PHOTO(S)
.
.
.
Disclaimer : Vocaloid (c) Crypton Future Media and Yamaha Corp.
Warning(s) : AU, Typo(s), Misstypo(s), romance gagal, dll!
Don't Like Don't Read!
Happy Reading, minna-san!
.
Semua foto itu menyimpan sebuah manis...
.
.
.
Chapter 1 : Prologue
.
.
.
.
.
"BaKaito!" teriak seorang pemuda berambut teal sambil berusaha mengejar kawannya yang sebenarnya memiliki nama kecil Kaito itu. Kaito berhenti dan lari-lari di tempat.
"Habis ini.. kita, ditungguin cewek-cewek buat karaoke-an!"
Duh, mantep tuh... Habis lari-lari menguras tenaga, pulangnya langsung ngeceng sama cewek-cewek yang jumlah hampir 5 orang.
"Sorry, Mikuo, nggak bisa nih! Ada urusan!" Kaito segera lanjut lari menuju ruang ganti.
Seperti biasa, sehabis kegiatan ekstrakulikuler, Shion Kaito, mau nangkring di belakang sekolah.
Tujuan? Sederhana saja. Apalagi kalau bukan maling sinyal Wi-Fi yang terbuang secara percuma dan cuma-cuma?
Masih dengan badan yang dipenuhi keringat setelah uji coba lari jarak menengah, Kaito buru-buru mengganti kaus olahraganya yang sudah basah kuyup oleh keringat dengan seragam sekolahnya. Tak lupa dia melingkarkan syal biru kesayangannya.
Setelah merasa beres dan lengkap, Kaito menarik tasnya dari loker, menendang pintu loker untuk menutupnya lalu berlari menuju gedung belakang sekolah.
.
.
.
.
Kaito sampai di gedung belakang sekolah yang kebetulan menghadap perpustakaan sekolahnya. Dia segera menyalakan netbook-nya dan menunggu booting netbooknya selesai.
Masih dengan nafas yang terengah-engah pasca berlari, Kaito mengeluarkan setumpuk berkas dari tasnya lalu menyusun sedemikian rupanya secara alphabetis.
Netbook Kaito telah selesai booting lalu suara e-mail muncul membuyarkan pekerjaannya. Masih menyusun kertas-kertas itu dengan sebelah tangan, tangan yang lainnya membuka e-mail itu satu per satu.
"Huruf X, Y, Z.. 15 data," Kaito menggiggit beberapa lembar kertas, sekarang mulutnya sudah jadi pengganti tangan.
"Kampret, jadi ini kesibukanmu?! Seperti orang bodoh saja!"
Kaito melirik ke sumber suara, yap, cuma melirik tanpa membalas. Di depannya Mikuo, Nero, IO, dan lima orang cewek menatapnya.
Kaito mengambil data yang dijepit di mulutnya. "Aku sibuk! Jadi, pergi karaoke-an sana! Kalian menghalangi sinyal, sungguh!"
Mikuo mendecak sebal. "Orang bodoh memang tak pernah senang-senang! Ayo teman-teman ada kegiatan yang menyenangkan menunggu kita!"
"YOSH!~" sahut manusia-manusia yang mengekor di belakang Mikuo. Kaito kicep lalu kembali dengan urusannya.
.
.
.
.
Setengah jam kemudian, Kaito sudah beres dengan urusan data-datanya. Pekerjaan sambilannya yang membuat dirinya menjadi maling Wi-Fi tiap hari. Kaito dipercayakan menjadi pengurus database sebuah biro keamanan negara. Lihat saja, berapa banyak jilid-an kertas di tas sekolahnya. Setiap ada waktu senggang Kaito perlu memasukkan data-data itu.
Kaito menyandarkan dirinya pada dinding sekolah dan mengusap wajahnya. Dia melirik layar netbooknya. Di layar itu, beberapa buah file sedang di-download.
Kaito me-minimize halaman itu dan lanjut membuka hasil pekerjaannya lagi. Mengeceknya, siapa tahu ada kesalahan. Setelah dirasa datanya layaknya siap dikirimkan dan dilaporkan pada atasannya, Kaito menaruh jarinya pada tombol CTRL dan S pada keyboard. Kolom kecil yang menunjukkan tulisan 'Saving' muncul lalu hilang. Kaito menutup file-nya dan melihat halaman download-nya. Sudah beres.
