Terkadang cinta itu tidak bisa di mengerti. Terkadang cinta itu tidak bisa diungkapkan dengan kata-kata. Terkadang cinta itu tidak bisa di tunjukkan dengan perbuatan. Tetapi untuk orang yang saling mencintai, cinta itu akan terasa meski mulut tidak berkata dan tubuh tidak berbuat. Hanya dari hati ke hati, cinta itu dapat kita rasakan.
.
.
.
.
Arigatou Hinata
(Fanfiction for NaruHina Fluffy Day 5)
CHAPTER 1
.
.
Pairing : Naruto U. & Hinata H.
Rated: T
Genre: Romance
Disclaimer: Cerita punya Bebhe-chan, Naruto punya Om Mashashi Kishimoto
WARNING: Bahasa amburadul, alur nggak nyambung, romance yang kurang berasa, menggunakan EYD (Ejaan yang Disemawutkan), ide pasaran, dedication for NaruHina Fluffy Day ke-5, ONESHOOT!
.
.
.
HAPPY READING ! ^^
.
.
.
"O-Ohayou Naruto-kun,"
"Na-Naruto-kun, ini bento untukmu. A-aku sendiri yang buat,"
"Na-Naruto-kun, ayo kita pulang,"
"Naruto-kun…"
.
.
.
.
HINATA P.O.V
Pagi ini seperti biasa aku sibuk sendiri di dapur menyiapkan sarapan untuk keluargaku. Tidak lupa aku membuat dua buah bento untuk kubawa sekolah nanti. Tentu saja dua beto ini tidak untuk aku makan sendiri. Ini untuk Naruto-kun. Sudah menjadi aktifitas sehari-hari bagiku membuatkan bento ini untuk Naruto-kun. Orang yang kusukai sejak pertama bertemu.
Aku tidak tau apakah dia memakan bekal buatanku ini atau tidak. Yang pasti bento yang aku berikan padanya selalu kosong saat aku ambil sepulang sekolah. Itu saja sudah membuatku sangat senang. Aku percaya Naruto-kun memakannya.
Aku bersenandung kecil sambil menghias bento untuk Naruto-kun. Aku tersenyum bahagia membayangkan makanan yang aku buat ini dimakan oleh Naruto-kun dengan lahap.
Aku tau Naruto-kun tidak pernah bicara padaku sama sekali. Naruto-kun juga sedikit mempunyai teman karena sifatnya yang terlalu anti-sosial dan tidak pernah membuka mulutnya ataupun bersuara. Hanya sedikit siswa di sekolahku yang mengenalnya. Aku paham betul kenapa dia seperti itu. Untuk itu aku mencoba untuk menjadi temannya dan tanpa aku sadari aku telah menyukainya sejak pertama kali kita bertemu.
*FLASHBACK*
(HINATA P.O.V)
Konoha City, 10 Oktober 2012
Seperti biasa jalanan di pusat kota sangatlah ramai. Banyak kendaraan berlalu-lalang mulai dari sepeda ontel sampai mobil. Siang ini sepulang sekolah aku memutuskan untuk pergi berbelanja kebutuhan dapur di supermarket langgananku bersama dengan Sakura dan Ino. Kebetulan mereka juga ingin membeli sesuatu disana.
"Heh Ino-pig, bisakah kau tidak memainkan ponselmu ketika sedang berjalan di jalan ramai. Nabraktiang lampu baru tau rasa,"
"Diamlah jidat. Aku sudah biasa melakukan ini, jadi tidak mungkin aku-"
JDUAAKKKKKK !
"ITTAIII!"
"E-eh Ino, kau tidak apa-apa?"
Ino terlihat meringis kesakitan sambil memegangi keningnya yang terlihat sedikit benjol dan memerah. Sementara Sakura malah tertawa terbahak-bahak melihatnya.
"Ahahaha… Katanya sudah professional. Mana buktinya? Ahahaha.."
"Ish! Diam kau jidat!"
Aku kasihan melihat Ino yang kesakitan seperti ini, tapi aku juga sebenarnya ingin tertawa. Tapi untunglah bisa aku tahan. Aku membantu Ino untuk berdiri.
