"Sei-kun hati-hati di jalan ya. Nanti kujemput di bandara. Bye."
Kuroko Tetsuya menutup sambungan telepon yang menghubungkannya dengan sosok di Seoul sana. Setelahnya, pria manis itu kembali menekuni pekerjaannya yang sempat tertunda sesaat.
"Tet-chan, Sei-chan kapan pulang?" Mibuchi Reo, sekretaris kantor, bertanya pada Tetsuya dari balik meja kerjanya.
Tetsuya tersenyum tipis. "Satu jam lagi dia berangkat. Maka dari itu, hari ini aku akan pulang cepat untuk menjemput Sei-kun di bandara. Bisa?"
"Ah, tentu saja bisa. Itu urusan kecil." Mibuchi tersenyum lebar. "Seoul-Tokyo hanya membutuhkan waktu kurang dari tiga jam, ya? Wah, jadi enak dong bisa jalan-jalan dulu."
Tetsuya menggeleng. "Sei-kun biasanya langsung minta pulang kalau habis bertemu klien di luar negeri. Capek, katanya."
Mibuchi tertawa renyah, menutup sedikit mulutnya dengan anggun. "Iya, iya. Pasti dia mau manja-manjaan sama Tet-chan di rumah. Benar kan?"
Hanya senyum geli yang didapat Mibuchi sebagai jawaban.
"Tapi Sei-chan semanja apa sih kalau sedang berduaan dengan Tet-chan?" tanya Mibuchi penasaran.
Tetsuya mengembangkan senyum misterius.
"Yang pasti, Sei-kun lebih manja daripada anak kucing yang butuh belaian."
Dan lebih menggoda iman.
.
.
.
Ukeshi © Hinamori Hikari
Kurobas © Tadatoshi F.
.
.
Kumpulan Oneshoot
.
.
KuroAka
.
.
MalexMale, OOC parah, nista, uke!Akashi
.
.
.
"Okaerinasai, Sei-kun." Tetsuya langsung menyambut sosok tercintanya yang terlihat letih dan lemas. Koper yang sebelumnya digeret, dibiarkan begitu saja oleh pemiliknya dan lebih memilih memeluk Tetsuya-nya tercinta, tidak peduli sekalipun mereka masih di bandara. Toh, semua sibuk dengan urusannya masing-masing.
"Capek, ya?"
"Hm." Sei hanya menjawab sekenanya. Kepalanya menyelinap diantara ceruk bahu Tetsuya, mencari kehangatan yang biasa ia dapat dari pria di pelukannya.
"Ayo pulang Sei-kun. Manja-manjaannya di rumah saja."
"Nanti dulu, masih mau peluk Tetsuya."
"Kan di rumah bisa."
Sei menegapkan tubuhnya, memandang lazuardi Tetsuya dengan datar. "Kalau aku peluk Tetsuya di rumah, pasti nanti Tetsuya minta lebih."
Pria biru itu tertawa kecil. "Memangnya tidak boleh? Sei-kun pasti rindu juga denganku, kan?"
"Bukannya tidak boleh," Sei mencebik. "Tapi Tetsuya jadinya tidak memberiku waktu istirahat."
"Makanya jangan memancing."
"Siapa yang memancing? Tetsuya saja yang seperti Daiki, gampang tergoda."
"Jangan samakan aku dengan Aomine-kun. Dia mesum."
"Tetsuya juga mesum."
"Tapi mesum ke pasangan sendiri kan tidak masalah. Sei-kun juga suka, kan?"
Hening.
"Ayo pulang, Sei-kun. Atau Sei-kun mau kugendong saja?"
"Tidak, terima kasih. Nanti Tetsuya malah tidak mau melepas."
.
.
Sesampainya di rumah, Tetsuya menurunkan koper dan membawanya masuk ke dalam, sedangkan Seijuurou langsung merebahkan diri di sofa. Setelah meletakkan koper di kamar, Tetsuya bergegas ke dapur dan menyeduh dua cangkir teh hangat.
"Ini teh-nya, Sei-kun."
Seijuurou bergeming, tidak mengubah posisinya sedikit pun. Tetap berbaring di sofa dengan sebelah lengan menutup wajah.
"Sei-kun bersih-bersih dulu, baru istirahat."
"Tidak mau." balasnya pelan.
"Bangun atau aku yang memandikan Sei-kun."
Cukup satu kalimat dan Seijuurou langsung bangkit untuk membersihkan diri seraya menggerutu kecil. Tetsuya sendiri duduk di sofa, mengambil secangkir teh dan menyalakan televisi sambil menunggu pasangannya selesai mandi. Kemeja masih membalut tubuhnya, namun Tetsuya tidak peduli.
Bolak-balik mengganti channel televisi karena tidak ada acara yang diminatinya, Tetsuya memutuskan berhenti pada satu siaran yang menayangkan infotaiment tentang percintaan seorang model ternama dan kepala kepolisian. Tetsuya sendiri mengenal mereka berdua, jadi ia memilih menonton dengan santai.
"Jadi, sejak kapan kalian bertunangan?"
