Kami duduk di sofa nyaman yang dulu kubeli saat kami baru saja pindah ke rumah ini. Aku duduk di ujung paling jauh darinya.

Dia menonton televisi dengan wajah datar yang agak kelelahan. Sesekali dia akan menekan tombol remote yang ada di tangan kirinya. Sungguh, aku ingin memeluknya dan berkata 'Tidak apa apa, semuanya akan baik baik saja' seperti yang dulu sering kukatakan kalau dia sedang seperti ini. Tapi tidak.

Aku berusaha untuk mengamatinya diam-diam, dan kukira aku berhasil. Aku menggeser tubuhku mendekat padanya. Kuraih tangan kanannya, kuletakkan di pangkuanku dan menggenggamnya. Dia menoleh padaku. Aku mengabaikannya dan mulai mengelus punggung tangannya dengan ibu jariku. Kukira ia akan menyerah terus-terusan menatapku, tapi ia bergeming. Aku menatapnya.

Mata dalamnya seakan memohon. Meminta padaku untuk mengerti. Tapi sungguh aku tidak tahu apa yang terjadi. Aku tetap mengelus punggung tangannya saat kami lama saling menatap. Hingga akhirnya ia kembali mengarahkan netranya ke televisi di hadapan kami.

Kukira kecanggungan ini berhenti disini, tapi kini ia menggeser tubuhnya padaku. Pahanya menempel pada pahaku. Jantungku berdegup kencang. Ia menarik tangannya dari pangkuanku.

Oh, apa yang kulakukan?

Ia meletakkan sikunya di punggung sofa, tangan kanannya meraih tanganku. Ia mengecup nadi di pergelangan tanganku. Degup jantungku semakin terpacu.

Oh. Tidak. Jangan. Kumohon.

"Kau tidak menciumku pagi tadi". Ia menatap mataku dan meletakkan tanganku di pangkuannya, menggenggamnya.

Dia tidak bertanya. Tangan kirinya kini menarik lenganku agar makin dekat padanya. Bibirnya mendekat.

"Kau tahu apa efeknya bagiku? Hm?". Ia bertanya sambil mengecupi garis rambutku. Tangan kanannya membelai rambutku yang terurai.

Napasku memburu. Bukan arti yang seperti itu. Aku tidak tahu bagaimana harus menjawab pertanyaannya.

Bibirnya kini di telingaku dan berbisik "Kau bilang apa, Sakura? Aku tidak dengar".

Aku bahkan belum mengatakan apa apa. Ini hanya caranya mendesakku. Hangat napasnya membuatku bergidik.

"Er...Hm..."

Hanya itu yang bisa keluar dari bibirku.

"Ya?" Ia mengecup telingaku. "Mengapa kau tidak menciumku pagi tadi?". Nadanya frustasi.

"Kau tidak boleh melakukan itu pada suamimu. Sungguh Sakura. Itu membuatku memikirkanmu sepanjang hari"

Aku tidak tahu kalau itu memengaruhinya sedalam itu. Aku harus mencari alasan agar besok tidak perlu menciumnya.

"Kau lelah sekali, kau mau tidur?"

Ia mengangguk letih.

"Kalau begitu ayo, kuantar ke kamarmu". Aku menarik tangannya agar ia berdiri.

"Sakura?". Aku memeluk lengannya sambil berjalan menuju pintu kamar.

"Hm?"

"Temani aku tidur?" pintanya.