Suara terengah dari bibir mungilnya tersamarkan oleh keributan dari arah belakang. Kedua tungkai kurusnya berusaha sebisa mungkin berlari dengan kecepatan penuh. Mengabaikan beberapa bagian tubuhnya yang sakit karena lebam. Rambut coklat panjangnya menutupi mata, namun tak sedikitpun mengganggu pandangannya. Tujuannya sekarang hanya keluar dari neraka ini.

Senyumnya samar terlihat saat dia lihat seberkas cahaya diujung lorong menanjak itu. Jalan keluar. Bocah 14 tahun itu mempercepat larinya. Dibelakangnya suara teriakan memanggilnya semakin dekat. Dia merasakan hembusan angin menyegarkan dari arah depan. Ini benar-benar jalan keluar baginya. Senyumnya makin lebar.

'Aku bebas'

XXX-XXX

UPTOWN, UNDERTOWN

XXX-XXX

Cast : EXO Zhang Yixing, Oh Sehun, Kim Joonmyun, Kim Jongin, and Other

Genre : Romance, Drama, Adventure

Rated : T

Disclaimer : They're not mine. This story is mine.

Summary : Kehidupan normal Zhang Yixing yang membosankan mendadak berubah saat dia harus berurusan dengan buronan dari Kota Bawah./"Tidak seharusnya kau membuka pintu balkonmu"/"Jika tidak kulakukan kau tidak akan berada disini"/"Keluarkan bajingan itu sekarang atau kubunuh kalian semua"/EXO FICT. HUNLAY. SULAY. KAILAY

Happy Reading

Hidup seorang Zhang Yixing sama normalnya dengan anak berumur 15 tahun lainnya. Berangkat ke sekolah setelah sarapan, belajar dengan baik dan mencoba menjadi murid teladan. Dan sejujurnya Yixing sangat menikmati kehidupannya itu. Terdengar membosankan memang, namun dia merasa cukup puas dengan itu semua.

Tinggal di Kota Atas selama 15 tahun tak membuatnya tahu sedikitpun tentang kota tempatnya tinggal. Baginya kota ini damai dan tak tersentuh kerusuhan sedikitpun. Walau beberapa hal janggal terus saja terjadi. Yixing bahkan tidak tahu apa pentingnya perayaan tahunan kota yang disertai dengan perekrutan Dewan Kota. Dia, entah kenapa tidak yakin apakah orang-orang yang mendaftar menjadi Dewan Kota itu benar-benar menjadi sesuatu yang berguna bagi kota. Sebab mereka yang mendaftar tak pernah kembali. Persetan dengan semuanya. Dia hanya bocah berumur 15 tahun yang punya pikiran terlalu dewasa.

Sayangnya hari ini adalah hari yang dia pikirkan barusan. Perayaan Kota Atas. Untuk merayakan hari lahirnya kota, mereka bilang. Yixing tak benar-benar menikmatinya. Mengurung diri di kamar dengan tumpukan buku fiksi atau ensiklopedia lebih menarik menurutnya. Toh orang tuanya atau teman-temannya tak akan mengajaknya pergi ke perayaaan. Dan perlu dia ingat bahwa yang dianggapnya teman hanyalah buku-buku dihadapannya.

Gelang putih ditangannya mengedipkan cahaya merah beberapa kali. Membuatnya mau tak mau mengecek sesuatu disana. Tampak layar hologram menampilkan beberapa baris tulisan dan potret seorang bocah laki-laki seumurannya. Buronan. Dari Kota Bawah.

Dia pernah dengar beberapa hal tentang Kota Bawah. Tempat yang sebaiknya tak dibicarakan. Daerah tanpa cahaya matahari, tempat yang selalu kesulitan baik dalam hal ekonomi ataupun lainnya. Yixing tidak begitu yakin sebenarnya, tapi ada beberapa tanggapan bahwa para pelaku kriminal dari Kota Atas dipenjarakan di tempat itu. Mungkin anak dalam pengumuman ini adalah salah satunya.