Tiba-tiba kami di kejutkan oleh suara ledakan yang cukup keras dari seberang jalan. Asap hitam mengepul tinggi di udara. Bersamaan dengan itu terlihat banyak orang yang mengerumuni tempat kejadian.
"Astaga! Apa yang terjadi disana?" kata Sakura terkejut.
"Ayo kita lihat kesana!" kata Ino sambil menggandeng tanganku.
'Apa yang terjadi?'
Tetapi belum sampai kami mendekati kerumunan itu, kami sudah dihadang mobil polis. Petugas polisi itu mengatakan jika kami sebaiknya menjauh saja. Dengan terpaksa kami pun meninggalkan tempat kejadian itu.
Tetapi aku sempat menoleh kearah kerumunan itu. Dan aku sekilas melihat seorang laki-laki diatas tandu yang dibawa petugas ambulance.
'Apakah dia mati?'
.
.
.
Karena ada kecelakaan tadi kami tidak jadi belanja ke supermarket. Dan sekarang bahan-bahan untuk memasak besok sudah benar-benar habis. Aku terpaksa keluar untuk membeli bahan memasak. Sebenarnya Neji-nii ingin menemaniku, tapi aku menolaknya. Karena aku ingin jalan-jalan sebentar setelah belanja. Meski mendapat banyak omelan, aku tetap bersikeras pergi sendiri.
'Maaf Nii-chan,' kataku dalam hati.
Aku menaiki sepeda kesayanganku untuk mempercepat waktu. Karena supermarket tadi cukup jauh dari rumahku. Aku mengayuh pedal sepedaku santai. Sekali-kali aku ingin menikmati udara segar malam hari seperti ini, karena jarang sekali aku bisa keluar malam. Tentu saja karena Nii-chan melarangku.
Setelah lima belas menit akhirnya aku sampai di supermarket langgananku. Aku memarkirkan sepedaku di depan toko.
"Konbanwa Hinata-san. Tumben Anda datang malam hari," sapa Kak Sizhune ramah.
Aku tersenyum menanggapinya.
"Iya. Karena tadi ada kecelakaan saya memilih untuk pulang saja,"
"Aa~ Baiklah silahkan berbelanja,"
Aku tersenyum dan membungkuk kepada Kak Sizhune. Kami sudah kenal lama, tapi aku masih tetap sungkan kepadanya.
Aku pun berjalan menuju bagian sayur-sayuran. Berbagai macam sayuran berderet disana. Setelah kurasa cukup membeli apa yang aku butuhkan, aku segera pergi ke kasir dan memutuskan untuk pulang.
Aku meletakkan barang belanjaanku di keranjang depan sepedaku.
"Ah Kami-sama!"
Aku sangat terkejut saat hendak memutar sepedaku. Aku melihat seseorang di seberang jalan. Dia mengenakan seragam rumah sakit Konoha. Aku yakin aku pernah melihatnya di suatu tempat.
Laki-laki itu? Apa yang dia lakukan disitu? Apa dia kabur dari rumah sakit?
Aku menajamkan penglihatanku.
Ap-apa? Kenapa pandangannya kosong sekali. Kenapa dia hanya diam saja sejak tadi?
Dan bagaikan mendapat pukulan pedang samehada, tiba-tiba aku memikirkan sesuatu yang tidak bagus.
Jangan-jangan…..
Aku menggeleng-gelengkan kepalaku, berusaha menyingkirkan fikiran buruk yang tiba-tiba merasuk difikiranku. Entah mendapat bisikan darimana, aku ingin menghampirinya.
Sebentar lagi lampu merah akan habis, aku harus cepat-cepat sebelum dia melakukan sesuatu yang buruk.
Aku melemparkan sepedaku dan segera berlari menyeberang jalan. Aku tidak memperdulikan barang belanjaanku yang berserakan di trotoar. Waktu kurang 10 detik lagi dan ini lebih darurat.
Aku sudah sampai di tengah jalan. Dan EH?! Apa yang dia lakukan?! Waktu lampu merah kurang lima detik! Kenapa dia malah melangkah maju?!
5
.
.
.
4.
.
.
.
3.
.
.
.
2
.
.
.
1.
.
.
.