Kaito memastikan bahwa semua datanya telah aman dan disimpan, Kaito mematikan netbook-nya dan memasukkannya ke dalam tas bersama dengan data-data yang sudah disusunnya.
Kaito melangkahkan kakinya menuju gerbang sekolah sambil mendengarkan musik.
"Hahaha, lihat ada monyet toska sedang memanjat!" sebuah teriakan yang mengalahkan kencangnya musik di earphone Kaito menghentikan langkahnya.
Kaito mendongakkan kepalanya dan melihat seorang gadis berambut toska berkuncir dua, tengah memanjat pohon yang cukup tinggi dengan sebuah pocket camera di mulutnya. Yah, Kaito tahu siapa gadis itu. Gadis itu sejak SMP sudah satu sekolah bahkan satu kelas dengan Kaito. Sayang, mereka kurang akrab karena gadis itu adalah tipe gadis-gadis yang jarang sosialisasi dengan para pria di kelas.
Kaito memandangi cara memanjat cewek itu yang sedikit aneh dan terkadang tertawa kecil.
BLETAK! Sebuah bogem mendarat di kepala Kaito.
"Aduh," ringisnya sambil mengusap kepalanya.
"Dasar bodoh, temen cewekmu sedang memanjat dan kau membiarkannya begitu saja!"
"Asal Kiyoteru-sensei tahu saja, gadis Hatsune itu aneh!"
"Kau bilang apa, hah?!" si gadis bermarga Hatsune menyahuti dari atas pohon.
"Cepat turunkan dia! Jangan sampai kepala sekolah melihat!"
Kiyoteru-sensei melengos pergi.
"Hoi, Hatsune-san! Cepat turun!" teriak Kaito sambil melempar tasnya ke tumpukan daun-daun kering.
"Nggak mau! Aku belum mendapatkan fotonya!"
"Hei, kau tahu? Dari bawah sini, aku bisa melihat celana dalammu yang terekspos dengan jelas!"
BUG! Sebuah sepatu mendarat di wajah Kaito.
Di atas sana, Miku mengacungkan jari tengahnya sambil menjulurkan lidahnya. Kaito balas melempar sepatu Miku yang langsung ditangkap oleh pemiliknya.
"Cepat turun atau nanti-"
KRAKK!
"UWAAAAA!"
GUBRAK!
"Aduh," gadis Hatsune itu mengelus-elus pantatnya yang terasa sedikit nyeri itu. "Aku jatuh dari ketinggian tiga meter lebih kok nggak begitu sakit. Apa aku manusia super, 'ya?"
Miku yang jatuh dalam posisi duduk itu mengelus-elus landasan jatuhnya. "Wow, kain! Apa ini dunia kain?!"
Miku meloncat-loncat dengan posisi duduk. "Uhm, pantesan. Struktur tanahnya solid seperti Yupiter."
"BODOH! CEPAT TURUN DARI PUNGGUNGKU! KAU MAU MEMBUNUHKU, 'YA?!"
Miku terperanjat karena teriakan kasar dan segera berdiri tegak.
Kaito merubah posisinya menjadi duduk sambil mengelus-elus kepalanya yang terbanting mendadak.
"Kaito-kun!" seru Miku. "Kenapa bisa ada disitu?"
"Hahh, jangan pura-pura bodoh! Aku menyuruhmu turun lalu kau terjatuh!" balas Kaito sebal. Untung saja dia telah menjauhkan tasnya yang berisi pekerjaan pentingnya.
"Eh, kalau begitu," Miku membungkukkan badannya. "Sumimasen!"
Kaito berdiri, menepuk-nepuk seragam dan syalnya yang kotor karena berciuman dengan debu barusan.
Dia menarik tasnya. "Jangan manjat-manjat lagi. Beruntung tadi kau jatuh diatasku. Bagaimana kalau kau jatuh bebas tanpa ada penahan? Bisa remuk kakimu tahu!"
