Title: Learn With You

Rated: T

Pairing: MinWoo/MinoxJinwoo


.

.

.

Hari ini murid berwajah menyebalkan dan penuh kepercayaan diri dipindahkan agar duduk di bangku paling belakang pada pojok kelas.

"Song Minho, kau berisik sekali!" tegur guru Joonmyun di sela penjelasannya pada rumus matematika. Pantas saja karena sejak tadi aku mengganggu Seungyoon, hingga membuat hampir semua anak di kelas menahan tawa.

"Maafkan saya pak. Saya bersalah." Aku merapikan beberapa barang yang ada di dalam kolong meja sambil memasang wajah serius dan dingin. Takut-takut kalau guru Joonmyun sudah menatapku tajam seperti sekarang, bisa-bisa semua komikku terpergok dan disita olehnya sembari aku memulai 'pindahan'.

Sial! Kalian teman-teman sekelas yang tak tahu balas budi. Disaat pelajaran mulai membosankan, aku rajin membuat lelucon tanpa mendapat imbalan apapun semata-mata untuk membuat orang lain senang. Membuat masa muda kalian bahagia. Tak kusangka kalian memperlakukanku seperti ini. Sambil mengangkut barang-barang dan mulai merapikan meja baru, aku menggerutu dalam hati. Mencibir setiap anak yang mencoba menatapku remeh.

Demi mendapat penghargaan "kelas terbaik" di perayaan ulang tahun sekolah nanti, guru Joonmyun wali kelas kami membuat aturan yang begitu ketat. Beliau juga rela repot-repot membuat daftar hitam yang tertempel jelas di papan tulis kapur. Setiap minggu, seluruh murid di kelas kami harus menulis salahsatu nama teman sekelasnya yang menurut masing-masing individu dianggap paling berulah dan sering membuat onar pada secarik kertas. Setelah seminggu, akan dikumpulkan pada Kim Seokjin si ketua kelas. Kemudian dihitung dan yang namanya mendapat 'voting' terbanyak, akan berada di peringkat satu daftar hitam, dan pasti akan langsung merasa sangat sial. Sebab guru Joonmyun akan menelpon orangtua anak tersebut dan melaporkan apa yang dilakukan si pembuat onar lalu menghukumnya. Dan itu adalah kesialan yang kurasakan tiga minggu penuh ini.

Empat puluh satu teman sekelasku berhasil menjebakku dengan terus menulis namaku atas dasar 'daftar hitam.' Mereka selalu memperhatikanku dengan seksama dan ingin tahu hukuman apa lagi yang akan kuterima. Kini, aku harus duduk di sebelah tembok yang sialnya tidak berjendela seperti siswa yang belajar di pulau terpencil.

"Ha! Sekarang apa yang akan kau lakukan?" Seunghoon teman baikku yang tinggal dua blok dari rumahku, duduk tepat di depanku, dia langsung mengejekku padahal dirinya sendiri menempati peringkat kedua di daftar hitam.

"Brengsek, apa salahnya membuat orang lain tertawa?"

"Aku tidak menuliskan namamu, lho." Tiba-tiba suara Hoseok ikut menyahut tanpa diminta, dia urutan ketiga di daftar hitam. Aku pun menatapnya geram.

"Bodoh, aku juga tidak menulis namamu! Padahal jelas-jelas kau lebih sering mencari gara-gara dibanding aku!" Sebenarnya aku menuliskan nama Hoseok minggu lalu. Itulah yang disebut perbuatan licik demi membela diri. Seperti teror, dalam situasi seperti itu kau juga akan dipaksa mengkhianati temanmu sendiri. Lagipula aku tidak yakin Hoseok benar-benar tidak mencatat namaku.

"Kasihan sekali kau Song Minho. Mulai sekarang kau hanya bisa mengobrol dengan dinding." Seunghoon mencibirku untuk yang terakhir dan segera berbalik kearah papan tulis lagi karena mulai merasa guru Joonmyun menyadari diskusi yang diam-diam kami gelar.

Aku pun mendengus dan menatap malas tembok di sebelah kiriku.