DIIINN DIIIIINNNNNNN…
BRUUKKKKKKK !
'Ya Tuhan. Apakah aku sudah mati?'
'Ataukah aku masih hidup?'
Perlahan aku membuka mataku. Aku merasakan hembusan nafas yang memburu mengenai rambutku. Aku juga merasakan jika aku menindih seseorang. Aku baru sadar dan aku segera menyingkirkan badanku.
"Su-sumimasen. Sumimasen,"
Aku mengangkat kepalaku perlahan. Aku takut bertatap muka dengan orang yang barusan aku selamatkan. Aku takut sekaligus malu. Hanya saja tadi itu reflek tubuhku dan aku tidak bisa membiarkannya.
Meski sedikit gelap, aku bisa melihat wajahnya. Dia terduduk dengan pandangan mata yang masih tetap kosong menatap lurus ke arah jalan yang di lalui kendaraan.
'Ah, untunglah dia baik-baik saja,'
"Kenapa…"
Aku mendengar dia mengatakan sesuatu.
"Kenapa…."
Apa yang ingin dia katakan?
"Kenapa kau menghentikanku!"
Aku sedikit terkejut karena dia tiba-tiba membentakku. Tatapan matanya menjadi sangat tajam. Susah payah aku menelan ludahku karena takut. Aku menundukkan kepalaku. Aku terlalu takut menatapnya.
"Su-sumimasen. Ma-maaf a-aku lancang. Tap-tapi a-aku hanya i-ingin men-nyelamatkanmu. A-aku merasa ka-kau akan-"
"Bunuh diri?! Dan YA! Itu yang akan aku lakukan. Tapi kenapa kau menyelamatkanku?! KENAPA!"
Kami-sama kuatkan aku.
"Su-sumimasen. Ha-hanya saja, kakiku be-bergerak sendiri,"
"Cih! Seharusnya kau biarkan aku mati!"
"Mana bisa?! Aku melihat seseorang yang akan menyia-nyiakan nyawanya sendiri apa aku akan membiarkannya?"
Eh? Entah bagaimana kata-kata itu bisa meluncur di mulutku.
"Tidak usah sok peduli!"
"Aku memang peduli!"
Dia terlihat terkejut namun kembali menjadi dingin lagi.
"Cih!"
Aku tadi takut dengannya, tapi sekarang aku kasihan padanya. Mungkin dia terlalu sedih karena kecelakaan tadi.
Tapi apa yang terjadi sehingga dia mau mengakhiri hidupnya.
Tiba-tiba aku teringat sesuatu.
Aku mengambil ponsel di saku jaketku dan menekan beberapa nomor. Aku berusaha menghubungi Tsunade-san, dia adalah dokter di Konoha Hospital. Setelah memberitahukan alamat dimana aku berada, aku mencoba untuk berdiri.
"Aww!"
Aku merasakan perih di lututku. Dan benar saja. Lututku berdarah. Mungkin tergores trotoar tadi saat aku terjatuh. Lukanya cukup dalam membuatku susah untuk berdiri. Perlahan aku meniup lukaku yang semakin lama semakin terasa perih.
Aku merasakan orang disampingku hendak berdiri. Aku cepat-cepat meraih tangannya.
"Mau kemana kau? Tetaplah disini. Mobil ambulance akan segera datang,"
Dia masih tetap mengumpat, tapi kenyataannya dia menuruti perkataanku. Dia kembali duduk di sampingku.
Selama beberapa menit kami hanya diam. Tidak ada yang mau membuka pembicaraan. Kami hanya diam di pinggir jalan di samping lampu merah. Mungkin orang-orang bertanya-tanya apa yang dilakukan seorang gadis dengan lutut terluka dan seorang pria dengan pakaian rumah sakit di pinggir jalan.
Tetapi aku mengabaikannya. Toh mereka juga tidak akan mengenalku kan?
Lama-kelamaan mulutku gatal juga. Aku ingin bertanya sesuatu pada orang ini. Dan akhirnya aku memberanikan diri untuk bertanya.
"Ka-kalau boleh tau, siapa namamu?"
Hening.
Dia hanya diam tak bergeming. Aku mencoba mencari pertanyaan lain.
