Kimi to Boku [1/2]
Disclaimer: Kuroko no Basket © Fujimaki Tadatoshi
Grafik Elastisitas benda © Pemiliknya
Warning: OOCness, Typo(s),Plot Twist (?) Fanfic Pelampiasan. Saya tegaskan dari awal:
Jika Anda berharap fanfic unyu fluff dari sini silahkan cari fanfic lain, atau baca chapter 1 nya aja
/ditendang/ soalnya ending fanfic ini tidak akan sesuai dengan harapan Anda.
A/N: Happy AkaKuro week semua :3 Ini persembahan saya untuk Day #1.
Err bukan persembahan sih, Cuma pelampiasan :yaoming: oh iya, saya buat ini pas besoknya akan MID Fisika, jadi jangan heran kalo ada grafik nyasar. Kepala saya penuh sama Archimedes,
Boyle, Hooke dan lain lain. Peringatan lain sudah saya beri di WARNING. Jadi,
HAPPY READING…
Chapter 1
Pernahkah kau merasakan
Tak ada seorangpun yang menginginkanmu..?
Sejak kecil kau sudah merasakan
Melalui hari tanpa seorang teman…
.
Itulah yang dirasakan oleh Kuroko Tetsuya. Ia hidup tanpa memiliki teman seorangpun. Anti sosial? Ya. Penyendiri? Benar. Tidak, bukan berarti Ia tidak pernah berusaha mencari. Sejak dulu, Ia sudah sering mencoba untuk berinteraksi dengan orang-orang di sekitarnya. Ia sudah mencoba untuk mencari teman.
Tetapi semuanya berakhir menyedihkan. Semua orang seakan menjauhinya. Setiap orang seakan mengabaikannya. Betapa keraspun Ia mencoba, semua orang seakan enggan untuk berteman dengannya. Bahkan sebelum mengenyam pendidikan pun Ia sudah merasakannya.
Sejak kecil tubuhnya memiliki system imun yang lemah, sehingga Ia sering sakit-sakitan. Saking lemahnya, dalam waktu satu bulan setiap waktu sekolahnya, hanya 2 minggu waktu maksimal untuknya menghadiri kelas.
Akhirnya tersedia fasilitas pengobatan untuknya. Meskipun begitu, Ia harus bersedia mengorbankan satu tahun sekolahnya. Karenanya, Ia harus bersedia mengulang satu tahun sampai Ia sembuh total.
Satu-satunya temannya hanyalah Ogiwara Shigehiro. Ia merupakan salah seorang tetangganya. Wataknya ceria dan hangat. Mereka saling berbagi cerita, berbagi canda dan tawa. Ogiwara bahkan mengenalkan basket kepadanya. Ya, basketlah yang menghubungkan mereka, karena selain olahraga itu tak ada lagi kesamaannya dengan Ogiwara.
Tetapi itu dulu.
Pertama kali Tetsuya harus merasakan kehilangan. Ogiwara meninggalkannya karena penyakitnya. Siapa sangka kalau ternyata keping orbs itu mengidap penyakit jantung sejak kecil. Dan kondisinya semakin parah karena olahraga bola oranye itu. Karena itulah Ia pergi begitu cepat. Meninggalkan Tetsuya dengan kesendiriannya.
Tetsuya merasakan ketidakadilan. Kenapa? Ogiwara selalu menceritakan setiap pengalamannya. Tetsuya pun menceritakan semua tentang dirinya. Lantas mengapa? Mengapa Ogiwara tak menceritakan soal penyakitnya? Apakah Ogiwara tidak percaya padanya? Ia sudah menceritakan semuanya, lantas kenapa tidak untuk dirinya? Ia pergi meninggalkannya, tanpa sepatah dua patah kata.
Dari sana kepercayaan Tetsuya terhadap orang lain semakin berkurang.
Dan beginilah, Ia hidup dengan dunianya sendiri. Ia tidak pernah keluar remuah, selain pergi ke sekolahnya di SMP. Ia lebih senang hidup di dunia maya.