Kali ini aku benar-benar berinteraksi dengan dinding. Kami berkomunikasi dengan gambar kartun, walau dia hanyalah dinding yang berloyalitas tinggi, dia diam saja saat kami berdiskusi. Aku mencoret-coret dinding sambil terkadang berbicara sendiri walau di tengah pelajaran.

Sampai akhirnya seminggu berlalu. Dan aku masih berada di peringkat satu daftar hitam. Tidak salah lagi, mereka semua merencanakannya.

"Song Minho, sebenarnya ada apa denganmu? Kenapa kau mengotori tembok di sebelahmu? Bahkan kau bicara sendiri!" Guru Joonmyun tampak marah dan wajahnya yang putih berubah menjadi semerah tomat. Ia menatap wajah polosku begitu tajam.

"Saya sudah instropeksi diri pak. Berbicara dengan dinding dan mencoret-coretnya membuat saya lebih tenang," balasku dengan sedikit malu. Namun perlahan-lahan kutunjukkan jari tengahku dibalik badan, membuat teman-teman yang menyadarinya langsung menahan tawa.

Guru Joonmyun memejamkan mata dengan berat, kemudian memicingkannya seakan ingin membuatku gentar. Seluruh penghuni kelas kecuali aku menahan napas menyaksikan guru Joonmyun yang meredam amarahnya.

Lain halnya dengan yang kulakukan. Justru aku merasa bangga dalam situasi seperti ini. Memain-mainkan alisku dengan memberikan gerakan meliuk pada keduanya yang sudah menjadi khasku. Hukuman apapun bukan masalah bagiku. Meski Seunghoon menakutiku dengan tatapan 'hukuman-apa-yang-akan-kau-terima-kali-ini' sekalipun. Karena disaat yang sama aku pun menjadi pusat perhatian.

Ayo guru Joonmyun! Tunjukkan keberanianmu sebagai seorang guru! sorakku dalam hati. Bisa dibunuh aku bila menantang guru Joonmyun langsung dari ucapan.

"Song Minho!" panggil guru Joonmyun.

"Ya pak!" sahutku tak kalah tegas dan menatapnya sungguh-sungguh.

"Kau duduk di depan Kim Jinwoo!" Guru Joonmyun akhirnya membuka mata yang sudah terlihat memerah.

"Hah?"

Apa-apaan ini?

Kim Jinwoo. Murid paling teladan dan pintar di kelas. Ia anak yang baik dan disukai semua orang terutama wanita. Nilai-nilainya tertata rapi layaknya buku di perpustakaan, bahkan murid perempuan tak ada yang bisa mengalahkannya walau sampai merasa iri. Meski Jinwoo seorang laki-laki tulen, wajahnya sangat manis dan mengalahkan kecantikan murid-murid perempuan. Ia selalu berprestasi dan berkelakuan baik.

Tapi entah kenapa aku selalu merasa tidak percaya diri saat di hadapan Jinwoo. Padahal aku ini peraih kejuaraan lomba narsis.

"Kim Jinwoo, mulai sekarang tolong awasi Song Minho. Anak merepotkan ini. Kau tidak keberatan kan?" Guru Joonmyun terdengar sangat bersungguh-sungguh.

Kulihat Jinwoo mengerutkan alisnya. Ia menghela nafas berat, merasa tidak berdaya karena tidak bisa menolak tugas yang mengharuskannya bertanggung jawab atas diriku.

Aku, Song Minho yang selama ini namanya bisa ditemukan pada peringkat pertama daftar hitam, tiba-tiba diserahkan kepada seorang siswa nomor satu di kelas dengan tubuh kecil dan kurus serta wajah yang kelewat manis? Sial, semua anak mulai berisik, bahkan Seunghoon kudengar sudah tertawa tertahan di bangkunya.

Bukan ini yang kuinginkan! Setidaknya lari mengitari lapangan sepuluh kali lebih kupilih!

"Pak! Tapi saya sudah berusaha instropeksi diri, sungguh!"

"Jinwoo-ah, bisakah?" Guru Joonmyun tidak mengindahkan pembelaan diriku dan malah bertanya lagi pada Jinwoo yang sejak tadi memang belum memberi persetujuan.