"Ma-maaf aku menanyakan ini. Tapi…. Ke-kenapa kau melakukan ini?"
Hening…..
Hening…
Hening….
Ahh… Sudahlah Hinata. Ini bukan waktu yang tepat.
Aku putuskan untuk diam saja. Aku takut jika aku kebanyakan bertanya dia malah kabur karena merasa terganggu.
Aku mengusap darah yang mengucur di lututku dengan lengan jaketku yang baru aku lepaskan. Untunglah darahnya sudah berhenti. Tetapi rasa sakitnya masih sangat terasa.
"Aku…"
Eh? Aku mendengarnya berbicara.
Aku menoleh menatapnya.
"Seharusnya kau biarkan aku mati,"
Aku mencoba diam, aku merasa masih ada kalimat lagi yang ingin dia sampaikan.
"Agar aku…. Bisa bertemu keluargaku di surga,"
DEG!
Aku tiba-tiba merasakan ngilu di dadaku. Rasanya sesak sekali. Aku membulatkan mataku.
Jadi… Jadi maksudnya..
Dalam kecelakaan tadi, hanya dia yang hidup?
Aku tidak tau apa yang terjadi dengan tubuhku. Tiba-tiba tubuhku terasa lemas. Sampai-sampai aku tidak bisa berkata apa-apa.
"Aku….. Sebatang kara sekarang,"
Aku hanya mematung di tempat. Badanku benar-benar tidak bisa bergerak.
"Aku….. Sendiri,"
Setelah mengatakan itu, aku mendengar suara isaknya.
Dia menangis.
Menangis tersedu-sedu sambil memeluk lututnya.
Aku tidak tau apa yang harus aku lakukan. Hanya saja, hatiku ikut sakit melihatnya. Aku tau bagaimana rasanya ditinggalkan oleh orang tua kita. Karena aku juga mengalaminya. Aku juga kehilangan orang tuaku saat aku kecil. Dan aku sangat sakit karenanya.
Tanpa sadar air mataku jatuh. Dan aku ikut menangis dalam diam.
Beberapa menit kemudian mobil ambulance datang. Aku ingin sekali ikut ke rumah sakit, tetapi aku tidak bisa. Aku hanya bisa memandang pilu mobil ambulance di depanku yang semakin menjauh.
*FLASHBACK END*
Dan setelah itu aku tidak pernah bertemu dengannya lagi.
Tetapi aku tidak mengira jika suatu hari aku bisa bertemu dengannya lagi.
Dia mendaftar di sekolahku, dan yang paling melegakan adalah dia satu kelas denganku. Entah itu takdir atau suatu keberuntungan, yang pasti aku sangat berterima kasih kepada Tuhan karena telah mempertemukan kami kembali.
"Hajimemashite. Naruto Uzumaki desu,"
Bahkan aku masih ingat bagaimana dia dulu memperkenalkan diri. Dengan ekspresi wajah datar dan tatapan mata yang dingin. Banyak anak perempuan di kelasku yang tertarik padanya karena wajahnya yang ehem…. Menurutku sangat sempurna. Tapi karena sifatnya yang dingin membuat hampir sebagian teman sekelasku yang membencinya.
Entah kenapa aku sangat senang bertemu kembali dengannya waktu itu. Dan setelah itu aku memutuskan untuk mencoba berteman dengannya karena aku tau dia pasti kesepian karena tidak mempunyai teman. Sampai saat ini aku dan Naruto-kun sudah berteman selama dua tahun setengah. Kami sudah kelas 12 sekarang, dan sebentar lagi kami akan lulus.
Banyak yang bilang jika apa yang aku perbuat untuk Naruto-kun hanya sia-sia. Banyak juga yang mengatakan jika persahabatan kami semu. Aku tau kenapa mereka bilang seperti itu. Tapi aku tidak peduli. Aku hanya ingin menghibur Naruto-kun sebisaku. Lagipula selama ini Naruto-kun belum pernah menolak bantuanku dan sikapku. Jadi aku tidak masalah dengan omongan orang lain. Asalkan bisa bersama dengan Naruto-kun itu sudah membuatku bahagia.
"Gotcha! Sudah siap!"