Lupakan hal-hal barusan. Dia sedang berusaha menikmati kesunyian ini sekarang. Pintu balkonnya dia biarkan terbuka, membuat angin yang berhembus lumayan kencang sore itu masuk ke dalam dan membuka beberapa halaman buku di sekitarnya. Langit diluar cukup gelap, hujan mungkin turun sebentar lagi. Tapi Yixing justru suka itu. Dia suka bau dari tanah yang menyebar karena percikan deras air dari atas sana. Anginnya semakin kencang, kini bahkan berhasil membuat separuh pintu balkonnya tertutup dengan suara debam keras. Suara langkah kaki lalu terdengar. Yixing tau itu, namun mengabaikannya.

"Sepertinya kau sudah membaca beritanya" Yixing entah kenapa tidak merasa takut sedikitpun. Sebuah benda runcing menempel dilehernya sementara sebelah tangan seseorang yang melakukannya tampak menekan tombol kecil di gelang putihnya, mematikan benda itu.

"Aku hanya membacanya, aku tak berniat menyerahkanmu. Bisa kau lepaskan aku?"

"Apa jaminannya?"

Tok. Tok. Tok.

"Yixing, kau didalam kan?" anak itu menatapnya tajam, merasa dikhianati walau sebenarnya tidak. Yixing menatapnya jengah. "Aku akan membunuh diriku sendiri. Lepaskan aku atau ibuku akan tau kau ada disini" kemudian benda runcing itu terlepas dari lehernya.

"Aku disini, bu. Tugasku sedang banyak saat ini" Yixing menoleh, mendapati anak lelaki seumurannya itu tengah menggenggam pecahan kaca. Dari ujung runcing kaca itu menetes perlahan cairan merah pekat, darah dari tangannya. Rambut coklat panjangnya menutupi matanya. Beberapa lebam tampak di lengan, kaki, dan sudut bibirnya. Yixing mengalihkan pandangannya, perlahan pula dia berjalan mendekati pintu. Berjaga-jaga jika ibunya tiba-tiba masuk.

"Baiklah. Turunlah saat makan malam. Jangan buka pintu balkonmu, baru saja ada berita tentang buronan yang kabur dari Kota Bawah" Nyonya Zhang terlambat soal itu sebab buronan itu dikamar Yixing sekarang. Yixing menyahut asal, suara langkah menjauh terdengar dan kedua bocah itu kini saling bertatapan lagi.

"Tidak seharusnya kau membuka pintu balkonmu"

"Jika tidak kulakukan kau tidak akan berada disini" anak itu tertawa, Yixing menatapnya aneh. Memilih untuk mengabaikannya, Yixing bergerak mengambil kotak p3k yang dia simpan di kamar mandinya. "Kuobati lukamu".

"Kau baik sekali" Yixing tidak menggubrisnya. Yixing merasa dia masih dalam batas normal manusia jadi dia merasa iba dan mencoba membantu orang yang seharusnya dia serahkan pada pemerintah ini.

"Oh, ya. Namamu, nona?" Yixing menatapnya kesal, "Aku laki-laki" bocah itu memiringkan kepalanya, mencoba mencermati wajah Yixing. "Tapi kau cantik. Namaku Sehun" Yixing merona, dikatai cantik itu menyebalkan tapi entah kenapa dia agak senang saat anak itu yang mengatakannya.

"Zhang Yixing"

"Yixing?" dia mengangguk, bocah bernama Sehun itu mengangguk beberapa kali. Yixing selesai menempelkan plester terakhir pada luka di lengan kanan Sehun kemudian membereskan peralatannya.

"Kenapa kau menolongku? Kau tau kan aku ini buronan?" Yixing yang baru saja sibuk kembali dengan bukunya, menatap Sehun kosong. "Entahlah. Mungkin karena aku manusia" Yixing membuka lemari pakaiannya, dia temukan sebuah sweater berwarna biru tua dengan rajutan rusa dibagian tengahnya. Yixing melempar benda itu ke arah Sehun dan ditangkap sempurna olehnya, "Gantilah pakaianmu".