Disana, Ia berkenalan dengan beberapa pengguna jejaring sosial yang sama dengannya. Kebetulan, mereka memiliki hobby yang sama dengan Tetsuya. Selain itu, Ia juga bersama dengan jurnalnya. Jurnal yang berisi tentang momen-momen yang menurutnya pantas untuk diabadikan.
.
Pada masa sekolah menengah, Tetsuya merasakan kisahnya semakin parah. Ia diacuhkan oleh semuanya. Ia bahkan tak dianggap oleh 'teman' sekelasnya. Yang lebih parah lagi, Ia ditiadakan oleh semuanya. Dianggap tidak ada, dianggap tidak sekolah disana, dianggap bukan siswa kelas sana.
Tanpa Ia ketahui apa sebabnya.
Mungkin orang luar mengira Ia memiliki hawa keberadaan yang lemah. Tetapi itu bukanlah cerita sebenarnya. Merekalah yang memaksakan sehingga eksistensinya itu menjadi tidak ada.
Setidaknya ada seseorang yang mengajaknya berbicara. Ia terbuka kepada Tetsuya, meskipun Tetsuya tidak berlaku sebaliknya karena trauma masa kecilnya. Ia mulai dekat dengannya saat Tetsuya menginjak kelas 2 SMP. Pada saat itu, Ia baru mengenal apa itu suka. Ia menyukai salah seorang seniornya, meskipun Ia hanya menatapnya dari kejauhan. Dan temannya itu tahu kalau Tetsuya menyukai orang itu.
Tetapi Tetsuya tidak tahu, kalau temannya juga menyukai orang yang sama. Tetsuya tidak tahu, kalau temannya itu sudah lama mengejar orang itu. Dan Tetsuya tidak tahu, kalau termyata temannya lah yang mendapatkan orang itu.
Sekali lagi, Tetsuya merasakan pengkhianatan.
Tetapi Ia tahu kalau ini salahnya, yang hanya berani memandanginya saja. Ia pun –terpaksa- harus merelakannya.
Sejak itulah Tetsuya mulai memisahkan diri.
Ia memisahkan diri dengan orang-orang disekitarnya.
Ia memilih untuk terpisah dari mereka.
Jika ini ibarat sebuah pertunjukan, maka merekalah pemerannya. Tetsuya hanyalah seorang penonton belaka.
.
"Aku….sendirian", tanpa sadar Tetsuya menulisnya di akunnya.
Tiba-tiba, inbox akunnya diisi oleh satu pesan.
"Kau tidak sendirian"
Tetsuya terkejut. Selama ini, inbox-nya hanya diisi oleh teman-teman dunia mayanya. Yang Ia tahu, nama ini hanya hadir sebagai salah satu temannya di jejaring sosialnya.
Oh, tidak juga. Tetsuya ingat orang ini. Ia satu SMP dengannya. Ia pun satu SD dengannya. Bukan hanya itu, Ia pernah satu angkatan dengannya. Ya, sebelum Tetsuya harus mengulang satu tahun lagi sehingga kini Ia berstatus sebagai adik kelasnya.
"Aku tidak diinginkan. Mereka semua mengabaikanku. Aku tak dianggap. Aku tak punya teman" Tetsuya menuliskan semua yang dirasakannya. Ia pun menekan pilihan 'SEND'.
Tidak ada balasan. Tentu saja, siapa juga yang akan peduli dengan spam tak jelas di inbox nya?
TING!
Oh, Tetsuya menarik kata-katanya. Ternyata ada balasan. Tetsuya pun membukanya.
"Kalau begitu izinkan aku menjadi temanmu. Aku tidak akan meninggalkanmu, Aku akan selalu ada disampingmu"
.
Keesokan harinya, Tetsuya masih menggerutu sambil menyusuri koridor sekolahnya. Omong
kosong. Itu tidak mungkin. Ia hanya bermain-main. Orang itu bahkan tidak mengenalnya.
.
Tetsuya terkejut. Seingatnya, beberapa detik yang lalu suasana kelasnya masih ramai. Apalagi sekarang saatnya makan siang. Tetapi sekarang sunyi senyap. Ada apa memangnya?
"Aku mencari Kuroko Tetsuya".
Semua penghuni kelas menoleh ke arahnya. Tak perlu menunjuk dan berkata "Itu dia", orang yang menyebut namanya tadi langsung melangkah dan menuju ke tempatnya.
