Hinata melihatnya. Pemuda itu. Pemuda yang sama dengan tiga hari lalu, minggu lalu, bulan lalu. Mata mereka sudah bertemu untuk kesekian kalinya. Mengenal tanpa mengetahui nama. Mengenal tanpa mengetahui rasa.

.

.

The Choosen Cake

Pair : College!Kageyama Tobio x Waiters!Hinata Shouyou

Original Story : Haikyuu! By Furudate Haruichi

Warning: Ooc, typos, cerita gaje, beberapa oc pendukung.

This is boy x boy love story, don't like don't read.

Enjoy

.

.

.

Entah sudah ke berapa kalinya dia datang. Hinata sampai hapal dengan sosoknya, juga pesanannya, juga jam berkunjungnya, juga tempat duduknya, yakni di meja paling ujung dekat jendela. Itu kalau tempat itu belum ditempati oleh pengunjung lain. Kalau sudah, maka dia akan mengambil tempat duduk lain yang sama-sama ujung. Atau paling tidak hampir ujung. Pokoknya tempat yang tersembunyi. Yang seolah membuatnya tersembunyi dari dunia.

Dia masih muda, Hinata tahu itu. Dari wajahnya, dari cara berpakaiannya, dari tingkah lakunya. Tidak, bukan berarti Hinata sudah tua, hanya saja, pemuda itu lebih muda darinya. Sepertinya jarak 4-5 tahunan. Mungkin anak kuliahan semester awal, terka Hinata. Dia selalu memakai jaket Hoodie warna hitam dengan ransel berwarna biru gelap, senada dengan manik matanya yang indah. Ada arloji perak yang melingkar manja di pergelangan tangannya yang kekar. Selalu terlihat menyembul malu-malu ketika si pemuda masuk dengan tangan yang berada di dalam saku jaket.

Begitu dia masuk, yang dia tuju adalah Hinata. Dia juga hapal dengan Hinata. Dia selalu datang menghampiri Hinata untuk mengatakan pesanannya. Meskipun ada pelayan lain yang berdiri lebih dekat, sepertinya dia lebih memilihnya. Mungkin karena Hinata sudah hapal. Ya, cukup dengan mengatakan,

"Yang biasa."

Hinata sudah tahu dan segera mengambilkan pesanan itu. Susu hangat dengan sedikiiiit sekali kopi.

Sebagai pemuda yang berpenampilan biasa,dia tetap punya daya tarik yang besar. Meskipun dia berada di ujung Cafe, tetap saja ada gadis – gadis yang membicarakannya dari kejauhan. Bahkan ada juga yang sekali masuk, tak sengaja melihatnya, lalu memilih duduk di meja sebelahnya. Mungkin karena wajahnya? Ya memang. Menurut Hinata yang sama-sama lelaki, dia tampan. Tidak terlalu putih memang, tapi wajahnya begitu halus tanpa cacat. Rambutnya yang hitam pekat seperti tinta cina, bergoyang indah setiap tubuhnya bergerak. Badannya tegap dan matanya yang tajam menatap dengan intense. Seolah dapat melumpuhkan siapa saja yang bertahan bertatapan dengannya lebih dari 10 detik. Dan intinya hanya satu kata, dia = indah.

Hinata pernah tidak sengaja melihat bukunya yang ada di meja saat Hinata menaruh pesanan. Nama itu berderet rapi dan benar-benar sesuai dengan sosok pemiliknya yang beraura kuat. Kageyama Tobio. Dua nama yang kontras sekali,batin Hinata. Nama depan yang begitu gagah, namun terdengar begitu polos dan manis saat kau membaca nama kecilnya. Yah.., walaupun Hinata belum yakin seratus persen apa itu memang bukunya, atau buku temannya. Yang jelas, nama itu cukup menarik bagi Hinata.

Kalau kau ingin bertanya pada Hinata, apa yang di lakukan pemuda itu di Cafe Karasuno setiap berkunjung?

Tidak ada.

Dia hanya diam menghadap keluar jendela. Matanya bergerak mengikutii orang yang lalu lalang. Atau sekedar mengamati ikan-ikan yang bergerak semaunya di akuarium Cafe. Bisa juga sesekali terlihat memainkan ponselnya, lalu diam lagi. Selalu seperti itu. Dia ada di dalam Cafe dengan rentan waktu yang cukup sama. Satu jam. Entah kurang atau lebih, Hinata tidak hapal. Tapi dia tak pernah kurang dari 50 menit di sana. Dengan mata yang jarang berkedip dan satu tangan menopang dagunya, ia menatap keluar jendela. Hinata sampai tidak mengerti apa serunya berdiam seperti itu.

