Saya nekat menghancurkan konsep Goblet of Fire dengan cara mengubah Harry Potter menjadi HARRIET POTTER alias FEMALE HARRY! *ditabok* yasudah kalo ga suka sana pergi!

WARNING: Female!Harry, Durmstrang!Draco, OOC

DISCLAIMER: J.K Rowling


Goblet of Fire Princess

Cara Antichlorobenzene


Para siswa berdempet-dempetan untuk melihat hal yang tidak bisa mereka lihat setiap tahun. Sebuah kereta kuda yang ditarik oleh kuda terbang muncul dari ujung langit, dan sebuah kapal yang besar dan terlihat megah muncul dari dasar danau Howgrats. Setelah penampakkan yang cukup membuat heboh siswa tersebut, para siswa kembali ke Aula Besar dengan wajah yang sangat tidak rela karena dipaksa oleh Proffesor McGonnagal.

Selesai seleksi murid-murid baru, Albus Dumbledore—Kepala sekolah Howgrats—maju ke depan untuk berpidato singkat. Sudah menjadi kebiasaan untuk memulai tahun ajaran baru dengan pidato Dumbledore. Sementara Dumbledore sedang berceramah, Harriet Potter—seorang gadis berambut hitam dan berbola mata emerald yang duduk di sebelah Ron Weasley— lagi-lagi harus berlagak cuek meskipun ia tahu seluruh Aula Besar menatapnya ketika Dumbledore membahas tentang Dark Mark yang muncul di perkemahan para penonton Quidditch Cup. Yah, tentu semua orang akan menatapnya karena dia adalah The Girl Who Lived. Dia selamat dari kutukan Voldemort, bahkan membalikkan kutukan Voldemort itu ke perapalnya sendiri. Menurut ramalan, Voldemort akan bangkit kembali dan yang akan mengalahkannya adalah Harriet Potter. Gadis cantik berusia 14 tahun itu.

"Tahun ini, Howgrats tidak akan menjadi rumah bagi para siswa Howgrats saja." Ujar Dumbledore, dan cukup untuk membuat seisi Aula Besr itu ribut. "Tahun ini, akan ada siswa-siswa dari Beuxbatons—yang merupakan sekolah sihir khusus wanita di Prancis— dan siswa-siswa dari Durmstrang—sekolah sihir lelaki yang ada di Bulgaria—karena adanya Turnamen Triwizard yang kembali diselenggarakan." Jelas Dumbledore. Kemudian, kepala sekolah Howgrats itu memperkenalkan orang-orang yang menjadi penanggung jawab Turnamen Triwizard, yaitu Bartemius Crouch.

Tiba-tiba, ada seorang lelaki dengan wajah mengerikan yang menggunakan mata palsu di mata kirinya memasuki Aula Besar dari pintu yang ada di belakang meja guru.

"Siapa dia?" tanya Harriet seraya menyikut Ron.

Ron mencari arah pandangan Harriet, "Dia? Itu Mad-Eye-Moody"

"Alastor Moody? Auror hebat itu?" tanya Hermione seraya menatap Ron. "Aku pernah baca kalau separuh penghuni Azkaban dijebloskan olehnya." Lanjut gadis berambut coklat ikal itu, lalu dia menatap orang yang dibicarakan.

"Baiklah, sekarang kita sambut tamu kita dari Beuxbatons bersama kepala sekolahnya, Madam Maxime." Ucap Dumbledore

Pintu Aula Besar terbuka, dan masuklah beberapa cewek cantik yang berbadan tinggi dan langsing. Cara berjalan mereka sempat membuat para lelaki melupakan cara bernapas.

"Bloody Hell, wanita itu tinggi sekali!" kata Ron setengah berteriak. Harriet segera melihat ke arah yang dimaksud. Di belakang barisan gadis-gadis cantik itu ada seorang wanita tinggi besar yang tampaknya cuek-cuek saja meskipun dia menjadi bahan pembicaraan seluruh Aula Besar.

Setelah basa-basi singkat, Dumbledore kembali melanjutkan. "Berikut, Tamu kita dari Durmstrang, bersama kepala sekolahnya Igor Karkarrof."

