Disclaimer:
Naruto belongs to Mr. Kishimoto
Warning:
Badly written poetry with a cheesy theme
First time writing after a long, long hiatus
You've been warned
.
.
.
.
Elegi Penutup Senja
.
.
.
.
Sahabatku, izinkan aku menyita secuil waktumu
Untuk berbagi sepenggal kisah tentang dua hati yang pernah bertemu
Tentang jiwa yang pernah mencinta tanpa merasa jemu
Romansa picisan yang kurangkai dari untaian aksara semu
.
.
.
Sahabatku, biarkan aku terlebih dulu mengingat tentang manisnya
Satu rasa yang tumbuh dan bersemi di dalam dada
Kala tawa mengalun dan matanya melirik menatap manja
Atau sepasang bibir merahnya yang ranum menggoda
.
.
.
Maka kukecup jiwanya dengan segenap kasih yang kumiliki
Kuabadikan elok parasnya dalam setiap rangkaian mimpi
Kudekap rindunya yang menggebu di setiap malam hari
Dan kutulis masa depan bersamanya dengan guratan tinta kesetiaan sampai mati
.
.
.
Namun sahabatku, sungguhpun aku tak ingin lagi mengecap getirnya
Atau perihnya realita yang merobek luka dengan tega
Kala warna-warni meluruh dari semesta yang kucipta bersamanya
Dan menyisakan kelabu yang membisu saat perpisahan tiba
.
.
.
Haruskah aku selamanya terjebak dalam delusi
Dan membiarkan nalar jenius ini tergeletak mati?
Karena otakku tak lagi mampu merancang seribu rencana pasti
Untuk mengejar cinta yang kutahu takkan bertepi
.
.
.
Kini sampai sudah kakiku pada sebuah penghujung
Di garis batas antara akhir dan awal yang menggantung
Kuhentikan langkahku dalam dekapan langit lembayung
Dan kuhirup kembali aroma senja Konoha di pelataran sebuah gedung
.
.
.
Kubiarkan kakiku kembali melangkah masuk menjemput sosoknya yang berdiri kaku
Pun kutarik garis lengkung untuk menghias wajahku yang dirundung sesal dan sendu
Kutegarkan hati yang mulai runtuh ketika iringan kata keluar dari mulutku
Dan kubisikkan lembut kepadanya; selamat menempuh hidup baru
.
.
.
Sahabatku, Chouji, hari ini aku kehilangan hati
Saat sang violet telah terikat janji abadi
Dengan seorang pelukis yang tak kenal emosi
Sementara aku terperangkap di balik jeruji memori
.
.
.
Biarkan aku menjeda kisah ini dengan bunyi denting
Dan izinkan aku menenggak habis wiski di dalam botol beling
Sampai habis tetes terakhir mengering
Beriring setiap nafas yang kuhembus bersama asap berwarna gading
.
.
.
Sahabat gempalku, akan kulantunkan seribu bait doa
Untuk perempuan yang selamanya kucinta
Agar bahagia senantiasa terlimpah untuknya
Meski tak lagi aku bisa menggapainya
.
.
.
Dan kisah ini pun harus usai
Ditutup satu kata yang kuucap santai
Mendokusai
Tinggalkan sedikit review untuk penulis amatir yang nekat berpuisi ini. Terima kasih telah berkunjung, Tuan dan Puan.
