Back To Me

Summary :

Mungkin Sasuke hanya mengeluarkan satu kata tapi itu cukup untuk membuat Naruto mengartikan segalanya. 'Pergi' mungkin kalimat yang sangat disesalkannya seumur hidup, jika hasilnya duniamu benar-benar pergi dan meninggalkan kesakitan. Kini hanya sebuah kesempatan yang diharapkan Sasuke untuk memperbaiki kesalahannya.

Disclaimer :

Naruto © Masashi Kishimoto

.

.

Biarkan aku mendapatkan kesempatan keduaku

Kutukar dengan seluruh hidupku pun aku bersedia

Asalkan aku mendapatkannya

Aku tak kan pernah menyesal

Asalkan dia mengingatku

Aku akan sangat bahagia

.

.

.

Tuhan...

Cintaku melupakanku

Disaat pusat duniaku ada padanya

Dia telah berhasil merenggutnya di waktu yang tidak tepat

Dimana aku sangat menyesalkan atas perbuatanku padanya

Ku mohon biarkan aku mendapatkan kesempatan keduaku

.

.

Pairing :

Sasuke x Naruto

Sasuke Uchiha 22 Tahun

Naruto Namikaze 21 Tahun

Warning :

Yaoi (Boy x Boy), Mpreg, Typo dimana-mana, Bahasa tidak sesuai EYD etc.

Rate M

(Mengandung KONTEN DEWASA / SEX / KEKERASAN DLL)

Harap bijak dalam menanggapi segala hal yang ada di dalam cerita ini.

Saya author newbie yang sangat tidak berpengalaman, menulis seenak jidatnya tanpa tahu aturan. Mohon maaf jika ada kesalahan dan persaamaan cerita, itu adalah bentuk ketidak sengajaan dan kesengajaan saya

.

Kritik, saran apapun itu saya terima

.

Don't Like Don't Read

.

Happy Reading

.

.


Pagi ini matahari sudah menampakkan rupanya dengan cahaya yang indah mencoba menerobos masuk kamar gelap melalui kaca jendela yang masih tertutup oleh tirai tebal. Disamping itu seorang pemuda bersurai raven yang tengah tertidur di atas sofa mulai terusik oleh kehadiran sang surya tersebut. Ia mulai membuka kedua kelopak matanya dan menampakkan iris hitam sekelam malam tanpa bintang yang sangat indah. Dengan perlahan ia menyibak selimut yang berada di atas tubuhnya dan mulai mendudukkan diri. Pandangannya langsung tertuju pada tempat tidur single dimana seorang pemuda bersurai blonde tengah terbaring di atasnya. Seperti biasanya, pemandangan yang dilihat oleh pemuda raven tersebut selalu sama, pemuda blonde itu tertidur dengan nenyaknya dan entah kapan akan terbangun. Alat-alat medis melekat pada tubuhnya bahkan untuk bernafas dan asupan makanan pun bergantung pada alat-alat tersebut. Sunyi... itulah suasana yang dirasakan oleh pemuda raven, hanya bunyi elektrokardiograf yang memonitor kinerja jangtung menandakan si surai blonde tersebut masih hidup.

Ceklek~

Pintu ruangan itu terbuka dari luar, seorang berseragam putih kas dokter masuk ke dalam diiringi seorang suster yang membawa peralatan.

"Kau sudah bangun?" tanya dokter berusia 53 tahun yang masih terlihat cantik dan muda tersebut ketika melihat pemuda raven itu hanya duduk terdiam.

Pemuda itu sedikit tersentak, rupanya ia tengah melamun namun wajahnya terlihat sangat datar seperti biasa. "Hn" jawabnya tanpa mengalihkan pandangannya dari si blonde.

Suster yang berada di belakang tadi berjalan masuk melewati dokter itu. Ia meletakkan bawaannya di atas meja samping tempat tidur sang pasien dan mulai bergerak ke arah jendela untuk membuka tirai. Kini ruangan itu nampak lebih terang dengan disinari matahari pagi.