Masuklah beberapa lelaki dengan badan kekar. Kali ini murid cewek yang menahan napas. Lalu di barisan paling belakang, ada Viktor Krum yang merupakan Seeker terhebat dan disampingnya ada seorang remaja berambut pirang yang masuk kategori sangat menggiurkan bagi cewek-cewek kurang kerjaan. Lelaki itu melirik, dan mata abu-abunya itu sempat bertemu dengan mata emerald Harriet. Ia tersenyum tipis, lalu kembali menatap lurus.

"Harriet!" Ginny—adik Ron—mengguncang-guncang pundak Harriet dengan agak brutal. "Dia menatapmu! Dan tersenyum!"

Harriet yang pada dasarnya telmi, menoleh dan tertawa pelan. "Uhh— yeah…" jawabnya

"Aku sirik sekali dengan kamu Harriet." Ujar Ginny, lalu ia tertawa pelan, begitu juga dengan Harriet.

Kepala sekolah Hogwarts itu memberi isyarat pada Filch. Dia mendekati Dumbledore sambil menggotong sebuat peti bertahta intan dan emas. Peti itu tampak sudah sangat tua, Filch meletakkannya dengan hati-hati di atas meja yang sudah disediakan.

Dumbledore mengetukkan tongkat sihirnya tiga kali pada peti yang langsung membuka. Lalu sebuah piala muncul dari balik peti yang terbuka tersebut. Sebuah api berwarna biru berkobar-kobar di puncak piala tersebut.

Kemudian, Bartemius Crouch menjelaskan bahwa Turnamen Triwizard ini hanya bisa diikuti oleh para murid yang sudah berusia 17 tahun. Kebanyakan murid protes, tetapi dihiraukan oleh Crouch. Dumbledore

Kemudian acara makan malam pun dimulai, meskipun beberapa murid masih protes. Tapi tampaknya Fred dan George—yang sangat keberatan—sudah memikirkan cara untuk bisa mengikuti Turnamen Triwizard.

XXX

Harriet dan beberapa murid Gryffindor serta Slytherin lainnya duduk dengan wajah tegang di suatu kelas, yaitu kelas Pertahanan Ilmu Hitam. Guru mereka yang lalu—Remus Lupin—mengundurkan diri karena statusnya sebagai werewolf. Sekarang guru mereka adalah Alastor Moody, atau lebih dikenal sebagai Mad-Eye-Moody.

Lelaki gendut bertampang sangar itu mengambil sebuah kapur, lalu menuliskan namanya di papan tulis. "Namaku adalah Moody. Alastor Moody." Katanya "Hari ini aku akan menajar kalian tentang 3 kutukan tak termaafkan. Siapa yang tahu?" teriak Moody dengan lantang. Suaranya menggelegar dan ia mulai mengeluarkan aura intimidasi. Ia melihat wajah seluruh murid di kelas itu, "Weasley! Berdiri! Sebutkan satu kutukan!"

Ron segera berdiri—dengan dorongan Harriet—dan menatap kakinya "E-Err…. Ayahku pernah memberi tahu satu kutukan…" ujarnya.

"Bagus,bagus. Apa itu?" tanya Moody, kali ini suaranya melembut.

Ron menelan ludah dengan terpaksa "K-Kutukan Imperius" jawabnya dengan setengah bergumam.

Moody menjetikkan jarinya, lalu ia kembali ke meja guru. "Kementrian mengatakan bahwa kalian yang masih murid-murid belum boleh melihat kutukan ini, tapi menurutku kalian HARUS!" ucapnya dengan memberi penekanan di kata 'harus'. Ia membuka sebuah toples, lalu menarik keluar sebuah laba-laba, lalu ia menarik tongkatnya. Ron bergidik. Dengan refleks, ia mendekat ke Harriet dan Harriet malah semakin menggeser posisi duduknya.

"Engorgio" gumam Moody "Imperio!"

Dalam sekejap, laba-laba tersebut membesar lalu melompat jauh ke meja Parvati dan Padma Patil. Moody tertawa-tawa, begitu juga dengan anak Slytherin. Anak-anak Gryffindor rata-rata berwajah takut, ada juga sih yang tertawa tapi sedikit. Setelah berlompatan kesana kemari—dan tidak lupa melewati meja Ron dan Harriet—laba-laba itu kembali ke tangan Moody.

