasa. Semua kembali seperti biasa. Namun, urusan sepakbola dan olahraga lainnya tidak mungkin masih seperti biasa. Sepuluh menit batas waktu yang diberikan dokter padanya untuk bermain sepakbola. Tidak boleh menyerang seorang diri. Tidak boleh berlari terlalu kencang. Dunia di sekitarnya nampaknya sudah mulai berubah. Tanpa memberitahu siapa pun, berdalih menjadi ahli strategi yang disimpan di bangku pemain kemudian baru diturunkan di sepuluh menit terakhir pertandingan, di saat tim mulai tak berdaya terhadap serangan lawan. Kondisi ini mulai membangun image Jun sebagai "Prince of Field". Seakan – akan tim pasti akan menang mudah karena ada Jun, walau hanya sepuluh menit tersisa. Namun, tidak selamanya yang ia dengar menggembirakan. Para wartawan sibuk mencari berita tentangnya. Mengelu – elukan namanya. Para fans yang hanya bisa berteriak dan memaksa Jun bermain lebih lama demi kepentingan mereka sendiri. Bahkan, teman – teman satu tim yang mulai merasa tidak nyaman dengan cap 'Musashi tidak akan mampu memenangkan pertandingan tanpa Jun Misugi', kemudian ia bergunjing di belakang Jun, membicarakan hal – hal yang tidak menyenangkan. Mereka tidak tahu apa – apa! Tidak mengerti bagaimana perasaan Jun! Tidak mengerti apa – apa!

Jun Misugi sudah akrab dengan kelelahan fisik maupun psikis. Sekarang, seluruh dunia telah mengetahui penyakitnya. Jelas, tidak ada yang akan sama dengan sebelumnya. Tawaran – tawaran klub sepakbola terkenal di Jepang mulai mencabut Jun Misugi dari daftar karena alasan kesehatan. Majalah – majalah dan media massa tak jarang memberitakan tentang dirinya. Menyayangkan kelemahan fisiknya. Berkali – kali kulihat, setiap majalah yang memuat berita tentangnya, oleh Jun selalu berakhir di tempat sampah. Belum lagi para fans. Terutama di sekolah ini. Mengelu – elukan dirinya. Berbicara tentang dirinya sampai ke poin lemahnya tanpa pernah mengerti bagaimana perasaannya. Dan Jun, yang kulihat dia lebih sering tersenyum menghadapi ini semua. Tetapi, itu kamuflase. Dia berusaha keras dan keras, menyembunyikan penderitaannya di balik senyuman.

'Bahkan kau tak perlu berbuat seperti itu, Jun.'

'Kau layak mendapatkan kebahagiaan yang sesungguhnya.'

'Dan Yayoi, sekarang apa yang bisa kau lakukan?', pikirku. Aku tidak mau melihat Jun seperti itu. Aku harus melakukan sesuatu. 'Yayoi, berhentilah bersikap seperti anak yang terlalu pemalu! Dia di sampingmu. Sahabatmu dan orang yang kau sukai mungkin sedang membutuhkan bantuanmu.'

Benar. Aku….Terhadap Jun….

Aku tidak mau melihatnya bersedih lagi!

"Jun…." aku berdiri. Mulai menatap ke arahnya.

"Aku….pasti akan membantumu!"

End of Chapter 1 –

Ini karya pertama, jadi mungkin masih banyak kekurangannya dan kayaknya aku masih perlu banyak banyak latihan. ^_^

Chapter ini baru pembukaan dan me-review ke belakang, tentang kehidupan Jun Misugi dari sudut pandang Yayoi.

OK, go to the next chapter.

Please review….. ^_^