"Terima kasih karena telah mengkhawatirkanku. Haha, siapa yang sangka jika siswa yang selalu dianggap bodoh ini bisa menyelamatkan orang?" Miku tertawa kecil.
"Hei, siapa yang mengkhawatirkanmu?! Lagipula aku ini bukan bodoh tapi kurang pintar." kilah Kaito.
Miku tersenyum sambil menepuk-nepuk pundak Kaito. "Bodoh atau kurang pintar, tapi pada kenyataannya kau itu bodoh."
JDERR! Kilat menyambar.
Kaito melirik jam tangannya dan hendak lanjut pulang. Tapi langkahnya terhenti ketika mendengar suara isakan.
Wow, masih sore tapi hantu bocah mulai berkeliaran, pikir Kaito.
Kaito berbalik dan melihat Miku di bawah pohon sedang menangis berlutut dengan camera pocket-nya.
Miku terduduk dan ganti meraung sambil menangis.
Masih untung sekolah sudah sepi, paling-paling tinggal beberapa orang OSIS yang sibuk-sibuk nggak jelas (sungguh, OSIS disini hobinya nyuri Wi-Fi).
Entah apa yang merasuki tubuh Kaito, Kaito tiba-tiba berbalik dan duduk di sebelah gadis bermarga Hatsune itu.
"Ada apa, maksudku, kenapa kau menagis?" Kaito meluncurkan pertanyaan yang sontak menghentikan raungan tangisan Miku yang memekakkan telinga.
"Kamera.. kameraku... HUWWAAAA!" Kaito menutup telinganya tatkala Miku meraung kembali seperti orang bodoh.
"Kenapa kameramu? Kameramu bisa memotret hantu? Kameramu bisa exorcist?"
"Hikss.. Ini bukan.. hiks.. Fa*** F**me.. hikss.. Kameraku.. benda kesayanganku.."
"Melahirkan?" Kaito menjawab dengan nada menebak.
"Huwaaa... Orang bodoh ini nggak peka! Huwaaaa!" Miku menangis kembali.
Kaito garuk-garuk kepala. Jujur, dia nggak ngerti apa maksud gadis ini.
Kaito merebut camera pocket dari tangan si gadis. Dia mulai meneliti kamera berwarna toska itu. Lensanya aman, biasanya kalau ada yang nangis geje macam Miku sambil bawa kamera, pasti lensanya rusak atau retak.
"Kau kenapa sih?" Kaito bertanya agak sebal karena raungan Miku benar-benar menulikan telinga. Tangannya bergerak untuk mengelus kepala Miku tanpa sebab. "Sstt, berhenti menangis. Malu diliatin penjaga sekolah."
"Bi-biar.. hiks.."
Kaito berdiri, meninggalkan tasnya dan Miku yang masih menangis.
Kaito merogoh beberapa keping uang receh dari sakunya dan memasukkannya ke dalam sebuah vending machine atau mesin penjual otomatis. Dia menekan dua buah tombol dan GRUNG! dua kaleng minuman turun.
"Berhenti menangis dan ceritakan padaku alasan kau menagis tiba-tiba."
Miku mendongak, menghapus air matanya, dan meraih minuman yang disodorkan Kaito.
"Da-dari mana ka-kau tahu minuman kesukaanku?"
"Ng, aku suka melihatmu meminum minuman ini sambil berjalan. Makanya kuprediksikan kalau suka minuman itu."
"Da-dasar stalker," Miku menarik syal Kaito dan mengelap air matanya dengan syal itu.
"Eits, enak saja!" Kaito menarik syalnya.
Miku membuka penutup kaleng soda rasa neginya dengan tangan bergetar. Matanya yang sembab juga masih digenangin air mata.
"Jadi, kenapa?" tanya Kaito.
"Kau betul-betul ingin tahu?"
Kaito mengangguk.
JDERRR! CRASHHH!
Tiba-tiba hujan turun dan langsung membasahi kedua manusia yang berlindung di bawah pohon itu.
"Ayo Miku!" Kaito menyembunyikan tasnya di balik baju seragamnya.
Miku segera berlari mendahului Kaito dan berlindung di bawah plafon teras sekolah.
Kaito yang baru sampai itu melihat sebuah pemandangan yang tak mengenakkan mata.