"Itu barusan adalah Kutukan Imperius, kutukan yang bisa mengendalikan orang. Itu sebabnya kutukan tadi disebut kutukan tak termaafkan." Jelas Moody "Berikutnya adalah Kutukan Cruciatus, kutukan penyiksa." Mata Moody yang mengerikan dan mengintimidasi itu kembali menatap sesisi kelas. Sebuah seringai muncul ketika ia melihat wajah Neville. "Longbottom, majulah. Kau bisa melihat kutukan ini lebih dekat."

Dengan wajah pucat, Neville berdiri dan mendekati Moody.

"Crucio"

Laba-laba tersebut bergerak-gerak tersiksa di tangan Moody. Neville mengernyitkan keningnya ketika melihat laba-laba tersebut disiksa, sementara seluruh murid terdiam dan kuping mereka terasa panas ketika mendengar suara laba-laba tersebut.

"Hentikan! Kau tidak ihat itu membuatnya tersiksa?" teriak Hermione dengan suara bergetar. Sepertinya ia juga tida tahan denga suara laba-laba tersebut.

Moody menyuruh Neville kembali duduk, lalu dia membawa laba-laba yang sudah lemas itu ke meja Hermione. "Kau tahu kutukan terakhir Miss Granger?" tanyanya dengan suara pelan seperti bergumam.

Hermione menggeleng.

"baiklah." Moody mengeratkan genggaman tongkatnya, lalu mengarahkannya ke laa-laba yang berada di depan Hermione. "AVADA KEDAVRA!"

Seuah sinar hijau melesat dari ujung tongkat Moody, lalu menghantam laba-laba tersebut. Seisi kelas terdiam, dan Moody mendekati meja Harriet. "Sampai saat ini hanya ada satu orang yang berhasil menghindari kutukan tadi." Ia melirik Harriet, dan Harriet balas menatapnya, tetapi ketika ia menatap Moody, Auror itu sedang meneguk minuman yang ada di botol minumnya.

'Minuman itu…' batin Harriet 'pasti rasanya amat sangat….tidak enak' lanjutnya ketika dia melihat Moody menggelengkan kepalanya perlahan.

XXX

Seminggu ini, Aula Besar sekarang menjadi tempat mejeng para murid-murid kurang kerjaan termasuk Ron dan Harriet. Kali ini, setelah berhasil dibujuk, Hermione ikut mejeng disana. Hanya saja ia membawa sebuah buku tebal untuk bacaan ringan. Menurutnya bacaan ringan, menurut Ron bacaan berat.

Seorang murid Hufflepuff—Cedric Diggory—muncul dari pintu lalu memasukkan secarik perkamen di Piala Api. Ia melihat sosok Harriet di pojok ruangan, lalu melambai padanya. Harriet salah tingkah diperlakukan begitu, lalu dia melambai balik padanya.

"Wohoo! Ini pasti bisa menipu Lingkar Batas Usia!" seru Fred yang mendadak muncul di pintu Aula Besar.

Seluruh murd asrama Gryffindor yang nganggur dan nongkrong disana bertepuk tangan, kecuali Hermione yang menggelengkan kepalanya. "Menyerahlah kalian berdua. Itu tidak akan berhasil."

George menoleh, lalu mendekati Hermione bersama Fred. "Kenapa begitu?"

"Karenaaa…." Hermione menutup bukunya dengan gemas "Lingkar Batas Usia itu dibuat oleh Dumbledore, dan pastinya tidak akan bisa ditipu oleh Ramuan Penua murahan yang kalian beli itu."

Mendengar kata-kata Hermione, si kembar itu nyengir. "Well—Kita lihat nanti." Keduanya berdiri di kursi panjang yang diduduki Hermione, lalu meneguk Ramuan Penua yang dimilikinya sampai habis. Ketika mereka meloncat masuk ke Lingkar Batas Usia, tidak ada yang terjadi. Seluruh murid disana bertepuk tangan dan bersorak sorai. Kemudian mereka memasukkan nama mereka masing-masing di Piala Api tersebut.

Setelah mereka berjalan menjauh dari piala tersebut, api biru yang ada di puncak piala berkobar dengan aneh. Dalam sedetik, api tersebut menghantam Fred dan George lalu mereka berubah menjadi beruban dan berjenggot putih.

