.
.
.
...Sorry...
.
.
.
Hembusan angin membelai helaian rambut. Berdesir melewati pipi yang memerah hangat.
Bibir basah kemerahan bergetar pelan di tengah hangatnya mentari senja.
Dinding-dinding air yang tertahan di pelupuk mata terburai, pecah menjadi mutiara-mutiara kecil yang berkilau ditimpa sinar menyilaukan sang mentari. Menetes satu persatu di ujung dagu yang semakin tertunduk. Bahu yang terbalut syal merah bergerak naik-turun, membuat helaian rambut cokelat gelap itu ikut bergetar.
"Maaf, Shuuya...," Gadis itu tersenyum tipis. Jemarinya semakin kuat mencengkeram pagar besi. Antara yakin dan tidak.
Pemuda yang berdiri gemetar di depannya berteriak nyaring, berusaha mencegah. "Jangan, Kakak! Jangan!"
Namun tekadnya telah bulat sekarang. Tiada satupun yang bisa menghentikannya.
"Maaf, Shuuya...," Ia menunduk semakin dalam, mengulangi lagi kalimatnya. Berkata dengan suara serak di antara bulir-bulir air mata yang menyesakkan rongga dada. "Aku...tak bisa jadi kakak yang baik untuk kalian..," sekarang dagunya terangkat, menatap adiknya itu lurus-lurus. Kedua manik cokelat gelapnya bertemu dengan sepasang mata kucing milik Shuuya yang mengecil ketakutan.
Ia melihat sosok seekor rubah kecil yang gemetar ketakutan di sana.
Tapi tak ada pilihan lain. Membayangkan bagaimana masa depan mereka...tiga anak yang dicintainya, membuatnya yakin akan pilihannya kini. Tak ada salahnya berkorban, jika keluarganya bisa hidup penuh kebahagiaan seperti dahulu, jika mereka tetap bisa saling tertawa dan bermain bersama seperti dahulu. Semua itu jaminan yang cukup baginya.
Jaminan yang cukup baginya, untuk merelakan nyawanya.
Senyuman ketiga malaikat kecilnya, tawa ayahnya yang tulus, dan kebahagiaan yang meluap di rumah kecil mereka.
Maaf...
Kata-kata yang ingin disampaikannya sebanyak mungkin pada dunia.
"Maaf..."
"KAKAK!"
Cengkeramannya pada pagar besi telah terbuka, ia sengaja menghilangkan keseimbangan tubuhnya, membiarkan tubuh mungilnya terjatuh bebas.
"TIDAK, KAKAAAAK!"
Pekikan Shuuya terdengar serak dari atas sana.
"—Maaf..."
Ia meringis.
"Semuanya akan baik-baik saja...percayalah.."
Dan langit senja dengan siraman warna lembayung dan oranye menyambut penglihatannya sebelum semua benar-benar menghitam.
FIN
A/N:
Yah. Untuk kesekian kalinya drabble canon tanpa alur gaje. Maapkanh sayah /disepak
Idk tapi detik-detik kematian Nee-chan itu tema favorit Ai. Huehehe. Cocok banget buat ff angst, poetry etc. Kalo mau jujur, sebenarnya Kagepro itu mah full ama feels parah sih. Shinaya kah, harutaka/konoene kah, kanoaya, momohibi, hibiyori, setomary, aaAH SEMUANYA NGEFEELS. HIKSU/gigitin mouse
Tapi... Ai Cuma bener-bener tertarik sama Nee-chan's Death Time(?), secara Ayano itu waifu Ai paling sempurna ampe sekarang. Fuuu~~n /peluk aya/NGGAK
Well ampe sini aja deh cuap-cuapnya. Maafkan saya untuk kedua kalinya. /disepak(2)
Repiuu~~? ^ q ^
