Lapisan Pertama : Tentang Kau
Pertama kali Jimin melihat Jungkook, dia menangis.
Jimin berdiri di sebelah Taehyung, menyaksikan bocah kecil berumur 5 tahun menangisi ayahnya yang digantung depan umum. Jeritannya menggema, menggetarkan sekaligus mengundang pilu. Tapi Jimin hanya menatapnya datar. Taehyung menggenggam tangan Jimin dan meremasnya pelan.
"Kau tidak salah, Jiminie. Percaya padaku," bisik Taehyung.
Suaranya lebih pelan dari semilir angin duka. Jimin menoleh sekilas ke arahnya, lalu tersenyum.
"Cium aku,"
"Di sini? Di depan rakyatmu yang kau paksa untuk menyaksikan pengkhianat yang dihukum gantung? Rajaku ini memang kejam~"
Tapi kemudian, Taehyung mencium bibir Jimin. Lidahnya menjilati ujung bibir Jimin, sebelum akhirnya memasukkannya ke dalam mulut Jimin. Ia membiarkan Jimin menyelipkan jemarinya ke sela-sela tangannya. Seperti Jimin yang membiarkannya menjilat langit-langit mulutnya.
Jimin menutup matanya. Di dalam pikirannya, ada banyak tayangan yang muncul. Diulang berkali-kali layaknya kaset rusak.
"Jiminie~ Jiminie~ Jiminie~"
"Pamaaaannn~"
"Hup! Ahh Jiminie sudah berat sekarang,"
"Jangan berhenti menggendongku meskipun aku sudah besaaarrr,"
"Aku menyesal pernah berjanji akan terus menggendongmu,"
"Paman!"
"Hahaha"
Airmatanya mengalir pelan awalnya. Lalu menderas. Tersedak ia di tengah-tengah ciuman. Taehyung menahan kepalanya dan memperdalam ciuman. Melumat bibirnya lebih kasar.
"Jiminie sakit. Paman sedih,"
"Oukh-ogh... Maaf, Pama— ough gkhee.. aku benci batukku. Ough. Argh!"
"Minum ini. Paman membelinya dari salah satu teman Paman. Katanya manjur,"
"Be— oukh. ARRRGGHHH!"
"Iya. Percaya pada Paman. Pelayan Kim, ambilkan air hangat. Obatnya diseduh seperti teh,"
"Yes, Sire,"
"...Tapi paman, kenapa... oukh-ogh.. dadaku... ough..."
Jimin memeluk leher Taehyung. Tangisnya tertelan oleh kecupan-kecupan memalukan dari Taehyung. Ia terkekeh sebentar sebelum akhirnya menghentikan Taehyung. Dibiarkannya Taehyung mengusap pipinya.
Mata Taehyung sangat cantik saat ini. Jimin memperhatikan bulumatanya yang panjang. Kemudian mencium matanya lama.
"Mengapa sekarang kau yang menangis?"
Ketika Taehyung membuka matanya, ada amarah di sana. Ia tiba-tiba berbalik, berjalan menuruni tangga. Menghampiri Jungkook yang makin lama, makin mengeraskan tangis. Jimin terpaku sekaligus tersenyum sangat manis melihat Taehyung menendang bocah tersebut.
"DIAM! KAU BERISIK!'
Jungkook menahan isak. Ia mengepalkan tangannya erat-erat. Tubuhnya yang terjungkal jauh dari tiang gantungan, mulai merasakan perih di bagian dada dan perut. Sakit, sakit sekali.
"Harusnya kau bersyukur masih dibiarkan hidup! Harusnya kau digantung di sebelah pengkhianat itu!" teriak Taehyung sambil menunjuk ke arah orang yang harusnya ia panggil Paman juga.
"BANGSAT! BOCAH BANGSAT!" bentak Taehyung seraya menginjak-injak badan Jungkook.
Tak peduli Taehyung walaupun yang sedang ia siksa kini mengeluarkan batuk darah. Wajah Jungkook kian memucat, tertutupi darahnya sendiri yang tercampur dengan tanah. Makian berulang-ulang terdengar. Jimin menopang dagu dan menghela napas.
"Taehyung..."
Taehyung memberontak saat dihentikan oleh prajurit. Ia meludahi Jungkook yang terkulai pingsan. Menyuruhnya bangun agar ia bisa menyiksanya lagi. Jeritannya sepenuhnya terhenti oleh tangisnya sendiri.
"Aku menyayangimu! Menyayangi Ayahmu! Jimin mengidolakan AYAHMU! KENAPA? KENAPA DIA HARUS MERACUNI JIMINIE AGAR KAU NAIK TAHTA?! MATI! KAU HARUS MATI!"
Jimin memejamkan matanya lagi. Suaranya serat akan kesedihan saat ia menyuruh Pelayan Kim untuk memandikan Jungkook. Raungan Taehyung membuatnya meneteskan airmata lagi. Giginya menggelutuk ketika ia menahan isak yang hampir keluar. Langit yang ia intip dari balik bulumatanya yang basah kali ini, entah kenapa, indah sekali. Ironis. Memuakkan.
Jimin berdo'a agar langit selamanya abu-abu.