Aku pun menjinjing dua bento yang baru saja aku buat di tangan kanan dan kiriku. Aku melihat Nii-chan bersama dengan Hanabi masih sarapan di ruang makan.
"Aku berangkat dulu Neji-nii-chan, Hanabi-chan. Itterasai,"
"Kau masih membuat bento untuknya hari ini?"
Oh ayolah.. Itu pertanyaan Nii-chan setiap pagi. Apakah dia tidak bosan terus mengulangnya?
Aku hanya mengangguk sambil tersenyum.
Aku pun berangkat. Aku selalu menaiki bus sekolah untuk sampai di sekolah karena jarak rumahku dengan sekolahku cukup jauh. Selain itu ada alasan lain yang membuatku lebih memilih naik bus daripada naik sepeda.
Itu karena Naruto-kun juga naik bus ini juga. Aku biasa menunggu Naruto-kun di halte dekat rumahku karena Naruto-kun juga menunggu bus di halte yang sama denganku. Jujur saja sampai saat ini aku belum tau dimana rumahnya. Karena dia menunggu bus di halte yang sama denganku aku sempat berfikir jika rumahnya dekat dengan rumahku. Tapi aku tidak pernah tau rumahnya dimana. Karena dia selalu memberiku tatapan tajam saat aku ingin mengikutinya ke rumahnya.
Hmm.. Mungkin suatu hari aku bisa tau dimana rumahnya. Sebenarnya aku penasaran dia tinggal dengan siapa di rumah. Aku sudah pernah bertanya padanya, dan yah kalian tau sendiri. Dia tidak menjawabnya.
Lima menit aku menunggu akhirnya Naruto-kun datang juga. Aku tersenyum senang melihatnya.
"O-ohayou Naruto-kun,"
Seperti biasa dia hanya menatapku datar dan diam. Aku sudah terbiasa dengan itu. Namun aku tetap tersenyum tulus padanya.
Naruto-kun berdiri di sampingku dengan jarak dua meter. Dan tidak lama kemudian bus yang kami tunggu sudah sampai. Naruto-kun naik terlebih dahulu dan aku menyusulnya.
Setelah di dalam bus kami mengambil tempat duduk di bangku paling belakang. Karena Naruto-kun menyukai duduk di belakang daripada di depan. Menurutku sih.
Aku melirik Naruto-kun yang tengah memejamkan matanya sambil menyenderkan kepalanya pada kaca bus. Dan inilah pemandangan yang paling aku sukai setiap pagi.
Rambut kuningnya yang menyala berantakan tertiup angin dari jendela, kelopak matanya yang indah, hidung mancung, dan bibir tipis itu, aku menyukainya. Aku menyukai setiap lekuk wajah Naruto-kun. Dan mata itu. Batu obsidian berwarna biru cerah, bagaikan lautan shappire yang dingin namun menyejukkan. Meski Naruto-kun bersikap dingin padaku, cuek, dan juga tatapan matanya yang selalu datar padaku maupun pada semua orang, aku tetap menyukainya.
Ya… Aku sangat menyukai Naruto-kun.
Lima belas menit kemudian kami sudah sampai di sekolah kami. Konohagakuen High School.
Kami berjalan bersama menuju kelas kami. Dan ah aku melupakan sesuatu. Aku belum memberikan bento yang aku buat untuk Naruto kun.
"Na-Naruto-kun, ini bento untukmu. A-aku sendiri yang buat,"
Aku menyodorkan bentoku yang terbungkus kain oranye bermotif spiral pada Naruto-kun. Dan seperti biasa, Naruto-kun menerimanya tanpa menjawab. Tapi aku sudah sangat senang karenanya. Aku tersenyum melihat Naruto-kun menerima bento yang aku buat.
"Dimakan ya Naruto-kun," kataku sambil tersenyum senang.
.
.
.
.
KRRIIIIIIIIIIIIINNGGGGGGG….
Bel isrirahat sudah berbunyi. Ugh! Punggungku sakit sekali karena baru saja mendengar ceramah dari Anko-sensei gara-gara Shikamaru ketahuan menguap saat Anko-sensei menjelaskan. Ah.. Aku lapar. Aku melirik Naruto-kun di bangkunya yang terletak dipojok kelas. Dia masih tidur. Hari ini aku ingin mengajak Naruto-kun makan siang bersama. Sudah lama sekali aku ingin makan bersama dengan Naruto-kun, hanya saja aku malu untuk mengajaknya.
