God's Rules
Summary: Semua orang bilang bahwa hidup ini adalah takdir. Semua orang juga bilang bahwa takdir adalah aturan Tuhan. Kalau itu semua benar, aku dapat menyimpulkan bahwa Tuhan itu tidak adil. Ia memberikanku jalan hidup yang sulit, dimana aku tidak dapat menemukan apa yang disebut kebahagian hidup.
Disclaimer: Masashi Kishimoto
Story: Dreamer-Girl0210
Pairing: GaaXSaku
Rated: T
Warning! AU, OOC, TYPO, DLDR, RnR. I'm a newbie. Really need more advice.
Write in normal POV.
.
.
.
Gadis berambut pink itu berjalan menuju kelasnya. Ia sangat benci hal ini, lebih tepatnya ia benci suasana sekolah. Lihat bagaimana murid-murid lain bisa bergaul dengan teman-temannya, bermain bersama, mengobrol bersama. Gadis pink itu tidak pernah merasakan hal-hal tadi.
Itu semua karena ia berbeda dari teman-temannya yang lain. Ia hanya anak yatim yang miskin yang harus berhutang dimana-mana untuk menghidupi dirinya dan ibunya yang terkena depresi berat.
Gadis itu bernama Sakura Haruno. Ayahnya meninggal sejak ia masih berusia enam tahun. Semenjak itulah ibunya mengalami depresi.
Sakura percaya bahwa semua ini telah diatur oleh Tuhan, ia juga percaya bahwa Tuhan tidak akan memberikan cobaan diluar kemampuan hambanya. Itulah yang membuat Sakura tumbuh menjadi gadis kuat. Tidak pernah ada tangisan yang keluar dari matanya, juga tidak ada keluhan yang keluar dari mulutnya. Tapi hatinya tidak bisa berbohong. Ia sangat-sangat lelah. Tapi, ia masih terus percaya bahwa semua akan indah pada waktunya.
Sore itu, Sakura berjalan menuju pintu keluar sekolah. Ia baru saja selesai mencatat pelajaran di perpustakaan. Ia memang pelajar yang giat. Ini semua ia lakukan untuk mempertahankan beasiswanya. Kau bisa lihat murid-murid yang lain, mereka tidak perlu belajar segiat ini untuk bisa tetap bersekolah di sekolah elit ini.
"Andai saja aku bisa mempunyai seorang teman yang bisa menemaniku dalam kehidupan yang menyebalkan ini. Aku butuh seseorang untuk berbagi. Tuhan, Kau mendengarku, kan?" batin Sakura.
Sakura tidak memperhatikan jalannya. Ia terus berjalan menuju pintu keluar dengan pikiran yang masih entah berada dimana. Tiba-tiba...
BRUUUK!
Sakura merasa dirinya menabrak sesuatu yang keras hingga ia terjengkang kebelakang. Ia mengusap-usap pinggulnya yang berbenturan langsung dengan lantai.
"Hei, maaf, maaf. Aku benar-benar tidak sengaja. Kau tidak apa-apa?" Uluran tangan beserta suara berat menyadarkan Sakura dari lamunannya. Sakura meraih tangan itu dan bangkit.
"Aku tidak apa-apa." Sakura memungut buku catatannya, lalu memandang orang yang tadi ditabraknya. Seorang siswa berambut merah dengan tattoo kanji di dahi kirinya. "Kau anak baru, ya? Aku tidak pernah melihatmu sebelumnya," ujar Sakura.
"Ah, ya, aku baru pindah sebulan yang lalu," jawabnya, "err, maaf aku harus buru-buru pergi. Maaf sekali lagi telah membuatmu jatuh." lanjutnya sambil memungut bukunya yang juga terjatuh.
"Ya, sampai jumpa." ucap Sakura.
"Anak itu mengingatkanku pada seseorang. Siapa, ya?" batin Sakura.
Di saat yang bersamaan, cowok rambut merah tadi menyadari sesuatu, "Kurasa aku mengenalnya. Siapa gadis itu?"
Wanita itu menggendong anak perempuannya yang masih berusia enam tahun. Ia menangis sambil berteriak-teriak tak karuan. Ia berlari mengejar sebuah mobil yang membawa salah satu anak kembarnya, "Kembalikan anakku! Kembalikan!"
Mobil itu tak kunjung berhenti hingga menghilang dari penglihatan wanita itu. "Anakku."
