An Axis Powers: Hetalia Fanfiction
"Wild Grass"
By Orijima Ryuu
Genre : angst, romance
Rate : T
Disclaimer :
I do not own Axis Powers : Hetalia, Axis Powers : Hetalia and all of the characters belongs to Hidekaz Himaruya
Summary : Dunia Antonio runtuh. Seperti kepingan, ketika Lovino pergi. Gilbert datang untuk menyatukannya kembali.. Hanya saja sebagai bayarannya, hidup pria berambut putih itulah yang kini perlahan hancur.. (HumanAU, SpaPru, SpaMano, PruCan Same settings with Spokoynoy Nochi Love, Character's Death)
Prologue,
Glass
Kaca itu mudah pecah.
Jangankan palu, sebuah pukulan sudah cukup untuk mengubahnya menjadi kepingan tak berarti.
Kecuali kaca anti peluru.
Kaca yang memang dibuat untuk melindungi sesuatu di dalamnya.
Absurd, mungkin, mengawali sebuah cerita dengan ocehan tentang kaca, tapi bukankah hati manusia itu sendiri bagaikan kaca?
Hanya saja, semuanya merupakan kaca yang berbeda-beda..
Bunyi nyaring jam weker memecah keheningan, membangunkan seorang pria yang tengah tidur meringkuk di balik selimut hijaunya. Perlahan, pria itu bangkit duduk dan mematikan wekernya. Ia menatap ke jendela yang terbuka lebar, menampangkan sinar terik mentari pagi langsung ke arah wajahnya.
Mengganggu.
"Damn, aku lupa menutup jendela kemarin malam" umpatnya seraya menutup jendela kayunya.
Pria itu turun dari kasurnya dan merasakan dinginnya lantai menjalar melalui telapak kakinya. "Cih, dingin" ia menguap, dan berjalan ke luar.
Antonio Fernandez Carriedo hendak menuju ke dapur, mengisi perutnya yang menyanyi ingin diberi makan.
Dituruninya tangga menuju lantai satu dengan langkah gontai, kemudian berbelok ke dapur. Kedua bola matanya melebar melihat sosok yang berdiri di dapurnya. "Gil?"
"Yo, pagi, buenas noches!"
Pria itu berkedip beberapa kali, sebelum akhirnya menghela nafas, "Buenas noches artinya selamat malam, yang benar buenos dias" ujarnya, "sedang apa kau di dapurku?"
"Berburu gajah. Kau tidak lihat aku yang awesome ini sedang membuatkanmu sarapan?" pria yang dipanggil Gilbert itu menunjukkan sepiring pancake yang baru ia buat.
"Pancake lagi?"
"Sudah dibuatkan sarapan, bersyukur, dong! Aku yang awesome ini sudah meluangkan waktu awesomeku untuk membuatkanmu sarapan nan awesome ini"
"Asem"
"Heh, apa kau bilang barusan?"
Tanpa mempedulikan tingkah Gilbert, pria itu, Antonio duduk di kursinya dan melahap sarapan yang dibuatkan sahabat albinonya.
"Kau tak perlu datang tiap hari, kau tahu.." ujarnya
"Hei, sahabatmu ini khawatir, oke, kha-wa-tir" ujar Gilbert seraya menekankan kata 'khawatir'
"Kau sudah 3 bulan tidak datang ke kantor, 3 bulan tidak keluar rumah dan 3 bulan tidak menelepon maupun bicara dengan siapapun"
"Dan kau sudah 3 bulan merawatku, aku bukan bayi, Gil"
"Aku khawatir"
"Aku menghargai kekhawatiranmu, tapi kau juga punya kehidupan. Urus pekerjaan kantoranmu. Kau kira sudah berapa kali Bos Ivan menelepon hanya untuk menanyakan kau ada di sini atau tidak? Dia sepertinya marah. Baru dengar suaranya saja aku merinding."
"Kau sendiri kapan mau kembali bekerja?"
Pertanyaan Gilbert bak sebuah belati yang menusuk langsung ke jantung Antonio. Pria itu menunduk, "aku takkan kembali"
Sebuah keheningan menyelimuti ruangan itu. Gilbert menatap Antonio yang menunduk, tak membalas tatapannya. Pria albino itu menghela nafas.
Ia berbalik dan menyambar tasnya yang tergeletak di sofa, "aku harus berangkat kerja. Nanti malam aku akan datang untuk membuatkanmu makan malam"
"Aku bisa beli ke supermarket sendiri"
"Tidak sehat, lagi pula kau tak bisa menolak kebaikan temanmu yang awesome ini, kesesese" Gilbert tertawa, kemudian keluar dari rumah Antonio melalui pintu depan.
Antonio bahkan tak sempat membalas perkataan terakhir Gilbert, namun pria itu terlanjur pergi
Antonio tinggal sendiri, menatap sarapan di atas piringnya.
Perutnya berbunyi, tapi tidak ada rasa keinginan untuk makan. Tidak, masakan Gilbert bukannya tidak enak. Paling tidak masih lebih baik daripada masakan teman lama Antonio yang sekarang sudah jarang ia dengar kabarnya.
Hanya saja, ada suatu rasa di balik dadanya yang mencekat, membendung rasa ingin makannya, membuatnya tak ingin makan apapun.
Pria itu menghela nafas, "Lovino.."
Gilbert terkejut bukan main melihat teman sekantornya, Matthew Williams berada di luar rumah Antonio.
"Matt?"
"Hei, kau sudah agak terlambat, lho. Ayo berangkat sebelum Bos Ivan marah"
"Kenapa kau di sini?"
"Hum? Tak apa, kebetulan lewat dan melihatmu, jadi kupikir kenapa tak sekalian berangkat bareng. Ayo"
to be continued...
