KROMPYANG!

Cenut.

"Hoi, bubur instan taon kemaren lo taroh mana?"

Cenut.

"Jyuushimatsu! Itu panci, bukan tongkat baseball!"

Cenut.

"GYA! Osomatsu, jangan bikin atraksi dadakan di dapur!"

Ichimatsu menghela nafas panjang, memperhatikan saudara-saudara kembarnya yang tengah menyibukkan diri mereka di dapur. Terakhir kali, Todomatsu sempat menyebutkan sesuatu tentang memasak. Sayang, kalau diperhatikan, tindakan jahanam mereka lebih tepat disebut membumihanguskan dapur keluarga.

Kalo gini caranya sih, gimana gue bisa sembuh ?


Title

Empat Puluh Derajat

An Osomatsu-San Fanfiction

Author

Jien Ketsu

Disclaimer

Osomatsu-San punya saya. Ngehehe /pletak.

Profit aja kagak, gimana bisa ngambil alih?

Warning (s)

Abal, tidak berperike-ikemen-an, EYD gagal,dan jutaan coretchocochipscoret kesalahan yang

membuat FF ini sukar dimengerti. Author tidak bertanggung jawab atas gangguan kehamilan, gejala epilepsi,

impoten, katarak, ataupun amnesia mendadak.

Sum

Definisi Matsuno Ichimatsu adalah sado-masokis yang dengan senang hati menindas saudara-saudara

kembarnya ketika diserang sakit. Lantas, apa yang akan dilakukan para kakak dan adiknya ketika

gilirannya menjepit termometer di bawah lidahnya?

3

2

2,5

2,75

1

!


"Kurang asem kowe, Som. Coba kalau Todomatsu terlambat mematikan kompor! Kau mau kujadikan Osomatsu suwir untuk pelengkap bubur Ichimatsu?!" Choromatsu misuh-misuh, mengelap jidat jenongnya yang dibanjiri keringat akibat suhu tinggi di dapur.

Salahkan Osomatsu yang menyetel api kompor hingga batas maksimum. Anak pertama dari enam bersaudara itu memasang muka jenaka yang sepertinya empuk sekali dijadikan sasaran tinju. Di ambang pintu dapur, tampak Jyuushimatsu yang sibuk mengevakuasi kepala anak kedua dari cengkraman panci. Todomatsu sibuk dengan fitur kamera pada telefon pintarnya, mengagumi fenomena langka yang terpantul di netranya. Mau diupload di Instangaram, katanya.

"HATCHING!"

Penyebab dari semua kekacauan ini memasuki ruang tamu, mengenakan sepasang sandal rumah berhiaskan kepala kucing dan sebuah selimut panjang tersampir di pundaknya. Surgical mask-nya diturunkan ke bawah dagu. Matanya yang kemungkinan tidak mampu terbuka sepenuhnya itu menatap kembaran-kembarannya dengan malas.

Ya. Matsuno Ichimatsu, 27 tahun. Diserang demam karena memberikan payungnya begitu saja pada lima ekor kucing terlantar di pinggir jalan. Jenius.

"Sumpah, kalo lo pada nerusin aktivitas laknat ini, gue kagak bakal sembuh seumur hidup," pemuda bersurai amburegul namun sekseh itu menoleh ke arah Karamatsu, mendengus benci. Sebenernya mereka ngapain, sih? Sempet-sempetnya ngecosplay Power Renjer low-budget sementara Ichimatsu menderita di atas futon.

Kan adek pingin disuapin bubur buatan Mas Kara. Prikitiew.

Agaknya, suara Ichimatsu menembus panci cicilan yang sedari tadi memeluk kepala kakak keduanya dengan mesra. Karamatsu menoleh ke arah sumber suara yang terlalu familier di telinganya.

"Ah, My Brother! Tak baik jika engkau berjalan keluar dengan kondisi tubuh yang seperti i-"

BUGH, sebuah sandal cantik berwarna putih melayang.

"Rasanya gue makin pusing," cleb. Karamatsu rapopo.

"Ka-Kalau begitu, My Brother, biarkan diriku mera -"

SYUT

BUGH!

Glundung glundung glundung.(?)

Karamatsu, terbungkus selimut berukuran enam kali lipat dari tubuhnya, menggelinding dan berakhir mencium dinding dengan indah. Ah, beruntungnya panci bejat itu hanya dapat mencapai matanya.