Aku mengambil bento milikku yang terbungkus kain berwarna biru tua dari dalam laci mejaku. Aku berjalan menghampiri Naruto-kun.
DEG…DEG…DEG…DEG…DEG…DEG…
Oh Kami-sama… Kenapa jantungku ini. Bisakah lebih tenang sedikit. Aku hanya ingin mengajak Naruto-kun makan bersama.
Aku sudah sampai di meja Naruto-kun. Jantungku masih tetap melum mau tenang.
Oh ayolahh… Kau biasa berbicara dengannya kenapa sekarang kau seperti ini?
Aku menarik nafas dalam-dalam.
"Na-Naruto-kun,"
Aku melihatnya perlahan membuka mata. Menampakkkan kristal birunya yang sangat aku sukai.
"A-ano… Ma-maukah kau makan siang….be-bersamaku?"
Berhasil! Aku berhasil mengucapkannya.
Naruto-kun hanya diam menatapku diam seperti biasanya. Apakah dia mau?
"Ma-mau tidak?" tanyaku sekali lagi.
Namun Naruto-kun malah memalingkan wajahnya. Aku sedikit kecewa karenanya. Tapi aku tau ini akan terjadi, jadi aku tidak terlalu kecewa. Mungkin Naruto-kun tidak terbiasa makan dengan orang lain. Tapi jujur saja aku sangat ingin melihat Naruto-kun makan bento yang aku buat dengan mata kepalaku sendiri. Karena aku tidak tau selama ini bagaimana dan dimana dia memakan bento yang aku berikan. Dia selalu menghilang saat istirahat.
"Ah, ka-kau tidak mau? Tidak apa-apa Naruto-kun. A-aku akan makan bersama teman-teman. Naruto-kun jangan lupa makan ya. Jaa ne,"
Setelah mengatakan itu aku pergi dan ikut bergabung bersama Sakura dan Ino di kantin untuk menikmati bekal kami masing-masing. Karena semenjak kelas tiga kelas kami terpisah, jadi kami selalu bertemu di kantin saat istirahat.
"Ah Hinata, ayo!" Sakura melambaikan tangannya memanggilku. Ada Ino juga di sampingnya. Aku membalas lambaian tangannya lalu menuju ke meja mereka.
"Kenapa kau lama sekali Hinata? Aku lihat gurumu tadi sudah keluar sejak tadi?" kata Ino sambil membuka bento miliknya.
"A-ano.. Tadi aku menyelesaikan tugas dulu," jawabku bohong. Ino hanya mengangguk-angguk sambil melahap telur gulung miliknya.
"Aa~ yang benar? Kau tidak kencan dengan pacarmu kan?"
Eh? Apa yang Sakura katakan?
"E-eh? Pa-pacar? A-aku tidak punya pacar kok,"
Aku merasakan wajahku memanas. Heisshhh.. Kebiasaan ini muncul lagi.
"Kalau tidak punya pacar kenapa wajahmu memerah seperti itu?" kata Ino.
"Iya benar. Kau kan selama ini dekat dengan si balok es itu, ah aku lupa siapa namanya," Sakura memasukkan nasi kedalam mulutnya.
"Naruto kan namanya? Ah ya benar juga. Kalian benar-benar tidak pacaran? Kalian kan sudah dekat dari dulu,"
Ya ampun…. Kenapa mereka memojokkanku seperti ini disaat aku sedang makan.
"Ti-tidak kok,"
Hanya itu yang bisa keluar dari mulutku saat ini.
"Ahh kau ini selalu menjawab tidak jika kami bertanya. Lalu kenapa kau sangat perhatian dengan si balok es, eh Naruto itu? Dia kan selalu mengabaikanmu Hinata,"
Aku menelan nasi yang aku kunyah dengan susah payah. Memang selama ini aku tidak pernah bercerita soal perasaanku kepada Naruto-kun pada siapapun termasuk Ino dan Sakura.