Tetsuya menatap sosok di hadapannya. Sepertinya Ia hanya sedikit lebih tinggi dari dirinya. Kedua keping ruby miliknya bertemu pandang dengan manik sapphire muda milik Tetsuya. Tidak salah lagi, Ia pasti Akashi Seijuurou. Orang yang membalas pesannya tadi malam. Ini aneh. Seingatnya, orang-orang berkata kalau Akashi memiliki tatapan yang menyeramkan. Tetapi justru Tetsuya tidak menemukannya pada tatapan itu.
"Tolong ikut aku."
Tanpa sempat menjawab, tangan kiri Akashi sudah terlebih dahulu menggamit pergelangan tangannya dan membawanya keluar kelas. Seharusnya, Tetsuya mengabaikannya dan pergi dari hadapannya. Entah kenapa Ia mengurungkan niatnya. Separuh dirinya meminta untuk menuruti orang ini.
"Ada perlu apa Akashi-senpai mencariku?" Tanya Tetsuya saat keduanya berjalan di sepanjang koridor.
"Tidak perlu gunakan kata –senpai itu. Dulu kita pernah satu angkatan, kan?" pinta Akashi yang justru terdengar seperti memerintah.
"Baiklah. Kalau begitu ada perlu apa Akashi-kun memanggilku?"
"Tidak ada alasan khusus, aku hanya ingin mengajakmu ke kantin bersama. Kita ini teman, kan? Bukankah wajar kalau seorang teman mengajak temannya yang lain untuk makan bersama?"
Tetsuya terdiam. Apa-apaan orang ini? Bukankah sudah jelas kalau itu merupakan pernyataan sepihak? Ia bahkan tidak ingat kalau dirinya pernah mengiyakan saat pemuda scarlet ini mendeklarasikan pernyataan 'teman' itu?
…tetapi boleh juga kan pergi ke kantin untuk membeli sekaleng minuman?
.
Tetsuya duduk sambil bersandar di dinding. Semilir angin laut berhembus menggeltik surai bluenette miliknya. Saat ini mereka berdua tengah duduk di atap sekolahnya sambil menyeruput minuman milik masing-masing. Tetsuya tidak ingat kenapa Ia bisa sampai disini. Terlebih lagi, saat ini Ia sedang duduk bersebelahan dengan seorang Akashi Seijuurou.
"Kenapa Akashi-kun tahu kalau dulu kita seangkatan?"
"Ng? memangnya harus ada alasan untuk itu?"
Ah. Tetsuya merutuki dirinya. Pertanyaan bodoh.
"Lalu kenapa Akashi-kun ingin menjadi temanku?"
"Kenapa kau ingin tahu?" lagi-lagi pertanyaannya dibalas pertanyaan.
"Karena ini menyangkut tentang diriku" Tetsuya sedikit menaikkan nada bicaranya, walau ekspresinya tetap saja seperti bisaa.
"Aku sudah lama mengamatimu. Dan selama ini, kulihat kau selalu sendirian. Aku tidak melihat seorang temanpun mendampingimu"
"Karena aku lebih suka sendirian. Aku tidak butuh yang seperti itu"
"Hm? Benarkah? Aku tidak merasa begitu. Kau hanya melarikan diri. Aku tidak menyelidiki apa alasannya, tetapi yang jelas: kau hanya tidak mau tersakiti dan kau takut untuk merasa terluka"
"Kau salah, Akashi-kun. Kau tidak tahu–"
"Aku tidak salah, dan aku tahu. Karena aku selalu benar."
"Aku tidak butuh teman. Aku tidak mau menjadi temanmu."
"Tidak, apa yang sudah kukatakan tidak akan pernah salah" seringai tadi mulai memudar. Ia menoleh ke arah Tetsuya dan mengulum senyuman tulus untuknya.
"Aku pasti akan menjadi temanmu"
Cih.
.