Saat murid-murid sedang riuh dan menonton perkelahian antar si kembar yang mendadak tua, masuklah Viktor Krum beserta Igor Karkarrof serta….si lelaki berambut pirang. ILagi-lagi ia tersenyum pada Harriet. Ia bahkan mendekati Harriet yang sedang duduk di samping Hermione. Saking gugupnya, Harriet sampai tidak sadar kalau Hermione hatinya juga sedang berdegup kencang karena dilirik oleh Seeker terhebat asal Bulgaria yang baru saja memasukkan namanya di Piala Api.

"Hello" sapanya. "Bolehkah aku berbicara denganmu sebentar, Miss Potter?" tanyanya dengan sopan. Ia meraih tangan kanan Harriet yang berjari lentik, lalu mengecupnya.

Seluruh murid nganggur yang ada di Aula Besar membulatkan matanya tak percaya. Seorang lelaki berambut pirang berani mencium tangan Harriet Potter, pasti anak itu cari mati, itu pikiran anak cowok. Di benak anak cewek….well—tampaknya otak mereka sudah tak berfungsi lagi. Pangeran yang baru mereka puja-puja seminggu ini sudah mulai menebar rasa suka ke seorang gadis bermata emerald, berambut hitam panjang tetapi acak-acakkan, juga berkacamata yang bernama Harriet Potter. The-Girl-Who-Lived.

"Jadi…? Bagaimana?"desak lelaki itu.

Harriet tersenyum tipis, meskipun ia tahu wajahnya sedang merona merah. "Baiklah..."

Ketika Harriet serta anak Durmstrang itu pergi dari Aula Besar, para murid cewek yang amat sangat memuja pangeran tadi langsung berteriak histeris.

XXX

"Maaf sudah menyertemu secara paksa." Kata si pirang "Namaku Draco Malfoy. Pleasure to meet you Ms. Harriet Potter."

Harriet tersenyum canggung "Tak perlu formal begitu. Kau bisa memanggilku Harriet."

"Baiklah." Draco pun duduk di samping Harriet yang tengah duduk di sebuah batang pohon yang ada d tepi danau. "Ayah dan ibuku sering bercerita tentang kamu, makanya saat diperbolehkan pergi ke Howgrats—aku senang sekali. Akhirnya aku bisa bertemu juga dengan kamu."

"…Maaf kalau lancang, tapi…" Harriet menunduk "Apa yang mereka ceritakan tentang aku?"

Draco menatap gadis berambut hitam yang duduk di sampingnya dengan heran. "Mereka selalu mengatakan bahwa kau adalah penyihir hebat. Yah garis besarnya itulah."

Harriet menghela napas. 'Sudah kuduga' batinnya.

"Kalau boleh… aku ingin menjadi temanmu." Ujar Draco "Aku ingin menjadi temanmu bukan karena kau adalah The-Girl-Who-Licved. Tapi karena…kau sepertinya gadis yang baik."

Harriet menatap Draco dengan terkejut. Seumur hidupnya, ia tidak pernah menemukan orang yang tulus ingin menjadi temannya. Ia pun tersenyum lalu memperdekat jarak diantara mereka. "Tentu saja boleh!"

Kemudian, keduanya mengobrol sampai waktunya makan malam tiba. Harriet merasa senang karena memiliki seorang teman yang mempunyai cukup banyak kesamaan dengannya. Mungkin…ia bisa menyukai lelaki berambut pirang ini.

Mungkin.

To Be Continued


AKHIRNYA! Setelah perjuangan keras bergulat dengan UAS, saya kembali! …..untuk menuh-menuhin fandom Drarry #ditampar

Selama membuat fic ini saya terus menerus dapat dukungan dari teman-teman saya! TT^TT nggak juga sih. Ada juga yang mencorat-coret buku ide saya dengan sadisnya. #meliriktajam

Saya sadar banyak typonya, dan lain-lain. Maklum saya ini masih muda dan belakangan ini kena Writers-Block dalam jangka panjang (lu kate pengaruh rokok jangka panjang)

Baiklah, mohon review! Kalo mau nge-flame, PAKAILAH ACCOUNT ANDAAA HAHAHAHAHAH!

#evilaugh #larikeujungrumah