"Ah Sakura kau seperti tidak tau Hinata saja. Dia kan anak yang berjiwa malaikat. Mungkin karena melihat keadaan Naruto yang menyedihkan itu Hinata ingin mengasihaninya. Iya kan Hinata?"
Tidak Ino.. Aku tidak memperhatikannya karena aku kasihan padanya. Itu karena aku menyukai Naruto-kun.
Argh! Kenapa kalimat ini tidak bisa terucap di mulutku?!
"Aa~ benar juga. Kau tidak mungkin menyukainya kan Hinata?"
Wajahku kembali memanas mendengar pertanyaan Sakura. Aku hanya bisa menunduk untuk menyembunyikan wajahku.
Aku sangat menyukainya Sakura. Sangat sangat menyukainya.
"Eh Hinata? Kenapa wajahmu semakin memerah?"
Ahh sudahlah Sakura… Aku sangat malu sekarang.
"E-eh ti-tidak kok. A-ayo kita makan saja," kataku mengalihkan pembicaraan.
"Heih.. Kau ini benar-benar aneh Hinata,"
Maafkan aku Sakura, Ino, aku belum bisa bercerita pada kalian soal perasaanku pada Naruto.
.
.
.
.
Setelah selesai makan aku kembali ke kelas. Aku mengernyitkan dahiku melihat Naruto-kun tiduran di bangkunya. Tidak biasanya dia sudah ada di kelas sekarang. Karena biasanya dia akan kembali ke kelas jika bel masuk sudah berbunyi. Apakah dia sudah menghabiskan bento yang aku buatkan?
Hmm.. mungkin Naruto-kun sangat lapar jadi dia menghabiskan makanannya dengan cepat. Aku tersenyum senang lalu menuju ke mejanya untuk mengambil kotak bento milikku.
"Ka-kau sudah selesai makan Naruto-kun? A-aku ambil ya kotaknya,"
Aku mengambil kotak bento milikku di dalam laci milik Naruto-kun.
Eh? Apa ini? Apakah ini hanya perasaanku saja?
Aku merasakan kotak bentoku yang aku berikan pada Naruto-kun masih berat.
"Na-Naruto-kun, ko-kotaknya masih berat. Naruto-kun tidak menghabiskannya ya?"
Naruto-kun masih tidak bergeming di posisinya. Aku menghela nafas kecewa. Tidak biasanya Naruto-kun tidak menghabiskan makanannya. Apakah dia sakit?
"Na-Naruto-kun, kau tidak sakit kan? Soalnya tidak biasanya Naruto-kun tidak menghabiskan makananmu. Ah! Apakah masakanku tidak enak?"
Naruto-kun tidak menoleh sama sekali. Aku menjadi khawatir padanya. Aku mencoba menyentuh keningnya.
SETT!
Tiba-tiba Naruto-kun melemparkan tanganku. Aku sedikit terkejut dengan perlakuan Naruto-kun. Dan juga… Kenapa tatapannya menjadi seperti itu? Naruto-kun menatapku seperti pertama kali kita bertemu.
BRAKK!
Aku sedikit terlonjak karena Naruto-kun menggebrak mejanya. Aku tidak tau kenapa Naruto-kun marah seperti itu. Apakah karena aku? Atau jangan-jangan…
Naruto-kun mendengar percakapanku dengan Sakura dan Ino tadi? Tapi bagaimana Naruto-kun bisa tau? Apakah dia pergi ke kantin juga? Tapi aku tidak biasa melihatnya ada di kantin saat istirahat.
Aku hanya bisa mematung di tempat melihat Naruto-kun yang pergi meninggalkanku.
Pandanganku menjadi kabur, dan sedetik kemudian cairan bening yang hangat jatuh dari mataku. Aku tidak tau kenapa aku menangis. Hanya saja….
Hanya saja….
Aku merasa sakit melihat Naruto-kun seperti sekarang. Aku tidak ingin Naruto-kun marah padaku. Tapi….
Aku tidak tau harus berbuat apa. Aku mengeratkan genggamanku pada kain kotak bento yang aku berikan pada Naruto-kun.
Saat ini aku sangat sedih…
Sangat sangat sedih…
.
.
.
TO BE CONTINUED….