Sakura terbangun dari tidurnya. Nafasnya putus-putus dan tubuhnya berkeringat. Ia mimpi buruk. Mimpi ini kerap kali menghantuinya beberapa hari belakangan.
Mimpi ini memang terjadi sepuluh tahun yang lalu. Ia masih bisa mengingatnya. Saat dimana ia kehilangan ayah dan saudara kembarnya...
Sakura melihat ayahnya menerima telepon, entah dari siapa. Yang ia tahu hanyalah ekspresi ayahnya saat itu, ia kelihatan sangat-sangat terkejut. "Apa? Ini tidak mungkin! Tidak mungkiiiin!" Seketika telepon genggam itu terjatuh dari genggaman sang Ayah. Tangannya kini meremas dada kirinya. Ia terjatuh di lantai.
Sakura masih mengingat betapa sedih ibunya saat melihat ayahnya terkena serangat jantung. Sakura hanya menangis saat itu. Ia hanyalah gadis kecil yang tidak mampu melakukan apa-apa.
Dari luar rumah terdengar suara mesin mobil, di ikuti suara teriakan dari mulut saudara kembarnya—ia lupa siapa namanya. Anak laki-laki itu terus berteriak-teriak memanggil ibunya. Ibunya segera berlari keluar rumah sambil menggendong Sakura. Tapi sayangnya, ibunya telat beberapa detik, hanya beberapa detik. Mobil itu telah pergi membawa salah satu anak kembarnya.
"Mimpi itu lagi? Kenapa mimpi itu selalu mendatangiku akhir-akhir ini?" batin Sakura. Ia melirik jam dinding tuanya, pukul sebelas malam. Ia mencoba memejamkan matanya untuk tidur kembali. Tapi, ia tidak bisa. Mimpi itu membuatnya gelisah.
Sakura bangkit dari tempat tidurnya dan duduk di kursi belajarnya. Ia mengambil buku catatan pelajarannya dan membukanya. Alisnya tertaut saat ia mulai membacanya, "ini bukan buku catatanku," ujarnya.
Ia membuka lembar demi lembar, yang ia lihat hanyalah barisan lirik-lirik lagu yang belum terselesaikan. Ia membuka lembar pertama, di situ tertulis dengan jelas sebaris nama yang asing bagi Sakura. "Sabaku no Gaara," ia mengeja nama itu.
Sakura mencoba mengingat-ingat apa yang terjadi tadi sore di sekolah. Saat ia kembali dari perpustakaan, ia menabrak seseorang. Bukunya terjatuh dan ia memungutnya. Ada dua buah buku yang sama persis di sana, salah satunya adalah milik pemuda yang menabraknya. "Jangan-jangan ini buku miliknya," tebak Sakura. "Ya, ini pasti buku miliknya." yakin Sakura.
Ia membaca lagu-lagu yang ada di sana. "Ini semua lagu ciptaannya," ujar Sakura. Ia mendapati puluhan lagu di sana; Nigth Dreamer, Sun of My Day, dan banyak lagi. Bibirnya sedikit tersungging saat membaca barisan-barisan lagu di buku itu. Ia menyukainya.
Sekolah masih sepi saat Sakura tiba di sana. Ia melirik jam tangannya dan mendapati angka enam di sana. "Sial, aku kepagian."
Sakura berjalan menuju ruang kelasnya. Ia terkejut saat mendapati seseorang tengah berdiri di depan pintu kelasnya, "dia anak yang kemarin menabrakku, kan?" tanya Sakura dalam hati.
"Hai," sapanya.
Sakura hanya mengangkat tangannya sambil tersenyum sebagai jawaban atas sapaannya barusan. "Kenapa pagi-pagi sudah berada di sini?" tanyanya.
Pemuda itu tersenyum. Ia mengeluarkan sesuatu dari balik jaketnya. "Ini. Buku kita tertukar kemarin," jelasnya. Ia menyodorkan buku itu kepada Sakura.
"Ah, terima kasih banyak. Aku sempat mencari-carinya kemarin, dan yang kutemukan malah buku lagumu." Sakura membuka tas ransel pinknya dan mengeluarkan sebuah buku bersampul kulit hitam yang sama persis dengan miliknya, kemudian memberikannya kepada pemuda di depannya. "kau pembuat lagu, ya?" tanya Sakura.
"Kau membacanya?" Pemuda itu terlihat terkejut.
"Ya, sedikit. Aku suka lagu-lagumu," ujar Sakura tulus.