"Baiklah, guru Joonmyun." Jinwoo menjawab dengan tenang. Seketika seluruh umpatan dalam kepalaku menghilang.


Bagaimana rasanya duduk di depan orang serajin Kim Jinwoo?

Sungguh dunia yang berbanding sangat terbalik. Meski sesama laki-laki dan berada dalam kelas yang sama, duniaku dan Jinwoo berbeda. Dia siswa yang manis dengan nilai yang bagus-bagus, sedangkan aku siswa terlalu narsis dengan nilai menyedihkan. Itu sebabnya, dibanding dengan yang lain, hanya Kim Jinwoo yang rasanya susah sekali kuajak berteman.

Hampir dalam seluruh mata pelajaran nilaiku rendah sebab aku malas belajar. Pernah kebetulan aku lulus ujian matematika, nilai tertinggi yang pernah kudapat pun jumlahnya empat puluh dua. Memalukan! Ada sedikit soal yang berubah, habis sudah diriku.

Dengan kata lain, apabila dalam satu angkatan terdapat lima ratus murid, aku sudah termasuk peringkat ke empat ratus sekiannya.

Namun saat dalam kelas seni aku sangat serius belajar. Saking sukanya menggambar, aku yang (selalu) bosan dengan pelajaran, selain berbuat onar, terkadang segera menggerakkan tangan ini untuk menggambar manga pada halaman buku yang kosong. Bahkan buku paket tak jarang ikut menjadi korban 'kekreativitasanku'. Sepertinya, aku ingin jadi komikus.

Biasanya yang kuceritakan dalam manga adalah kejadian unik di kelas yang terjadi pada hari itu. Tidak peduli saat pelajaran apa dan dalam situasi apa. Aku tidak peduli dengan nilaiku. Samasekali tidak peduli...

Kembali ke pertanyaan tadi, bagaimana rasanya duduk di depan Kim Jinwoo?

Jujur, rasanya itu canggung, malu, dan tertekan. Itu semua hanya karena aku tidak pernah ngobrol dengannya, boro-boro jadi teman dekat. Benar-benar tidak nyaman.

"Song Minho." Pertama kalinya dia memanggil namaku setelah setengah semester satu kelas.

"Iya? Ada yang bisa kubantu, Kim Jinwoo-sshi?" Aku menoleh dengan rasa kikuk yang mati-matian kusembunyikan dari Jinwoo. Mencoba memasang tampang sok.

"Apa kau tidak pernah berpikir ribut di tengah pelajaran itu adalah hal yang sangat kekanak-kanakan?" Jinwoo mengatakannya pelan-pelan karena ini masih di tengah pelajaran sejarah.

"Emm.. bagaimana ya bilangnya. Setiap orang memiliki caranya sendiri untuk bersikap saat berada di dalam kelas..." jawabku sembarangan sambil tersenyum.

"Jadi kau memilih cara yang paling keakanak-kanakan seperti itu?" Ucapan Jinwoo tidak terkesan menyalahkan, hanya terdengar dewasa.

Aku lebih memilih diam dan mengupil dengan perasaan pahit. Sambil menatap malas kedua matanya yang seperti rusa.

"Kurasa kau bisa memanfaatkan waktumu untuk hal yang lebih berguna." Pandangan Jinwoo lurus tepat seperti menusuk mataku. Bertepatan saat jariku keluar dari hidung dan terdapat kotoran upil kecil berwarna hitam disana. Merasa kecil dengan segala ucapannya layaknya kena skakmat.

Brengsek!

Seandainya dia berkata, "kenapa kau selalu melanggar peraturan?" aku bisa menjawab sambil tertawa, "aku ini nakal, cukup nakal! Apa urusannya denganmu?"

Atau jika Jinwoo menyuruhku untuk mentaati peraturan agar tidak membuat masalah yang sampai melibatkan dirinya, dengan begitu aku bisa menjawab, "apa pedulimu jika aku mati? Nilaimu kan cukup bagus!"

Namun sialnya, Jinwoo sengaja memilih kata 'kekanak-kanakan'.

"Menurutku, kau sebenarnya sadar dengan apa yang kau lakukan." Jinwoo melanjutkan kalimatnya dengan sabar.