"Seleramu kekanakan" Yixing merona lagi, dia kesal sekarang. Anak in terlalu pemilih menurutnya, "D-diamlah. Kembalikan jika tidak mau" Sehun tidak menjawab. Dia melepas baju tahanannya, tampak luka memanjang di punggungnya. Yixing memperhatikannya intens, membuat Sehun menyadarinya dan cepat-cepat memakai sweater biru itu.

"Yixing?"

"Ya?"

"Kalau aku bukan manusia, apa kau masih mau menolongku?"

"Maksudmu?" Sehun berjalan menuju Yixing, meraih tangan kanan Yixing dan menempelkannya di dada kirinya. "Apa kau bisa mendengarnya?" Yixing merasakan detakan lemah dari sana, detak jantung miliknya lebih terasa dari milik Sehun.

"Kenapa dengan jantungmu?"

"Ini sudah begini sejak mereka melakukan sesuatu padaku"

"Mereka? Siapa me-"

DOK! DOK! DOK!

Suara Yixing tertahan sebab gedoran keras di pintu kamarnya. Seingatnya orang tuanya tak pernah sekasar itu saat mengetuk pintu. Yixing bangkit dari kursinya, menuju kearah pintunya dan membukanya perlahan setelah sebelumnya menyuruh Sehun bersembunyi.

Pintu terbuka, kemudian sebuah tangan besar terjulur. Menjambak rambut hitam Yixing, membuatnya menjerit keras. Teriakannya makin keras saat melihat kedua orang tuanya berada disudut ruangan dengan tubuh terikat dan mulut tertutup kain.

"LEPASKAN AKU!" Yixing berontak, lelaki besar yang menjambaknya melemparnya pada kedua orang tuanya. Yixing tidak perduli dengan sakit yang dia rasakan, dia mencoba membuka ikatan dan kain yang ada pada kedua orangnya. "Cepat lari, Yixing" ibunya mengelus wajah Yxing sambil menangis. Ayah Yixing, memeluk mereka berdua.

"Keluarkan bajingan itu sekarang atau kubunuh kalian semua!"

"Siapa yang kau bicarakan?"

"Mereka menuduh kita menyembunyikan buronan itu"

"Bukankah memang begitu, Profesor Zhang?" Yixing menggeram, matanya menatap pintu kamarnya was-was. Takut jika Sehun keluar dari sana dan semua ini akan berakhir baginya dan kedua orang tuanya.

"Dia tidak disini, Pak Tua. Dan kami tidak menyembunyikan apapun" lelaki besar itu tertawa mengejek, gelang putih ditangannya menampakkan sebuah peta dengan satu objek putih berkedip disana. "Alat pelacak yang kutempel ditubuhnya tak bisa membodohiku, anak muda. Haruskah kuhancurkan dulu rumah ini untuk bisa menemukannya?" Yixing berusaha tak menampakkan keterkejutannya, dia bahkan tidak berfikir soal alat pelacak atau apapun. Dia harap Sehun segera pergi dari kamarnya.

"Komandan Wu" salah satu anak buah orang itu menghadapnya, "Kami sudah periksa semua ruangan dan tidak ada dia disana".

"Apa kamar anak ini sudah kau periksa?" prajurit itu diam, belum rupanya. Yixing menghela nafas lega, sedikit mengulur waktu untuk membiarkan Sehun pergi mungkin pilihan yang tepat.

Ibunya memeluknya erat. Tanpa sadar ayahnya menyelipkan sebuah chip dan secarik kertas ke dalam saku kemeja Yixing. Yixing mendongak, ibunya tersenyum lembut. Itu membuatnya merasa bersalah sebab dialah yang telah membuat ayah dan ibunya terkena masalah seperti ini. Mungkin ayahnya akan dipecat dari Laboratorium Penelitian Kota Atas. Atau kemungkinan terburuk, mungkin saja mereka akan dipindah ke Kota Bawah.