"Mpus," Ichimatsu tertawa pelan, merasa puas dengan mahakarya ciptaannya. Di ujung ruangan, Karamatsu meratapi nasibnya.

"Ehm!" deheman Osomatsu menyita perhatian dua orang coretsejolicoret yang sedang dilanda KDRT tingkat atas karena Sang Istri sedang badmood berat lantaran ham- sakit, "Ichimatsu,"

Pemuda yang mengenakan sweater ungu itu menoleh, menampakkan raut muka yang tidak bahagia ketika kesenangannya (baca : menindas kakak keduanya) dipotong, namun ekspresi itu segera luluh ketika Choromatsu menyodorkan semangkuk penuh bubur instan...

...dengan segala jenis sensor mozaik dan lendir kehijauan.

(9 O u O)9

Tai'.

Tai'tai'tai'.

Ichimatsu menyesal meninggalkan payungnya bersama beberapa anak kucing yang tidak ia ingat jumlahnya.

Ichimatsu jauh lebih menyesali fakta bahwa ia memperbolehkan saudara-saudara kembarnya memasak.

Kelopak mata Ichimatsu berkedut untuk kesekian kalinya, curiga bahwa manusia separuh iblis yang ironisnya bermuka sama dengannya itu berniat membunuhnya secara perlahan. Ia menatap, kemudian mengendus masakan yang sudah tak layak disebut makanan itu, membiarkan aroma yang jauh lebih buruk dari celana dalam Karamatsu yang tak dicuci selama 2 bulan itu menyeruak masuk ke dalam indera penciumannya.

Tunggu, dari mana Ichimatsu tahu bau sempaknya Karamatsu?

Lupakan.

"Nii-San, dimakan, ya ! Kan nggak mungkin Nii-San bisa masak sendiri kalau udah kayak gini!" Jyuushimatsu menunjuk kompres yang menghiasi kening Ichimatsu, hasil jerih payah Karamatsu yang sempat sembah sujud pada Chibita untuk mendapatkan beberapa yen penyelamat hidup.

Choromatsu dan Osomatsu mengangguk-angguk, mengiyakan pernyataan adik mereka. Karamatsu mengacungkan jempol dari sudut ruangan dengan panci yang masih terpasang di kepala, sementara selimut yang tadi membungkusnya ditarik kembali oleh Ichimatsu-Sama yang mengaku kedinginan, padahal modusnya pingin menghirup bau tubuh Sang Kakak. Anjas.

Ichimatsu mengembalikan pandangannya ke arah mangkok bubur yang dibawa Choromatsu. Jyuushimatsu mengeluarkan mata anak anjingnya yang, sumpah, ingin membuat Ichimatsu meneriakkan kata itu keras-keras.

Oh, adikku. Aku ingin sekali menyantap bubur buatanmu, tapi aku tak ingin mati banjir diare.

"Nii-San?"

"Jyuushimatsu, tahu cara bikin surat wasiat, kan?"

Yang ditanyai mengangguk semangat, padahal arti kata wasiat itu sendiri tidak pernah dipahaminya.

"Bikin satu buat gue. Kali aja sepuluh menit kedepan mulut gue ngeluarin busa atau gue tiba-tiba kejang di ruang tamu,"

"Siap, Nii-San!"

Berdoa mulai.

(9 O u O)9

Malamnya, Jyuushimatsu menangis. Mewek ngalor ngidul dengan ujung sweater yang terlalu panjang melambai mengikuti arah larinya. Choromatsu menghabiskan tiga kotak tissue, membuangnya ke belakang secara acak. Karamatsu berlindung dari meteor adiknya dengan panci yang sempat memerangkapnya tadi.

Bukan, Ichimatsu belum meninggal.

"Hey, hey, Burazzah~ Tolong sembuhkan sakit di hatiku juga~"

Ah, tai.

fin.


Otornot.

"Kamu siapa?"

Aku... Sampah. /diketekin.

pendekhshshshs.

Buat yang males baca bio, saia Jien Ketsu, bukan Jien Katsu, apalagi Jien Ketekssu. Baru mbrojol di penpiksendotnet, dikarenakan overdosis menjadi silent reader. Penpik (Read: Sampah) diatas merupakan penpik pertama saia disini. Saia tobat nda' upload penpik di akun lama. Ujung-ujungnya lupa password abis itu lupa email.

Cukup bacotannya.

Salam dari jamban,

Jien Ketsu.