Memory
Disclaimer : The Hunger Games Suzanne Collins
I gain no profit by writing this story.
Ada malam-malam dingin dengan sedikit cahaya yang senantiasa datang dengan mimpi buruk kepada Annie. Membuatnya merintih pedih dan menangis. Seakan tak ada hal di dunia ini yang dapat membuatnya tersenyum kembali. Namun dibalik semua itu, Annie bersyukur karena ia memiliki seseorang untuk berbagi.
Finnick pernah berkata padanya bahwa memori buruk memang tak akan dapat hilang. Namun dapat digantikan dengan memori baik. Oleh karena itu, Finnick selalu ada untuk menceritakan memori-memori baiknya yang hingga kini masih tersimpan rapi dalam benaknya. Karena bahkan pada saat tersulit pun, Finnick percaya memori baik akan selalu terjaga di dalam benak Annie.
Dan Finnick benar, setelah waktu berlalu memori buruk memang masih berbekas dalam benak Annie, namun ketika Annie mencoba mengingatnya, memori itu selalu tergantikan oleh memori baik. Membuat Annie tersenyum kecil di kala malam sebelum tidur.
Dan begitu pula dengan malam itu.
Annie sadar, di malam-malam sunyi ketika mereka saling berada di sisi satu sama lain. Pada saat itulah, Finnick mengganti memori itu, perlahan mengangkat memori buruk, memindahkannya dan mengisi ruang yang kosong itu dengan dengan memori baik milik pemuda itu. Perlahan-lahan, berulang-ulang.
Hingga malam-malam tak lagi terasa begitu dingin dan gelap bagi gadis itu, mimpi buruk tak pernah lagi datang dan tak ada lagi tangisan pilu yang menyertainya. Semua berkat pemuda itu.
Annie termenung. Memikirkan setiap kata yang keluar dari bibir pemuda itu di kala malam. Semua memori yang ia ingat adalah saat yang menyenangkan. Ketika rasa pilunya menghilang. Ketika air matanya menguap. Ketika rasa takutnya sirna. Semua itu bagaikan janji bahwa dunia baik-baik saja. Dan masih akan tetap baik-baik saja.
"Hei," ucap Annie lirih pada sosok tempat tubuhnya bersandar. Oh, sudah pukul berapa sekarang?
Finnick tersentak pelan, dan terbangun dari tidurnya. "Hei, kau bermimpi buruk lagi?"Itulah hal pertama yang terlintas di pikiran Finnick.
"Tidak."
Annie dapat mendengar ritme napas Finnick yang begitu halus.
"Bagus,"kata pemuda itu. Suaranya terdengar lirih mengingatkan Annie akan lilin kecil yang menyala di kegelapan.
" Kau tentu masih ingat kalau aku sudah pernah berjanji untuk mengeyahkan semua mimpi buruk itu, bukan?" tanya Finnick seraya mengusap rambut Annie perlahan.
Annie bergumam pelan mengiyakan.
Annie berusaha mengingat semua mimpi buruk yang menyesakkan dadanya. Membayangkan rasa takut akan segera menyergapnya. Namun, tidak ada apapun yang datang. Yang Annie rasakan hanyalah rasa hangat di dalam hatinya.
Memori buruk itu mungkin memang telah berganti. Bagaikan musim yang datang dan pergi. Memori buruk memang menyulitkannya. Namun Annie mendapatkan sebuah pelajaran bahwa jalan terbaik untuk keluar bukanlah lari. Jalan keluar terbaik adalah menemukan seseorang yang bersedia mengisi kembali jiwanya dengan memori-memori baik.
Namun, menemukan bukan berarti menunggu. Karena menunggu tak akan menjadikan kita apapun, tapi menemukan dapat menjadi apapun bahkan siapapun. Annie bersyukur ia sudah menemukannya. Dan kini ia sudah menemukan jawabnya. Annie mengulas senyum, merasakan rasa hangat yang mengaliri tubuhnya.
Finnick adalah memori itu sendiri.
"Aku ingin menjadi memorimu," ungkap Annie. Annie bersumpah dapat mendengar Finnick tertawa kecil sebelum berkata,
"Kau sudah menjadi memoriku. Biarkan aku menjadi cintamu."
FIN