"Dengar, Yixing. Apapun yang terjadi pada kami, segeralah pergi dari sini. Mungkin lebih baik jika kau pergi sejak tadi dengan anak itu"

"I-ibu tau aku menyembunyikannya?" Nyonya Zhang tersenyum, tangannya membelai kepala putra semata wayangnya itu. "Ibu tau kau melakukan hal yang baik"

"Semua informasi yang sedang diselidiki ayahmu akan kau ketahui nanti. Tuntaskan apa sedang kami selidiki, nak. Ada sesuatu yang salah dengan kota ini" Yixing mungkin masih berumur 15 tahun, tapi dia paham. Dia cukup dewasa untuk mengetahui hal-hal semacam ini. Dia mengangguk paham, ibunya mengecup keningnya. Sekilas dia lihat ayahnya menggenggam pistol di tangannya, serangan terakhir untuk membela diri.

"Dia tidak ada. Tapi aku menemukan ini dikamar anak itu" seorang prajurit menyerahkan baju tahanan dan gelang hitam milik Sehun pada Komandan Wu, mungkin itulah alat pelacaknya. Lelaki tua itu menatap tajam pada Tuan dan Nyonya Zhang. Kemarahannya semakin memuncak saat menyadari Yixing tak ada disana.

"DIMANA BAJINGAN KECIL KALIAN, HAH?!"

"KALIANLAH BAJINGANNYA!" Yixing bersumpah itu pertama kalinya dia melihat ayahnya berteriak. Kemudian suara ledakan senjata api terdengar beberapa kali juga suara erangan marah dan kesakitan dari Komandan Wu. Peluru Profesor Zhang menembus mata kirinya, membuat darah mengalir deras dari sana.

Seorang prajurit menembakkan senapannya ke arah pistolnya, membuatnya terlempar dan reflek Profesor Zhang melindungi istrinya. Dari balik pintu, Yixing menatap kedua orang tuanya. Yang dia lihat adalah senyum terakhir ayah dan ibunya sebelum dua peluru dari senapan berbeda menembus kepala mereka.

XXX-XXX

Yixing berlari masuk ke dalam hutan kecil dibelakang rumahnya. Matanya memicing saat melihat cahaya tampak dari ujung deretan pepohonan yang dia lewati. Dia ditepi jalan utama sekarang, mengabaikan tetesan air yang menghujaninya.

Air matanya bercampur dengan dinginnya air langit yang membasahinya. Bayangan kematian orang tuanya masih jelas dibenaknya. Yixing merasa tidak berguna karena tak dapat menyelamatkan keduanya. Namun disisi lain merasa bersyukur sebab apa yang telah disembunyikannya berhasil pergi sebelum ikut terbunuh juga.

Yixing merasa kepalanya berat, sebelah tangannya memegangi sisi kiri kepalanya. Mencoba menghilangkan rasa itu dengan memukulnya pelan. Semakin deras hujan, semakin menggelegar petir menyambar, sampai Yixing sadar pandangannya tertutup oleh satu warna pekat yang dibencinya.

Semuanya gelap.

XXX-XXX

Saat Yixing sadar dia berada di sebuah kamar besar dengan aksen mewah. Dia mengabaikan sakit kepalanya, dengan terhuyung menghampiri pintu di sudut ruangan dan mencoba membukanya.

Dan sialnya terkunci.

"Siapapun, biarkan aku keluar" dengan nada terlampau lembut dan gedoran pelan di pintu jujur saja tak membantu sedikitpun. Yixing menyerah, memilih duduk dikarpet tebal ruangan itu sambil memeluk kakinya sendiri. Bajunya bahkan juga berganti tanpa dia sadari. Yixing hanya berharap orang yang menolongnya benar-benar orang baik.

