SOMETHING

.

Naruto © Masashi Kishimoto

Something © Arai Mau

.

.

.

"Aku mencengkram kepala ku dengan keras, terlalu pusing dan terlalu muak memikirkan semua kelakuannya.

Aku muak. Lagi – lagi aku ditinggalkan sendiri, Dia selalu pergi seenak dirinya seolah – olah tidak mengemban tanggung jawab sama sekali. "

.

.

.

Sudah 30 menit kami saling berdiam diri.

Kepala ku menunduk dalam, berusaha menahan amarah dan rasa kecewa yang dalam.

Kopi yang kupesan tadi mulai kehilangan kepulan asapnya.

Aku memejamkan mataku berusaha menahan liquid bening yang bebas meluncur kapan saja, mengeratkan genggaman tangan ku sampai baju yang ikut kugenggam menjadi semakin kusut.

" Jangan lakukan itu, kau bisa melukai telapak tanganmu. "

Seketika aku mendongak dan menatap onyx tenang nya itu, aku tidak tahu onyx yang tenang itu malah membuat emosi ku bertambah. Ingin aku mencabik – cabik nya tapi yang bisa kulakukan hanyalah membiarkan liquid bodoh itu membasahi aquamarine ku dan membasahi wajahku.

Aku terisak pelan, " Kenapa kau peduli ? " Lirihku sambil berusaha menatap mata hitamnya.

Ia malah tersenyum, manis sekali.

Sambil merapikan poni panjangku, Ia berkata, " Kau ini kenapa ? Tentu saja aku peduli. Kau kan tunangan ku. " Dia berujar sambil menyesap cocktail nya.

Seketika wajahku merona. Ah, bisa – bisa nya saat ini aku tersipu dengan perkataan manis nya. Aku pun segera menghapus jalur air mataku.

Aku kembali menunduk, " Jadi... aku benar – benar tunanganmu ? – " Ucapku dengan nada menggantung, dan sekilas aku bisa melihat wajah bingungnya. " – lalu bisa kau jelaskan ? kenapa kau tidak hadir saat pesta peresmian pertunangan kita lusa kemarin ? " Lanjutku dengan nada tegas.

Harus aku akui Sai – nama tunanganku – sangat pandai dalam menyembunyikan emosi, tapi berhubungan dengannya selama 3 tahun membuatku tahu bagaimana ekspresi aslinya.

Dan sekarang yang kulihat ( walaupun sekilas ) adalah ekspresi terkejutnya, walaupun Ia berusaha mengelabuhi nya dengan tetap meneguk cocktail nya.

" Bukankah aku sudah bilang. Aku lusa kemarin mendapat proyek mendadak dari atasanku dan proyek itu letaknya di Otogakure yang ditempuh selama 6 jam jika menggunakan pesawat. Belum lagi pulangnya, jadi tidak akan sempat. " Jawabnya panjang lebar dengan nada yang lebih tajam dan tegas.

Aku tetap menatapnya lekat – lekat.

Ia meletakkan gelas berisi cocktail dengan sedikit kasar. Kemudian Ia menatap Aquamarine ku, " Jika kau tadi menangis hanya gara – gara ini – " Ia memotong ucapannya dengan memakai jas kerjanya kembali. " – Kau sangat kekanak – kanakan. Aku mohon pengertian mu, Ino. "

Kemudian Ia pergi tanpa menoleh kembali ataupun megucapkan ' sampai jumpa '.

Aku diam beberapa saat, mengamati kepergian Sai yang tanpa pamit.

Tanpa sadar lagi – lagi air mata ku turun.

Selalu saja seperti ini, dia selalu seperti ini jika membahas hubungan kita.

Dia selalu bilang kalau itu karena urusan kerja. Bullshit ! Itu semua bohong, aku kenal dengan Danzo – Atasan Sai – dan Beliau tidak pernah memberi proyek sampai ke luar kota.

Dan juga mata itu, mata itu tak pernah menatapnya secara langsung saat mengucapkan alibi – alibi itu.

Lagi – lagi dia berbohong.

Aku mencengkram kepala ku dengan keras, terlalu pusing dan terlalu muak memikirkan semua kelakuannya.

Aku muak. Lagi – lagi aku ditinggalkan sendiri, Dia selalu pergi seenak dirinya seolah – olah tidak mengemban tanggung jawab sama sekali.

" Tidak Sai, aku tidak kekanak – kanakan. Aku hanya... hanya muak sendirian. Harusnya kau yang mengerti aku. "

Setelah bergumam tadi, aku memutuskan memesan vodka. Menenggelamkan diri ke dunia semu buatanku.

.

.

.

END