Pemuda itu hanya tersenyum. "Ohya, kita belum berkenalan, kan? Aku Gaara," pemuda bernama Gaara itu menyodorkan tangannya kepada Sakura. Dan Sakura tanpa ragu menjabatnya, "Aku Sakura. Senang bertemu denganmu,"
Gaara tersenyum lagi. Mata hijaunya menatap sepasang emerald hijau yang kini juga menatapnya. "Tuhan, aku merasa tersihir!" batinnya. "Sabtu nanti, kau punya acara?" Gaara mengucapkannya tanpa sadar.
"Tidak. Tidak ada. Kenapa?"
"Err, sebagai ucapan terimakasih, aku ingin mengajakmu makan siang," ujar Gaara, "kalau kau mau." tambah Gaara cepat-cepat.
"Tentu. Tidak ada alasan untuk menolak," jawab Sakura sambil tersenyum.
"Gaara! Cepat ke ruang musik. Kiba menunggumu." seru seseorang di belakang Gaara. Gaara menoleh dan mendapati Naruto berdiri lima langkah di belakangnya, kemudian berseru, "Aku akan kesana sebentar lagi." Naruto mengangguk, lalu pergi.
"Kurasa kau harus pergi," ujar Sakura.
"Yah, latihan band," jawabnya. Gaara berbalik dan bergegas pergi. Baru dua langkah ia berjalan, pemuda berambut merah itu berbalik lagi. "Café ujung jalan, pukul satu. Sampai jumpa di sana."
Sakura mengangguk dan membalas lambaian singkat dari Gaara.
Hujan turun dan udara dingin pun menyergap. Jalan-jalan sepi. Kebanyakan orang-orang memilih untuk tetap berada di dalam rumah saat cuaca sedang seperti ini. Tapi tidak bagi Sakura. Saat itu hari Sabtu pukul satu lebih tiga puluh menit, ia mempunyai janji makan siang bersama dengan seseorang. Ia sangat menunggu-nunggu hari ini sejak dua hari yang lalu, saat orang itu mengajaknya untuk makan siang bersama.
Sakura masuk ke dalam café di depannya. Udara di dalam sangat hangat, membuat para pengunjung nyaman. Sakura menutup payungnya dan menaruhnya di tempat penyimpanan payung di dekat pintu kedai. Ia mengedarkan pandangan ke seluruh ruangan, mencari pemuda berambut merah dengan tattoo kanji 'ai' di dahi kirinya.
Sakura menemukannya. Pemuda itu duduk di pojok ruangan sambil memandang keluar melalui kaca jendela yang berembun. Sakura segera melangkah mendekati meja pojok itu.
"Gaara, maaf membuatmu menunggu," Gaara menoleh ke asal suara dan mendapati gadis berambut pink yang sejak tadi ia tunggu tengah duduk di hadapannya.
"Kau benar-benar datang? Kukira kau tidak akan datang disaat cuaca seperti ini." ujar Gaara.
"Yah, aku tahu kau pasti menungguku di sini. Aku tidak tega membiarkanmu menunggu, sementara aku tidak datang," jelas Sakura. "Kau sudah pesan makanan?" tanya Sakura.
Gaara menggeleng, "Aku menunggumu," jawabnya.
Sakura tersenyum dengan pipi yang memerah. "Yasudah, ayo pesan." ajak Sakura.
Gaara menjentikan jarinya di udara. Tak lama kemudian, seorang pelayan menghampiri meja Gaara dan Sakura. "Ada yang bisa saya bantu?" tanya pelayan itu.
"Kau mau pesan apa, Sakura?" tanya Gaara.
"Aku spaghetti dan moccacino," jawab Sakura. Pelayan itu mencatat pesanan Sakura dengan cepat. "Aku pesan lasagna, tacos dan cappuccino." timpal Gaara.
Setelah mencatat dan mengulangi pesanan Gaara dan Sakura, pelayan itu meninggalkan mereka berdua. Hening. Baik Gaara maupun Sakura tidak ada yang saling memulai pembicaraan. Gaara hanya melihat keluar jendela, sementara Sakura memperhatikan kedua telapak tangannya yang saling meremas.
Sakura melihat sebuah tas besar—yang ia tahu berisi gitar—berdiri di samping Gaara. "Habis latihan lagi?" tanya Sakura merobek keheningan.