"Sasuke...sebaiknya kau pulang dan tidur di rumah saja. Biar aku yang merawat cucuku. Tenang saja, aku tidak mungkin menelantarkannya." Setelah menutup pintu dokter itu perlahan berjalan mendekati tempat tidur di mana cucu semata wayangnya tengah terbaring koma.

Tak ada tanggapan dari pemuda raven bernama lengkap Uchiha Sasuke itu. Ia hanya diam memperhatikan gerak gerik kedua orang tersebut.

Ia hanya menghela nafas, sudah kebal dengan tanggapan pemuda bernama Sasuke itu. Tak terhitung lagi berapa banyak ia telah memberitahunya agar tidak tidur di rumah sakit dan menyiksa dirinya sendiri namun rupanya Sasuke tidak mendengarkan sekalipun. Ia memperhatikan wajah damai tidur sang cucu, tangan kanannya terangkat menuju surai sang blonde dan mengelus perlahan."Selamat pagi Naruto..apa tidurmu nyenyak?" ia mulai menundukkan wajahnya dan mengecup dahi satu-satunya pewaris Namikaze, Uzumaki dan Senju yaitu Namikae Naruto pemuda yang kini terbaring koma semenjak sebulan lalu "Bangunlah sayang.. apa kau tidak merindukan ramen tercintamu?" ujarnya dengan senyum memilukan "Kau harus madi karena kau bau Naruto… Shizune, tolong ambilkan lapnya."

"Baik Tsunade-sama." Suster berusia 27 tahun bernama Shizune itu mendekati peralatan yang tadi ia bawa. Menyiapkan perlengkapan yang merupakan alat mandi sang blonde.

"Biar aku." Sasuke berdiri dari duduknya dan mulai berjalan mendekati mereka.

"Baiklah…tolong berhati-hati." Tsunade yang berdiri di samping ranjang dekat surai sang blond menggeser tubuhnya sedikit memberi tempat Sasuke agar ia bisa mengerjakan tugasnya.

Sasuke menerima handuk hangat dari Shizune, dengan perlahan dan penuh kehati-hatian ia mulai menyeka tiap-tiap bagian tubuh Naruto. Ia menggenggam tangan naruto dan mengelapnya lembut, namun aktivitasnya tiba-tiba terhenti ketika sekilas ia merasakan pergerakan lemah dari tangan yang kini digenggamnya. "Naruto..." gumamnya lemah namun masih bisa didengar oleh Tsunade.

"Ada apa?"

"Tidak ada."

"Keadaanya sekarang stabil dan kau lihat..." Tsunade menggerakkan tangannya menunjuk perut cucu blondenya itu dan pandangan Sasuke ikut tertuju padanya "Kurasa bayinya tumbuh dengan sehat.. jika tidak salah usianya menginjak dua bulan lebih. Memang terlihat masih datar tapi jika di perhatikan sedikit buncit, bukan begitu? Kita pastikan, sejam lagi tim dokter akan memeriksanya."

"Apa aku benar-benar akan menjadi seorang ayah?"

"Hey... belum tentu bayi itu keturunan Uchiha. Naruto tidak pernah menyinggung sedikitpun tentang itu. Tapi yang jelas ini merupakan kabar baik untuk diriku, Minato dan Kushina.. akhirnya tidak lama lagi keluarga kami memiliki pewaris lain."

"Naruto hanya melakukannya denganku.. Dan aku pastikan dia seorang Uchiha."

"Anak muda, kau terlalu percaya diri-"

"Mohon diskusi nya di luar saja." potong Shizune begitu suasana di ruangan itu sedikit horor. Ia mulai membereskan perlengkapan mandi yang telah selesai digunakan. Dengan telaten ia merapikan penampilan Naruto dan menyelimutinya.

"Shizune-"

"Shutttt."

Tsunade hanya memutar bola matanya dan kini ia menatap Sasuke "Ini masih jam 7.15. Sasuke... sebaiknya kau mandi dulu, setelah itu kita sarapan di kantin."