Sejak saat itu hampir setiap hari Akashi datang ke kelasnya. Kalaupun absen, itu pasti karena ada rapat Dewan SIswa, karena Ia merupakan ketua dari organisasi itu. Mereka selalu ke kantin bersama, dan menyantap bekal di atap sekolah. Tetsuya tetap membiarkan Akashi mengulangi rutinitas yang sama. Mau diusir pun percuma, orang itu tidak akan mau diperintah olehnya. Biarlah, setidaknya setiap Akashi mengajaknya berbicara Tetsuya lebih sering mengabaikannya.
Tetapi bukan Akashi namanya kalau Ia menyerah begitu saja. Bukannya pergi, Ia justru semakin lengket dengannya. Ia bahkan sampai tahap mengajaknya berangkat dan pulang sekolah bersama –dengan Akashi setiap hari dating ke rumahnya. Seingatnya, wilayah rumah Akashi berlawanan arah dengan kompleks perumahan Tetsuya. Akashi pun kerap kali 'mengobrol' dengannya di situs jejaring social mereka. Bahkan kini, mereka sudah menyimpan alamat email dan nomor ponsel masing-masing.
Kali ini Akashi mengajak Tetsuya bermain basket. Jujur saja, Tetsuya sangat menghindari olahraga ini. Ia tidak mau luka lamanya itu terbuka lagi.
"Aku tidak bisa bermain basket"
"Kau tidak bisa karena kau menyukainya. Basket itu seperti refleksi diri kita. Kalau kau menyukai basket, basket akan baik kepadamu. Begitu juga sebaliknya."
"Kenapa Akashi-kun melakukan semua ini untukmu?"
"Bukankah sudah jelas? Karena Aku adalah temanmu"
Hhh. Terserah.
Dan dalam waktu kurang dari 20 menit, Akashi mampu membuat Tetsuya meralat pandangannya terhadap bola oranye itu. melihat permainan Akashi membuat Tetsuya merasakan kembali sensasi yang dirasakannya saat bermain dengan Ogiwara. Sensai semangat sekaligus membahagiakan itu kembali merasukinya.
Sepertinya aku tidak akan bisa membenci basket.
.
Tetsuya baru saja kembali dari perpustakaan sekolahnya. Sebuah buku yang baru dipinjamnya kini sudah berada di tangannya. Ia membacanya sambil melangkah menuju ke kelasnya. Saat ini Akashi tidak bersamanya karena Ia sedang rapat dengan anggota Dewan SIswa.
Panjang umur. Baru saja dibicarakan
Beberapa meter dari tempatnya, tampak Akashi yang sedang berjalan ke arahnya. Sebelum tatapan mereka bertemu, Tetsuya sudah menenggelamkan wajahnya ke buku bacaannya.
Ia ingin menyapanya, tetapi gengsi juga.
Tunggu dulu, Ia tidak perlu menyapanya.
Dan sementara Tetsuya asyik berdebat dengan dirinya sendiri, jarak antara dirinya dengan Akashi semakin menipis. Semakin rapat dan semakin rapat.
DUG!
Tetsuya yakin barusan bahunya disenggol seseorang. Ia menghentikan langkahnya dan menoleh kea rah sang pelaku. Ternyata surai scarlet itu juga sedang menoleh ke arahnya.
"Ups, tak sengaja."
Pemilik mata merah delima itu pun berbalik arah dan menuju ke kelasnya. Jam pelajaran keenam sudah dimulai. Sebelum sosok itu menghilang, iris azure nya sempat menangkap seringai jahil darinya.
Tanpa sadar, lengkungan tipis tampak muncul di sudut bibirnya. Oh, Ia bahkan tak ingat kapan terakhir kali tersenyum seperti ini.
.
"Sedang baca apa?", Tanya Tetsuya saat melihat Akashi yang sedang menunggunya.
"Light novel" jawab Akashi singkat.
"Begitu."
:Mau coba baca?" tawarnya.
"Tidak , terima kasih. Aku lebih suka sastra klasik."
"Cobalah, aku yakin kau pasti menyukainya. Ini genre favoritmu, mystery dengan selipan drama."
Akashi menyerahkan novel kecil itu. Awalnya Tetsuya terlihat ragu. Namun setelah melihat senyum tulusAkashi, perlahan-lahan tangannya mulai menerima novel itu.
Tak lupa juga Ia membalas senyumannya.
.