Murid dengan prestasi baik ada dimana-mana. Tapi kupikir Jinwoo berbeda. Dia tidak seenaknya langsung menghakimiku sebagai si pembuat onar dan mengomel agar aku mau merubah sikap ke jalan yang lebih baik. Jinwoo tidak sombong dengan kepintarannya. Dan sikapnya yang seperti itu menaklukanku.

Menaklukanku..

Seketika aku merasa terjatuh dalam situasi yang aneh. Nama-nama lain yang sering muncul di daftar hitam seperti sahabatku Lee Seunghoon atau si idiot Jung Hoseok membuat keributan sehingga yang lainnya tertawa terbahak-bahak, namun ketika aku ingin bergabung dengan mereka, semua yang hendak kulakukan terhenti hanya karena orang yang duduk di belakangku menlontarkan kata 'kekanak-kanakan'. Jadi daripada dikatai begitu aku lebih baik diam dan menundukkan kepala.

Aku pun menolehkan kepala dan mendapati tatapan tanpa ragu yang ditujukan Jinwoo padaku.

"Ya, tak usah dibawa serius! Kalau aku sering-sering berbuat keributan, guru Joonmyun akan memindahkan tempat dudukku lagi sehingga aku tidak menjadi tanggung jawabmu lagi." Aku menggerutu dan cemberut karena tersinggung atas tatapan Jinwoo yang lama-kelamaan berubah terasa mengintimidasi.

"Sebenarnya kau itu pintar. Kalau kau mau giat belajar." Ucapan Jinwoo bagai lawakan di telingaku.

"Pft, jangan menghiburku! Itu cuma omong kosong yang kau karang bukan?"

"Kalau begitu jadikan itu kenyataan. Ingat, biaya sekolah itu mahal!" Ucapan yang dilontarkan Jinwoo sukses membuatku mengerutkan alis dan sedikit memundurkan kepala kaget. Sudah pernah aku mendengar itu dari orang lain, namun, ketika Jinwoo yang mengatakannya, entah kenapa rasanya berbeda. Biasanya peringatan sejenis tadi hanya kuanggap angin lewat, tapi kini?

Aish, ada apa denganku!?


Keanehan Kim Jinwoo adalah kecerewetannya. Jelas-jelas dia adalah laki-laki berusia lima belas tahun, yang pada umumnya bersikap masih urakan dan berbuat semau sendiri seakan-akan dirinya adalah manusia terbebas di dunia. Tapi sikap Jinwoo justru terkesan sangat dewasa. Bisa-bisa dia menggantikan guru Joonmyun. Jinwoo juga terkadang mempermasalahkan apa yang akan dihadapinya di masa depan nanti ketika mengobrol denganku. Secara tidak langsung, menyindirku agar segera merubah penyakitku yang dia beri nama 'kekanak-kanakan'.

Apa salahnya menjadi anak-anak? Terus muda dan bergairah?

Sebenarnya aku dan Jinwoo memiliki hubungan yang netral. Tapi aku sempat berpikir kalau bergaul dengannya terus bisa-bisa aku tertekan dan menjadi arogan walau awalnya aku ini orang yang cukup humoris. Mengerikan.

Ternyata samasekali tidak begitu. Sebagai murid teladan, tidak ada hal pada diri Jinwoo yang membuat orang lain tidak nyaman sampai bertengkar dengannya. Sejak awal aku sudah bilang kan, dia juga tidak sombong. Mengobrol dengannya justru membuatku ciut dan seperti orang tak berguna. Aku seperti bertemu sosok seorang kakak kelas yang patut dihormati.

Suatu pagi, karena aku harus bersepeda dari rumah ke sekolah setiap hari, aku kelelahan sehingga mengantuk. Menyebabkan disaat pelajaran pertama, tanpa sengaja aku tertidur diatas meja menindih buku pelajaranku. Disaat itulah, aku merasa ada sesuatu yang tumpul menyakiti punggungku. Ternyata Jinwoo menusukkan bolpoin yang masih ada tutupnya ke punggungku agar tidurku terusik.

"Ya! Sakit, bodoh!" Hampir saja aku kelepasan dan mengeraskan suara. Bisa kena timpuk penghapus papan dari guru Heechul bila aku sampai membentak protes kepada Jinwoo.