Tapi hari ini, dia terlihat lain.

Dia memang tetap datang dan memesan hal yang sama. Duduk di tempat yang biasa pula. Tapi, raut wajah itu jelas-jelas berbeda. Tangannya terlihat membawa tumpukkan kertas yang tidak terlalu banyak. Mukanya telihat penuh beban. Ia menaruh tumpukkan kertas itu di atas meja Cafe dengan agak serampangan, menunjukkan kalau dia sudah lelah dengan benda itu. Keningnya berkerut tajam. Beberapa kali dia merapatkan jari tengah dan jari telunjuknya di atas hidung. Sepertinya pemuda itu akan ada di sana dalam waktu yang lama. Hinata sedikit mengiba dibuatnya.

"Itu susu hangat-kun?" Tanya Yamaguchi, rekan kerjanya yang bertugas di meja kasir.

Alis Hinata mengkerut spontan. 'Susu hangat-kun'? Bukan panggilan yang salah memang, tapi aneh saja rasanya.

"Hm.." Hinata menyahut.

"Kau tahu dia dari daerah mana? Dia hampir setiap 3 hari sekali ke sini. Aku sampai hapal."

Hinata menggeleng sambil menaruh nampan yang ditentengnya.

"Tidak. Mungkin bukan dari daerah dekat sini."

Yamaguchi mengumam. "Dia tidak pernah memesan pesanan lain."

"Ya, mungkin dia tipe yang ogah mencoba-coba yang lain."

Yamaguchi tidak menjawab. Hinata kembali mengawasinya.

Ya, muka itu jelas-jelas berbeda dengan biasanya. Dia membolak-balik kertas yang tadi dibawanya dengan pandangan yang pahit. Ada juga saat di mana dia tampak menulis sesuatu di kertas itu. Hinata yang mengawasi dari jauh tanpa sadar ikut-ikut tidak nyaman. Dia benci raut wajah itu.

"Hinata, susu hangat dengan sedikit kopi." Panggil Sugawara, si Koki.

"Ah,Baik."

Hinata mendatangi susu hangat itu dan menaruhnya di atas nampan. Dia diam sejenak, berpikir.

"Sugawara-san, ambilkan Lemon Blueberry Cake, tolong."

"Eh? Pesanannya nambah?"

"Tidak, buatku sendiri kok. Akan ku bayar langsung ke Yamaguchi."

"Oh."

Sugawara pun mengambilkan pesanan pelayan Cafenya itu.

Hinata keluar dari dapur dengan membawa susu hangat dan kue. Begitu dia sampai di samping Yamaguchi, dia mengambil uang dari saku dan memberikannya.

"Aku beli ini, Yamaguchi."

Muka yang mengkerut itu semakin jelas saat Hinata mendekat, dan Hinata semakin tidak suka melihatnya. Begitu tahu Hinata datang, dia segera membereskan beberapa kertas di atas meja untuk memberikan ruang pada Hinata. Tak urung dua garis terbentuk di atas hidungnya ketika Hinata menaruh benda lain selain susu hangatnya.

"Maaf, tapi aku tidak pesan ini."

"Itu untukmu. Ku berikan gratis."

"Eh? "

"Kau terlihat muram hari ini," Senyum si surai jeruk mengembang,

"He? Memangnya kenapa?"

"Aku tidak ingin ada pelanggan yang keluar dari Cafe ini dengan muka muram."

"Memangnya kue ini membuat mukaku tidak akan muram nantinya?"

Hinata terkekeh pelan "Ya. Aku bisa menjaminnya."

Pemuda itu terdiam sejenak. "Terima kasih, kalau begitu."

"Ya. Berikan komentarmu nanti ya." Hinata berlari menjauhi pemuda itu dan kembali melayani pelanggan yang lain. Dari ujung matanya, Hinata bisa melihat pemuda itu mulai menusukkan garpu pada kue di depannya.