"Sekitar seminggu lalu-ssu. Daikicchi melamarku dengan romantis di tepi pantai Shirahama saat kami sedang berlibur di Wakayama. Daikicchi melamarku tepat di hari jadi kami yang ke enam tahun."
Sosok pirang dan biru gelap terlihat memamerkan cincin berlian yang terpasang di jari manis masing-masing.
"Kapan kalian akan menikah?"
"Untuk itu, masih kami rencanakan. Ryouta dan aku masih disibukkan dengan pekerjaan masing-masing. Tapi kami akan memberitahu kalian jika sudah waktunya."
Tetsuya tersenyum tipis melihat jalinan kasih dua temannya semasa sekolah masih sangat erat hingga sekarang, bahkan menikah sudah menjadi agenda selanjutnya bagi sepasang sejoli ini. Pria itu mengangkat tangan kanan, dimana melingkar sebuah cincin emas putih sederhana. Tetsuya tersenyum.
Tak lama, Sei kembali dengan kaus dan celana pendek yang membalut tubuh. Duduk di sofa, lalu mulai menempel pada Tetsuya seraya mencari-cari posisi nyaman untuk bersandar. Kepalanya tenggelam diantara ceruk leher Tetsuya, mengendus wangi vanilla favoritnya dan mulai bergerak-gerak mencari posisi nyaman.
Tetsuya sendiri agak gelisah saat embusan napas Sei mengenai tengkuknya. "Sei-kun sendiri yang minta istirahat, tapi malah memancing."
"Aku tidak memancing!"
Tetsuya tahu pasangannya ini sedang mencari posisi nyaman, maka dari itu ia merangkul lembut Sei dan membawa pria itu ke dadanya. Sebelah tangan Sei balas memeluk, dan tubuh yang berangsur tenang membuktikan bahwa pria merah itu sudah mendapat posisi nyaman dalam dekapan sang terkasih.
"Bagaimana klien-mu di Seoul, Sei-kun? Tidak merepotkan, kan?"
"Tidak. Yaa ada sedikit masalah, tapi bisa teratasi."
"Nijimura tidak mencoba untuk menggodamu, kan?"
Terdengar tawa kecil dari pria yang sedang didekap dengan lembut —menjurus posesif. "Sedikit gombalan kecil, tapi aku tak terpengaruh. Aku 'kan punya Tetsuya."
Tetsuya tersenyum. Pria itu membenamkan wajah ke rambut halus Sei. Wangi mint menguar, membuat Tetsuya merasa ada yang aneh dalam tubuhnya. Sepertinya dua minggu tidak bertemu dengan Sei membuatnya rindu menyentuh pria merah ini.
"Sei-kun."
"Hm?"
"Besok kan libur, jadi.." Tetsuya mendekatkan wajah ke telinga Sei. "Malam ini tidur larut, bagaimana?"
Gelengan kecil diberikan. "Capek. Mau tidur."
"Memangnya kau tidak rindu kusentuh?" wajah Tetsuya semakin turun, kini berhenti tepat di perpotongan leher Sei. Melakukan sesuatu sekehendak hatinya, dan sukses membuat pria merah itu sedikit mengerang.
Tetsuya mengangkat wajahnya, dan mendapati wajah Sei yang menatapnya dengan raut sayu. "Tetsuya, Sei mau bobo'. Capek, tahu."
Tetsuya terkekeh. Bibirnya mendarat pada kening Sei, turun menuju batang hidung dan berhenti di pucuk hidung.
"Sebentar saja, ne? Aku sangat rindu Sei-kun."
Tanpa memberi Sei kesempatan bicara, Tetsuya sudah membungkam bibir itu dengan lembut. Membiarkan Sei menikmati sentuhan yang biasa ia berikan. Dan satu dorongan sukses membuat pria merah itu berbaring di sofa, dengan Tetsuya yang masih setia membungkam bibir itu diatasnya. Tangan putih itu turun, menelusuri lengan Sei yang tengah memegang dadanya, dan berhenti tepat di telapak tangan. Membiarkan jemarinya menggenggam erat jemari Sei, merasakan benda logam yang melingkar di sana.
Cincin yang sama dengan cincin yang ia kenakan.
Tetsuya bukannya tidak mampu membeli cincin mewah seperti yang Aomine berikan pada Kise. Ia lebih dari mampu untuk membelinya. Namun Sei adalah tipe pria yang menyukai kesederhanaan, meskipun kekayaan sudah menaunginya sejak lahir, sejak Akashi masih tersandang di namanya dulu.
Iya dulu, sebelum Kuroko menarik marga itu keluar untuk diganti dengan marganya.
"Kau tidak keberatan kan, Kuroko Seijuurou?"
"Keberatan sekalipun kau tetap akan melakukannya."
"As your wish."
.
.
.
.
End
.
.
.
Hika's note
Kumpulan oneshoot berisi ukeshi dengan pairing berbeda tiap chapter. Maaf, saya nyampah (lagi). Kalo tengah malem emang idenya sangat melimpah, ya.
- kasur, 02.17 am -