Perlahan tapi pasti, Tetsuya mulai mengakui Akashi sebagai temannya. Tatapan yang dulunya tajam menusuk kini mulai melunak. Hati yang dulu membeku, perlahan-lahan mulai mencair. Dan wajahnya yang dulu kaku tanpa ekspresi, sekarang lebih sering tersenyum.
Sepertinya warna merah mulai terlukis di kanvas kehidupan Tetsuya yang dulunya kosong tak berwarna.
.
Tetsuya memandang dari kejauhan. Kerumunan orang-orang terlihat dari sana. Saat ini, Oa sedang berdiri di atap sekolahnya sambil bertopng dagu. Saat ini sekolahnya tengah menyelenggarakan festival budaya. Ia malas berada di tempat kerumunan, karenanya Ia mengasingkan dirinya di tempat ini. Saat ini Akashi pasti sedang sibuk dengan kelas dan Dewan Siswa-nya.
CSHH
Tiba-tiba pipi kanannya terasa dingin. Ia memalingkan wajahnya, tampak surai merah baru saja menempelkan minuman kaleng ke pipinya. Sosok yang sangat dikenalnya.
"Kenapa disini?" Tanya orang itu.
""Seijuurou-kun…." Ucapnya. Iya, Seijuurou-kun. Tetsuya mengambil minuman kaleng itu.
"Tidak ada, ingin saja" lanjutnya.
"Setidaknya nikmatilah festival budaya ini. Dewan Siswa sudah bekerja keras untuk mempersiapkannya. Oh iya, kelasmu membuat apa?"
"Rumah hantu….mungkin. aku tidak memperhatikannya".
Akashi tersenyum kecut. Ia tahu betul bagaimana perlakuan orang-orang di sekitarnya terhadap aquamarine ini. Semua sifat dan sikap Tetsuya sekarang ini bukan salahnya, bukan keinginannya. Semua perlakuan itulah yang memaksanya menjadi seperti ini. Meskipun begitu Ia senang karena sekarang Tetsuya sudah mulai terbuka kepadanya. Saat SD dulu, Ia pernah melihat senyuman menyinari wajah Tetsuya, sebelum akhirnya meredup. Ia bersyukur karena mampu mengembalikan senyum itu.
"Omong-omong Seijuurou-kun, kau tidak bilang kalau novel yang kemarin itu tipe trilogy" protes Tetsuya.
"Kau tidak tanya" jawabnya singkat. "Tenang saja, April tahun depan volume 2 akan dirilis".
"Aku tidak bisa menunggu selama itu".
"Berbahagialah, kau bisa menunggunya bersamaku. Benar juga, sementara menunggunya kau bisa membaca light novel ku yang lain".
Ugh. Ia sudah terjebak perangkap Akashi.
"Ohiya…" Akashi mengulurkan tangannya. "Mau menikmati festival budaya bersamaku?"
Tetsuya tak menjawabnya, tetapi Ia menyambut uluran tangan itu.
Tidak ada lagi tarikan paksa.
.
20 Desember
"Selamat ulang tahun, Seiuurou-kun."
Akashi terkejut. Kini, dihadapannya terlihat Tetsuya yang menyerahkan sebuah kotak kecil untuknya. Ia pun segera mengambilnya.
"Kenapa kau bisa tahu kalau hari ini ulang tahunku?"
"Tentu saja, karena Seijuurou-kun kan…" Tetsuya menggantungkan kalimatnya. "….sahabatku."
Lagi-lagi si merah terkenjut. Jujur saja, hal ini diluar perkiraannya.
"Wah, tetapi aku tidak ingat kapan ulang tahunmu."
Dahi Tetsuya mengkerut. Kekecewaan terpampang jelas di wajahnya.
Akashi terkekeh, Tetsuya terlihat menggemaskan. Ia pun mencubit pipi kanannya, "Bohong kok. 31 Januari kan?" Ia tersenyum ramah.
"Tidak mungkin aku melupakan hari ulang tahunmu".
.
Begitulah mereka menghabiskan hari-hari mereka. Tidak hanya dengan Akashi, Tetsuya pun semakin akrab dengan teman-teman dunia mayanya. Mungkin orang-orang di sekitarnya masih meniadakannya. Tetapi tidak apa, Ia masih punya Akashi dan mereka. Setidaknya sekarang Ia tidak sendirian lagi.