"Kau tahu tidak, tadi pagi aku menemukan seekor anjing dengan bulu yang bagus. Namanya Putih." Jinwoo sepertinya mengajakku ngobrol dengan suara pelan untuk menghilangkan kantukku. Walau pembicaraannya itu agak membosankan.

"Lalu? Kau memeliharanya?"

"Tidak. Dalam keluargaku tidak diperbolehkan memelihara hewan apapun."

"Ya. Kalau kau harus bertanggung jawab memeliharanya karena sudah memberinya nama." Aku pun berbalik kearah bangkuku sendiri setelah berkomentar. Berniat melanjutkan tidur yang tertunda.

Namun, tusukan itu kembali menyerang punggungku.

"Apa maumu sekarang?" Coba kuredam sebisa mungkin rasa kesalku dengan mengeluarkan suara hanya dengan bisikan. Jinwoo mengerucutkan bibirnya sambil mengerutkan alis.

"Perkataanmu yang tadi sungguh kekanakan.."

Sejak saat itu, Jinwoo tidak akan membiarkanku tidur di jam pertama pelajaran. Dia memberikan cerita-cerita kecil dalam kehidupannya sebagai ganti. Dan kalau aku bisa datang lebih pagi, aku mendengar dan meladeni ocehannya sambil sarapan. Aku berpura-pura tertarik dan Jinwoo akan sangat antusias saat menceritakan berbagai hal.

Kalau aku terlanjur nyenyak di mejaku, Jinwoo akan menusukkan bolpoinnya agak lama. Rasanya sangat sakit, lagipula itu menciptakan bekas bulatan hitam di seragamku.

"Aish! Sakit sekali tahu!"

"Kenapa kau tidur seperti orang mati? Semalam kau begadang?" Daripada terdengar seperti ucapan seorang kakak kelas, nada bicara Jinwoo lebih terdengar seperti ibu-ibu. Bisa-bisa aku memanggilnya 'ahjumma menyebalkan' nanti.

"Iya, aku begadang!"

"Begadang karena belajar?" Pertanyaan Jinwoo membuatku memasang wajah bingung.

"Memangnya bila aku begadang untuk belajar bisa mengejar murid-murid teladan seperti kalian? Cuih, tentu saja aku begadang untuk menggambar komik!"

"Uh, begitu ya? Sebenarnya aku juga suka komik. Kalau begitu buatkan satu untukku?" Permintaan Jinwoo terdengar spontan di telingaku. Tidak salah? Jinwoo.. suka manga?

"Kapan kau sempat membaca buku komik kalau kau menggunakan waktumu untuk belajar terus?"

"Selesai mengerjakan PR." Jinwoo menjawab dengan polosnya. Sehingga membuatku berpikir, dilihat dari sisi manapun, sebenarnya Jinwoo itu tidak ada bedanya denganku. Dia terlihat bagai anak nakal yang tidak pernah datang terlambat. Sepertiku.

Lagipula mengobrol dengan orang sepintar Jinwoo ada untungnya. Pembuat onar yang lagi naik daun di kelas seperti Seunghoon, Hoseok, apalagi Park Chanyeol (si ganteng yang idiot), tidak akan berani menggangguku karena tipe umbaran seperti mereka adalah yang menghindari orang teladan seperti Jinwoo.

Begitulah, obrolanku dengan Jinwoo kadang tidak terkendali. Sehingga kami sempat bertengkar. Mungkin kami ini memang bukan teman yang cocok.


a/n: annyeong~! Ini fic pertama yang saya post di akun ini~ mohon partisipasinya dengan memberikan kritik dan saran lewat reviews ya *bow* ini memang fanfic WINNER (karena saya sedang excited dengan mereka kkkk~) tapi juga banyak cast dari boyband lain yang nyempil juga :3 lagipula disini saya buat umurnya sama semua karena satu kelas, kecuali guru-gurunya~ xixixixi..

pokoknya terima kasih banyak sudah baca xD ditunggu reviews sebanyak-banyaknya yang pengen cerita ini lanjut~ hehe..

sampai ketemu di episode selanjutnya~! *deep bow*