Klik.

Suara kunci terbuka itu membuatnya langsung menoleh ke arah pintu dan berusaha bangkit sambil menahan rasa sakit dikepalanya. Seseorang keluar dari sana, dan reflek menangkap Yixing yang hampir jatuh. Orang yang menangkapnya tersenyum menatapnya.

"Kakakku menemukanmu pingsan dijalan jadi dia membawamu pulang" Yixing diam, dia harus segera pergi dari tempat ini. "A-aku harus pergi".

"Hei, kau masih sakit. Tak akan kubiarkan kau pergi" Yixing berdecak, dia tipe keras kepala rupanya. Yixing terpaksa menurut saat bocah itu membawanya kembali ke ranjang dan menidurkannya. Wajah cerahnya mengingatkannya pada senyuman ibunya.

"Jadi, namamu?"

"Yixing" dia pikir memakai marganya sekarang akan menimbulkan masalah baginya ataupun keluarga bocah didepannya ini. Dia yakin sekali dia menjadi buronan juga saat ini.

"Aku Jongin. Kim Jongin, sepertinya kau lebih tua dariku. Apa aku harus memanggilmu hyung?"

"Aku masih 15 tahun"

"Benarkah? Aku 14" dia tersenyum lagi, memperlihatkan deretan gigi dan matanya berubah menjadi dua garis yang lucu. Dia cukup tinggi untuk ukuran bocah 14 tahun. Tinggi mereka hampir sama, mungkin lebih tinggi Yixing sekitar 2 senti. Yixing tersenyum, "Mungkin kau memang harus memanggilku hyung".

"Baiklah Yixing hyung, aku akan menyuruh seseorang membawakan makanan dan obat untukmu. Aku pergi dulu. Mungkin nanti Joonmyun hyung akan kesini" kemudian bocah tan itu pergi. Yixing berbaring sambil menatap langit-langit ranjang besar itu. Pikirannya penuh oleh kejadian yang baru saja dia alami.

Apakah orang tuanya dimakamkan dengan layak?

Apakah Sehun baik-baik saja?

Dimana dia sekarang?

Apakah dia berada di tempat yang aman?

Semua pertanyaan itu memenuhi kepalanya, membuat rasa nyeri semakin merasuk kesana. Yixing menangis, perasaan bersalah membuatnya sesak. Merasa bodoh dan naif. Bocah sepertinya hanya bermaksud baik dengan menolong orang yang dianggap hama di kotanya namun kebaikannya justru membunuh orang tuanya.

XXX-XXX

Yixing terbangun tengah malam, bocah itu duduk sebentar di ranjang sebelum memutuskan untuk bangkit dan mencoba keluar dari kamar itu. Tepat seperti dugaannya, Jongin lupa mengunci pintu kamar itu jadi Yixing bisa dengan mudah keluar.

Rumah ini jauh lebih besar bila dibandingkan rumahnya, bahkan ini lebih seperti istana baginya. Yixing menyusuri lorong, hingga dia menemukan bagian tengah dari lorong ini adalah tangga menuju lantai dasar. Dari atas bisa dia lihat sebuah ruang tengah yang cukup besar dibawah sana.

Sekumpulan orang berada disana. Yang Yixing kenal hanya Jongin diantara mereka, dan seorang lagi dengan perban membalut mata kirinya. Komandan Wu. Yixing bersembunyi dibalik pilar. Berusaha mencuri dengar percakapan mereka. Mungkin saja ini ada hubungannya dengan keluarganya.

"Dia salah satu tahanan yang melakukan eksperimen panjang. Akan sangat beresiko jika kita membiarkannya pergi terlalu jauh" 'dia', mungkin Sehun yang mereka bicarakan.

"Kalian harus segera menemukannya, bahaya jika dia sampai membocorkan informasi tentang eksperimen Kota Atas. Bahaya juga jika penduduk Kota Bawah memberontak ke permukaan" informasi? Eksperimen? Kota Bawah? Mungkin hal-hal itu yang diselidiki oleh ayahnya selama ini.