.
Dan tanpa disadari, kelopak bunga sakura mulai beterbangan kesana kemari. Musim semi yang hangat, tiba saatnya untuk hari kelulusan.
Tetsuya sudah sia[ dengan bunga sakura yang akan diberikan untuk Akashi tanpa mendengarkan penjelasan gurunya lebih lanjut, Ia memilih untuk menerawang keluar jendela kelasnya.
Seingatnya baru sebentar Ia mengenal Akashi. Ralat, baru sebentar Ia akrab dengan Akashi. Rasanya baru kemarin sosok merah itu muncul dan mengganggu hidupnya. Baru kemarin mereka berbelanja light novel dan bermain basket bersama. Baru kemari Ia dan Akashi merayakan ulang tahunnya.
Dan sekarang Ia akan terpisah dengannya?
.
Tibalah saatnya. Tetsuya pun mulai menyurusi lingkungan sekolahnya. Sayangnya, Ia masih terperangkap dalam lamunannya. Ia terus melangkahkan kakinya meskipun pikirannya sudah menjalar kemana-mana.
DUG!
Bahunya disenggol seseorang. Ah, Ia merasa déjà vu.
Dipalingkannya wajahnya.
"Ups, tidak sengaja."
Dan disana terlihat helas sosok yang sangat dikenalnya –masih dengan seringai jahil khas miliknya.
.
"Selamat atas kelulusanmu, Seijuurou-kun" disematkannya bunga sakura itu di saku almamater sekolahnya.
"Sankyuu, Tetsuya" balas Akashi.
Tetsuya tak membalas. Hening menyelimuti keduanya.
"Hm? Sepertinya ada yang sedang bersedih disini".
"Tidak, Aku tidak sedang bersedih."
"Kau khawatir Aku akan meninggalkanmu?"
"Tidak juga. Aku tidak akan kesepian seperti dulu"
"Benarkah? Sepertinya raut wajahmu berkata lain."
Tetsuya terkejut. Ia meraba pipinya dan merasakan genangan air disana. Tunggu, Ia tidak pernah seperti ini sebelumnya. Kapan terakhir kali Ia menangisi seorang teman?
"….jangan lulus, Seijuurou-kun. Jangan tinggalkan aku sendirian…"
Akashi tersenyum lemah. Ia merogoh kantung jasnya, dan mengeluarkan sesuatu. Volume 2 dari trilogy novel favorit mereka.
"Untukmu."
Tetsuya menerima novel itu. Air matanya berhenti menetes.
"Volume terakhirnya?"
"Besok ambil saat kau sudah lulus SMP. Kau juga akan masuk Rakuzan, kan? Supaya kita selalu satu sekolah. Satu SD, satu SMP, dan satu SMA."
Tetsuya tidak menjawab. Ia hanya menganggukkan kepalanya.
"Aku akan berusaha."
Akashi pun mengacak-acak surai baby blue miliknya.
"Aku akan menunggumu."
.
12 Juli
Sejak saat itu, Akashi dan Tetsuya tidak pernah bertemu lagi. Bukan hanya letak sekolah mereka yang berjauhan, jam pulangnya pun berbeda. Kalau saat SMP mereka berdua pukul empat sore, kini Akashi harus pulang pada malam hari. Karenanya kemungkinan mereka untuk bertemu menjadi semakin tipis.
Meskipun begitu, mereka tetap saling terhubung melalu internet. Walau Akashi lebih jarang online, setiap mereka berdua online bersama mereja pasti akan chatting satu sama lain.
"Tetsuya",
Tetsuya menatap layar laptopnya. Sebuah pesan muncul di kotak masuknya. Ya, akhirnya scarlet itu muncul juga.
"Ya?" Tetsuya membalasnya.
"Kalau masuk Rakuzan besok harus kuat ya, tugas-tugasnya sangat banyak. Kau akan sering kekurangan waktu tidur. Jangan sampai sakit seperti SD dulu."
Tetsuya terkekeh. Ada apa dengan si merah ini? Apa kepala jeniusnya baru saja terbentur sesuatu?