"Aku sarapan di kantor saja, jam 9 nanti ada meeting. Tolong beritahu aku apa yang tim dokter katakan nanti." Sasuke melangkahkan kan kakinya ke arah kamar mandi dan memasukinya.

"Tsunade-sama, aku sangat kuatir pada Uchiha muda itu."

"Aku juga..." sejenak Tsunade menghela nafas lelah "hey Naruto bangunlah,kau tidak kasihan pada Uchiha itu."

Butuh waktu 15 menit bagi Sasuke mandi dan berpakaian rapih. Ketika ia keluar dari kamar mandi, suasana ruangan sudah sepi tanpa ada nenek sang blonde dan asistennya. Kaki jenjangnya melangkah menghampiri Naruto. Ketika tiba di samping kiri ranjang, pandangannya terfokus pada wajah damai sang blonde.

"Naruto..." perlahan tangan kanannya terangkat mengelus surai sang blonde sedangkan tangan kirinya menggenggam lembut tangannya. "Aku akan berangkat kerja, siang nanti aku akan kembali. Kalian baik-baiklah... Apa ada yang kalian ingin ku bawakan sesuatu?"

Tak ada jawaban ataupun reaksi dari orang tercintanya. Naruto lebih memilih diam tertidur tanpa tergoda tawaran Sasuke. Satu kecupan lembut mendarat di dahi Naruto, cukup lama ia melakukannya sebelum membisikkan kalimat tepat di telinga Naruto "Rindukan aku...Dobe." Satu kecupan lagi ia berikan di pipi sang blonde sebelum ia melangkah pergi keluar dari ruang itu.

Kepergian Sasuke membuat suasana ruangan itu sangat sepi meninggalkan Naruto seorang diri. Hanya bunyi alat-alat medis penunjang hidup Naruto mendominasi suasana. Tapi, kali ini satu pergerakan dari jemari Naruto membuat suasana ruangan terasa berpenghuni dan seolah dirinya tidak menginginkan Sasuke pergi. Setelahnya tidak ada pergerakan berarti lagi dari pemuda yang terbaring itu.

Dengan tenang Sasuke melewati koridor rumah sakit untuk mencapai lift. Tapi langkahnya terhenti ketika melihat kedua orang tua Naruto berjalan ke arahnya.

"Oh Sasuke, kau akan pergi?" tanya Khushina ketika mendapati Sasuke berjalan berlainan arah dengannya.

"Hn, akan ada rapat jam 9 pagi ini."

"Apa mengenai pembatalan kerjasama dengan Haruno?" tanya Minato.

"Seperti itulah."

"Kenapa kau memutuskan pertunangan dengan putri dari Haruno? Kemarin malam aku dan ayahmu Fugaku mengalami perbincangan yang alot. Menyebalkan sekali..."

"Ayah? Soal apa?"

"Tentu saja tentang kau yang mengaku padanya telah membuat Naruto mempunyai anak."

"Hn,"

"Aku tidak mau berebut calon penerus dengan sahabatku.. sebaiknya kau membuatnya lagi dengan orang lain."

"Tidak."

"Minato berhentilah bicara yang tidak-tidak." ancam Khushina.

"Tapi-"

"Kalian sedang membicarakan apa?" tanya Tsunade menginterupsi dan menghampiri ketiganya.

"Ibu..." ucap Minato dan Khushina bersamaan.

"Sasuke kau sudah ingin pergi?" tanya Tsunade.

"Hn."

"Kalau begitu kau segeralah berangkat, di bawah tadi aku bertemu dengan Kakashi." ucap Khusunya dengan lembut.

"Kalau begitu aku pamit. Selamat pagi." Setelah menunduk memberi hormat, Sasuke beranjak meninggalkan mereka dan melangkahkan kakinya memasuki lift.

"Kau semalam bertemu dengan Fugaku? apa yang kalian bicarakan?" tanya Tsunade ketika mereka mulai berjalan ke ruangan Naruto.