"Dan karena hal ini kita juga tau jika Prefesor Zhang berniat memberontak. Dialah yang menyembunyikan tahanan itu. Dia juga yang membiarkannya lari" mereka kini membicarakan ayahnya. Informasi itu ayahnya bilang berisi soal penyelidikan Kota Atas. Dia mungkin meletakkan itu dipakaian yang dia gunakan kemarin.

"Profesor Zhang dan istrinya sudah mati. Anaknya berhasil lari dari kami"

"Segera temukan mereka atau kita akan mati"

Yixing segera berbalik, hendak kembali ke kamar tadi guna mencari hal itu. Namun kecerobohannya membuat sebuah vas besar disisi kanannya pecah. Yixing merutuk, dalam diam berdoa agar Jongin segera menolongnya dari situasi itu.

"Diam disitu penyusup" Yixing meringis, ujung kaliber milik lelaki bersuara tenor itu entah sejak kapan berada dilehernya. Lelaki itu menyeretnya ke bawah, menghadapkannya pada deretan orang-orang dengan aura yang menurutnya aneh. Dia lihat sekilas Jongin menatapnya cemas.

"Dia anak Profesor Zhang yang kabur itu!" teriakan Komandan Wu membuatnya makin takut, Yixing tamat sekarang. Kepalanya berdenyut, mencoba mencari jalan keluar di situasi seperti ini jujur sangat sulit untuknya.

"Lepaskan dia, Jongdae" perintah seorang lelaki berwajah datar. Lelaki yang menangkapnya memang melepaskannya namun pistol dilehernya masih betah berada disana. "Lepaskan!" ucapannya barusan menggunakan nada tekan yang dalam, pistolnya teracung ke arah kepala lelaki di belakang Yixing itu. Dia mendecih lalu pergi dari sana, berdiri belakang kursi seorang wanita berkimono.

"Jadi siapa bocah ini?" suara tegas lelaki yang duduk sebagai pusat orang-orang ini bicara. Yixing mengenalnya, dia adalah pemimpin Kota Atas. Kim Youngwoon. Yixing tak menyangka bisa melihatnya disini dan dalam keadaan tidak pantas begini. Yixing tertunduk, Komandan Wu masih bersikeras mengatakan jika dia adalah anak Profesor Zhang yang sedang mereka cari.

"Sebenarnya aku ingin membuat kejutan. Jadi aku menyembunyikannya dulu dari kalian semua. Hanya Jongin yang tau tentangnya karena dia yang merawatnya" suara seseorang membuatnya mencuri pandang ke arah kanan Tuan Kim. Lelaki berpakaian formal itu tampak seumuran dengannya, mungkin sedikit lebih tua namun wajah dengan ekspresi dingin itu tampak sangat disegani orang-orang disekitarnya. Sepertinya dia salah satu orang berpengaruh disini.

Lelaki itu bangkit dari kursinya dan berjalan ke arah Yixing. Saat mereka berdampingan, tangannya bergerak merengkuh tubuh kurus Yixing. "Perkenalkan calon istriku, Huang Yixing. Salah satu keturunan terakhir klan Huang" semua yang berada diruangan itu menatap mereka bingung. Beberapa mulai saling berbisik membicarakan apa yang baru saja diumumkan olehnya, Kim Joonmyun. Wajar sebab putra sulung keluarga Kim itu membicarakan soal pernikahan di usianya yang masih sangat muda.

"Bukankah calon menantu anda juga salah satu keturunan terakhir klan Huang, Komandan Wu?" lelaki tua itu menatap Joonmyun dan Yixing bergantian. Raut wajah ragu itu membuat Yixing menyembunyikan wajahnya ke dalam pelukan Joonmyun.