"Tentu saja. Aku sudah siap dengan semua itu".
"Baguslah kalau begitu. Bersemangatlah."
Tetsuya tersenyum hangat. Ia pun melanjutkan obrolannya sambil bertukar cerita tentang kehidupan sekolahnya masing-masing.
.
29 Oktober
Tetsuya mengehela napas panjang. Akhir-akhir ini Akashi semakin jarang menghubunginya. Bahkan Ia pun sepertinya sudah mengganti alamat email serta nomor ponselnya. Ia paham betul betapa sibuknya orang itu. Menjadi siswa SMA nomor satu di kotanya bukanlah hal yang mudah. Pasti banyak tugas sekolah yang menyerbunya.
Tetapi belakangan ini Akashi terlalu lama menghilang. Bahkan kalau Tetsuya tak salah ingat, terakhir kali mereka chatting bersama tepat pada pertengahan musim panas kemarin. Sebenarnya Tetsuya juga sama sibuknya, musim ujian semakin dekat. Hal ini menyebabkan Ia menjadi semakin sibuk dengan kegiatan belajarnya.
Akhirnya setelah offline selama hamper 2 minggu, Tetsuya dapat mencuri waktu untuk menyalakan koneksi internetnya. Ia pun membukan akun jejaring sosialnya dan melihat pemberitahuannya. 2 hari yang lalu.
Akashi Seijuurou menyukai status Anda.
Akashi Seijuurou menyukai foto Anda.
Akashi Seijuurou menyukai foto Anda.
Air muka Tetsuya langsung mendadak cerah. Akhirnya Ia muncul juga. Sudah berapa lama Ia tidak mengobrol dengannya? Dan tepat saat itu, Ia membuka kotak masuknya. Ada 1 pesan masuk disana. Itu pasti dari Akashi. Tak sabar Ia membukanya.
Mau ikut dating ke festival budaya SMA Rakuzan?
Tetsuya baru ingat. SMA Rakuzan juga rerkenal dengan festival budayanya. Dirayakan setiap minggu terakhir bulan Oktober, diisi dengan penampilan-penampilan band yang mengagumkan. Makanan yang dijual pun semuanya enak. Dan lagi, sekolah itu juga ada banyak stand yang menjual light novel, novel klasik, dan karya sastra lainnya. Benar-benar sesuai dengan kegemaran Tetsuya.
Sebentar….
Tetsuya mencoba mengingat-ingat lagi. Pesan ini dikirim dua hari yang lalu, Sabtu kemarin. Ia membacanya hari ini, hari Senin. Minggu terakhir bulan Oktober berarti tepat hari Minggu kemarin. Jadi…festival budaya itu sudah usai?
Kedua alis Tetsuya bertautan. Ia merutuk dalam hati. Ugh, seandainya saja aku online Sabtu kemarin..
.
Namun begitulah sebuah hubungan.
Jika diibaratkan dengan grafik, maka ini adalah ke-elastisitas-an sebuah benda.
Akan ada saat Ia mencapai titik awal dan batas elastic.
Akan ada saat Ia mencapai titik tekuk, saat mendapatkan tegangan maksimum.
Setelah itu, akan ada saat Ia mencapai titik patah, tempat perubahann bentuk permanen.
Saat mencapai titk patah, benda itu akan berubah wujud menjadi benda plastis.
Dan saat itu terjadi, sekeras apapun Ia berusaha
Benda itu tidak akan elastic lagi.
-To Be Continued-
A/N: asdfhgkjdfagkfd KENAPA ADA HUKUM ELASTISITAS DISANA!? PERUMPAMAAN MACAM APA ITU!? Kepala saya penuh dengan Ep=1/2 kx2.aduh gagal paham asli. Oh iya, saya berikan SPOLER BESAR fanfic ini tidak akan berakhir sesuai harapan. Saya mau taruh genre Hurt/Comfort tapi kok gay akin feel nya dapet. Rasanya saya terlalu baper /disempak. Ah sudahlah. Tonikaku, HAPPY AKAKURO WEEK ALL~~~! /lempardoujinAkaAkuro
Review?
Danke,
Arisu