Kaito mengeluarkan tasnya dari balik seragamnya yang basah dan meletakkannya di belakang Miku lalu berlari menuju gedung olahraga.
.
.
.
Sesampainya di gedung olahraga, dia membuka lokernya dan mengeluarkan jaket klubnya lalu berlari lagi ke tempat Miku.
"Miku-san!" panggil Kaito sambil melemparkan jaketnya ke arah Miku. Miku menangkapnya dengan kebingungan.
Kaito mengibaskan rambutnya yang basah terkena air hujan dan memulas matanya yang terkena air.
"Pakai itu!" ucap Kaito sambil memeras ujung seragamnya. "Dalamanmu keliatan tahu!"
Miku melongok ke bawah dan benar saja kalau bajunya yang basah sekarang jadi agak transparan. Wajah Miku semerah tomat sekarang. Miku segera memakai jaket yang dilempar Kaito dan buru-buru meretsletingkannya.
"Dasar mesum! Kenapa kau melihatnya?!" seru Miku.
"Heh, siapa yang melihatnya?! Aku tak sengaja melihatnya!"
"Tapi tetap saja 'kan kau melihatnya!"
"Sudah kubilang aku nggak sengaja melihatnya! Bajumu basah jadi dalamanmu kelihatan!"
"Dasar mesum!"
TWITCH! Urat kesabaran Kaito putus sudah.
Kaito hendak melempar ejekan lagi tapi dia ingat kalau tasnya tergeletak begitu saja di belakang Miku.
"Huh, dasar bodoh! Sudah ditolongin, pake marah-marah lagi!" dumel Kaito sambil menarik tasnya.
"Oke, terima kasih! Puas kau, mesum?!"
"Sudah kubilang aku bukan orang mesum!" Miku menghetakkan kakinya dan berdiri membelakangi Miku.
Kaito mengabaikan tingkah si gadis toska itu dan membuka tasnya. Kaito mendesah lega mendapati segala yang ada di dalam tasnya dalam kondisi kering.
"Heh, Miku-san!" panggil Kaito sambil menatap Miku yang masih membelakanginya. "Cih, dia ngambek."
"Apa?!" balas Miku galak sambil memelototi Kaito.
Kaito menyentil jidat Miku pelan. "Biasa aja matanya! Salah-salah aku bisa mencolok matamu tahu!"
Miku mendecih lalu melipat tangannya di depan dada. "Apa?"
"Tadi, kau menangis nggak jelas seperti bayi yang tiba-tiba boker. Alasannya kenapa?"
"Mau tahu? Nanti hujannya tambah besar."
"Loh? Apa hubungannya?" tanya Kaito bingung.
"Tadi saat kau bertanya alasanku menangis dan aku hendak menjawabnya, hujan dan petir datang."
"Kau penyihir?"
Miku meninju Kaito. "Bukanlah! Dasar bodoh!"
JDERRR! Petir menyambar lagi dan hujan makin keras.
"Kau memang penyihir, bukan, maksudku kau pawang hujan, Miku-san." Kaito berkata sambil menepuk kepala basah Miku.
Miku meninju Kaito lagi dan Kaito cuma tertawa.
Melihat ekspresi Kaito yang menurut Miku lucu saat tertawa itu, Miku juga ikut tertawa.
"Dasar orang aneh!" ledek Miku.
"Kau lebih aneh! Manjat pohon seperti monyet!"
Miku menjewer telinga Kaito. "Ampun, ampun," ucap Kaito.
Miku melepas jewerannya dan mengeluarkan pocket cameranya.
"Shutter-nya rusak." ucap Miku dengan nada sedih.
"Cuma gara-gara itu? Kau menangis dengan suara yang bisa menulikan telinga?" Kaito geleng-geleng kepala. "Bodoh sekali."
Miku merengut dan mengerucutkan bibirnya. "Itu kamera yang sudah kubeli dengan uang sakuku."
"Coba aku lihat," Kaito mengambil pocket camera di tangan Miku. "Kurasa aku bisa memperbaikinya malam ini."
"Sungguh?" Miku menatap Kaito dengan mata berbinar-binar. "Benarkah?"