Sayangnya, setelah itu Hinata tidak dapat kembali ke depan Cafe selama beberapa jam. Dia ditugaskan untuk menggantikan posisi Daichi-san, yang biasanya membantu Sugawara di dapur. Dia tidak bisa lepas dari pekerjaan itu sampai sore tiba. Tentu saja, begitu dia selesai, pemuda itu sudah menghilang dari tempatnya. Hinata sedikit kecewa karena tidak bisa mendengar komentarnya tentang kue yang dia berikan. Kini, bergantian mukanya lah yang muram. Surai orangenya ikut bergerak ketika dia mengendus pasrah. Ia harus menunggu paling tidak tiga hari lagi sampai pemuda itu datang lagi.

.

.

.

.

Hinata harus berjinjit saat ia ingin mengambil buku yang dia inginkan. Sialnya, buku itu terletak di rak paling atas, dan Hinata tidak cukup tinggi untuk meraihnya. Dia ingin meminta bantuan seseorang, tapi dia terlalu gengsi. Lagipula ini perpustakaan kota. Tidak ada satupun yang Hinata kenal di sana. Dengan sambil menyesali tubuhnya yang kecil, Hinata berjuang menguatkan jempol kakinya agar mampu berjinjit lebih tinggi.

"Ah sampai."

Begitu tangannya berhasil menyentuh buku yang dia inginkan, tangannya pun bergerak menariknya. Rupanya, dia menarik buku itu terlalu kencang. Beberapa buku di sampingnya ikut tertarik dan oleng.

"Wah!"

Hinata segera merapatkan matanya erat-erat, bersiap menerima jatuhnya buku-buku itu di atas kepala.

Tapi setelah sekian lama, rasa sakit tidak itu tidak juga datang. Dia memang mendengar suara buku yang terjatuh di atas lantai, tapi tidak ada satupun yang mengenai kepalanya. Dia mengintip. Dan dia mendapati ada seseorang di belakangnya yang menangkap buku itu sebelum jatuh menimpanya.

"Loh, kau pelayan Cafe Karasuno 'kan?"

Hinata terkisap. Suara itu adalah suara yang benar-benar dihapalnya. Mata Hinata melebar dan dia menoleh.

"Susu Hangat-kun?!"

Benar, itu dia. Model rambutnya, matanya, wajahnya. Semuanya menunjukkan kalau itu memang benar-benar dia.

"Ha? Susu Hangat?"

Hinata sontak menutup mulutnya. Ups, keceplosan.

"Panggilan macam apa itu?" Matanya jelas – jelas menunjukkan ketidaksukaan.

"Ah.. ma-maaf... itu kami tidak sengaja memanggilmu begitu. S-soalnya kau pesan itu terus."

Terdengar suara decakkan lidah darinya. Tapi dia tidak memprotes lebih lanjut. Dia menunduk mengambil buku yang berjatuhan di lantai. Hinata pun segera mengikutinya.

"Kau tidak kerja?" Tanyanya.

"Ah, aku libur setiap selasa."

Pemuda itu menggumam pelan. Setelah selesai menaruh bukunya kembali ke rak. Dia pergi meninggalkan Hinata.

"Ya sudah."

"Eh ah, te-terima kasih."

"Ya," Dia menoleh sebentar, "Dan ganti panggilan bodoh itu. Aku tidak suka."

"La-lalu aku harus memanggilmu apa?"

Dia terdiam mendengar pertanyaan Hinata. Kedua tangannya ikut masuk ke dalam saku jaket saat dia menjawab, "Kageyama."

Oh. Jadi itu memang namanya?

Hinata tersenyum lebar.

"Aku Hinata."

Matanya membola sedikit, tidak menyangka Hinata juga memperkenalkan diri. Dia pun kembali berbalik setelahnya. Tangannya terangkat memberi salam.

"Ya."

Hinata melihat buku yang dipegangnya. Akhirnya dia mendapatkan buku yang dia inginkan.

Eh?

Mendadak Hinata menyadari sesuatu.

Dia langsung pergi tanpa mencari buku apapun di sebelah sini?

Lalu, kenapa dia di belakangku tadi?

.

.

.

.

Notes:

Halo, kembali lagi di cerita KageHina. Jangan bosen2 ya :D

Lama2 kyk si mbak doujin Ooki Bonta ini KageHina mulu :'D

Kali ini ngambil suasana yng lebih 'sehari-hari'

Cerita ini pun akan cenderung 'kalem' suasananya nanti.

Hinatanya lebih tua,, gara2 cerita sebelumnya, entah kenapa jadi ketagihan membuat Older Hinata :'D indah gitu bayanginnya #digeplak

Yap.. terima kasih sudah membaca. RnR ya :D