Gaara mengangguk, "Ya. Harusnya hari ini tidak ada jadwal latihan. Tapi, Naruto memaksa kami untuk latihan tambahan. Dia itu benar-benar menyebalkan." cerita Gaara.
"Kau bisa bermain gitar, juga bisa membuat lagu. Kalau bernyanyi?" tanya Sakura.
Gaara menatap emerald Sakura, kemudian tersenyum. "Let me prove it," ujarnya.
Gaara mengeluarkan gitarnya dari tas hitam di sampingnya, kemudian menaruhnya di pangkuan. Tangan kirinya terlihat memutar-mutar pengencang senar, sementara tangan kanannya memetik-metik senar, mencari nada yang pas. "Dengarkan, ya," ujar Gaara saat gitarnya sudah siap dimainkan.
Sakura memperhatikan wajah Gaara yang mulai bernyanyi.
Her eyes, her eyes
Make the stars look they're not shining
Her hair, her hair
Falls perfectly without her trying
She's so beautiful
And I tell her every day
Gaara bisa melihat pipi Sakura memerah. Ia tersenyum dan melanjutkan nyanyiannya.
Yeah, I know, I know
When I compliment her she won't believe me
And it's so, it's so
Sad to think she don't see what I see
But every time she asks me "do I look okay?"
I say...
When I see your face
There's not a thing that I would change
Cause you are amazing
Just the way you are
And when you smile,
The whole world stops and stares for awhile
Cause girl you're amazing
Just the way you are
Gaara menghentikan permainan gitarnya. Di depannya, Sakura terlihat amat sangat terpesona. Matanya membelalak dengan mulut yang terbuka, "Wow," hanya itu kata yang keluar dari mulutnya. Ia speechless.
"Sekarang kau percaya kalau aku bisa bernyanyi?" tanya Gaara.
Sakura mengangguk cepat. "Kau keren," ujarnya. Kini giliran pipi Gaara yang memerah.
"Hei, pipimu memerah. Dan lihat wajahmu," Sakura tertawa.
Bisa dibilang ini makan siang terindah yang pernah Sakura rasakan. Baru kali ini ia merasakan indahnya tertawa, dan baru kali ia merasakan pipinya panas dan memerah berulang kali.
"Kau jatuh cinta, Sakura," batin Sakura.
"Jatuh cinta? Apa rasanya seindah ini? Aku sangat bersyukur karena Tuhan memberikanku rasa cinta. Kurasa aku bisa bahagia dengan perasaan ini. Terima kasih, Tuhan." ujar Sakura dalam hati.
Setelah selesai menghabiskan makanan masing-masing, Gaara menawarkan diri untuk mengantarkan Sakura pulang. "Kuantar pulang, ya?"
Sakura menggeleng cepat-cepat, "Tidak usah. Aku takut merepotkanmu,"
"Tidak ada yang merasa direpotkan, Sakura. Kita ini, kan, teman." ujar Gaara.
Sebuah mobil Carrera GT merah metalik keluaran Porsche berhenti di depan rumah kediaman Haruno.
"Terima kasih atas hari ini, Gaara," ujar Sakura. Kegembiraan terpancar jelas di wajahnya. Gaara tersenyum. Ia ikut bahagian melihat Sakura bahagia. Ia benar-benar kagum pada gadis satu ini. Menurutnya Sakura sangat berbeda. Satu hal lagi, dia benar-benar tidak bisa mengelak saat hatinya bilang bahwa ia menyukai Sakura.
"Sama-sama. Kapan-kapan aku akan mengajakmu jalan-jalan lagi. Kau harus mau." jawab Gaara. Sakura membalasnya dengan senyum.
"Baiklah, aku turun dulu. Sampai jumpa, Gaara." Sakura turun dari mobil dan melangkah menuju pagar rumahnya. Ia berbalik sebentar untuk melambaikan tangan kepada Gaara. Beberapa detik kemudian, Sakura sudah benar-benar menghilang di balik pintu rumahnya.
Gaara belum juga beranjak dari depan rumah Sakura. Ia masih duduk di belakang kemudi sambil mengamati Sakura masuk ke dalam rumahnya. Sampai ia mendangar suara teriakan Sakura dari dalam rumah.
"Sakura!"
-To Be Continue-
Fict pertama saya. Saya benar-benar masih baru di sini. Jadi kalau ada kekurangan tolong dimaklumi dan diberi saran untuk memperbaikinya.
Terima kasih dan mohon review-nya. ^^