Entah apa sebabnya, Kaito merasakan wajahnya terasa panas.
"Iya, iya, aku bisa memperbaikinya. Hentikan mata itu! Silau tahu!"
"Arigatou!" Miku memeluknya erat. "Arigatou, arigatou, arigatou, Kaito-sama!"
DEG! Juga entah kenapa sebabnya jantung Kaito berdebar agak sedikit kencang.
"Se-sesak, Miku-san!"
Duh, itu sesak gara-gara apa ya?
Miku melepas pelukannya lalu
CHU~
Sebuah ciuman mendarat di pipi Kaito. "Arigatou!"
Kaito membeku. Wajah Kaito semakin panas. Pasti wajahnya merah sekali sekarang.
.
.
.
.
Sudah hampir dua jam mereka menunggu, kebetulan sekumpulan anak ekskul vocal juga baru pulang dan ikut bersama-sama menunggu hujan reda. Langit sudah gelap.
"Heh, Miku-san," Kaito menatap Miku yang sedari tadi menggosok-gosokkan tangannya karena kedinginan. Miku menolehkan kepalanya pada Kaito. "Apa?" tanya Miku.
"Kau kedinginan?" Kaito balik bertanya.
"Sudah tahu malah nanya." Miku menjawab sambil memeluk tasnya lebih erat.
"Aku 'kan cuma bertanya."
JDERRR! Sambaran petir terdengar kembali dan hujan tak kunjung reda.
"Apa dirumahmu tak ada orang yang bisa dimintai tolong untuk menjemputmu?" Kaito bertanya lagi. Miku menggeleng.
"Tak ada orang di rumah jam segini. Otou-san, Okaa-san, dan Nee-san sibuk," jawab Miku. "Kau kenapa nggak pulang? Kau 'kan laki-laki! Hujan-hujanan juga nggak masalah, 'kan?"
"Aku bawa data-data penting! Kalau basah bagaimana? Kau 'kan sudah kuberikan jaket, kenapa nggak lari menembus hujan?"
"Kalau aku sakit, bagaimana? Kau mau tanggung jawab?"
JDERR! Hujan makin keras.
"Aku pengen pulang," rengut Miku. "Cih, mimpi apa aku semalam sampai-sampai aku harus berdiri menunggu hujan disini selama berjam-jam."
Kaito melihat Miku yang bersungut-sungut karena pengen pulang. "Miku-san, ayo kita tembus saja hujannya!" seru Kaito sambil menarik tangan Miku.
"Data-datamu?"
CRASHH!
"Abaikan saja!" teriak Kaito sambil berlari. Secara otomatis Miku juga ikut berlari bersama Kaito.
.
.
.
.
.
.
"Miku-san, aku cuma bisa mengantarmu sampai sini. Nggak apa-apa, 'kan?" Kaito berkata sambil sambil memeluk tasnya.
"Nggak apa-apa! Cepatlah pulang! Nanti data-datamu bisa tambah basah."
"Oke! Jaa nee, Miku-san!"
"Jaa nee!"
Miku lanjut berlari menuju rumahnya.
Ada perasaan yang mengganjal di dada Miku. Perasaan yang membuatnya tak bisa melepas senyumannya sedari tadi.
Yap, sedari tadi. Mulai dari Kaito menarik tangannya untuk berlari menembus hujan sampai tadi Kaito undur diri (?) untuk menemaninya menembus hujan. Miku suka itu.
Sesaat kemudian, dia ingat akan seseorang. Seseorang yang sudah dia kejar selama 2 tahun.
"Gomen ne, Kaito." gumam Miku.
.
.
.
.
.
To Be Continued
.
.
.
.
Author's Line :
Nyahahahaha! Ketemu lagi sama author.
Kali ini author akan mencoba genre ROMANCE! Eits, bumbu DETECTIVE masih ada loh (tapi nggak mencolok)! #spoilerON
Pairing utama Kaito x Miku. Mungkin di chapter selanjutnya bakal ada pairing-pairing lain.
Huf, nggak bisa banyak bacot.
.
.
.
.
Mind to REVIEW!
.
.
.
.
Shintaro Arisa out, nano desu~