"Seingatku Zi Tao benar-benar yang terakhir"

"Dia sepupunya, ayah" suara berat dari seseorang belakang Komandan Wu membuat semuanya menoleh, disana berdiri putra tunggal keluarga Wu. Yi Fan.

"Aku lupa bilang pada ayah jika dia masih memiliki saudara" keyakinan di wajah Yi Fan cukup untuk membuat Komandan Wu percaya. Sebagai penerusnya, tidak mungkin anaknya itu berbohong tentang hal besar semacam ini.

"Tapi kalian baru boleh menikah saat kalian berdua berusia 18 tahun" wanita berkimono itu angkat bicara.

"Aku tau, ibu. Karena itu biarkan dia tinggal disini, aku yakin dia akan sangat berguna untuk kita nantinya" Yixing merasa rengkuhan pada tubuhnya bertambah erat, seperti menunjukkan keposesifan.

"Mulai sekarang, bersikaplah seperti bangsawan klan Huang. Setidaknya sampai kau bisa keluar dari sini" suara lelaki ini sangat lembut namun penuh ketegasan. Yixing mendongak, menatap wajah dengan ekspresi dingin itu dari bawah. Kemudian dia tersenyum, entah sedih atau bahagia.

Setidaknya Yixing punya tempat berlindung sekarang.

XXX-XXX

"Kau gila, hyung"

"Aku melakukannya untuk melindungimu juga, bocah"

"Tapi-"

"Diamlah atau mereka tau dan langsung mengirim kita ke Kota Bawah" mendengar itu Jongin langsung diam, duduk di salah satu kursi di kamar yang ditempati Yixing tadi. Dua orang itu saling diam, membuat suasana yang tidak mengenakkan baik bagi Yixing atau kakak beradik itu.

"Jadi.. kau tau soal klan Huang kan?"

"Aku membaca beberapa buku dan artikel tentang mereka"

"Bagus. Aku sudah mengirim pesan pada Yi Fan pada Zi Tao sebelumnya dan menyuruh merek memalsukan datamu. Kau hanya harus berpura-pura menjadi salah satu dari mereka" Yixing mengangguk sekilas, dia bahkan tidak tau apa yang membuat orang ini begitu ingin menolongnya.

"Ah.. namamu-"

"Kim Joonmyun. 17 tahun" sahutnya cepat, lelaki bersurai coklat tua itu menatapnya serius sekarang. "Aku tak begitu paham soal masalahmu. Jadi jika kau ingin segera bebas, cobalah jaga sikapmu" setelah itu dia meninggalkan Yixing dan Jongin begitu saja. Yixing tidak menyangka jika orang setegas itu masih berusia 17 tahun.

"Tenanglah, Yixing hyung. Joonmyun hyung memang dingin tapi dia sangat baik"

Yixing menghela nafasnya, kemudian tersenyum menatap Jongin. "Ya, aku tau" Jongin balas senyumnya, kemudian berniat meninggalkan Yixing juga namun dia menahannya.

"Jongin, apa kau menemukan sesuatu saat mengganti pakaianku?" Jongin tampak berpikir sejenak sebelum menggeleng. Yixing berusaha tak menunjukkan wajah kecewanya. Kemudian keduanya saling mengucapkan selamat malam dan Jongin segera pergi dari ruangan itu.

Yixing merasa kepalanya berat. Seakan masalahnya semakin bertambah dari hari ke hari. Dia harus lari dari para prajurit Komandan Wu, berpura-pura menjadi orang lain, dan sekarang harus menemukan hal terakhir yang diberikan ayahnya.

"Kuharap kau baik-baik saja, Sehun"

XXX-XXX

TBC

XXX-XXX

Allo minna san ^_^

Gak paham ya sama ceritanya? Sama ._.

Hahahah

Mungkin untuk lanjutan Tubuh dan Kepala aku pending dulu sampe selesai UN

Chapter 2 nya Uptown, Undertown juga ^^

Sooooo, ditunggu review nya

Saran dan kritiknya

Love you all~~~~~