-axiom;
Jika kau bertanya apa yang dilakukan lelaki dua puluh enam tahun ini ke sebuah lapangan terbuka di pedalaman hutan–dekat dengan sebuah lokasi sebuah perkemahan–maka kau akan mendapat jawaban;
"Aku menemui teman - temanku."
Kakinya berpijak di atas beton yang basah tergenang air. Rumput - rumput yang menjulang dengan liar bisa disimpulkan bahwa tempat ini tidak dirawat. Semak - semak berduri juga mengelilingi tanpa ada tanda pernah dibabat. Genangan air yang memenuhi sebuah sudut terlihat seperti kolam dadakan di ujung lapangan. Jangan lupakan berbagai bunga teratai yang sempat - sempatnya menumbuhkan diri di kolam yang terbuat dengan tidak sengaja itu.
Bangunan - bangunan di sana tampak masih bagus walaupun sudah dikerubungi lumut. Tumbuhan menjalar juga tidak mau kalah untuk menghias. Tulisan - tulisan hasil vandalisme dirinya dan teman temannya juga terlihat masih utuh, hanya terlihat sedikit memudar. Kau juga bisa melihat sebuah kasur polos tergeletak begitu saja di tengah - tengah lapangan, tampaknya bekas, namun tidak terlihat seperti itu. Beberapa barang – barang bekas tergeletak utuh. Tak ada sedikitpun tanda bahwa mereka habis termakan waktu.
Kim Seokjin mengeluarkan sebuah handycam hitam yang memang sengaja dibawa bersama dengan sebuah polaroid merah muda. Ia membuka dan menekan tombol play untuk mulai merekam. Detik kemudian ia tersenyum, tawa kecil meluncur dari sepasang bibir tebalnya. Seluruh panorama bertajuk lapangan tak terpakai di tengah hutan tak tertinggal ditangkap oleh kamera. Hijaunya pepohonan juga semak belukar takkan Seokjin lupakan untuk direkam, hanya bahan estetika, katanya.
Pria itu melompat turun ke lapangan yang letaknya sedikit kebawah, dibatasi dinding yang penuh akan coretan. Masih tidak lepas dari handycam kecil yang siaga merekam. Ia berlari kecil dari ujung ke ujung. Seolah mengikuti sesuatu yang tidak boleh terlepas dari kamera. Terkadang lensa mengikuti berbagai serangga yang berterbangan di sekitar. Kupu – kupu adalah si pemeran utama, sayap oranye dengan bintik kehitaman itu tak luput dari rekaman. Seokjin mengikutinya sampai hinggap disebuah batang tumbuhan mengering di sudut lapangan. Hanya beberapa detik sampai si manis bersayap terbang kembali ke dirgantara.
Pria itu berhenti di titik tengah, memutar seperti merekam sesuatu yang ikut berputar mengelilinginya. Ia tertawa kecil, layaknya seorang anak yang baru saja belajar memotret dengan kamera profesional. Sejenak ia menutup handycam, meraih polaroid merah muda di dalam saku dan memotret ke sembarang arah. Hasil cetakan langsung diselipkan ke dalam saku, seolah ia sudah tahu hasil foto itu seperti apa.
Ia berhenti bergerak, namun kamera tetap hidup merekam. Entah apa yang membuatnya seolah sangat dan luar biasa bahagia hanya dengan merekam pemandangan lapangan tak terurus ditengah hutan.
Detik kemudian bibir itu mengucapkan sesuatu ke layar handycam yang menunjukkan hasil rekaman,
"Hai semua, lama tidak berjumpa. Aku senang melihat kalian tetap bersenang - senang seperti biasa."
Ia terkekeh.
"Haha, aku sangat merindukan kalian.."
(Bagian satu dari tujuh.)