"Iya bu.. Ibu tahu kemarin malam keluarga Uchiha benar-benar menyebalkan. Padahal kita sudah berteman lama tapi dia tidak mau mengalah. Kami membicarakan keadaan Naruto dan hubungannya dengan Sasuke. Dia mengiinginkan Naruto segera menjadi menantunya. Tapi, setahuku hubungan Naruto dan Sasuke seperti minyak dan air. Mereka tidak pernah akur dan terlihat seperti bermusuhan.. Mana mungkin mereka berhubungan sampai menghasilkan calon seorang bayi."

"Kita tahu hubungan mereka seperti apa.. Tapi siapa yang bisa menduga dibalik semua itu mereka menjalani kisah yang hanya mereka bedua tahu." Tsunade menghentikan langkahnya begitu telah sampai di depan pintu ruang rawat Naruto diikuti Minato dan Kushina di belakangnya.

"Aku rasa sebaiknya biarkan mereka berdua saja yang menentukan bagaimana kelanjutan hubungan mereka. Saat ini kita hanya perlu memastikan Naruto dalam keadaan baik dan berharap anakku segera bangun." ucap Khushina dengan pandangan sendu menatap pintu ruang rawat.

Minato yang bediri disebelah kiri Kushina memegang bahunya dan tersenyum lembut menguatkan istrinya dan sosok seorang ibu bagi anak tunggal tersayangnya.

"Itu benar, kita sebagai orang tua tidak perlu ikut campur mengenai hubungan mereka kelak."

"itulah point yang aku sampaikan pada keluarga Uchiha semalam, ibu." dengan segera Minato memotong ucapan sang ibu, ia berjalan selangkah dan membuka pintu rungan itu. "Kita semua menyayangi mereka, apapun akan kita lakukan demi kebahagian anak-anak kita." Minato kembali tersenyum lembut dan mempersilakkan ibu dan istrinya memasuki ruangan. "Ibu pasti belum sarapan, Khusina sudah membuatkan bento."

Tsunade berjalan kearah sofa dan mendudukinya diikuti oleh Kushina yang meletakkan barang bawaannya di atas meja, sementara Minato berjalan ke arah ranjang Naruto.

"Selamat pagi Naruto." dengan lembut Minato mengecup dahi Naruto dan mengelus surai sang anak tercinta. "Ayah dan ibu ada di sini."

Khusina berjalan menghampiri ayah dan anak itu, menggeser Minato sedikit agar iya bias lebih dekat dengan Naruto. Kemudian ia melakukan apa yang Minato lakukan sebelumnya, mencium kening kemudian mengelus lembut pipi dengan jemari lentiknya penuh cinta. Terlihat pipi yang dulunya penuh dengan lemak yang membuatnya menggemaskan kini sedikit tirus. "Pagi sayang.. bagaimana tidurmu semalam? Kau tahu dulu kau manis dengan pipi gembilmu tapi sekarang kau terlihat cantik karena pipimu tirus." Ucap Kushina disertai kekehan kecil, Minato disampingnya hanya tersenyum. "hora! hora! tidak perlu marah sayang.." cup~ sekali lagi Kushina mencium pipi sang anak. "Kau itu tampan tapi diwaktu yang bersamaan kau terlihat manis dan cantik."

"Tidak perlu dengarkan kata ibumu." ucap Minato menginstruksi obrolan ibu dan anak itu. "Walau bagai manapun kau… Kau adalah anak kebanggaan yang hanya ayah punya."

"Ish~ tuan Namikaze ini inginnya mengeksploitasi Naruto sendirian saja." Khusina menyenggol perut Minato dengan sikunya pelan.

"Aw~" Minato berpura-pura meringis kesakitan dengan memegangi perutnya "Naruto, tolong ayah.. ayah disakiti oleh ibumu."

"Rasakan itu tuan."

Tsunade yang duduk di sofa hanya menggeleng-gelengkan kepalanya melihat isteraksi antara anak, menatu serta cucunya itu. Tak dipungkiri hal tersebut membuatnya sedikit bahagia di tengah keadaan Naruto yang sekarang terbaring tak berdaya. Berharap bahwa jika banyak orang yang berinteraksi dengan Naruto, ia sudi untuk membuka kembali matanya dan menjalani kehidupan seperti sebelumnya.

MueezaLoveNaruto

"Pemutusan kerjasama ini tidak terlalu berpengaruh pada aktivitas perusahaan kita. Tapi, tetap saja kita perlu berhati-hati untuk kedepannya. Kita akhiri rapat hari ini, terimakasih." kata-kata Itachi mengakhiri acara rapat. Tepat pukul satu siang rapat yang diadakan oleh presiden direktur NGlobal Crop berakhir, para peserta rapat mulai berpamitan keluar meninggalkan sang presdir beserta dua direktur utama perusahaan.

"Apakah kau sudah tahu kemarin malam ayah dan paman Minato bertemu? Bagaimana keadaan Naruto?" tanya sang presdir Uchiha Fugaku memandang Sasuke yang tengah sibuk membereskan dokumen.

Sejenak Sasuke menghentikan kegiatannya dan menatap sang ayah "Tadi pagi aku bertemu dengannya. Mengenai Naruto, dia baik-baik saja." setelah itu ia melanjutkan kegiatannya dan mulai beranjak berdiri dari duduknya.

"Sasuke.." kini sang kakak mulai berbicara melihat adiknya terlihat terburu-buru. Sasuke memandang sang kakak yang berada di sebrangnya ketika hendak melangkahkan kakinya pergi dari ruang rapat itu. "Kau tidak ingin ikut makan siang bersama?"

"Aku sudah mempunyai janji, kalian saja yang pergi."

"Kau sudah jarang makan siang bersama, ibumu merindukanmu untuk makan siang bersama. Bahkan semalam kau tidak pulang lagi."

"Kau menyebalkan ketika tidak ada kabar mengenai Naruto. Kami juga sama kuatirnya, tapi kami yakin dia dalam keadaan bai-baik saja. Bagaimana kalau kita pergi ke sana bersama-"

Ucapan Itachi terpotong oleh dering ponsel yang berada di saku celana Sasuke. Dengan segera Sasuke merogoh posel di saku celananya dan menjawab panggilan tersebut "Hallo." Fugaku dan Itachi memperhatikan dengan seksama ketika Sasuke mulai berbicara dengan seseorang di sebrang telepon sana.

"…"

"Paman, katakan dengan jelas."

"…"

Gekstur tubuh Sasuke terlihat menegang, wajahnya yang mulai sedikit pucat membuat ayah dan kakaknya menjadi penasaran apa yang tengah dibicarakan sang penelepon.

"Benarkah.. itu?"

"…"

Tanpa banyak kata Sasuke mengakhiri pembincangan dengan orang yang diketahui adalah Minato. Ia kembali memasukkan ponselnya ke dalam saku dan menaruh dokumen yang akan ia bawa di meja rapat itu. Dengan setengah berlari ia menuju pintu ruang rapat membukanya secara kasar dan mulai meninggalkan orang di dalamnya bahkan mengabaikan panggilan sang ayah.

"Itachi, kita ikuti anak itu. Pasti terjadi sesuatu pada Naruto. Minato seperti mengabarkan kabar yang kurang baik." Fugaku mulai berdiri dari kursinya dan merapikan pakainnya.

"Aku rasa itu benar ayah, sebaiknya kita juga pergi." Itachi mengikuti langkah sang ayah meninggalkan ruang rapat.

Dengan langkah yang lebar Fugaku mulai menelusuri lorong menuju lift, ia juga mencoba mengambil ponsel yang berada di saku jasnya. Menekan tombol panggilan cepat di layar touch screennya, ia mulai menghubungi seseorang di sebrang sana. "Minato, apa terjadi sesuatu?"

"…"

"Tidak mungkin." suara Fugaku sedikit tercekat mendengar apa yang dijelaskan oleh Minato.

"Ayah apa yang terjadi." Itachi begitu kuatir melihat ekspresi sang ayah sama persis dengan Sasuke.

Dengan perlahan Fugaku melihat pada sang anak "Naruto… dia-"

Bersambung~